Zeni yang tertidur didepan brankar ibunya mulai terbangun. Dia mengerjapkan kedua matanya mencoba untuk memulihkan kesadarannya. Dia terkejut melihat Frans yang sedang tertidur disamping ibunya. “Rupanya tadi malam dia tidur di ruang ICU? Jam berapa sekarang?” gumamnya. Dia mengambil ponsel didalam ransel dan melihat jam dilayar ponselnya. “Sudah pukul 05:00 pagi, aku tertidur cukup lama di ruangan ini.” Zeni melihat kesekeliling ruang ICU, dia melihat beberapa perawat jaga yang melakukan monitoring terhadap pasien di ruang ICU.“Aku akan pergi ke musholla, tapi nanti kalau Frans terbangun dan mencariku bagaimana?” bisiknya. “Sebaiknya aku menulis pesan.” Segera Zeni mengambil kertas dan pena dari dalam ransel dan menggoreskan pena diatas kertas tentang keberadaannya. Dia letakkan kertas tersebut disamping ibunya. “Semoga Frans dapat membaca pesan dariku?” Zeni segera berjalan meninggalkan ruang ICU. Pagi ini musholla rumah sakit cukup padat. Terlihat beberapa keluarga penunggu pasi
Ruang ICU pagi ini terasa sepi, hanya terlihat beberapa perawat jaga yang sedang duduk sambil membaca berkas rekam medis pasien. Joy berjalan dengan pelan menuju ke brankar ibunya Zeni. Benar saja terlihat Frans masih tertidur disamping ibunya Zeni. “Apakah Frans baru tidur menjelang waktu subuh? Mengapa sampai sekarang belum terbangun?” pertanyaan muncul berkecamuk di pikiran Joy. Dia mendekat ke arah Frans dan duduk tepat bersebelahan dengannya. Joy melihat jam yang melingkar di pergelangan tanganya. ”Sekarang sudah jam 07:30 pagi, Frans ayolah bangun?” sapanya. “Frans.” Panggil Joy dengan suara agak keras. “Frans.” Joy berusaha menggerakkan bahu Frans untuk mencoba membangunkannya. “Apakah kamu begitu lelah sehingga tertidur dengan pulas di ruangan ini?” ucap joy. “Kenapa dia masih belum berkutik? Mungkinkah aku membangunkannya kurang keras?” bisiknya. “Frans bangunlah, sebentar lagi dokter akan memerikas ibunya Zeni.” ucapnya dengan sedikit keras tepat disamping telinganya Fran
Frans tiba di depan ruang ICU. Dia melihat Joy tengah duduk dan berbicara dengan Tante Denti. Joy bergegas menghampiri keduanya. “Joy, bisakah kamu menemani ibunya Zeni sebentar, Zeni belum sarapan pagi. Biar saya ajak untuk sarapan pagi bersama.” Kata Frans dengan berdiri tepat didepan Joy.Tante Denti yang mendengar ucapan Frans segera berkata : “Biar saya saja yang menemani ibunya Zeni. Benar kata Frans, Zeni belum sarapan pagi apalagi sekarang waktu untuk sarapan pagi sudah lewat.”“Baiklah kalau begitu. Tadi saya sempat membujuk Zeni untuk sarapan pagi tapi dia tidak mau. Saya minta tolong tante Denti supaya membujuk Zeni untuk mau sarapan pagi?” Frans duduk disebelah Joy.“Frans, Zeni orangnya agak kurang nyaman jika mendapat bantuan banyak dari orang lain, kebetulan tante Denti membawa makanan untuk Zeni, silakan kalau Frans berkenan, sarapan pagi dengan Zeni dari makanan yang saya masak tadi pagi.” tawar Tante Denti dengan ramah.“Tidak perlu repot-repot Denti, aku sudah mem
Kendaraan roda empat yang membawa Zeni dan Frans melaju keluar dari area parkir rumah sakit. Dibutuhkan waktu selama lima belas menit untuk sampai di restaurant. Driver menepikan mobilnya di depan pintu utama. Mereka segera turun dan memasuki restaurant tersebut. Frans melambaikan tangan kepada pelayan. Segera pelayan datang mendekat kearah Frans. “Selamat siang Tuan dan Nona? Ada yang bisa kami bantu?” tanyanya dengan tersenyum sopan.“Apakah ada meja yang belum direservasi?” tanya Frans dengan melihat sekeliling ruangan lantai satu.“Untuk lantai satu sudah direservasi semua Tuan, meja kosong yang tersedia di lantai dua kecuali meja nomor 9 dan 22.” Jawab pelayan dengan ramah.“Baiklah, kami akan ke lantai dua.” ucap Frans. Dia melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya yang menunjukkan jam 11:20 siang.“Zeni ayo kita cari meja di lantai dua?” ajak Frans dengan melihat Zeni yang tengah berdiri disebelahnya.“Baiklah Frans. Mari kita ke lantai dua.” ucap Zeni sembari melang
Zeni masih duduk menunggu kedatangan Frans. Dia mulai membuka ponselnya. Semenjak kematian Bapaknya, benda pipih tersebut tidak tersentuh sama sekali. Jari tangannya menyentuh layar ponsel, dia mulai menggulirkan layar ponselnya, terlihat beberapa pesan masuk. Dia tersenyum "Sepertinya aku mulai hidup kembali, setelah kemarin jiwaku pergi entah kemana?" gumamnya. Dia baca pesan satu persatu dari teman-temannya. Ruhnya seakan menyatu ke tubuhnya tatkala keberadaan dirinya sudah di nantikan oleh beberapa temannya. Dia memang sengaja tidak memberitahu kepada siapapun mengenai kematian Bapaknya. Sehingga teman yang berkirim pesan seolah berceloteh terhadap Zeni mengenai kelakuan bolosnya yang sudah hampir empat hari. Terkecuali Frans, dia teman satu kampus yang mengetahui kematian Bapaknya. Frans berjalan mendekat ke arah Zeni. Melihat Zeni yang tersenyum dengan memandangi ponselnya, hatinya bahagia. "Syukurlah, Zeni mulai melepas rasa duka yang membelenggu hatinya." ucapnya lirih.
Ruang Kecubung terasa tenang dengan nuansa putih yang dominan mewarnai warna dinding ruangan ini. Jendela yang menampilkan pesona alam yang terletak di samping sofa menambah kesan luas pada ruangan ini. Zeni yang tengah duduk di sofa merasakan kenyamanan dari semilir angin yang berembus melalui jendela kaca yang sedikit terbuka, membuat tubuhnya meronta untuk segera merebahkan diri. Rasa lelah yang terasa membuat rasa kantuk sudah tak tertahankan lagi. Dia segera memposisikan dirinya senyaman mungkin untuk berbaring di atas sofa tersebut. Dengan perlahan kedua matanya mulai terpejam dengan sempurna. Tubuhnya mulai terhanyut dalam ketenangan setiap hembusan nafasnya. Dia tidur dengan cukup pulas, tanpa disadari kedatangan Tante Denti di ruangan tersebut. "Rupanya Zeni tengah tertidur?" ucap Tante Denti seraya menutup pintu ruangan. "Pasti dia kelelahan. Syukurlah dia bisa tidur dengan posisi berbaring, itu cukup nyaman dibandingkan dengan posisi duduk." Dia berjalan mendekat ke ke
Petang menjelang menenggelamkan semburat warna jingga di ufuk barat. Zeni tengah duduk menikmati nuansa malam melalui jendela di ruang kecubung. Dia melihat ibunya yang tertidur cukup pulas selepas kepergian tante Denti dari rumah sakit. “Syukurlah ibu dapat tertidur dengan nyenyak. Aku bingung harus menjawab bagaimana jika ibu menanyakan kondisi bapak.” Dia mengambil ponsel dan menekan nomor Tante Denti. Segera sambungan telepon mulai terhubung.“Assalamu’alaikum?” sapa Tante Denti membuka percakapan di telepon.“Wa’alaikumussalam Tante. Apakah Tante sudah sampai rumah?”“Sudah Zeni. Bagaimana keadaan ibu kamu? Apakah kamu sudah makan malam? Tante masih menyimpan makanan di kotak makan yang tersimpan di dalam paperbag yang terletak di atas meja.”“Ibu saat ini tengah tidur, dia tidur selepas tante Denti pulang ke rumah. Aku belum makan tante, nanti sebentar lagi, terima kasih sudah menyiapkan bekal untukku.” Sesaat Zeni melihat paperbag di atas meja. Tante, apakah sudah bercerita ke
Zeni perlahan membuka kedua kelopak matanya yang terasa berat. Dia mulai menggeliatkan tubuhnya dengan memulihkan puing-puing kesadarannya. Dengan pelan dia bangun dan duduk di atas sofa. "Pukul berapa sekarang?" bisiknya lirih. Zeni segera mengambil ponsel dan melihat jam di layar ponselnya. "Pukul 01:00 pagi, sebaiknya aku bergantian jaga dengan Sasa." gumamnya. Zeni berjalan mendekat ke arah bed rumah sakit. Terlihat ibunya masih tertidur disamping bed rumah sakit. Terkejut Zeni melihat Sasa masih terjaga. "Kamu belum tidur Sasa?" tanya Zeni seraya berjalan mendekat. "Mba Zeni sudah bangun?" tanya Sasa. "Aku sudah terbiasa terjaga untuk bertugas mba." "Benarkah!" tanya Zeni. Dia duduk di kursi kosong sebelah bed rumah sakit. "Aku sudah bangun dan badanku sekarang terasa lebih nyaman. Kamu bisa istirahat sekarang biar bergantian saya yang berjaga." "Baiklah mba, saya akan istirahat sebentar." Sasa melihat jam di pergelangan tangannya. "Nanti saat pukul 03:00 pagi, saya a