Mr. Proxy dan Ayyash masih asyik berbincang terkait bisnisnya. Ayyash tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk berkolaborasi mendirikan proyek baru. Dia sudah mengkalkulasikan profitnya setelah proyek ini deal. Tamparan kegagalan proyek yang sedang dia tangani akibat ledakan memang cukup menguras kantongnya. Adanya asuransi yang diterimanya belum bisa menutup 100% dari total kerugian yang diterimanya. Dia berambisi untuk meng-goalkan proyek baru ini dengan Mr Proxy. Sepak terjang Mr. Proxy sudah tidak diragukan lagi. Dia handal dan lihai melewati urusan birokrasi yang berbelit. Segera mereka menuntaskan urusannya melalui perjanjian tertulis. Dan akan mulai menjalankan proyek tersebut tiga minggu kedepan. Keduanya berjabat tangan dalam mengakhiri pertemuannya malam ini. Sebelum meninggalkan lantai dua café ini, Ayyash masih melihat Garvin dan baskoro yang tengah bercakap-cakap. Senyum smirk muncul di wajahnya, dia mulai menyusun rencana untuk Baskoro. Segera dia berjalan menuju pin
Baskoro dan Garvin masih berunding terkait rencana untuk mulai menjalankan aksinya. Segera mereka mulai menyusun siasat untuk mengerahkan anak buahnya dan beberapa terpilih untuk menyusup ke organisasi musuh."Aku punya anak buah yang gesit nanti aku kirim ke markas kamu untuk bergabung." tawar Baskoro."Oke. Aku butuh tambahan tiga orang. Kalau bisa dikirim hari ini dan langsung bergerak di markasku." ucap Garvin."Akan aku hubungi segera." Baskoro mengambil ponsel di ranselnya dan segera mengirim pesan kepada anak buahnya untuk segera ke markas Garvin saat ini."Sudah larut malam Garvin, besok aku ada urusan pagi hari." ucap Baskoro mengakhiri pertemuan kali ini."Oke. Aku juga ada urusan saat ini di markas." ucapnya tegas. Lantai dua café Manunggal Aji yang berada di Jalan Darmawangsa menjadi saksi bisu tempat mereka melakukan pertemuan. Setelah melalui pematangan terkait konsep yang akan dilancarkan, mereka memutuskan untuk lusa bertemu kembali di markas Garvin. Keduanya pun perg
Suara kumandang adzan subuh bergema menyongsong aktivitas pagi hari. Hembusan udara pagi masuk melalui jendela kamar Zeni yang dibiarkan terbuka membuat mukena yang digunakan untuk sholat bergerak tertiup sapuan angin. Sujud demi sujud dia lakukan dengan khusyuk sembari bermunajat memohon perlindungan serta keberkahan dalam hidupnya. Tak lupa untaian doa dia selipkan untuk kebahagiaan dan pertolongan untuk kebaikan kedua orangtuanya. Dia sudah memasrahkan diri atas nasib kedua orangtuanya yang saat ini masih di ruang ICU. Jari jemarinya bergerak menggulirkan butiran tasbih seiring dengan lantunkan dzikir yang dia lafalkan. Dia mulai merapikan mukena dan menyimpannya ketempat semula. Segarnya udara pagi membuat Zeni untuk segera membersihkan tubuhnya. Kemudian dia berjalan menuju kamar mandi.Terdengar suara gemericik air dari mesin cuci yang menandakan seseorang tengah mengoperasikan mesin tersebut. “Heeem Tante Denti sudah bangun rupanya? Dia mencuci pagi sekali.” Bisiknya sambi
Mobil yang dikendarai Zeni dan Tante Denti sampai didepan rumah sakit. Segera driver memposisikan kendaraannya berhenti tepat didepan pintu masuk utama Rumah Sakit. Mereka segera turun dengan terlebih dahulu Tante Denti membayarkan sejumlah uang sesuai yang tertera di aplikasi pemesanan kendaraan. Bangunan Rumah Sakit yang elegan menampilkan sensasi tersendiri dengan keunggulan pelayanan kepada pasien. Derap langkah keduanya terdengar bergema menyusuri lorong rumah sakit ini. Raut muka cemas terlihat pada pancaran wajah keduanya. " Tante Denti semoga saja kedua orangtuaku tidak mengalami hal buruk." ucap Zeni saat berjalan menapaki lantai rumah sakit. "Tante berdoa semoga diberi yang terbaik, untuk mereka berdua."Masih dengan berjalan bersebelahan dengan Zeni Bu Abdillah dan Nancy sudah berada di ruang ICU. Mereka tengah duduk dengan memandangi wajah Abdillah yang sudah menghembus nafas terakhir. Pertolongan yang dilakukan dokter dan perawat saat dini hari dimana kondisi Abdi
Ruangan kamar tidur berukuran luas dengan King Bed yang terletak ditengah ruangan menambah suasana power pemiliknya. Warna elegan yang mendominasi dinding kamar menambah sensasi maskulin pemilik kamar tidur tersebut. Frans masih terlelap tidur setelah pertemuan semalam dengan Mr. Proxy. Hembusan AC yang menerpa tubuhnya menambah tidur Frans semakin nyenyak tanpa menghiraukan panggilan telepon yang terus berdering. Sudah semenjak sore dia belum menyentuh benda pipih tersebut yang tersimpan rapi didalam ranselnya.Joy frustasi melihat panggilan telepon yang ditujukan ke Frans sama sekali belum direspon. “Ada apa dengan Frans?” Perasaan Joy diselimuti rasa resah. “Sebaiknya aku segera memberi kabar melalui pesan singkat.” Segera Joy mengetik pesan dan mengirimkannya ke ponsel Frans. Dia berjalan mondar-mandir didalam ruangan kantor. Perasaannya galau, mengingat hampir tiga puluh menit Joy belum mendapat kabar dari frans. “Sebaiknya aku segera menghubungi bagian administrasi rumah sak
Nuansa duka cita masih kental terasa oleh keluarga Abdillah. Ruangan ICU menjadi saksi bisu hembusan nafas terakhir bapak Abdillah. “Zeni, tante ikut berbela sungkawa atas meninggalnya bapak kamu.” ucap Tante Denti dengan memeluk tubuh Zeni. Zeni menghambur kepelukan Tante Denti dia menangis, perlahan buliran air mata menetes di kedua pipinya. “Terima kasih tante.” Ucapnya dalam isak tangisnya. “Kamu sabar Zen, tante yakin kamu kuat? Kamu rencana mau ijin kuliah berapa hari?” Tante Denti melihat Zeni dengan melepas pelukannya. “Aku belum tahu tante?” jawabnya datar dengan kembali duduk diposisi semula. Dia masih shock dengan kondisi saat ini. Zeni sempat bertemu pandang dengan mata Ibunya Abdillah yang tepat duduk disamping brankar jenazah Abdillah. Sorot matanya terlihat memancarkan kesedihan yang mendalam. Dua orang perawat ICU berjalan mendekat ke brankar jenazah Abdillah, mereka berkata, “Permisi, kami akan mengurus proses pemulangan jenazah a.n Bapak Abdillah, diharapkan k
Ruang kantor sementara milik Proyek Andalan berada tepat bersebelahan dengan ruangan direktur Rumah Sakit Husada. Yah… Ayyash sengaja menyewa ruangan ini untuk memudahkan memantau dan mengurusi jumlah korban ledakan yang saat ini masih dirawat di rumah sakit tersebut. Tepat pukul 09:30 pagi, Joy sudah rapi dan bersiap menuju kediaman keluarga Alm. Bapak Abdillah. Dia mengambil gagang telepon dan memutar kode nomor ruang perawat. Tuuut… Tuuut… Tuuut… Tuuut… Terdengar suara sambungan telepon. “Kenapa belum diangkat?” gumamnya dengan melirik jam dipergelangan tangannya. “Hallo…. Selamat pagi. Layanan dari Rumah Sakit Husada. Ada yang dapat kami bantu?” suara perawat dari ujung telepon mulai membuka percakapan. “Ini Joy dari pihak management Proyek Andalan menanyakan terkait alamat yang dituju oleh driver mobil jenazah yang membawa jenazah alm. Bapak Abdillah.” “Mohon tunggu sebentar Bapak Joy, kami akan secepatnya mencari data terkait alamat yang dituju.” “Baiklah.” ucap J
Mobil Pajero hitam mulai melaju memasuki jalan tol. Frans yang sejak keberangkatan dari rumah hanya terdiam, kini mulai memainkan ponsel di tangannya. Anak buahnya yang sudah berada dirumah duka mengirimkan foto aktivitas dirumah duka. Dia melihat pelayat yang cukup banyak memenuhi kursi yang berada dihalaman depan. “Kenapa Joy tidak memantau secara berkala kondisi pasien ledakan terutama pasien orangtuanya Zeni.” Sesal Frans di dalam hati. Dia masih sedikit kesal atas sikap Joy. Sengaja dia mengirimkan anak buah lainnya untuk memantau gerak-gerik aktivitas di rumah duka.“Masih pukul 10:30 pagi, aku masih bisa menghadiri prosesi pemakaman bapak Abdillah.” pikirnya. “Sebaiknya aku kirim pesan ke Zeni, nanti saat dirumah duka aku tidak mungkin menggunakan identitas Frans.” serunya sembari membuka layar ponsel dan mulai mengirim pesan berisi bela sungkawa. Frans melihat sopir yang sedang mengendarai Pajero miliknya sedang fokus pada jalan yang akan dilewatinya. “Nanti setelah kelu
Zeni mengambil ponselnya dan menghubungi Baskoro. Sesaat panggilan mulai terhubung.“Hallo Zeni. Apakah kamu sudah bertemu dengan driver?” tanya Baskoro melalui sambungan telepon.“Aku sudah bertemu dengan driver dan saat ini sedang dalam perjalanan. Baskoro, aku akan pergi ke kantor sebentar untuk melakukan absensi online dan bertemu dengan pak Leon. Apakah kamu tidak keberatan?”“Tentu saja aku tidak keberatan. Driver akan mengantarkanmu ke kantor sebelum pergi ke rumah sakit.”“Baiklah… Bagaimana kondisi bapak Hutama?”“Keadaannya jauh lebih baik dibandingkan tadi malam. Saat ini bapak sedang sarapan pagi ditemani oleh Ibu dan Om Laksana.”“Syukurlah jika kondisi pak Hutama semakin baik. Sebentar lagi aku akan sampai di kantor, aku tutup teleponnya sekarang Baskoro.”“Siapa yang meneleponmu Baskoro?” tanya Galuh tepat berada didepan Baskoro.“Tante!” kata Baskoro dengan terkejut. “Kapan tante Galuh datang ke balkon ini? Kenapa aku tidak menyadari kedatangan tante?”“Aku baru saja d
Laksana dan Galuh masuk ke dalam ruang perawatan. Dia melihat Baskoro sedang berbicara dengan seorang perawat yang berdiri tak jauh dari Hutama. Galuh segera duduk disamping Indraswari.“Kak, bersabarlah! Aku yakin kak Hutama segera sembuh. Jika kak Indraswari sudah lelah, istirahatlah! Biarkan aku dan Laksana yang menjaga kak Hutama.”“Aku belum lelah Galuh. Nanti saja sekalian aku menunggu Ardiansyah.” ucapnya dengan sedih.“Kak Hutama memiliki semangat hidup yang tinggi, tentu dia akan lekas sembuh. Kak Indraswari tidak perlu larut dalam kesedihan.”“Benar apa yang kamu katakan Laksana, Hutama memang tipe orang yang bersemangat dan memilki optimis yang tinggi. Aku hanya merasa shock atas kesehatan Hutama yang tiba-tiba jatuh sakit. Selama aku hidup berumah tangga dengannya dia tidak pernah sakit parah. Ini adalah pertama kalinnya.”“Kak Hutama sudah tidak muda lagi, tentu energinya tidak seperti dulu. Yang sama hanyalah semangat hidupnya yang masih berjiwa muda. Kemarin dia sakit s
“Tidak tante Galuh. Aku hanya terkejut saja atas pertanyaan yang tiba-tiba menyudutkanku untuk segera menikah. Aku benar-benar belum memilki teman dekat laki-laki yang cocok dan sesuai dengan kriteriaku.”“Apakah kamu memiliki masalah? Tante berpikir jika kamu memiliki pergaulan yang luas, sehingga tidaklah sulit untuk mendapatkan pasangan hidup.”“Itu tidak semudah yang tante lihat. Aku merasa belum waktunya untuk menikah, usiaku juga belum memasuki kepala tiga, jadi aku masih memiliki waktu untuk menikmati masa lajangku.”“Tidak seperti itu Adiratna, kamu adalah anak perempuan satu-satunya dari kak Hutama, jadi kedua orang tuamu tentu lebih memperhatikan masa depanmu. Mungkin tante dan om Laksana bisa membantumu untuk mengenalkan beberapa lelaki yang pantas untukmu.”“Lakukan saja Galuh! Aku juga pernah memikirkan hal tersebut dengan Hutama, namun karena kami jarang bertemu ditambah dengan kesibukan masing-masing, rencana kami belum terlaksana sampai saat ini.”“Apakah kak Indraswar
Baskoro dan pak Archery segera berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Mereka segera menuju ke lift yang membawanya menuju ke lantai dua.“Apakah kamu sudah mengetahui di ruang mana Hutama menjalani perawatan?” “Sudah pak Archery, prof. Jack telah mengirim pesan mengenai ruangan yang digunakan untuk perawatan bapak.”“Oh… benar! Aku hampir lupa. Kamu adalah calon dokter. Apakah kamu sebentar lagi akan menuntaskan kuliahmu?”“Kemungkinan tahun ini aku akan wisuda. Bulan depan aku akan menjalani sidang skripsi.”“Aku salut kepadamu Baskoro. Hutama dan Indraswari pandai mendidik kamu. Selain kamu kuliah saya dengar kamu juga sudah memiliki bisnis. Di usiamu yang cukup muda kamu sudah mendulang kesuksesan.” “Apa yang pak Archery katakan itu sungguh berlebihan. Aku merasa posisiku masih stagnan dan belum ada perkembangan apapun. Bisnis yang aku geluti pun belum berkembang dengan pesat dan masih berskala nasional.”“Apa kamu pikir aku tidak mengetahui bisnismu Baskoro? Kamu telah bekerjasama
Ibu Indraswari mulai menguraikan pelukannya. Perlahan dia mengusap bulir air mata yang mengalir di kedua pipinya.“Ibu tidak tahu mengapa tiba-tiba bapakmu sakit. Tadi saat sedang minum teh di ruang tengah ibu meninggalkan bapakmu sebentar untuk mengambil kudapan di dapur. Saat itu dia masih sehat, kami memang sedang menunggu kerabat dari keluarga bapak yang akan berkunjung ke rumah. Ibu terkejut melihat bapakmu sudah pingsan sekembali dari dapur. Segera ibu memanggil pelayan untuk membawanya menuju ke kamar.”“Setahuku bapak sehat selama ini. Apa ibu menyembunyikan sesuatu dari ku? Apa bapak menderita penyakit tertentu? Tidak mungkin bapak pingan secara tiba-tiba.”“Sudahlah Baskoro! Kamu jangan menyudutkan ibu dengan berbagai pertanyaanmu. Ibu juga tidak tahu sama seperti kita. Sebaiknya kita menunggu dokter memeriksa bapak.” kata Ardiansyah.Om Laksana yang baru saja masuk ke dalam kamar, melihat sedikit keributan yang muncul antara Baskoro dan Ardiansyah. Dia segera berjalan mende
Sesampainya di kamar kos, Lisa mengajak Zeni duduk. “Sebentar mba Zeni, tunggulah disini. Aku menaruh barangnya di motor.” Lisa bergegas keluar dari kamar.Tak lama kemudian Lisa kembali dengan membawa satu buah paper bag dan meletakkannya di atas meja.“Ini mba Zeni, terimalah. Aku tadi sempat mampir ke butik dan aku lihat ini cocok untuk mba Zeni. Cobalah!”“Aku tidak mau merepotkanmu Lisa. Kenapa kamu membelikan ini untukku? Apakah ini kado pernikahan darimu?” kata Zeni sembari membuka paper bag tersebut.Lisa segera duduk disamping Zeni. “Itu bukan kado pernikahan untuk mba Zeni, tapi kenang-kenangan dariku. Mba Zeni sebentar lagi akan melakukan tugas pengabdian masyarakat selama satu bulan dan setelah itu pasti mba sibuk untuk mempersiapkan pernikahan dan tentunya akan mengambil libur kuliah beberapa hari kan? Setelah itu kita pasti jarang bertemu, apalagi fakultas kita berbeda. Aku pasti merindukan mba Zeni.”“Apa yang kamu katakan Lisa? Kamu jangan lebay seperti Lintang, seol
Siang hari Zeni masih berkutik didepan laptop sampai suara nada dering ponsel membuyarkan konsentrasi Zeni. Dia segera mengambil ponselnya dan menjawab panggilan telepon dari Lintang.“Assalamu’alaikum Lintang? Bagaimana kabarmu?” “Wa’alaikumussalam Zeni. Apakah kamu saat ini berada di kos? Aku sekarang sedang di kampus, rencananya aku mau menemuimu karena kamu tidak berangkat ke kampus?”“Iya Lintang, aku ingin rehat sebentar. Aku tunggu kamu di kos. Datanglah sekarang!”“Oke Zeni. Aku akan segera ke kosmu sekarang.” Tak berapa lama kemudian Lintang sudah berada didepan kos. Dia mengetuk pintu kos Zeni sembari mengucapkan salam. Zeni segera berjalan menuju ke ruang tamu saat mendengar ucapan salam. Dibukanya pintu kos, dia tersenyum melihat Lintang sudah berada didepannya.“Masuklah! Aku senang akhirnya kamu datang ke kos?”Lintang segera masuk ke dalam kos. Zeni menutup pintu kos dan menguncinya. Dia memandu Lintang untuk berjalan menuju ke kamarnya.“Kenapa kosmu sepi sekali? Dim
Tepat pukul 20:30 malam Zeni sampai di kos. Dia segera masuk ke dalam kamar dan meletakkan paper bag di atas meja. Diambilnya baju didalam lemari dan segera melangkahkah kakinya berjalan keluar dari dalam kamar menuju ke kamar mandi.Lisa masuk ke dalam kamar. Dia melihat kamarnya kosong tidak menemukan Zeni.Dia bergumam : “Kemana mba Zeni? Sepertinya tadi mba Zeni sudah pulang ke kos?” sesaat pandangan matanya tertuju pada paper bag di atas meja.“Berarti benar jika mba Zeni sudah pulang.” bisiknya lirih.Zeni muncul dari balik pintu. Dia melihat Lisa sudah duduk di depan meja.“Dari mana kamu Lisa? Kenapa aku baru melihatmu?” tanya Zeni sembari masuk ke dalam kamar.“Tadi aku baru menemani Nina untuk memfotokopi beberapa tugas kelompok. Aku tadi melihat ada mobil yang keluar dari halaman kos kita. Berarti benar, tadi mba Zeni diantar oleh Baskoro?”“Benar Lisa. Apakah kamu melihat Baskoro?”Lisa menggelengkan kepalanya.“Tidak mba. Saat itu mobilnya melaju dengan cepat, aku tidak s
“Hallo Baskoro! Ibu sekarang sudah berada di depan café. Keluarlah! Ibu mau bertemu dengan kamu dan Zeni. Ibu tunggu sekarang!” kata Ibu Indraswari melalui sambungan telepon.“Baiklah ibu. Aku dan Zeni akan segera menemui ibu.” Baskoro segera menutup panggilan telepon.“Kami akan pulang terlebih dahulu, ibu sudah menunggu kami di depan Café. Bill nya biar aku yang bayar.” ucap BaskoroBaskoro segera melambaikan tangannya kepada pelayan café. Seorang pelayan café datang.Dia berkata : “Ada yang perlu aku bantu Tuan?”“Tolong berikan bill untuk seluruh pesanan pada meja ini?” “Baiklah Tuan. Tunggu sebentar aku akan ke kasir untuk mengambilkan catatan billnya.” pelayan segera berlalu dari hadapan Baskoro. Sesaat kemudian pelayan datang sembari menyerahkan kertas bill kepada Baskoro.Baskoro segera mengelurkan sejumlah uang untuk membayar pesanan makanan tersebut.“Aku akan pulang nanti Baskoro. Ada hal yang masih ingin aku bicarakan dengan Frans. Berhati-hatilah selama dalam perjalanan