Bandara Internasional Taoyuan Taiwan.Suasana ramai tapi teratur. Tiara duduk di area tunggu kelas bisnis, sesekali menatap layar ponselnya sambil menghela napas. Setelah bertahun-tahun hidup di luar negeri, akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Ada banyak hal yang harus dihadapi Tiara, terutama terkait masa lalunya dengan Arya dan keluarganya. Namun, ia sudah siap. Ia menatap paspornya sejenak, membayangkan bagaimana kehidupannya akan berubah lagi setelah kembali ke tanah air.Di sebelahnya, seorang lelaki muda mengenakan kemeja putih duduk sambil meminum kopi. Wajahnya tampan, dengan postur yang tegap. Tiara tak sengaja melirik ke arah lelaki itu dan mereka saling bertatapan. Lelaki itu tersenyum sopan, lalu meletakkan cangkir kopinya di atas meja.“Penerbangan ke Indonesia juga?” tanya pria itu ramah, memulai percakapan.Tiara tersenyum kecil, mengangguk. “Iya, Jakarta.”Pria itu mengulurkan tangan, memperkenalkan diri. “Nama saya Reyhan, kebetulan saya juga menuju Ja
Tiara memasuki mobil sewaan yang menunggunya di bandara. Hati dan pikirannya tak henti-hentinya memikirkan Shara, putrinya yang kini tinggal di panti asuhan. Tiara merindukan Shara dengan sangat. Meskipun mereka sering terhubung dengan video call, rasanya tak sebanding dengan pertemuan langsung. Tiara menatap cermin, memastikan cadarnya terpasang rapi. Ia tak ingin ada yang mengenali sebelum waktunya tepat.“Ke Panti Asuhan Bunga Harapan, ya, Pak,” ucap Tiara pada sopir.Sopir mengangguk sopan. “Siap, Bu.”Sepanjang perjalanan, Tiara hanya bisa memandangi jalanan Jakarta yang ramai. Jantungnya berdegup tak karuan. Rasa khawatir dan harapan bercampur menjadi satu. Sudah lama Amara tak bertemu Shara secara langsung, meskipun komunikasi mereka tetap terjaga. Tiara tak bisa menyingkirkan kekhawatiran bahwa putrinya mungkin merasa asing.Setelah beberapa waktu, mobil mulai memasuki jalan kecil menuju panti. Tiara menghirup napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. Begitu tiba, ia
Tiara melangkah anggun memasuki ballroom hotel, tempat acara gala berlangsung malam itu. Gaun panjang berwarna merah marun yang ia kenakan memeluk tubuhnya dengan sempurna. Sementara rambut cokelatnya dibiarkan terurai.Tiara sengaja menggunakan kacamata berwarna. Wajahnya kini tampak dewasa dan berkarisma, berbeda jauh dari sosok Tiara lima tahun lalu. Kehidupan yang keras di luar negeri telah mengajari Tiara banyak hal. Dan malam ini, dia kembali ke Indonesia dengan rencana yang matang."Hai, Cantik."Tiara menoleh dan mendapati orang yamg mengundangnya ke acara ini, sedang berdiri di belakang.Reyhan."Hai.""Kamu datang juga," ucap Reyhan senang. Tiara sedikit canggung tetapi mencoba percaya diri. Sekalipun saat ini kondisi ekonominya membaik, tetapi tetap saja dia awam tentang bisnis.Untunglah Tiara sering mengikuti acara pesta majikannya di Tiawan, walau tugasnya menjaga Nyonya Ling selama acara berlangsung. Sehingga dia bisa meniru cara mereka makan dan berbincang. "Pasti. A
Arya menatap wanita itu dari kejauhan. Matanya tak bisa lepas sejak pertama kali mereka bertemu di acara gala semalam. Ada sesuatu yang berbeda dari sosok wanita itu—sikapnya yang tenang tetapi penuh misteri. Auranya yang terasa asing tetapi begitu akrab. Arya tak bisa mengenyahkan perasaan bahwa dia pernah bertemu dengan wanita itu sebelumnya. Namun, kapan dan di mana, dia tak tahu pasti.Hari ini, Arya kembali melihat wanita itu, duduk sendirian di sudut kafe. Memandangi secangkir kopi dengan tenang. Pakaian simpel tetapi elegan, semakin menambah pesona wanita tersebut. Arya memutuskan bahwa kali ini, ia harus mendekatinya.Dengan langkah percaya diri, Arya menghampirinya. “Boleh saya duduk di sini?”Tiara, mengangkat pandangannya perlahan. Di balik kacamata hitam, wanita itu mengamati Arya sejenak sebelum mengangguk singkat. “Silakan.”Arya tersenyum dan duduk di hadapannya. “Hai, Sofia. Kita ketemu lagi.”Tiara mengangkat alis sedikit, tapi tetap mempertahankan sikap tenang.
Tiara berdiri di depan cermin, menatap sosoknya yang terpantul di sana. Dia menarik napas dalam-dalam dan berusaha menguatkan hati. Semuanya harus berjalan sempurna. Rencana untuk membalas dendam terhadap Arya kini dimulai. Tiara tahu bahwa untuk melakukannya, dia harus merancang langkah-langkah dengan sangat hati-hati.“Tiara, kamu siap?” sahabatnya, Rina, masuk ke dalam kamar dan menghampirinya. “Kamu terlihat cemas.”“Aku harus membuat Arya jatuh cinta padaku,” jawab Tiara gugup. Rina mengerutkan dahi. “Jatuh cinta? Tapi kamu bukan orang yang seperti itu. Kenapa harus jatuh cinta? Bukankah tujuan kamu adalah membalas dendam?”Tiara tersenyum tipis. “Aku tahu. Tapi untuk membalas dendam, aku harus membuatnya merasakan rasa sakit yang dalam. Dan cara terbaik adalah dengan memanipulasinya.”Rina mengangguk, mulai mengerti. “Jadi, kamu akan menggunakan perasaannya melawan dirinya sendiri?”“Persis,” Tiara menjawab dengan penuh keyakinan. “Aku akan menunjukkan padanya betapa menyedihk
"Kalau begitu, pulanglah dan temui istrimu. Bukankah dia yang halal untukmu?"Bukankah aku juga istri dan halal untuknya? Aku dan Arya masih terikat pernikahan, walau hanya di bawah tangan. Tiara menggeleng dan menepis pikirannya. Betapa dia begitu berani menyentuh dan memancing hasrat Arya. Lalu, ketakutan ketika lelaki itu menanggapi dan menginginkannya."Jangan, Den. Sakit...."Lagi-lagi saat itu kembali terbayang. Saat dimana bau asam dari mulut Arya mencecap dirinya dengan rakus. Saat tubuh besar Arya menindihnya dan bergerak tanpa ampun.Tiara hanya anak berusia delapan belas tahun yang polos dan tak pernah mengenal lelaki. Namun, justru pengalaman pahit yang dia dapatkan. Dan itu dari suami sendiri. Tiara memegang lengannya secara bergantian. Lengan yang dulu diikat Arya agar dia tak bisa melawan. Lengan yang lelaki itu tarik agar dia lebih merapat, lalu benih-benih itu bertaburan di rahimnya. "Mengapa rasamu begini?"Arya bahkan merobeknya tanpa ampun, mengabaikan kesakitan
Tiara duduk di dalam mobil sewaan, mengenakan gamis dan cadar untuk menyembunyikan identitasnya. Hatinya berdebar saat mendekati panti asuhan tempat Shara tinggal.Sudah beberapa minggu sejak terakhir kali dia menjenguk Shara secara langsung. Meskipun mereka sering video call, rasanya tidak cukup untuk mengobati kerinduan sebagai seorang ibu.Sesampainya di panti, Tiara turun dari mobil dan berjalan menuju pintu masuk. Bu Dewi, segera menyambutnya dengan senyum hangat.“Assalamu'alaikum, Bu,” sapa Tiara dengan suara lembut.“Wa'alaikumussalam. Lama kamu gak datang?” Bu Dewi tersenyum, mengenali Tiara meski tertutup cadar.Tiara tersenyum kecil di balik cadarnya. “Alhamdulillah, baik. Saya kangen sekali sama Shara. Dia gimana?”“Shara baik-baik saja, tapi dia sering bertanya kapan mama datang lagi. Dia pasti kangen kamu,” jawab Bu Dewi sambil berjalan bersama Tiara ke ruang bermain.Saat memasuki ruangan, Tiara melihat Shara sedang bermain dengan mainan-mainan kecilnya di sudut ruangan.
Arya duduk di ruangan kantornya yang sepi untuk menunggu Tiara. Lelaki itu membeli sebuah ruko mewah di kota untuk memperlebar bisnisnya. Pabrik dan penggilingan padi diserahkan kepada beberapa paman. Namun, dia tetap mengontrol dengan rutin.Pertemuan mereka hari ini bukan sekadar pertemuan biasa. Arya telah memikirkan ide ini selama beberapa waktu. Hari ini Arya berencana menawarkan kerja sama bisnis, yang akan membuat mereka semakin dekat. Meskipun hubungannya dengan Tiara diawali dengan ketertarikan pribadi, Arya merasa ini adalah kesempatan untuk menjalin hubungan yang lebih erat di dunia bisnis.Tak lama kemudian, Tiara masuk dengan anggun, mengenakan blazer berwarna krem yang menambah pesonanya. Dia membawa aura percaya diri, seperti seorang wanita yang tahu apa yang diinginkan dan bagaimana mencapainya."Sudah lama menunggu?" Tiara menyapa dengan senyum tipis, lalu duduk di hadapan Arya."Ah, nggak terlalu lama kok," jawab Arya sambil tersenyum lebar. "Aku selalu senang menun