Di ruangan kunjungan penjara yang suram dan sepi, Tiara duduk menunggu dengan gelisah. Sudah bertahun-tahun ia tak bertemu ibunya, Darsih. Sejak ia diculik Arya dan akhinrya meninggalkan Indonesia untuk mencari kehidupan baru. Ketika sosok wanita yang tampak lelah dan jauh lebih tua dari ingatannya berjalan masuk, Tiara menahan napas. Darsih tampak terkejut melihat Tiara. Matanya menyipit seakan mencoba mengenali wajah di depannya.“Ibu,” sapa Tiara pelan.Darsih mengangguk, ragu-ragu. “Kamu siapa ya?”Tiara tersenyum kecil, berusaha menahan emosi yang meluap-luap di dadanya. “Bu, ini aku… Tiara. Anak Ibu.”Darsih menatapnya lekat-lekat, wajahnya dipenuhi kebingungan. “Ndak mungkin… Tiara anakku? Kamu… bukan Tiara.”Darsih memindai sosok di depannya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Tiara putrinya bertubuh mungil dengan wajah ayu. Wanita yang ada di depannya ini lebih berisi, dewasa dan berambut cokelat. “Iya, Bu. Aku banyak berubah,” jawab Tiara, matanya berkaca-kaca. “Tapi aku
Di ruang kantor yang penuh dengan tumpukan berkas dan dokumen, Arya berdiri di tengah ruangan dengan wajah merah padam, mengamuk. Dharma berada di sudut ruangan dengan wajah cemas, berusaha memahami situasi yang semakin memburuk.“Aku nggak mengerti gimana bisa Tiara membawa Shara pergi tanpa sepengetahuanku?!” teriak Arya dengan suara yang bergetar. Ia merasa marah dan frustrasi, hatinya dipenuhi kekhawatiran."Aku bahkan tak tahu hiak dia sudah kembali. Aku benar-benar lengah," tutuk Arya. Darma berusaha menenangkan Arya. “Tenang, Den Arya. Kita bisa mencarinya. Mungkin ada cara untuk melacak Tiara dan Shara.”“Cara? Cara seperti apa?” Arya memotong. “Tiara telah membawa kabur anakku. Dan kita nggak tahu ke mana mereka pergi! Ini semua nggak masuk akal!”Darma mencoba mengingatkan. “Kita juga harus memikirkan masalah lain yang lebih penting. Uang restoran yang dibawa kabur oleh Sofia. Juga kasus Tuan Baskoro yang sedang ditinjau ulang.”Arya berjalan mondar-mandir, tidak bisa mena
Dharma masuk ke ruang kerja tuannya dengan langkah tegas dan raut wajah serius. Arya, yang sedang memandangi laporan keuangan, langsung mengangkat wajahnya begitu anak buahnya datang."Permisi, Den.""Ada apa, Dharma? Kau punya kabar terbaru?" Arya bertanya dengan nada dingin tetapi penuh harap.Dharma menatap Arya dengan tenang. "Iya, Den. Saya baru mendapat kabar dari orang-orang kita di kampung. Mereka mengatakan bahwa Tiara ada di sini."Arya terdiam, mengepalkan tangannya di atas meja. “Tiara? Kau yakin dia ada di kampung ini?”Dharma mengangguk mantap. "Ya, Den. Tiara kembali ke kampung ini, kabarnya untuk mengurus peninjauan kembali kasus ibunya."Arya tertawa kecil, tapi terdengar lebih seperti ejekan. “Jadi dia kembali untuk Darsih? Setelah bertahun-tahun, dia pikir bisa menyelesaikan semuanya seolah-olah nggak pernah terjadi apa-apa? Sungguh wanita yang berani.”Dharma menatap Arya sejenak sebelum berkata, “Dia sudah mengambil langkah besar, Den. Mengurus peninjauan kemba
Arya melangkah masuk ke dalam ruangan dengan langkah mantap. Tatapan tajamnya langsung tertuju pada sosok yang berdiri di tengah ruangan, yang memakai selendang menutupi rambutnya. Saat melihat wajah Tiara dengan lebih jelas, Arya mulai bertepuk tangan perlahan dengan senyum sinis."Bagus sekali."Arya berjalan mendekati Tiara dengan ucapan mengejek. "Jadi… Sofia, atau harus aku panggil Tiara?" ucap Arya, suaranya rendah tapi penuh ejekan. "Wow, ternyata wanita yang selama ini aku cari-cari ada di depan mataku, berkedok identitas lain."Tiara memandang Arya tanpa gentar, meski di dalam hatinya berdebar kencang. ""Panggil saja aku apa pun yang kau mau, Arya," balas Tiara tenang. "Aku memang kembali bukan untuk sembunyi lagi."Arya tersenyum miring, matanya menyiratkan kemarahan yang tertahan. "Luar biasa. Jadi selama ini kau mempermainkanku dengan berpura-pura sebagai Sofia. Apa yang sebenarnya kau inginkan, huh?"Tiara menarik napas dalam, berusaha mengendalikan emosi. "Tentu sa
Pesta malam itu di kediaman Diningrat berlangsung meriah. Arya, sebagai tuan rumah, mengawasi setiap sudut ruangan, memastikan semua tamu merasa nyaman. Lampu-lampu yang berkilau menerangi ruang tamu yang luas, menambah kesan glamor pada suasana. Di sudut, sebuah band kecil memainkan musik jazzy yang lembut, menciptakan suasana hangat dan bersahabat.Arya berpenampilan rapi dalam jas hitamnya, dengan dasi yang senada. Dia menyapa setiap tamu yang datang, dari pengusaha lokal hingga sahabat lama. Malam itu, Arya juga mengundang Tiara. Dia ingin tahu apakah wanita itu akan datang atau tidak. Arya juga menyusun banyak rencana, untuk menarik kembali Tiara ke dalam dekapannya. Sosok istrinya sekarang lebih menggoda, membuat lelaki itu mabuk kepayang. Arya penasaran bagaimana rasanya Tiara yang kini berubah menjadi Sofia. Dia ingin memiliki wanita itu seutuhnya. "Akhirnya aku kembali ke sini." Tiara datang tepat waktu. Saat wanita itu melangkah masuk, semua mata tertuju padanya. Gaun m
"Nyonya Gayatri...” bisik Tiara lirih karena terkejut.Wanita itu adalah Gayatri, ibu dari Arya, yang dulunya mengalami gangguan kejiwaan setelah kematian suaminya, Tuan Baskoro. Kini dia sudah mulai sehat meski masih dalam masa pemulihan.Rasa iba muncul di hati Tiara, melihat sosok yang pernah begitu berkuasa di kampung, kini terlihat rapuh.Tiara mendekat, lalu berjongkok agar sejajar dengan pandangan Gayatri. “Selamat malam, Nyonya Gayatri. Apakah saya mengganggu?”Gayatri menatap Tiara dengan lembut, dan senyum tipis tersungging di bibirnya. “Oh, tidak, tentu saja tidak. Sungguh, sudah lama sekali sejak saya terakhir kali menghadiri pesta seperti ini.”“Pesta ini tentu saja tidak lengkap tanpa kehadiran Ibu,” jawab Tiara dengan lembut, mencoba memberi rasa nyaman.Gayatri menghela napas pelan. "Aku tidak pernah menyangka bahwa keadaan akan membawa keluargaku ke titik ini.”Tiara terdiam sejenak, tidak tahu harus berkata apa. Ia merasa Gayatri sedang memendam perasaan yang dala
"Kalau kamu menganggap ibuku adalah mertua, maka layani aku sebagai suami."Setelah mengucapkan itu, Arya meraup apa yang tersembunyi di balik gaun merah itu. Dan bermain sesuka hatinya. Tiara mencoba meronta, tetapi jika berteriak maka semua orang akan tahu dimana keberadaan mereka."Kenapa kau diam?" tanya Arya serak."Apa kau mau aku berteriak sehingga semua orang tau?"Arya mengumpat, lalu melepaskan diri. Lelaki itu adalah sosok yang kuat dan kejam. Namun, dia lemah saat berhadapan dengan wanita ini."Kau--"Arya memandang Tiara dengan mata berkilat, menahan kesal. Semakin hari, sikap Tiara semakin tidak bisa diprediksi.Tiara bukan lagi sosok lemah yang ia kenal bertahun-tahun lalu. Namun wanita itu berubah menjadi seseorang yang tampaknya ingin membalas semua perlakuannya dulu. Di hadapannya, Tiara hanya tersenyum tipis, seolah menikmati kebingungan dan kemarahan yang jelas terpancar di wajah Arya."Dimana, Shara?" tanya Arya. Lelaki itu mencoba mengalihkan pembicaraan untuk
"Arya, aku tahu ini berat, tapi kita harus tetap fokus." Rama, pengacara memulai percakapan dengan nada hati-hati. Lelaki itu menatap Arya yang tampak lelah dan tegang. "Ada fakta-fakta baru yang kita temukan. Dan ini mungkin akan membuka sesuatu yang belum pernah kita duga sebelumnya."Arya menghela napas panjang, pandangannya kosong menatap meja di depannya. "Dulu, aku sudah mencoba mengikhlaskan kepergian Bapak.Tapi sekarang, muncul fakta-fakta baru yang membuatku ragu. Apakah selama ini aku hanya dibohongi?""Ketika penyelidik membuka kembali kasus ini, banyak hal yang muncul ke permukaan," ujar Rama dengan hati-hati. "Apa itu?""Darsih nggak bersalah.”Arya menatap pengacaranya dengan mata tajam, penuh harap."Kamu yakin?"Rama mengangguk pelan. “Dari semua bukti yang sudah kami kumpulkan, bukan Darsih pelakunya. Ada pihak lain yang sengaja menjadikannya kambing hitam.”Arya mengepalkan tangannya. “Selama ini aku menuduhnya tanpa pikir panjang. Hanya karena statusnya, hanya