Share

4. Kekasih Suaminya

Rupanya Karjo, tangan kanan Arya yang paling ia percaya. Lelaki itu tampak marah dan kesal akan kejadian ini. 

"Dasar gak tau diri. Syukur saja kamu masih hidup," umpat Ningsih sembari terengah-engah. 

"Kamu jangan ganggu Tiara. Cuma Den Arya yang boleh menyentuhnya," bentak Karjo. 

Ningsih berlalu sembari menggerutu. Sementara Tiara tertegun dengan apa yang baru saja Karjo ucapkan.

Menyentuh?

**

Malam mulai menyapa dengan hawa sejuk dan awan gelap di langit. Angin bertiup sepoi-sepoi dan suara guntur bersahut-sahutan. Gerimis mulai turun, tetapi hujan deras enggan menyapa. 

Tiara menatap mas kawin yang tersemat di jarinya. Tadi dia memakainya sendiri, setelah diberikan oleh salah satu pekerja Arya. 

Tiara menerimanya dengan tangan gemetar. Cincin yang dia pilih. Setelah salah seorang anak buah Arya mendatangi dan memperlihatkan kepadanya beberapa model.

"Ibu ...," lirih Tiara pedih.

Semua wanita ingin menikah, tetapi bukan dengan cara seperti ini. Namun, Arya telah berjanji tak akan menyiksa ibu, jika dia menurut.

Tiara ingin marah dan berteriak, tetapi tak punya daya. Bahkan para aparat di luar sana adalah kaki tangan Tuan Baskoro, yang setelah tiada diambil alih oleh anaknya.

"Ibu hanya pemilik warung biasa. Dia bekerja untuk menyekolahkan aku."

Tiara benar-benar kebingungan dengan hal ini. Dia yang tak tahu menahu, kini harus menjadi korban. 

Bukankah ibunya sudah mempertanggung jawabkan perbuatan? Dengan mendapat hukuman penjara seumur hidup. Lalu kengapa dia yang harus menjadi pengganti?

"Jika memang ibu menjadi simpanan Tuan Baskoro, kenapa ibu harus membunuhnya? Bukankah Tuan Baskoro sering memberi ibu uang?"

Tiara masih menduga-duga siapa sebenarnya dalang di balik ini semua. Namun, lamunan wanita itu terhenti saat pintu terbuka.

"Ini makananmu."

Tiara menatap nampan yang diletakkan di meja. Isinya lumayan banyak, ada beberapa jenis lauk. Lalu ada buah dan susu juga di tempat terpisah. 

"Aku berbaik hati memberimu makan enak hari ini. Walaupun besok kamu harus bekerja di dapur untuk membantu kami. Setidaknya hari ini perutmu kenyang."

"Matur suwun," ucap Tiara kaku.

"Setelah selesai makan, bawa piringnya ke dapur dan cuci yang bersih. Ingat, jangan coba-coba membuka kulkas tanpa seizinku."

Pintu kembali ditutup saat sosok tambun itu keluar. Tiara segera menghampiri nampan dan takjub melihat makanannya.

Ada ayam dan ikan goreng lengkap dengan sayur dan lalapan sambal. Air liurnya hendak menetes. Setelah satu minggu disekap di kamar ini. Juga diberikan makanan ala kadarnya, hari ini dia benar-benar dimanusiakan.

"Bismillah."

Tiara mulai menyuap nasi. Tangannya gemetar saat lauk-lauk nikmat itu memasuki mulut. Air mata Tiara menetes saat sesuap demi sesuap makanan itu berpindah ke perutnya. 

"Alhamdulillah."

Tiara mengucap syukur setelah semua nasi habis tak bersisa. Masih ada susu dan telur, mungkin dia akan memakannya nanti.

***

Tiara membawa nampan dan berjalan keluar. Wanita itu mengusap dada karena pintu tidak dikunci. Tenyata setelah menjadi istri Arya, dia dibebaskan. 

"Sepi."

Tiara melihat sekeliling. Dia belum tahu dimana dapur berada. Tapi rasanya tak jauh dari sini. Melihat kamarnya sekarang, wanita itu yakin bahwa dia ditempatkan di belakang.

Benar saja, tak lama dia menemukan dapur. Tiara segera mencuci piring dan menaruhnya di rak. 

"Di sebelah sana ruangan apa?"

Tiara ingin tahu, lalu mendekat ke arah pintu yang sedikit terbuka. Tiba-tiba terdengar riuh orang yang sedang bercakap-cakap. 

Tiara mengintip sedikit tanpa bersuara.Wanita itu terbelalak saat melihat ada tiga perempuan yang sedang memasak. Ternyata di balik sana ada dapur yang lebih besar.

"Oh, ternyata yang sana dapur kotor."

Tiara berdiam di balik dinding dan menajamkan pendengaran. Mereka sedang bercerita sembari mengupas bahan makanan. Ada banyak sayur dan bahan mentah di sekitarnya.

Tiara tak tahu jika di rumah ini, bahan makanan yang harus dimasak sebanyak itu. Pastilah ada banyak orang yang bekerja. 

Tiara menjadi penasaran apa yang sedang diperbincangkan. Wanita itu menajamkan telinga untuk menguping. 

"Darsih katanya dihukum penjara seumur hidup," ucap wanita bertubuh tambun. 

"Ya bagus, toh. Biar kapok karena sudah membunuh Tuan," sahut temannya yang berbaju kuning.

"Padahal jadi gundik itu enak. Mana dia dapat transferan banyak," ucap yang memakai daster batik. 

"Gak nyangka, ternyata bisa nyekolahkan anak di kota dari hasil menjual diri. Aku pikir warungnya laris bener," ejek si tambun. 

"Kasihan Nyonya sampai stres begitu," lanjut si baju kuning. 

"Padahal Tuan itu baik sekali. Semua orang kampung pernah ditolongnya."

Tiara merasakan nyeri di hati ketika mendengar ibunya dibicarakan seperti itu. Apalagi mereka seperti mensyukuri musibah dialami ibunya sekarang.

"Itu si Tiara enak bener dikasih kamar bagus. Kita satu kamar tempati bertiga," ucap si daster batik.

"Tapi dia ndak digaji. Dia kerja rodi."

"Hahaha."

Gelak tawa menggema. Tiara tak sanggup mendengarnya. Wanita itu bergegas keluar dengan air mata yang berlinangan. 

"Jahat sekali mereka."

Tiara merasa semua orang di rumah ini membencinya. Namun, dia sudah terjebak dan tak bisa lari.  

Dengan mengendap-endap, Tiara meninggalkan tempat itu. Dia hendak berbalik ke kamar ketika tak sengaja melihat ada jalan di samping, dan pintunya tak dikunci. 

Tiara terkejut karena itu merupakan sebuah taman di sekeliling bangunan. Walaupun tak terlalu bagus, tetapi cukup rapi.

Ternyata rumah orang kaya begini adanya. Bahkan sampai belakang dan dapur semua tetata rapi. Tiara tak bisa membayangkan bagaimana bentuk ruangan lain di rumah ini, yang belum pernah dia lihat. 

"Mungkin aku bisa bersantai sebentar di sini. Bukannya hari ini aku dibebaskan?"

Tiara duduk si kursi panjang sembari melihat ke langit. Wanita iru merasa damai daripada harus terkurung di dalam kamar yang sumpek. 

"Enak juga di sini," lirihnya.

Tiara semakin penasaran. Dia berjalan menyusuri taman itu sampai ke depan. Cukup jauh hingga kakinya pegal. Wanita itu takjub ketika melihat pemandangannya. 

Ternyata rumah ini terletak di tanah yang luas.  Di depannya ada pepohonan yant lebat.  Tiara tak tahu dimana pintu gerbangnya. Hanya deretan mobil terparkir di sana.

"Memangnya Tuan Baskoro punya usaha apa saja selain pabrik? Kenapa punya kediaman mewah begini."

Tiara bersembunyi di balik dinding dan mengintip. Wanita itu lupa kalau ada cctv yang mengawasi. 

Tiara hendak berbalik saat sebuah mobil masuk dari balik pepohonan itu dan pengemudinya keluar.

"Den Arya?"

Tiara menutup mulut saat melihat ada seorang wanita cantik dengan pakaian mini, sedang bergelayut manja di lengan suaminya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status