Suara kumandang adzan subuh bergema menyongsong aktivitas pagi hari. Hembusan udara pagi masuk melalui jendela kamar Zeni yang dibiarkan terbuka membuat mukena yang digunakan untuk sholat bergerak tertiup sapuan angin. Sujud demi sujud dia lakukan dengan khusyuk sembari bermunajat memohon perlindungan serta keberkahan dalam hidupnya. Tak lupa untaian doa dia selipkan untuk kebahagiaan dan pertolongan untuk kebaikan kedua orangtuanya. Dia sudah memasrahkan diri atas nasib kedua orangtuanya yang saat ini masih di ruang ICU. Jari jemarinya bergerak menggulirkan butiran tasbih seiring dengan lantunkan dzikir yang dia lafalkan. Dia mulai merapikan mukena dan menyimpannya ketempat semula. Segarnya udara pagi membuat Zeni untuk segera membersihkan tubuhnya. Kemudian dia berjalan menuju kamar mandi.Terdengar suara gemericik air dari mesin cuci yang menandakan seseorang tengah mengoperasikan mesin tersebut. “Heeem Tante Denti sudah bangun rupanya? Dia mencuci pagi sekali.” Bisiknya sambi
Mobil yang dikendarai Zeni dan Tante Denti sampai didepan rumah sakit. Segera driver memposisikan kendaraannya berhenti tepat didepan pintu masuk utama Rumah Sakit. Mereka segera turun dengan terlebih dahulu Tante Denti membayarkan sejumlah uang sesuai yang tertera di aplikasi pemesanan kendaraan. Bangunan Rumah Sakit yang elegan menampilkan sensasi tersendiri dengan keunggulan pelayanan kepada pasien. Derap langkah keduanya terdengar bergema menyusuri lorong rumah sakit ini. Raut muka cemas terlihat pada pancaran wajah keduanya. " Tante Denti semoga saja kedua orangtuaku tidak mengalami hal buruk." ucap Zeni saat berjalan menapaki lantai rumah sakit. "Tante berdoa semoga diberi yang terbaik, untuk mereka berdua."Masih dengan berjalan bersebelahan dengan Zeni Bu Abdillah dan Nancy sudah berada di ruang ICU. Mereka tengah duduk dengan memandangi wajah Abdillah yang sudah menghembus nafas terakhir. Pertolongan yang dilakukan dokter dan perawat saat dini hari dimana kondisi Abdi
Ruangan kamar tidur berukuran luas dengan King Bed yang terletak ditengah ruangan menambah suasana power pemiliknya. Warna elegan yang mendominasi dinding kamar menambah sensasi maskulin pemilik kamar tidur tersebut. Frans masih terlelap tidur setelah pertemuan semalam dengan Mr. Proxy. Hembusan AC yang menerpa tubuhnya menambah tidur Frans semakin nyenyak tanpa menghiraukan panggilan telepon yang terus berdering. Sudah semenjak sore dia belum menyentuh benda pipih tersebut yang tersimpan rapi didalam ranselnya.Joy frustasi melihat panggilan telepon yang ditujukan ke Frans sama sekali belum direspon. “Ada apa dengan Frans?” Perasaan Joy diselimuti rasa resah. “Sebaiknya aku segera memberi kabar melalui pesan singkat.” Segera Joy mengetik pesan dan mengirimkannya ke ponsel Frans. Dia berjalan mondar-mandir didalam ruangan kantor. Perasaannya galau, mengingat hampir tiga puluh menit Joy belum mendapat kabar dari frans. “Sebaiknya aku segera menghubungi bagian administrasi rumah sak
Irama sepatu skets terdengar berdecit dengan lantai keramik saat sesosok gadis berlari kecil menyusuri lorong kampus di lantai 3. Jam kuliah yang bergeser memaksa Zeni untuk pandai mengatur waktu antara kuliah dengan kegiatan organisasi di kampus. Sepuluh menit telah dimulai perkuliahan dengan bapak Catur, saat Zeni mengetuk pintu kelas dan meminta ijin masuk serta memposisikan duduknya di tempat yang kosong."Aku telat hehe...., ini sudah slide keberapa?" Bisik Zeni pada Nia dengan fokus melihat layar proyektor."Slide ke 8, untungnya kamu telat di kelas pak Catur, coba telat di kelas dosen killer, pasti seru," kelakar Nia sambil mencatat beberapa informasi penting dari pak catur.Perkuliahan siang ini memaksa mataku agar tetap on 100%, namun sayangnya daya tahan tubuhku tidak mendukung. Perlahan dengan pasti kelopak mataku mulai menutup sempurna diikuti reflek kepala yang menunduk dengan posisi duduk manis. Sungguh rasa kantuk yang menyerang laksana terbius ke buaian alam mimpi.Cu
Gedung PKM mulai penuh sesak saat kepanitian orientasi mahasiswa baru tingkat fakultas mulai berkumpul. Tempat yang terbiasa lenggang di malam hari, sekarang terasa penuh sesak terisi aktivis yang bergelut dalam kegiatan yang bernuansa idealisme. Rapat yang semula direncanakan berada di gedung PKM beralih ke Gedung pertemuan yang memuat puluhan aktivis. Hiruk pikuk aktivis menggema di malam hari saat beberapa argumen saling menyerang. Masing-masing kukuh mempertahankan konsepnya untuk dijalankan saat kegiatan orientasi. Beberapa pasang mata menatap tajam ke arah Roy saat keputusan rapat di ambil dengan sebelah pihak. Tak urung, beberapa aktivis sempat protes menentang konsep yang akan dijalankan. Konsep terkait atribut dan barang apa saja yang dibawa oleh peserta orientasi dirasa memberatkan mahasiswa baru mengingat ada pemberian tugas setiap hari yang harus dikumpulkan dihari selanjutnya. Namun, dukungan dari beberapa ketua himpunan jurusan dan ketua organisasi fakultas yang membeki
Matahari pagi tersenyum hangat mengiringi langkah kaki Zeni memasuki ruang Tata Usaha Fakultas Ekonomi. "Permisi pak, apakah pak Seno sudah datang? Ini ada tiga surat untuk pak Seno terkait pelaksanaan kegiatan orientasi mahasiswa baru?" Sapa Zeni kepada pak Anto dengan menyerahkan tiga amplop beserta suratnya."Beliau sedang rapat saat ini, besok akan ada konfirmasi terkait surat ini" jelas pak anto dengan menerima surat dan mulai membaca perihal surat tersebut. "Baik pak Anto, terima kasih informasinya," senyum Zeni mengakhiri percakapan dengan pak Anto."Aku harus menyelesaikan distribusi surat kepanitian hari ini," pikir Zeni. Raut wajah Zeni terkejut melihat jam di ponsel menunjukkan pukul 08.30 pagi, sebentar lagi kelas Analisis Laporan Keuangan (ALK). Segera Zeni berjalan menuju ruang jurusan. Terlihat Rian sedang berkumpul dengan beberapa mahasiswa didepanvruang kepala jurusan. Zeni menghampiri Rian dan mahasiswa lainnya, "Apakah pak Pramono berada di ruangan?" "Beliau ada
Zeni sedang menunggu antrian untuk melengkapi berkas persyaratan tugas pengabdian masyarakat. Vilia masih bersikeras belum ingin pulang, dan masih setia menemani Zeni. "Terima kasih Vilia mau menemanku, aku masih antri dua mahasiswa lagi, ini rasanya enak kamu beli dimana? Seru Zeni sambil memakan snack yang tersedia. "Dikantin dekat perpus pusat, jam segini masih buka, biasanya sudah tutup ya? Apa ini karena pengumuman di Auditorium ya?" "Mungkin mengikuti kondisi sekarang, dimana masih banyak mahasiswa di gedung auditorium, aku merasa aneh Vil, memang ada berkas persyaratan untuk mengikuti tugas pengabdian masyarakat ya? kamu keliatan tidak mengurus berkas apapun Vil? Aku cuma isi RKS saat ambil tugas pengabdian masyarakat," tegas Zeni "Iya, Zen, aku tadi sempat tanya Rian dan Giant mereka juga sama sepertiku cuma isi KRS saja beserta SKS?" Mungkin ada kebijakan terbaru Zen?" "Semoga saja dipermudah ya Vil. Rian dan Giant apa masih sempat ketemu Pak Pramono?" Zeni melihat
Vilia tersenyum saat membaca pesan dari Giant. Saat ini Giant dan Rian masih antri menunggu pak Pramono. "Keren... luar biasa ... hari ini semua lembur termasuk KaJurnya," gumam Vilia. Dengan tergesa-gesa Zeni menghampiri Vilia. "Vilia kamu ada acara?" "Ada apa Zeni? kamu kelihatan khawatir?" Vilia mencoba menelisik raut wajah Zeni. "Aku minta tolong antar ke Stasiun ya?" pinta Zeni menunjukkan raut wajah yang memelas. "Kamu mau kemana? Ini sudah sore lho?" selidik Vilia. "Aku disuruh pulang sekarang, ada kepentingan mendesak?" Zeni berbicara dengan nada cemas. "Oke, kamu mau ke kos dulu atau terus ke stasiun?" tawar Vilia. "Terus ke stasiun saja Vil, ini aku sudah pesan tiket kereta secara online.""Oke," jawab Vilia. Keduanya segera berjalan menuju parkiran motor di depan gedung Auditorium.Sepeda motor metic membawa keduanya menuju stasiun yang terbesar di kota Surabaya. Lalu lintas sore ini macet sehingga membutuhkan waktu agak lama menuju ke stasiun. "Aku antar sampai dep