Frans tiba di depan ruang ICU. Dia melihat Joy tengah duduk dan berbicara dengan Tante Denti. Joy bergegas menghampiri keduanya. “Joy, bisakah kamu menemani ibunya Zeni sebentar, Zeni belum sarapan pagi. Biar saya ajak untuk sarapan pagi bersama.” Kata Frans dengan berdiri tepat didepan Joy.Tante Denti yang mendengar ucapan Frans segera berkata : “Biar saya saja yang menemani ibunya Zeni. Benar kata Frans, Zeni belum sarapan pagi apalagi sekarang waktu untuk sarapan pagi sudah lewat.”“Baiklah kalau begitu. Tadi saya sempat membujuk Zeni untuk sarapan pagi tapi dia tidak mau. Saya minta tolong tante Denti supaya membujuk Zeni untuk mau sarapan pagi?” Frans duduk disebelah Joy.“Frans, Zeni orangnya agak kurang nyaman jika mendapat bantuan banyak dari orang lain, kebetulan tante Denti membawa makanan untuk Zeni, silakan kalau Frans berkenan, sarapan pagi dengan Zeni dari makanan yang saya masak tadi pagi.” tawar Tante Denti dengan ramah.“Tidak perlu repot-repot Denti, aku sudah mem
Kendaraan roda empat yang membawa Zeni dan Frans melaju keluar dari area parkir rumah sakit. Dibutuhkan waktu selama lima belas menit untuk sampai di restaurant. Driver menepikan mobilnya di depan pintu utama. Mereka segera turun dan memasuki restaurant tersebut. Frans melambaikan tangan kepada pelayan. Segera pelayan datang mendekat kearah Frans. “Selamat siang Tuan dan Nona? Ada yang bisa kami bantu?” tanyanya dengan tersenyum sopan.“Apakah ada meja yang belum direservasi?” tanya Frans dengan melihat sekeliling ruangan lantai satu.“Untuk lantai satu sudah direservasi semua Tuan, meja kosong yang tersedia di lantai dua kecuali meja nomor 9 dan 22.” Jawab pelayan dengan ramah.“Baiklah, kami akan ke lantai dua.” ucap Frans. Dia melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya yang menunjukkan jam 11:20 siang.“Zeni ayo kita cari meja di lantai dua?” ajak Frans dengan melihat Zeni yang tengah berdiri disebelahnya.“Baiklah Frans. Mari kita ke lantai dua.” ucap Zeni sembari melang
Zeni masih duduk menunggu kedatangan Frans. Dia mulai membuka ponselnya. Semenjak kematian Bapaknya, benda pipih tersebut tidak tersentuh sama sekali. Jari tangannya menyentuh layar ponsel, dia mulai menggulirkan layar ponselnya, terlihat beberapa pesan masuk. Dia tersenyum "Sepertinya aku mulai hidup kembali, setelah kemarin jiwaku pergi entah kemana?" gumamnya. Dia baca pesan satu persatu dari teman-temannya. Ruhnya seakan menyatu ke tubuhnya tatkala keberadaan dirinya sudah di nantikan oleh beberapa temannya. Dia memang sengaja tidak memberitahu kepada siapapun mengenai kematian Bapaknya. Sehingga teman yang berkirim pesan seolah berceloteh terhadap Zeni mengenai kelakuan bolosnya yang sudah hampir empat hari. Terkecuali Frans, dia teman satu kampus yang mengetahui kematian Bapaknya. Frans berjalan mendekat ke arah Zeni. Melihat Zeni yang tersenyum dengan memandangi ponselnya, hatinya bahagia. "Syukurlah, Zeni mulai melepas rasa duka yang membelenggu hatinya." ucapnya lirih.
Ruang Kecubung terasa tenang dengan nuansa putih yang dominan mewarnai warna dinding ruangan ini. Jendela yang menampilkan pesona alam yang terletak di samping sofa menambah kesan luas pada ruangan ini. Zeni yang tengah duduk di sofa merasakan kenyamanan dari semilir angin yang berembus melalui jendela kaca yang sedikit terbuka, membuat tubuhnya meronta untuk segera merebahkan diri. Rasa lelah yang terasa membuat rasa kantuk sudah tak tertahankan lagi. Dia segera memposisikan dirinya senyaman mungkin untuk berbaring di atas sofa tersebut. Dengan perlahan kedua matanya mulai terpejam dengan sempurna. Tubuhnya mulai terhanyut dalam ketenangan setiap hembusan nafasnya. Dia tidur dengan cukup pulas, tanpa disadari kedatangan Tante Denti di ruangan tersebut. "Rupanya Zeni tengah tertidur?" ucap Tante Denti seraya menutup pintu ruangan. "Pasti dia kelelahan. Syukurlah dia bisa tidur dengan posisi berbaring, itu cukup nyaman dibandingkan dengan posisi duduk." Dia berjalan mendekat ke ke
Petang menjelang menenggelamkan semburat warna jingga di ufuk barat. Zeni tengah duduk menikmati nuansa malam melalui jendela di ruang kecubung. Dia melihat ibunya yang tertidur cukup pulas selepas kepergian tante Denti dari rumah sakit. “Syukurlah ibu dapat tertidur dengan nyenyak. Aku bingung harus menjawab bagaimana jika ibu menanyakan kondisi bapak.” Dia mengambil ponsel dan menekan nomor Tante Denti. Segera sambungan telepon mulai terhubung.“Assalamu’alaikum?” sapa Tante Denti membuka percakapan di telepon.“Wa’alaikumussalam Tante. Apakah Tante sudah sampai rumah?”“Sudah Zeni. Bagaimana keadaan ibu kamu? Apakah kamu sudah makan malam? Tante masih menyimpan makanan di kotak makan yang tersimpan di dalam paperbag yang terletak di atas meja.”“Ibu saat ini tengah tidur, dia tidur selepas tante Denti pulang ke rumah. Aku belum makan tante, nanti sebentar lagi, terima kasih sudah menyiapkan bekal untukku.” Sesaat Zeni melihat paperbag di atas meja. Tante, apakah sudah bercerita ke
Zeni perlahan membuka kedua kelopak matanya yang terasa berat. Dia mulai menggeliatkan tubuhnya dengan memulihkan puing-puing kesadarannya. Dengan pelan dia bangun dan duduk di atas sofa. "Pukul berapa sekarang?" bisiknya lirih. Zeni segera mengambil ponsel dan melihat jam di layar ponselnya. "Pukul 01:00 pagi, sebaiknya aku bergantian jaga dengan Sasa." gumamnya. Zeni berjalan mendekat ke arah bed rumah sakit. Terlihat ibunya masih tertidur disamping bed rumah sakit. Terkejut Zeni melihat Sasa masih terjaga. "Kamu belum tidur Sasa?" tanya Zeni seraya berjalan mendekat. "Mba Zeni sudah bangun?" tanya Sasa. "Aku sudah terbiasa terjaga untuk bertugas mba." "Benarkah!" tanya Zeni. Dia duduk di kursi kosong sebelah bed rumah sakit. "Aku sudah bangun dan badanku sekarang terasa lebih nyaman. Kamu bisa istirahat sekarang biar bergantian saya yang berjaga." "Baiklah mba, saya akan istirahat sebentar." Sasa melihat jam di pergelangan tangannya. "Nanti saat pukul 03:00 pagi, saya a
Suara nada alarm yang terdengar membuyarkan keheningan yang tercipta di antara keduanya. "Apakah kamu membunyikan alarm Zeni?" tanya Ibunya. "Aku tidak membunyikan alarm Bu. Mungkin itu punya Sasa." Zeni segera melihat keberadaan Sasa yang saat ini masih tertidur. "Sebentar Bu, aku akan ke sofa barangkali itu bukan suara alarm, mungkin telepon. Sasa seorang perawat, mungkin ada tugas mendadak." Zeni pergi menuju ke Sofa, terlihat Sasa masih tertidur cukup pulas. "Aku tidak bisa memastikan itu suara alarm atau telepon, tapi kemungkinan itu suara alarm, bunyi deringnya cukup lama." gumamnya. Zeni melihat jam dilayar ponselnya yang menunjukkan pukul 03:15 pagi. "Biarkan saja, Sasa terlihat tidur dengan nyenyak, kasihan pasti dia kecapaian." Dia segera pergi menuju brankar ibunya. "Sasa tidurnya sangat nyenyak Bu bahkan suara alarm ponsel tidak terdengar." "Syukurlah dia bisa tertidur nyenyak. Biarkan saja tidak perlu dibangunkan. Zeni, apakah setiap korban dari ledakan proyek Andal
Kumandang adzan subuh bergema di sekitar lingkungan rumah sakit. Zeni yang tengah duduk di dalam masjid masih menunggu kedatangan imam untuk menunaikan sholat subuh berjamaah. Tak berapa lama imam sudah berada di tempatnya untuk mengatur shaff jamaahnya serta memulai memimpin sholat subuh berjamaah tersebut. Langkah kakinya pelan menuju ke minimarket yang berada di sekitar musholla. "Sebaiknya aku membeli beberapa kue, makanan ringan dan teh hangat untuk ibu dan Sasa." gumamnya saat berada di didalam minimarket. Setelah membayar di kasir, Zeni segera pergi ke ruang kecubung di rumah sakit ini. Zeni terkejut saat melihat ada Joy yang tengah duduk disamping bed rumah sakit. Dia segera menghampirinya. "Pak Joy, kapan anda berkunjung di sini?" tanyanya. "Ibu belum tidur lagi? Aku sudah membeli kue dan teh hangat." sembari meletakkannya di atas nakas, ternyata ada kotak makan yang berada di sana. Segera dia duduk di kursi yang kosong. "Aku baru saja datang Zeni, mau melihat kondisi
Zeni mengambil ponselnya dan menghubungi Baskoro. Sesaat panggilan mulai terhubung.“Hallo Zeni. Apakah kamu sudah bertemu dengan driver?” tanya Baskoro melalui sambungan telepon.“Aku sudah bertemu dengan driver dan saat ini sedang dalam perjalanan. Baskoro, aku akan pergi ke kantor sebentar untuk melakukan absensi online dan bertemu dengan pak Leon. Apakah kamu tidak keberatan?”“Tentu saja aku tidak keberatan. Driver akan mengantarkanmu ke kantor sebelum pergi ke rumah sakit.”“Baiklah… Bagaimana kondisi bapak Hutama?”“Keadaannya jauh lebih baik dibandingkan tadi malam. Saat ini bapak sedang sarapan pagi ditemani oleh Ibu dan Om Laksana.”“Syukurlah jika kondisi pak Hutama semakin baik. Sebentar lagi aku akan sampai di kantor, aku tutup teleponnya sekarang Baskoro.”“Siapa yang meneleponmu Baskoro?” tanya Galuh tepat berada didepan Baskoro.“Tante!” kata Baskoro dengan terkejut. “Kapan tante Galuh datang ke balkon ini? Kenapa aku tidak menyadari kedatangan tante?”“Aku baru saja d
Laksana dan Galuh masuk ke dalam ruang perawatan. Dia melihat Baskoro sedang berbicara dengan seorang perawat yang berdiri tak jauh dari Hutama. Galuh segera duduk disamping Indraswari.“Kak, bersabarlah! Aku yakin kak Hutama segera sembuh. Jika kak Indraswari sudah lelah, istirahatlah! Biarkan aku dan Laksana yang menjaga kak Hutama.”“Aku belum lelah Galuh. Nanti saja sekalian aku menunggu Ardiansyah.” ucapnya dengan sedih.“Kak Hutama memiliki semangat hidup yang tinggi, tentu dia akan lekas sembuh. Kak Indraswari tidak perlu larut dalam kesedihan.”“Benar apa yang kamu katakan Laksana, Hutama memang tipe orang yang bersemangat dan memilki optimis yang tinggi. Aku hanya merasa shock atas kesehatan Hutama yang tiba-tiba jatuh sakit. Selama aku hidup berumah tangga dengannya dia tidak pernah sakit parah. Ini adalah pertama kalinnya.”“Kak Hutama sudah tidak muda lagi, tentu energinya tidak seperti dulu. Yang sama hanyalah semangat hidupnya yang masih berjiwa muda. Kemarin dia sakit s
“Tidak tante Galuh. Aku hanya terkejut saja atas pertanyaan yang tiba-tiba menyudutkanku untuk segera menikah. Aku benar-benar belum memilki teman dekat laki-laki yang cocok dan sesuai dengan kriteriaku.”“Apakah kamu memiliki masalah? Tante berpikir jika kamu memiliki pergaulan yang luas, sehingga tidaklah sulit untuk mendapatkan pasangan hidup.”“Itu tidak semudah yang tante lihat. Aku merasa belum waktunya untuk menikah, usiaku juga belum memasuki kepala tiga, jadi aku masih memiliki waktu untuk menikmati masa lajangku.”“Tidak seperti itu Adiratna, kamu adalah anak perempuan satu-satunya dari kak Hutama, jadi kedua orang tuamu tentu lebih memperhatikan masa depanmu. Mungkin tante dan om Laksana bisa membantumu untuk mengenalkan beberapa lelaki yang pantas untukmu.”“Lakukan saja Galuh! Aku juga pernah memikirkan hal tersebut dengan Hutama, namun karena kami jarang bertemu ditambah dengan kesibukan masing-masing, rencana kami belum terlaksana sampai saat ini.”“Apakah kak Indraswar
Baskoro dan pak Archery segera berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Mereka segera menuju ke lift yang membawanya menuju ke lantai dua.“Apakah kamu sudah mengetahui di ruang mana Hutama menjalani perawatan?” “Sudah pak Archery, prof. Jack telah mengirim pesan mengenai ruangan yang digunakan untuk perawatan bapak.”“Oh… benar! Aku hampir lupa. Kamu adalah calon dokter. Apakah kamu sebentar lagi akan menuntaskan kuliahmu?”“Kemungkinan tahun ini aku akan wisuda. Bulan depan aku akan menjalani sidang skripsi.”“Aku salut kepadamu Baskoro. Hutama dan Indraswari pandai mendidik kamu. Selain kamu kuliah saya dengar kamu juga sudah memiliki bisnis. Di usiamu yang cukup muda kamu sudah mendulang kesuksesan.” “Apa yang pak Archery katakan itu sungguh berlebihan. Aku merasa posisiku masih stagnan dan belum ada perkembangan apapun. Bisnis yang aku geluti pun belum berkembang dengan pesat dan masih berskala nasional.”“Apa kamu pikir aku tidak mengetahui bisnismu Baskoro? Kamu telah bekerjasama
Ibu Indraswari mulai menguraikan pelukannya. Perlahan dia mengusap bulir air mata yang mengalir di kedua pipinya.“Ibu tidak tahu mengapa tiba-tiba bapakmu sakit. Tadi saat sedang minum teh di ruang tengah ibu meninggalkan bapakmu sebentar untuk mengambil kudapan di dapur. Saat itu dia masih sehat, kami memang sedang menunggu kerabat dari keluarga bapak yang akan berkunjung ke rumah. Ibu terkejut melihat bapakmu sudah pingsan sekembali dari dapur. Segera ibu memanggil pelayan untuk membawanya menuju ke kamar.”“Setahuku bapak sehat selama ini. Apa ibu menyembunyikan sesuatu dari ku? Apa bapak menderita penyakit tertentu? Tidak mungkin bapak pingan secara tiba-tiba.”“Sudahlah Baskoro! Kamu jangan menyudutkan ibu dengan berbagai pertanyaanmu. Ibu juga tidak tahu sama seperti kita. Sebaiknya kita menunggu dokter memeriksa bapak.” kata Ardiansyah.Om Laksana yang baru saja masuk ke dalam kamar, melihat sedikit keributan yang muncul antara Baskoro dan Ardiansyah. Dia segera berjalan mende
Sesampainya di kamar kos, Lisa mengajak Zeni duduk. “Sebentar mba Zeni, tunggulah disini. Aku menaruh barangnya di motor.” Lisa bergegas keluar dari kamar.Tak lama kemudian Lisa kembali dengan membawa satu buah paper bag dan meletakkannya di atas meja.“Ini mba Zeni, terimalah. Aku tadi sempat mampir ke butik dan aku lihat ini cocok untuk mba Zeni. Cobalah!”“Aku tidak mau merepotkanmu Lisa. Kenapa kamu membelikan ini untukku? Apakah ini kado pernikahan darimu?” kata Zeni sembari membuka paper bag tersebut.Lisa segera duduk disamping Zeni. “Itu bukan kado pernikahan untuk mba Zeni, tapi kenang-kenangan dariku. Mba Zeni sebentar lagi akan melakukan tugas pengabdian masyarakat selama satu bulan dan setelah itu pasti mba sibuk untuk mempersiapkan pernikahan dan tentunya akan mengambil libur kuliah beberapa hari kan? Setelah itu kita pasti jarang bertemu, apalagi fakultas kita berbeda. Aku pasti merindukan mba Zeni.”“Apa yang kamu katakan Lisa? Kamu jangan lebay seperti Lintang, seol
Siang hari Zeni masih berkutik didepan laptop sampai suara nada dering ponsel membuyarkan konsentrasi Zeni. Dia segera mengambil ponselnya dan menjawab panggilan telepon dari Lintang.“Assalamu’alaikum Lintang? Bagaimana kabarmu?” “Wa’alaikumussalam Zeni. Apakah kamu saat ini berada di kos? Aku sekarang sedang di kampus, rencananya aku mau menemuimu karena kamu tidak berangkat ke kampus?”“Iya Lintang, aku ingin rehat sebentar. Aku tunggu kamu di kos. Datanglah sekarang!”“Oke Zeni. Aku akan segera ke kosmu sekarang.” Tak berapa lama kemudian Lintang sudah berada didepan kos. Dia mengetuk pintu kos Zeni sembari mengucapkan salam. Zeni segera berjalan menuju ke ruang tamu saat mendengar ucapan salam. Dibukanya pintu kos, dia tersenyum melihat Lintang sudah berada didepannya.“Masuklah! Aku senang akhirnya kamu datang ke kos?”Lintang segera masuk ke dalam kos. Zeni menutup pintu kos dan menguncinya. Dia memandu Lintang untuk berjalan menuju ke kamarnya.“Kenapa kosmu sepi sekali? Dim
Tepat pukul 20:30 malam Zeni sampai di kos. Dia segera masuk ke dalam kamar dan meletakkan paper bag di atas meja. Diambilnya baju didalam lemari dan segera melangkahkah kakinya berjalan keluar dari dalam kamar menuju ke kamar mandi.Lisa masuk ke dalam kamar. Dia melihat kamarnya kosong tidak menemukan Zeni.Dia bergumam : “Kemana mba Zeni? Sepertinya tadi mba Zeni sudah pulang ke kos?” sesaat pandangan matanya tertuju pada paper bag di atas meja.“Berarti benar jika mba Zeni sudah pulang.” bisiknya lirih.Zeni muncul dari balik pintu. Dia melihat Lisa sudah duduk di depan meja.“Dari mana kamu Lisa? Kenapa aku baru melihatmu?” tanya Zeni sembari masuk ke dalam kamar.“Tadi aku baru menemani Nina untuk memfotokopi beberapa tugas kelompok. Aku tadi melihat ada mobil yang keluar dari halaman kos kita. Berarti benar, tadi mba Zeni diantar oleh Baskoro?”“Benar Lisa. Apakah kamu melihat Baskoro?”Lisa menggelengkan kepalanya.“Tidak mba. Saat itu mobilnya melaju dengan cepat, aku tidak s
“Hallo Baskoro! Ibu sekarang sudah berada di depan café. Keluarlah! Ibu mau bertemu dengan kamu dan Zeni. Ibu tunggu sekarang!” kata Ibu Indraswari melalui sambungan telepon.“Baiklah ibu. Aku dan Zeni akan segera menemui ibu.” Baskoro segera menutup panggilan telepon.“Kami akan pulang terlebih dahulu, ibu sudah menunggu kami di depan Café. Bill nya biar aku yang bayar.” ucap BaskoroBaskoro segera melambaikan tangannya kepada pelayan café. Seorang pelayan café datang.Dia berkata : “Ada yang perlu aku bantu Tuan?”“Tolong berikan bill untuk seluruh pesanan pada meja ini?” “Baiklah Tuan. Tunggu sebentar aku akan ke kasir untuk mengambilkan catatan billnya.” pelayan segera berlalu dari hadapan Baskoro. Sesaat kemudian pelayan datang sembari menyerahkan kertas bill kepada Baskoro.Baskoro segera mengelurkan sejumlah uang untuk membayar pesanan makanan tersebut.“Aku akan pulang nanti Baskoro. Ada hal yang masih ingin aku bicarakan dengan Frans. Berhati-hatilah selama dalam perjalanan