"Mengapa, Ma? Memang benar kan Arem itu seorang pelacur? semua orang tahu itu," balas Amy, sambil berbalik menatap Dialin. "Aku penasaran, apa sih alasan Mama menyuruh Tesla menikah lagi?" tanyanya"Aku inginkan cucu, dan kau ... kau tidak bisa memberi itu, kau perempuan mandul!"Kata-kata Dialin bagaikan suara petir, yang menghujam gendang telinga Amy. Air matanya luruh membasahi pipi, tidak menyangka Dialin sanggup mengatakan hal itu kepadanya.Amy menggeleng berulang kali sebagai usaha mengendalikan diri, agar lidahnya tidak lancang mengungkap fakta yang sebenarnya."Maka itu sadarlah Amy, kau tidak punya pilihan lain. Terima Arem sebagai madu atau minta cerai sekarang juga dari Tesla!" Dialin pergi begitu saja setelah menyemburkan kata-kata berbisa, meninggalkan Amy yang terpuruk dengan luka batin nan menganga.Luka Amy semakin dalam, kala Tesla lebih memilih mengejar Dialin daripada menenangkan Amy yang tergugu oleh kata-kata k
"Amy benar-benar keterlaluan, tega dia memfitnah Arem." Dialin mengomel sepanjang perjalanan.Sedangkan Tesla diam saja, otaknya sedang kalut memikirkan suara rekaman yang diperdengarkan Amy tadi."Andri ... Dari mana Amy bisa mengetahui tentang dia?" tanya Tesla dalam hati.Sudah lama dia mengetahui perihal hubungan Arem dan Andri, tetapi semenjak Arem dekat dengannya gadis itu mengaku hubungan dengan Andri telah diakhiri."Ma, kalau benar yang dikatakan Andri, berarti janin Arem itu belum tentu anakku. Benar kata Amy, sebaiknya lakukan tes DNA terlebih dulu, untuk memastikannya." "Halah ku itu kok ya percaya sama omongan Amy, jelas-jelas dia itu tidak mau kehilangan kamu, tidak mau berbagi, melakukan segala cara supaya kamu meninggalkan Arem." balas Dialin sengit.Sejujurnya dia tidak rela, kalau Tesla sampai melepaskan Arem. Dialin yakin 100% kalau janin yang ada di kandungan Arem adalah benih Tesla."Kita sudah sampai, Ma." Tesla menghentikan mobilnya, tapi dia tidak beranjak dari
Tesla membelai tangan Amy yang melingkar di lehernya, lalu dia mengecup mesra jari jemari wanita itu. Akhir-akhir ini Tesla memang sering ke luar kota, bagi Amy hal itu bukan lagi masalah. Ada atu tanpa Tesla di rumah, sama saja, bahkan kalau mau jujur dia malah merasa lebih merdeka apabila Tesla sedang tidak di rumah.Setelah mengantarkan Tesla ke bandara, Amy meluncur menuju tempat kos Ade Irma. Sekarang Ade adalah orang terdekat, yang paling bisa membuatnya nyaman. Bersama si tomboy Amy bisa menumpahkan semua uneg-unegnya, dan dengan sabar Ade menjadi pendengar setia.Sampai di tempat kos Ade, Amy mendapati Si tomboy tengah termenung dan wajahnya sedikit kusut."Kenapa kamu?" tanya Amy heran.Ade mengeluh sambil menyodorkan ponselnya pada Amy.Mata Amy terbelalak, membaca pesan chat yang ada di ponsel si tomboy.“Ini serius?” tanyanya.Ade mengangguk lemah, sambil menyandarkan kepalanya ke sandaran tempat tidur. Mata menatap kosong jauh ke depan, menembus batas terjauh yang dapat d
Mentari menyapa pagi di villa taman bunga Puncak Cipanas, cahayanya memantul kilau pada titik air di ujung daun pohon palem yang semalam tertimpa hujan. Dering ponsel mengalunkan nada akustik aransemen ulang tembang kenangan, sebagai tanda panggilan masuk dari Tesla.“Halo Sayang,” sapa Amy“Kamu di mana?” Tanya Tesla dari seberang sana.“Masih di puncak, maaf semalam gak ngabarin kamu. Amy ketiduran,” jelas Amy.“Ya sudah, pokoknya yang terpenting hati-hati dan jangan telat makan,” pesan Tesla penuh perhatian, tapi terdengar garing di telinga Amy.Setelah panggilan berakhir, diletakkan kembali pada tempat yang semestinya. Amy menggeliat bak penari balet, meregangkan badan yang masih tergolek di pembaringan. Suara gemeretak dari persendian terdengar indah tertangkap pendengarannya.Sosok tubuh lain yang tadi masih terlelap tenang, kini mulai terusik dengan semua kebisingan tanpa suara, yang tercipta hanya dari gerakan saja.Kelopak mata itu membuka seulas senyum ia sunggingkan, sebag
"Kamu sudah tidur, sayang?” tanya Tesla, berbisik pelan dan mesra di telinga Amy.Perempuan itu menggeliat, "Maaf, jam berapa sekarang? Kamu mau makan ya?" tanya Amy.Tesla tersenyum dan menggeleng, "Aku sudah kenyang, makan kue yang ada di lemari." jawabnya.Amy ikut tersenyum, "Enak gak?" tanyanya."Enak banget, kamu yang buat?" Amy menggeleng, "Kami sekarang jualan kue online, Ade yang buat aku yang pasarkan," jelas Amy."Gak jadi buka cafe?" tanya Tesla."Masih direncanakan, Ade sedang mengumpulkan modal," jawab Amy.Tesla mengangguk paham, "Aku doakan semoga bisnis kalian lancar, akur selalu dan jangan sampai selisih paham.""Aaaamiiin," sahut Amy.Tesla menarik wajah istrinya lebih mendekat, dan mengecup bibir wanita itu. Amy terdiam sejenak menikmati sentuhan sang suami, detik berikutnya dia memberikan perlawanan juga.Tesla tersenyum sumringah begitu ia mencapai punc
Amy menarik Ade masuk kedalam dekapannya, membelai lembut punggung sahabatnya itu, berharap tangis Ade segera mereda, agar Ade mampu menceritakan apa yang sebenarnya sedang terjadi.“Papa ... Papa aku jatuh, My. Sekarang beliau tidak sadarkan diri,” ujar Ade di tengah isaknya.“Innalillahi, siapa yang mengabari?” tanya Amy ikut panik.“Sinta, kakak tiriku. Aku harus balik My, tolong antarkan aku ke bandara,” pinta Ade.Amy mengangguk setuju, segera dibantunya gadis itu berkemas. Tidak banyak yang dibawa hanya beberapa lembar pakaian saja, setelah semuanya siap Amy mengantar si tomboy menuju bandara.“Ibu tiri aku punya dua anak dari pernikahan sebelumnya, dua-duanya perempuan. Sinta anak keduanya, Cuma Sinta yang masih memiliki rasa peduli kepadaku. Dulu waktu sekolah menengah pertama, aku pernah sakit tiga hari dan gak bangun sama sekali.Cuma Sinta yang rajin menjenguk ke kamar, mengantarkan makanan dan mengingatkan a
Seperti yang telah dipikirkannya, pagi hari setelah Tesla pergi mengajar, Amy juga pergi ke rumah ibunya. Dia berencana menyelidiki dan mencari bukti baru terkait perselingkuhan Tesla dengan Arem.Dengan mengendarai mobil milik Ade Irma, Amy mendatangi penjara tempat Arem ditahan. Jika mengikuti prosedur yang berlaku, seharusnya Arem masih mendekam di sana. Di jalan Amy singgah di sebuah toko roti, dia hendak membeli buah tangan untuk menjenguk Arem di penjara."Hai Amy," seseorang menyapanya, reflek Amy menoleh untuk melihat siapa gerangan orang itu."Hei," seru Amy tertahan, orang yang menyapanya tersenyum semringah."Yuni, apa kabar?" tanya Amy sambil menyambut uluran tangan perempuan seksi yang baru saja menyapanya."Baik, alhamdulillah," jawab orang yang dipanggil Amy dengan nama Yuni. "Sudah lama banget ya, kita gak ketemu," lanjutnya.Amy mengangguk, "Terakhir kali sewaktu kita sama-sama muke-up wisuda.""Duduk di sana yuk," Yuni menunjuk salah satu meja yang tersedia di toko r
“Sayang,” sapaan Tesla membuat Amy sedikit terperanjat.“Kamu kenal Yuni, bukan?" tanya Tesla sambil menunjuk ke arah perempuan cantik dan seksi itu."Kamu kok bisa kenal Yuni?" Amy balik bertanya dengan penuh rasa curiga."Hai Amy," Sapaan Yuni mengurung jawaban Tesla."Hay," Amy balas menyapa. “Sombong banget sih dari tadi aku perhatikan,” ujar Yuni dengan nada bercanda.“Bukan sombong tapi aku malu dekat kamu, takut dikira orang kita anak panti asuhan,” jawab Amy berseloroh, sambil melirik gaunnya dan Yuni yang terlihat sama."Oh ya? Kok bisa ya? Pasti kamu beli di Vani galeri?"Amy mengangguk, membenarkan tebakan Yuni "Iya di Vani emang ada dua gaun yang rada mirip, kemarin aku sampai bingung mau pilih yang mana, eh gak taunya yang ini kamu yang beli." tutur Yuni antusias.Acara pesta berakhir pukul sebelas malam, dalam perjalanan pulang Amy lebih banyak diam. Dia mer