Tiara berdiri di depan cermin, menatap sosoknya yang terpantul di sana. Dia menarik napas dalam-dalam dan berusaha menguatkan hati. Semuanya harus berjalan sempurna. Rencana untuk membalas dendam terhadap Arya kini dimulai. Tiara tahu bahwa untuk melakukannya, dia harus merancang langkah-langkah dengan sangat hati-hati.“Tiara, kamu siap?” sahabatnya, Rina, masuk ke dalam kamar dan menghampirinya. “Kamu terlihat cemas.”“Aku harus membuat Arya jatuh cinta padaku,” jawab Tiara gugup. Rina mengerutkan dahi. “Jatuh cinta? Tapi kamu bukan orang yang seperti itu. Kenapa harus jatuh cinta? Bukankah tujuan kamu adalah membalas dendam?”Tiara tersenyum tipis. “Aku tahu. Tapi untuk membalas dendam, aku harus membuatnya merasakan rasa sakit yang dalam. Dan cara terbaik adalah dengan memanipulasinya.”Rina mengangguk, mulai mengerti. “Jadi, kamu akan menggunakan perasaannya melawan dirinya sendiri?”“Persis,” Tiara menjawab dengan penuh keyakinan. “Aku akan menunjukkan padanya betapa menyedihk
"Kalau begitu, pulanglah dan temui istrimu. Bukankah dia yang halal untukmu?"Bukankah aku juga istri dan halal untuknya? Aku dan Arya masih terikat pernikahan, walau hanya di bawah tangan. Tiara menggeleng dan menepis pikirannya. Betapa dia begitu berani menyentuh dan memancing hasrat Arya. Lalu, ketakutan ketika lelaki itu menanggapi dan menginginkannya."Jangan, Den. Sakit...."Lagi-lagi saat itu kembali terbayang. Saat dimana bau asam dari mulut Arya mencecap dirinya dengan rakus. Saat tubuh besar Arya menindihnya dan bergerak tanpa ampun.Tiara hanya anak berusia delapan belas tahun yang polos dan tak pernah mengenal lelaki. Namun, justru pengalaman pahit yang dia dapatkan. Dan itu dari suami sendiri. Tiara memegang lengannya secara bergantian. Lengan yang dulu diikat Arya agar dia tak bisa melawan. Lengan yang lelaki itu tarik agar dia lebih merapat, lalu benih-benih itu bertaburan di rahimnya. "Mengapa rasamu begini?"Arya bahkan merobeknya tanpa ampun, mengabaikan kesakitan
Tiara duduk di dalam mobil sewaan, mengenakan gamis dan cadar untuk menyembunyikan identitasnya. Hatinya berdebar saat mendekati panti asuhan tempat Shara tinggal.Sudah beberapa minggu sejak terakhir kali dia menjenguk Shara secara langsung. Meskipun mereka sering video call, rasanya tidak cukup untuk mengobati kerinduan sebagai seorang ibu.Sesampainya di panti, Tiara turun dari mobil dan berjalan menuju pintu masuk. Bu Dewi, segera menyambutnya dengan senyum hangat.“Assalamu'alaikum, Bu,” sapa Tiara dengan suara lembut.“Wa'alaikumussalam. Lama kamu gak datang?” Bu Dewi tersenyum, mengenali Tiara meski tertutup cadar.Tiara tersenyum kecil di balik cadarnya. “Alhamdulillah, baik. Saya kangen sekali sama Shara. Dia gimana?”“Shara baik-baik saja, tapi dia sering bertanya kapan mama datang lagi. Dia pasti kangen kamu,” jawab Bu Dewi sambil berjalan bersama Tiara ke ruang bermain.Saat memasuki ruangan, Tiara melihat Shara sedang bermain dengan mainan-mainan kecilnya di sudut ruangan.
Arya duduk di ruangan kantornya yang sepi untuk menunggu Tiara. Lelaki itu membeli sebuah ruko mewah di kota untuk memperlebar bisnisnya. Pabrik dan penggilingan padi diserahkan kepada beberapa paman. Namun, dia tetap mengontrol dengan rutin.Pertemuan mereka hari ini bukan sekadar pertemuan biasa. Arya telah memikirkan ide ini selama beberapa waktu. Hari ini Arya berencana menawarkan kerja sama bisnis, yang akan membuat mereka semakin dekat. Meskipun hubungannya dengan Tiara diawali dengan ketertarikan pribadi, Arya merasa ini adalah kesempatan untuk menjalin hubungan yang lebih erat di dunia bisnis.Tak lama kemudian, Tiara masuk dengan anggun, mengenakan blazer berwarna krem yang menambah pesonanya. Dia membawa aura percaya diri, seperti seorang wanita yang tahu apa yang diinginkan dan bagaimana mencapainya."Sudah lama menunggu?" Tiara menyapa dengan senyum tipis, lalu duduk di hadapan Arya."Ah, nggak terlalu lama kok," jawab Arya sambil tersenyum lebar. "Aku selalu senang menun
"Kau gemetaran," bisik Arya saat meraih pinggang Tiara agar semakin merapat. "Kalau begitu, kau saja yang memulai."Dan Arya menyentuh Tiara dengan lembut, lalu menghayutkan semua hasratnya dalam sentuhan yang memabukkan.***"Stop, Arya. Cukup," bisik Tiara saat lelaki itu mulai bermain di kancing kemejanya. Wanita itu merasakan ketakutan yang luar biasa. Tiara kembali terbayang akan malam itu. Akan perlakuan kasar Arya pada dirinya. Namun, saat ini lagi-lagi dia membuktikan bahwa lelaki itu memang buas. "Kau memancingku. Jangan harap lepas."Arya menolak dan tetap melanjutkan perbuatannya. Tangan lelaki itu bahkan mulai bekerja, menyentuh bagian yang disukainya. "Aku nggak mau begini."Setetes air mata Tiara yang jatuh ke pipi Arya membuat lelaki itu tersentak. Lelaki itu tersadar akan apa yang dilakukannya barusan."Maaf, Sofia," ucapnya sembari mengusap pipi Tiara yang basah. "Aku memang ingin dekat denganmu. Tapi bukan secepat ini. Aku merasa seperti.... wanita murahan."Ary
Clarisa duduk di ruang tamu rumah sembari memandang keluar jendela dengan tatapan kosong. Hatinya terasa berat setiap kali Arya mengatakan akan kembali ke kota.Sudah beberapa bulan terakhir ini Arya lebih sering berada di kota, dengan alasan pekerjaan. Suaminya semakin jarang menghabiskan waktu bersama Clarisa dan anak mereka di rumah.Hari ini, Clarisa merasa sudah waktunya untuk bicara. Arya harus tahu bagaimana perasaannya.Saat Arya masuk ke ruang tamu dengan handphone di tangan, Clarisa menyapanya dengan lembut. Wanita itu mencoba untuk tidak menyinggung perasaannya dari awal."Mas Arya," kata Clarisa pelan, suaranya penuh kehati-hatian. "Kita bisa ngobrol sebentar?"Arya yang sedang mengetik pesan di ponsel, mengangguk tanpa menoleh. "Iya, sebentar. Aku lagi urus kerjaan ini."Clarisa menarik napas dalam, merasa bahwa ini sudah menjadi pola yang terlalu sering. Arya selalu sibuk, bahkan ketika berada di rumah.Beberapa menit kemudian, Arya akhirnya duduk di sofa. "Apa yang mau
Saat restoran kerjasama antara Arya dan Tiara akhirnya resmi dibuka, suasana langsung meriah. Tamu-tamu mulai berdatangan, menyapa tuan rumah sambil mengagumi interior restoran yang elegan, tetapi tetap menyajikan suasana nyaman. Arya menyambut tamu-tamu penting dengan ramah. Sedangkan Tiara sibuk memastikan semua berjalan lancar. Mulai dari para staf, hidangan, hingga dekorasi yang ia rancang dengan hati-hati.Di sudut ruangan, Reyhan tampak membantu Tiara. Merekaberlihat akrab dan sesekali melontarkan candaan yang membuat Tiara tertawa.Arya, yang melihat kedekatan mereka, mulai merasa panas di dadanya. Tatapannya tak lepas dari Tiara yang tersenyum cerah setiap kali Reyhan berbisik sesuatu. Meski acara berlangsung lancar, pandangannya terus mengawasi gerak-gerik Reyhan yang menurutnya terlalu dekat dengan Tiara.“Reyhan, bisa sini sebentar?” Arya berusaha menahan nada cemburu dalam suaranya sambil melambaikan tangan pada Reyhan.Reyhan menghampiri dengan senyum santai. “Ada apa, A
"Selamat pagi, Bu Tiara," sapa salah satu karyawan ketika Tiara memasuki restoran.Tiara tersenyum dan menyapa balik sambil memeriksa ruangan. Restorannya sudah mulai ramai dikunjungi pelanggan. Dia tidak bisa menahan rasa puas melihat bisnis ini berjalan lancar. Namun, jauh di dalam hati, dia tetap fokus pada tujuannya."Gimana? Laporan keuangan sudah siap, kan?" tanya Tiara pada Reyhan yang sibuk mencatat di meja kasir.Reyhan mengangguk. "Sudah, aku tinggal print aja, kok. Omzet kita bagus banget minggu ini."Tiara mengangguk puas, matanya berbinar saat memandang sekeliling. "Memang Arya itu pebisnis yang hebat. Nggak nyangka, setiap trik yang dia ajarin selalu tepat sasaran.""Kamu benar-benar kagum sama Arya, ya?" Reyhan melirik Tiara sambil tersenyum kecil. "Biasanya kamu nggak gampang mengagumi orang."Tiara tertawa kecil. "Kagum, iya. Tapi nggak sepenuhnya percaya. Malah karena dia pintar itulah aku harus lebih hati-hati."Reyhan mengangkat alis, tatapannya tertarik. "Kamu s
Malam di Taiwan itu begitu indah, langit dipenuhi bintang-bintang yang bersinar terang. Seakan memberikan cahaya pada perjalanan baru Tiara dan Reyhan sebagai pasangan suami istri. Suasana kota yang ramai di siang hari kini berubah menjadi tenang dan damai. Dengan suara langkah kaki mereka yang bergema pelan di sepanjang jalan.Di sebelah mereka, Shara berjalan dengan ceria, menggandeng tangan Tiara. Sementara Darsih, berjalan di samping mereka."Aku nggak percaya kita akhirnya bisa liburan bareng kayak begini," kata Tiara sambil tersenyum lebar ke arah Reyhan. "Ini seperti mimpi yang menjadi kenyataan."Reyhan tersenyum dan merangkul bahu Tiara, "Aku juga merasa begitu. Kita sudah melewati banyak hal untuk sampai di titik ini, Tiara. Ini saat yang tepat untuk menikmati hidup."Mereka berjalan menyusuri jalanan yang dipenuhi dengan lampu-lampu warna-warni, menciptakan suasana yang romantis dan hangat.Shara terlihat sangat bahagia. Matanya berbinar-binar melihat lampu-lampu di sepa
Malam itu, suasana rumah Tiara begitu berbeda. Lampu-lampu kecil berbinar lembut di sepanjang taman belakang, memancarkan nuansa hangat dan romantis.Meja makan yang dihiasi lilin serta kelopak bunga mawar merah menjadi pusat perhatian. Reyhan telah merencanakan semuanya dengan sempurna.Ketika Tiara turun dari tangga, mengenakan gaun panjang berwarna biru lembut, Reyhan menatapnya tanpa berkedip. "Kamu cantik sekali malam ini," ucap Reyhan tulus, berdiri dan meraih tangan Tiara.Tiara tersenyum kecil, menyembunyikan kegugupannya. "Dan kamu selalu tampan," balasnya sambil tertawa pelan, mencoba mencairkan suasana.Reyhan menarik kursi untuk Tiara. “Silakan, istriku.”Tiara duduk dengan anggun. Reyhan mengisi gelas untuk mereka berdua. Hidangan makan malam pun dimulai dengan suasana hangat. Mereka menikmati makanan favorit Tiara. Ternyata Reyhan sendiri pesan secara khusus dari restoran ternama.“Ini terlalu sempurna,” ucap Tiara setelah menyantap hidangan utamanya.Mata Tiara berb
Tiara berdiri di depan cermin, mengenakan gaun putih sederhana namun elegan. Gaun itu tidak terlalu mencolok, tapi sangat pas dengan konsep intimate wedding yang mereka rencanakan. Di belakangnya, Shara berdiri memandangi sang mama dengan mata berbinar."Mama cantik sekali," ucap Shara penuh kekaguman.Tiara tersenyum, lalu membungkuk untuk memeluk Shara. "Makasih, Sayang. Kamu juga cantik dengan gaun kecilmu itu."Terdengar ketukan di pintu, lalu Reyhan masuk, mengenakan setelan jas abu-abu yang terlihat santai tapi tetap berkelas. "Apa aku boleh melihat calon istriku?" tanyanya sambil tersenyum.Tiara menoleh dan tersenyum lembut. "Kamu datang terlalu cepat. Kita belum mulai acaranya.""Kalau begitu, aku akan menunggu di luar. Tapi aku harus bilang, kamu terlihat sangat cantik hari ini, Tiara," Reyhan berkata sambil menatapnya penuh cinta.Saat Tiara hendak menjawab, salah satu panitia kecil mereka datang memanggil. "Semua sudah siap. Kita bisa mulai kapan saja."Tiara dan Reyha
Acara pertunangan Tiara dan Reyhan digelar sederhana namun penuh kehangatan di sebuah restoran yang disewa khusus. Dekorasi ruangan yang didominasi warna pastel dengan lampu gantung kecil menciptakan suasana romantis. Keluarga dan sahabat terdekat hadir, menyaksikan momen penting itu. Tiara, yang mengenakan dress anggun berwarna peach, tampak menawan. Sementara Reyhan tampil gagah dengan setelan jas abu-abu.Reyhan berdiri di depan semua tamu, mengambil mikrofon, dan mulai berbicara. “Selamat malam semuanya. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk hadir di acara yang sangat spesial ini. Hari ini, saya ingin mengungkapkan rasa syukur karena bisa berdiri di sini. Di samping wanita yang luar biasa, Tiara. Dia adalah alasan aku ingin menjadi pria yang lebih baik setiap hari.”Tiara tersipu, menundukkan wajahnya sambil tersenyum malu-malu. Tepuk tangan terdengar dari para tamu. Termasuk Shara yang duduk di meja depan bersama Darsih, ibu Arya.Setelah pidato singkat Reyhan, seorang pela
Reyhan berdiri di tengah ruangan yang sudah dihias dengan indah untuk opening kedua usaha Tiara, yaitu monuman boba. Tempat itu dipenuhi dengan teman, keluarga, dan rekan bisnis yang datang untuk memberikan dukungan. Bu Dewi dan Rina juga datang. Bahkan anak-anak panti semua ikut serta dan diberikan seragam. Karena usaha yang ini letaknya di ruko dengan halaman luas, Tiara mengundang semua orang yang dikenalnya. Tiara mengenakan gaun simpel berwarna pastel yang membuatnya terlihat anggun. Ia sibuk menyambut tamu, mengobrol dengan beberapa mitra, dan memastikan semuanya berjalan lancar.Saat acara berjalan, Reyhan tampak lebih tenang dari biasanya, meski ada sesuatu yang mengganjal di wajahnya. Ia sering melirik Tiara, menunggu momen yang tepat."Reyhan, kenapa melamun? Semua sudah siap?" tanya Tiara saat menghampirinya dengan segelas minuman di tangan.Reyhan tersenyum. "Iya, semuanya sudah siap. Kamu tenang saja. Hari ini akan berjalan sempurna."Tiara mengangguk sambil membenahi r
Arya duduk di kursi belakang mobil, menatap kosong ke luar jendela. Langit mendung seperti hatinya. Pikirannya dipenuhi kekacauan. Bayangan Tiara yang dingin, pelukan Shara yang erat, dan kenangan pahit masa lalu. Ia merasa seperti orang yang kehilangan arah.Arya bergumam pelan."Apa semua ini salahku? Kalau aku dulu tidak gegabah bersikap… mungkin Tiara masih di sisiku. Tapi apa? Aku malah menghancurkan semua."Supir, yang mendengar gumaman itu, bertanya hati-hati."Den Arya, apa Anda baik-baik saja? Perlu kita berhenti sebentar?"Arya menggeleng sambil memaksakan senyum kecil. "Lanjutkan saja, Pak. Kita harus cepat sampai."Tiba-tiba, ponsel Arya bergetar. Ia merogoh benda itu dari saku jas. Nama Raka, salah satu polisi yang menyrlidiki kasus bapaknya, tertera di layar. Dengan cepat, Arya menjawab."Halo, Pak. Ada apa?" tanya Arya sedikit cemas.Suara di ujung telepon terdengar serius. "Mas Arya, kami punya perkembangan penting soal kasus kematian Tuan Baskoro. Kalau memungkinka
Arya memberhentikan mobilnya di depan lokasi yang Tiara kirimkan melalui pesan singkat. Sebuah rumah sederhana tapi nyaman terlihat dari luar. Shara, yang duduk di kursi belakang, tampak murung. Arya mematikan mesin mobil lalu menoleh ke putrinya, dan tersenyum lembut.“Shara, ayo turun. Papa antar kamu ke Mama,” katanya dengan suara penuh kasih.Shara menggeleng pelan, matanya mulai berkaca-kaca. “Aku nggak mau, Papa. Aku masih mau sama Papa.”Arya menelan ludah, hatinya mencelos melihat ekspresi Shara. “Sayang, Papa nggak akan pergi jauh kok. Papa selalu ada buat kamu, meskipun kita nggak tinggal bareng.”Shara tetap terdiam, mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Arya mencoba membujuknya lagi. “Gimana kalau Papa janji nanti kita jalan-jalan lagi? Kamu suka, kan, jalan-jalan sama Papa?”Shara akhirnya mengangguk, meski wajahnya masih muram. Arya keluar dari mobil, lalu membukakan pintu untuk Shara. Sambil menggandeng tangan putrinya, lelaki itu melangkah ke pintu depan rumah.
Opening usaha baru Tiara berlangsung meriah di dalam sebuah mall yang ramai pengunjung. Dekorasi minimalis dengan balon berwarna pastel menghiasi booth miliknya. Sementara staf berseragam rapi dan casual menyambut tamu-tamu yang datang. Tiara mengenakan seragam yang sama, berdiri di depan booth dengan Reyhan yang setia di sisinya. Mereka tersenyum pada setiap tamu yang datang memberikan ucapan selamat."Semangat, Cantik," ujar Reyhan sambil merapikan rambut Tiara yang sedikit terjatuh di wajahnya. "Ini adalah langkah besar untuk kita."Tiara mengangguk, mencoba menenangkan debaran jantungnya. Beberapa hari terkahir ini, Reyhan kerap menyentuhnya tanpa sungkan. "Semoga semuanya berjalan lancar. Aku sedikit gugup."Reyhan merangkul Tiara dengan lembut. "Kamu pasti bisa. Semua ini hasil kerja kerasmu."Namun, kegugupan Tiara bertambah ketika dia melihat Arya tiba-tiba berdiri di antara kerumunan tamu yang memadati area sekitar booth. Arya mengenakan kemeja putih polos dan celana jean
Tiara dan Reyhan duduk berseberangan di sebuah meja kafe kecil di pinggir jalan, katalog franchise berserakan di atas meja. Tiara mengambil salah satu brosur dan membaca dengan serius. "Rey, ini kelihatannya menarik," katanya sambil menunjukkan brosur tentang franchise makanan penutup premium. "Mereka punya banyak pilihan menu yang unik. Dan tren dessert seperti ini sedang naik daun."Reyhan mengangguk, mengambil brosur itu dan membacanya. "Memang bagus. Konsepnya modern, dan kalau kita bisa dapat lokasi strategis, pasti ramai. Tapi lihat ini," ujarnya sambil mengambil brosur lain. "Franchise minuman boba ini juga menarik. Brand-nya sudah terkenal. Dan mereka punya konsep drive-thru yang jarang ada di Indonesia."Tiara tertawa kecil, lalu menggeleng. "Aku suka, tapi aku lebih tertarik sama yang dessert. Lebih cocok sama gaya dan seleraku."Reyhan tersenyum, meletakkan brosur boba itu kembali di meja. "Oke, jadi kita shortlist dua ini ya? Dessert premium dan boba. Selanjutnya kit