Brakh,Brakh,Brakh,Ender dan Kara serempak melihat ke arah pintu yang tertutupi dinding pembatas ranjang. Ender yang baru melempar tubuhnya ke samping Kara. Dan Kara yang posisinya membelakangi Ender. Keduanya sontak setengah bangun melihat ke pintu. Kara melihat ke Ender begitu juga sebaliknya. Lelah, Ender kembali merebahkan tubuhnya ke ranjang. "Jangan pedulikan. Tidurlah," Ender bersuara lembut yang nyaris Kara berpikir kalau Pria ini beda dengan Pria bermuka kejam tadi. Sebelum ucapannya selanjutnya menjatuhkan pikiran Kara. "Karna hukuman mu akan di mulai besok,"Brakh,Brakh,Brakh,"ENDER! MOMMY TAHU KAU ADA DI DALAM. BUKA PINTU NYA ENDER!" Suara teriakan seorang wanita di pintu menembus kedalam kamar. Ender dan Kara saling melihat. Setelah keduanya kembali bangkit bangun dan duduk."Kamar ini tidak kedap suara?" Tanya Ender pada Kara. Dengan malas Kara menjawab. Apa dia tidak bisa melihat."Tidak bisakah kau melihat langsung? Dan mungkin kah kedap suara?" Kara menja
"Ah, mommy?!" Panggil Ender ke Ayse yang menerobos masuk ke dalam kamar. Ia kembali melihat Refat dan berucap. "Tunggu di sini,"Blam,Dan pintu tertutup.Dan ya, Refat menunggu dengah patuh. Ia tadinya mau membuka mulut dan bertanya serta mendengar langsung dari mulut Ender. Tapi belum juga suaranya keluar. Ender sudah lebih dulu membanting pintu di hadapan wajahnya. Menarik nafas.Refat memilih menyamping dari lorong kamar dan berdiri disisi dinding kamar Kara, dengan bersandar di sana. Sebelum mengejar langkah Ayse. Ender memejamkan kedua matanya sembari memijat keningnya yang tidak sakit. Baru setelahnya ia berlalu menyusul Ayse masuk ke dalam.Ender menemukan Ayse berdiri di ruang sofa, berkacak pinggang di sana. Sebelum kemudian berlalu ke ranjang. Dan sama, berdiri di sana dengan raut wajah Ayse yang marah. Di sofa, Ayse tidak menemukannya. Ayse lanjut memeriksa nya ke ranjang. Ender tahu betul mommynya. Jika sedang marah, maka jangan mengajaknya bicara. Cukup diam dan den
"Ku rasa kau cukup banyak minum malam ini, Ender." Seorang pria mendekat ke pria yang sedang menumpu kedua tangannya di pembatas dek kapal. Dengan satu gelas cairan berwarna bening di tangannya. "Kamu sangat tahu Re? Aku nggak suka berada di sana lama lama dan bisa bisa membuat kepalaku sakit," Ujar Ender malas.Sepintas senyuman tipis tersampir di wajah tampan pria bernama Asli Refat Anggara tersebut. Namun, Ender sering memanggilnya dengan Re. Sejak dari dulu mereka di sekolah TK. Itu artinya mereka sudah bersahabat dari dulu. "Kamu pemeran utama malam ini Ender! Kamu harus ada di sana, kedua orang tuamu mencarimu," Refat ikut menumpu kedua tangannya menyamai Ender.Ender menoleh melihat Refat sebelum kemudian dia sendiri terkekeh geli. "Aku kira kamu duluan yang bakalan menikah," Ender kembali melihat ke depan. Ke hamparan laut lepas di hadapan keduanya. Dengan ombak ringan, tidak membuat siapapun merasa ketakutan.Refat ikut terkekeh."Lalu siapa sangka! Si pria yang katanya be
"Ah..." Suara Refat yang tercekat sembari kedua matanya melihat ke bawah dengan tatapan horor sekaligus panik dan cemas.Ender ikut melihat ke bawah sedang raut wajahnya terlihat cemas. Bagaimana tidak. Karna Refat sedang menikmati melihat pasangan di bawah yang sedang bertengkar. Dia jadi melupakan kalau di tangannya ada gelas dan berisi anggur non alkohol. Sehingga waktu dia mau berbalik. Sikunya terkena pembatas dek kapal. Dan membuat gelas di tangan Refat lepas seketika. Dan.Pranggg..."Ah..." Itulah suara yang keluar dari mulut refat setelah dia diam beberapa saat dan setelah tadi dia berteriak kencang. Untuk menyuruh pasangan di bawah menyingkir dari area gelas yang mau jatuh. Alhasil.Ender menoleh melihat Refat dengan tatapan. 'apa kau akan tetap di sini dan melihat!'Mengetahui maksud dari tatapan sahabatnya tersebut. Dengan buru buru Refat berbalik melangkah meninggalkan Ender sendirian di sana. "Aku akan ke sana sebentar. Jangan kemana mana tetap di sana. Kamu sudah ke
Refat kembali ke dek kapal di mana Ender berada di sana beberapa detik yang lalu. Namun, sesampainya Refat di sana. Refat tidak menemukan keberadaan Ender. Berbalik. Refat memutuskan mencari ke tempat lain. "Apa dia ke kamarnya? Tapi ini masih terlalu awal. Acara nya saja belum di mulai." Oceh Refat sembari menuruni anak tangga."Tunggu," Refat menghentikan langkahnya. Saat sudah di bawah tangga.Kepala Refat menengok ke kiri lalu ke kanannya. "Dia tidak mengejar Ezra kan? ..." Refat bertanya ke dirinya sendiri. Sedang raut wajah sedikit panik.Refat memijit keningnya yang sama sekali tidak sakit."Dan jika iya. Aku harus segera berada di sana. Tapi mereka dimana?" Refat celingak-celinguk sembari melangkah meninggalkan tempat itu.Brukhhh,Ezra melepaskan tubuh Ender ke ranjang di hadapannya. Ralat, yang benar. Ezra melempar sedikit membanting tubuh Ender ke ranjang yang berada di hadapannya. Tepat di depan lutut kakinya. "Aku tanya sekali lagi Kara! Kamu benar akan melakukan sej
Refat diam beberapa saat sebelum menjawab. Hingga ia memutuskan untuk menganggukkan kepalanya. Ayse membenarkan posisi berdirinya hingga berhadapan dengan Refat kembali. "Dan kamu belum mengetahui keberadaan Ender di mana," Raut wajah Ayse terlihat sedikit ada rasa kecewa di sana pada Refat. Refat mengetahui itu. Di mana dirinya di percayakan lebih lebih Javier, suami dari wanita cantik tersebut. Untuk selalu di samping putranya. Lagi lagi Refat hanya bisa menganggukkan kepalanya. Padahal menjaga Ender adalah salah satu tugas nya sebagai asisten pribadi Pria itu. Bisa bisanya ia ceroboh kali ini. Ayse mendesah. Namun, raut wajahnya sangat kentara cemas dan khawatir. "Baiklah, lanjutkan pencarian mu kembali Refat! Tante akan kembali ke atas dan memberitahu Javier." Ayse segera berbalik melangkah pergi. Refat menunduk mengerti. Jika di tanya kenapa ia tidak meminta maaf. Bagi keluarga AirJaya. Jika berbuat kesalahan. Permintaan maaf bukanlah solusi untuk memperbaiki kesalahan te
Kamar yang sunyi. Lampu kamar yang bercahaya remang remang. Kamar yang tidak bisa dikatakan kecil. Tidak bisa juga di katakan besar. Akan tetapi bisa muat puluhan orang jika masuk ke dalam sana, dengan posisi berhimpitan. Kamar yang luasnya seperti kamar umum biasanya. Dari luar terdengar deruan ombak yang menghantam dinding kapal. Dan hiruk pikuk pesta perayaan yang sudah di mulai sejak sedari tadi. Namun, sama sekali tidak mengusik ketenangan dan kenyamanan satu pasangan di atas ranjang. Nyenyak nya tidur pasangan tersebut. Tanpa peduli apa yang terjadi di luar kamar. Beberapa jam yang lalu. Setelah pembicaraan mereka yang ringan. Ezra menyuruh Kara untuk segera beristirahat karna besok akan menjadi hari yang panjang dan melelahkan untuknya. Gila. Mungkin kata itu yang pantas di sematkan ke namanya sekarang. Bagaimana bisa ia merelakan wanita yang ia cintai. Tidur di satu ranjang yang sama dengan pria lain. Dan pria itu bukanlah pria sembarangan. "Aku keluar sekarang. Jika per
Kacau.Mungkin itulah diskripsi kata yang cocok untuk keadaan sekarang. Di mana semua rencana yang sudah ia atur dengan sangat sempurna, gagal total. Semuanya kacau, dan malah dirinya yang tertindih beneran sekarang. Dengan mulut tersumbat oleh tangan Pria ini. Pria yang belum ia ketahui namanya. Namun, hanya mendengar sepintas siapa dia. Tadinya ia begitu terbangun dan langsung memulai rencananya. Namun al hasil, pria di hadapannya sekarang menutup mulutnya cepat. Hingga suaranya tertahan di sana. Dan sialnya lagi. Pria ini yang bangun duluan dan bukan dirinya. Akhhhh,Kara menjerit dalam hati. Beberapa menit yang lalu. Di kamar yang di tempati Ender dan Kara. Suasana nya sama seperti sebelumnya. Sunyi dan tenang. Keduanya masih larut dalam dunia mimpi mereka. Melepaskan kepenatan pada tubuh dan otak mereka. Membiarkan dua hal tersebut beristirahat dengan nikmat. Nafas keduanya begitu teratur dan seperti saling bersahutan. Keduanya masih di posisi yang sama. Cuma beda sekara