Prang! Netra Ajil tak berkedip selama beberapa menit. Meskipun, serpihan kaca melekat pada pipinya dan sedikit berdarah karena tergores.
"Jil?" panggil seseorang di luar kamarnya. Namun, tidak ada jawaban dari Ajil, karena pikirannya tak menentu, memikirkan bagaimana hal yang dia lihat begitu nyata. Ular yang akan dia jadikan sebagai trik sulap itu menghilang, setelah memecahkan akuarium.
Beberapa puluh tahun yang lalu. Sesosok wanita mundar-mandir, gelisah tak menentu. Walaupun, sudah meminta bantuan dari para tetangga, tetapi si bungsu masih belum ditemukan.
"Ibu, duduklah!" titah pemuda tampan
"Widuri!" teriaknya sambil menangis
"Cepat cari Widuri!" perintah dari sang ibu adalah hal yang akan selalu Jaka lakukan.
"Baiklah, Bu." Jaka mencari jejak langkah adiknya. Jaka mencari Widuri ke rumah para teman-temannya. Namun, hasilnya nihil. Jaka, akhirnya menemui Indah, orang yang Widuri benci.
"Apa yang membawa kamu ke sini?" tanya Indah.
"Apakah Widuri ada di sini?" Pandangannya melirik ke sekeliling.
"Tidak, bahkan dia membenciku. Untuk apa dia ada di sini? mungkin dia bermalam di tempat kekasihnya." Ucapan dari Indah membuat Jaka pergi ke kediaman Naqi. Lumut-lumut hijau menyebar pada dinding kediaman Naqi. Bau busuk juga menyengat di dalam rumahnya.
"Widuri?" bisik Jaka saat melihat Widuri sedang menyapu halaman rumah Naqi. Namun, tidak terlihat sang empunya rumah.
"Kak Jaka?" Widuri yang penuh luka itu menangis sambil memeluk kakaknya.
"Apa yang terjadi?" Jaka menyentuh luka di wajah Widuri. Langkah kaki seorang pria, membuat Widuri menggandeng lengan Jaka untuk berlari, mereka pun bersembunyi pada rumah kosong.
"Harusnya, jangan buat aku berlari seperti ini! ini hanya membuat aku terlihat sebagai seorang pengecut," tutur Jaka dengan tatapan penuh kebencian.
"Tapi, dia membawa senjata Kak." Widuri masih tak mampu menahan air matanya lagi
"Si berengsek itu!" geram Jaka sambil mengusap air mata Widuri
"Widuri!" teriak Naqi dengan lantang.
Jaka lekas bergegas keluar sembari mengambil pisau, untuk berniat membunuh Naqi. Namun, lengan lembut Widuri memegang kuat kaki Jaka, untuk tidak ikut campur dalam masalahnya.
"Jangan lakukan itu kak! Ini terlalu berbahaya kak," rengek Widuri.
"Aku tidak tahu pasti masalahmu. Tapi, jika sudah mengangkut soal kekerasan aku tidak akan tinggal diam." Jaka terpaksa melepas lengan Widuri dan mengabaikan keinginannya. Para tetangga masih mencoba mencari keberadaan Widuri, dan tetangga yang lainnya mencoba untuk menghibur ibu Jaka dan Widuri.
"Heh brengsek!" panggil Jaka pada Naqi yang sudah bersiap untuk menembak kepala Widuri. Widuri hanya bisa mengintip keadaan di luar.
"Ah kebetulan sekali. Dimana adikmu itu?" Naqi memasukan kembali senjata pada jaketnya, lalu mendekatkan diri pada Jaka.
"Jangan ganggu adikku lagi!" Jaka meninju Naqi.
"Dia sudah kubeli dari seorang wanita tua. Dia milikku dan aku bebas melakukan apapun padanya!" teriak Naqi membalas pukulan Jaka.
"Apa kau bilang? Dasar sampah!" umpat Jaka yang membalas pukulan Naqi. mereka berdua berkucuran darah.
Dari arah belakang, seseorang memanah punggung Naqi. Jaka menyingkirkan Naqi yang berada di atas tubuhnya.
"Widuri apa yang kamu lakukan?" Jaka kembali pada rumah kosong. Tetapi, Widuri sudah tidak ada di sana. Jaka berlari untuk mencari Widuri lagi.
"Apa kau melihat Widuri?" tanya Jaka pada gadis dengan rambut sebahu.
"Lenganmu?" Layla menyentuh lengan Jaka yang berlumuran darah.
"Jawablah!" Jaka melepaskan lengan Layla yang menyentuh lengannya dan menginginkan jawaban tercepat sebelum kehilangan Widuri lagi.
"Aku tidak melihat siapapun yang keluar ataupun masuk dari gang ini," ungkap Layla dan Jaka pun, berlari kencang.
"Jangan sakiti aku lagi." Widuri memohon dan berlutut pada sosok wanita yang ada dihadapannya.
"Kamu menginginkan pekerjaan bukan? lakukanlah pekerjaanmu sekarang!" titahnya sambil memegang kedua bahu Widuri, dan segera menyuruhnya untuk berdiri.
"Tapi bukan pekerjaan seperti ini yang--" Belum juga Widuri menyelesaikan ucapannya, Wanita itu meninggalkan Widuri di dalam kamar dan mengatakan padanya bahwa pelanggan akan segera tiba.
"Jangan menangis lagi! Tuan Amir tidak suka pada gadis cengeng." Wanita itu melemparkan sapu tangan ke wajah Widuri. Membayangkan wajahnya saja, sudah membuat Widuri ketakutan setengah mati, apalagi, kalau sampai harus melayaninya. Tuan Amir yang begitu kasar terhadap perempuan itu, tengah berjalan menuju kamar Widuri.
"Aku harus pergi," batin Widuri. Namun, dia bingung bagaimana caranya beranjak dari sarang penuh dosa itu. Pecahan kaca membuat banyak orang dalam rumah bordil itu begitu terkejut. Tak terkecuali, Tuan Amir.
"Amir! keluar kau dasar berengsek!" Teriakan itu menempatkan Tuan Amir dalam posisi yang memalukan. Karena, sang istri mendatanginya, sambil merusak Fasilitas di rumah bordil dan juga, memecahkan botol minuman, siapapun yang memegangnya.
"Ternyata di sini kamu. pulang!" suruh istrinya, bukannya marah, itu berbanding terbalik dengan apa yang dia lakukan pada gadis-gadis yang pernah dia tiduri, Tuan Amir sangat mematuhi istrinya. banyak orang yang heran melihat tingkahnya.
"Untunglah." Widuri bisa bernafas lega karena kepulangan Tuan Amir. Namun, Widuri takut jika wanita tua itu memberikan dia pelanggan lain.
"Bantulah kami membersihkan kekacauan di luar!" pinta Lia.
Banyak juga, gadis lain yang membersihkan serpihan kaca, mereka sedikit bergunjing tentang Tuan Amir yang begitu patuh pada istrinya. Tidak ada pelanggan satu pun, karena kejadian hari itu.
"Kamu dengar? Katanya Tuan Amir sangat takut pada istrinya."
"Ya, aku bahkan melihat kejadian itu. Rasanya hatiku senang, aku berharap dia tidak akan pernah kembali lagi."
"Widuri? bukannya kamu yang seharusnya melayaninya? kamu sungguh beruntung." Widuri mengabaikan ocehan mereka, berfokus untuk membersihkan serpihan kaca. Widuri sangat merindukan sang ibu. Namun, sulit untuknya dapat kembali. Karena, kesepakatan tertulis dengan pemilik rumah bordil sudah dia tanda tangani.
"Apakah gaun ini cocok untukku?" Tina melempar kain lap pada seseorang yang bertanya.
"Bukannya membantu malah bergaya." Mereka pun saling kejar-kejaran. Sementara yang lain, hanya tertawa melihat tingkah dua gadis itu. Malam semakin larut, Jaka kelelahan saat mencari Widuri. Dia bermalam pada sebuah gubug tua.
"Siapa kamu?" tanya pria tua pemilik gubug
"Saya bukan orang yang anda kenal, saya hanya ingin bermalam di sini. Saya pikir, rumah ini kosong," tutur Jaka dengan raut wajah cemas.
"Baiklah, tapi hanya sampai besok pagi, Karena, anak saya akan pulang dari pekerjaannya dan beristirahat pada hari esok." penjelasan pria tua itu, membuat Jaka mengangguk tanda mengerti. pagi telah tiba. Namun, Jaka belum sempat menyantap hidangan apapun. Dia pun, mencari buah-buahan di kebun milik seorang petani. Jaka tidak menyadari bahwa ada seseorang yang memerhatikannya.
"Pencuri!" teriak petani, membuat Jaka cemas dan berlari ke arah hutan. Jaka yang tidak tahu soal hutan larangan, tidak mengetahui bahwa yang ada di dalamnya adalah bahaya. Auman serigala tidak membuatnya takut, Jaka lebih takut akan dikejar dan dihajar oleh para warga. Jaka malah berlari lebih dalam lagi menuju hutan larangan.
Sekawanan serigala mengejarnya. Namun, Jaka tidak kehilangan akal dia memanjat pohon yang sangat tinggi. Namun, serigala tetap mengejarnya sampai ke atas pohon."Turunlah!" titah seorang gadis berjubah hitam. Serigala pun, menuruti perintahnya."Sekarang kamu bisa turun, kemarilah! Mereka tidak akan memakanmu!" sambungnya pada Jaka. Namun, Jaka yang masih takut itu enggan untuk turun."Lihatlah! Dia sangat jinak padaku." Gadis itu mengelus sekawan serigala. Serigala-serigala sangat jinak padanya. membuat Jaka begitu kagum. Jaka pun, perlahan turun."Mengapa mereka sangat jinak padamu?" Jaka tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya."Karena, mereka peliharaanku.""Padahal kucing atau anjing lebih cocok dijadikan hewan peliharaan," bisik Jaka."Aku lebih suka merawat mereka. Anjing atau pun kucing tidak bisa menjagaku dari bahaya. Kemana arah tujuanmu?""Aku tidak punya tujuan, aku hanya sedang mencar
Pedang diarahkan pada leher seorang pria. Sang puteri mengintip dari jendela. Seorang pria memaksa untuk memeriksa tandu. "Dia adalah puteri bangsawan. Anda tidak berhak untuk memeriksa tandu," tutur pengawal pembawa tandu. "Mengapa kita berhenti?" Puteri Dian membuka jendela, melihat siapa yang dengan berani mengganggu perjalanannya. "Maaf puteri Dian, saya diutus oleh seseorang untuk memeriksa setiap kendaraan yang melintas ke arah sini," imbuhnya. Pria itu sedikit membungkuk. Hati Widuri berdegub kencang, takut jika ketahuan. Pikirannya begitu kacau. Bagaimana jika Dian setuju dengan pemeriksaan. "Siapa yang mengutusmu?" Puteri Dian memberikan tatapan sinis pada pria itu. "Tuan Muda Givo, Saudara lelaki anda, Tuan Puteri. Salah satu sahabatnya, kehilangan barang berharga. Untuk mencegah adanya pencurian lagi, pencuri itu harus tertangkap secepatnya." imbuh Bagus. Padahal, wanita pemilik rumah bordil yang mengut
"Bukankah tindakanmu itu terlalu kasar Putri Dian?" Widuri bertanya pelan, agar Putri Dian tidak lagi menyimpan amarah."Aku tidak mengerti dia selalu ikut campur dengan urusanku.""Aku yakin itu karena kepeduliannya terhadap Putri Dian.""Peduli? omong kosong."Qilma memasuki ruangan milik Ziyo, tempat dimana Ziyo menyimpan koleksi ular miliknya. ular-ular itu dimasukan dalam sebuah akuarium besar."Indah bukan?" Ziyo memasukan beberapa tikus ke akuarium."Indah? Berapa lagi ular yang akan kakak simpan dalam ruangan ini? Dia yang paling terbaru kan." Qilma menunjuk pada Jaka."Kamu benar dia yang terbaru.""Jangan biarkan mereka keluar dan menggangu acaraku!""Akan kupastikan itu tidak akan terjadi," jawab Ziyo penuh keyakinan. Putri Dian bertanya pada Widuri baju yang cocok untuk ia kenakan ke acara kelahiran anak dari Putri Qilma. Mereka pun, berangkat menggunakan tandu. Banyak orang yang
Givo sedikit mendorong Grey, berusaha untuk memasuki gudang. Namun, Grey kembali ke tempatnya, Dengan dalih bahwa tidak ada apapun di dalam gudang."Apa telingamu tuli?" Saat mendengar teriakan dari dalam gudang, Givo mendorong kasar Grey sampai terjatuh. Givo membuka pintu gudang. Terlihat Widuri yang tengah kesakitan."Kalian tidak waras." Ziyo langsung mengikuti Givo dari belakang. Ziyo mengambil Jaka dan memasukannya lagi dalam kotak. Meskipun, butuh perjuangan, Ziyo mampu melakukannya. Sedangkan, Della dan Grey kabur."Apa kamu sanggup untuk berdiri?" tanya Givo saat melihat Widuri tergulai lemah di bawah lantai yang kotor. Givo memangku Widuri dengan kedua tangannya, Saat Widuri tak mampu lagi berjalan.Buk Asa yang merindukan kedua anaknya itu, berencana untuk mencarinya. Karena, Buk Asa berpikir bahwa ini adalah pesta untuk rakyat, dia menduga akan menemukan anak-anakya."Widuri sungguh beruntung bukan?" ucap seorang gadis d
"Kau harus menyekang perutmu." Tuan Santo menyimpan makanan untuk Nyonya Kay di atas nakas."Bagaimana aku bisa menyantap hidangan, sementara aku tidak tahu keberadaan Ziyo," keluh Nyonya Kay."Apa dalam pikiranmu hanya ada dia? anak kurang ajar itu?" Tuan Santo membanting pintu setelah mengucapkan kata-katanya.Dayang Sinan mengucuri air ke wajah cantik Widuri, untuk membuatnya terjaga dari tidur."Kamu pikir kamu seorang ratu?" sinis dayang Sinan, saat melihat Widuri terbangun dari tidur panjangnya."Puteri Dian memberitahu aku bahwa kamu harus menyusulnya ke hutan." Widuri berlari keluar, setelah mendengar penuturan dari dayang Sinan."Apa menurutmu dia akan baik-baik saja?" Puteri Dian melirik ke arah kakaknya, sambil memilah perhiasan yang ada di toko kelontong milik bibi mereka."Aku yakin, yang Widuri saat ini butuhkan hanyalah istirahat." Givo memasangkan kalung pada leher panjang milik Puteri
"Apa? Sayembara? Aku rasa kamu tidak harus melakukan itu," saran dari salah satu kerabat Tuan Aken. "Tapi, aku juga tidak mampu untuk kehilangannya." Detik-detik Puteri Dian bertemu dengan Widuri dan Tuan Muda Ziyo. Puteri Dian melihat itu dan langsung mengatakan pada Tuan Muda Givo untuk mengejar mereka. "Berhenti di sini," lirih Widuri. Tuan Muda Ziyo membantu Widuri untuk turun dari kuda. Dia memegang kedua tangan Widuri. Jelas, itu menimbulkan kecemburuan dihati Puteri Dian begitu melihatnya. "Widuri, kenapa kamu ada di sini? padahal aku telah meminta Dayang sinan untuk menjagamu. Apa keadaanmu sudah membaik?"Bukannya langsung menjawab, Widuri menundukan kepalanya. Dia takut untuk membicarakan yang sebenarnya. Takut, jika Dayang Sinan akan mengelabuinya lagi. "Ada apa Widuri? katakan saja yang sebenarnya," bujuk Puteri Dian. Beberapa kuda putih berdatangan silih berganti ke kediaman Tuan Aken, dan
Dayang Sinan berusaha berdiri dengan tegap setelah 100 cambukan menyiksa dirinya. Dia berjalan dengan terhuyung. Matanya begitu lelah."Ayah, untuk apa ini semua?" Puteri Qilma menyedarkan pandangannya. Banyak para pekerja yang sedang menghias ruangan."Untuk perayaan kelahiran Suri yang sebelumnya berantakan," ujar Tuan Santo."Tapi, Kak Ziyo belum juga kembali.""Ayolah, Qilma, kakakmu itu tidak terluka, dia pasti baik-baik saja di suatu tempat. Tidak perlu khawatir, Ayah akan mengirim surat padanya." Tuan Santo menunjuk dinding yang belum dihias pada para pekerja. Tuan Muda Ziyo sibuk melawan pria-pria yang menyakitinya."Serahkan hartamu yang kau dapat dari Tuan Aken!" geretak dua pria itu. Rupanya, mereka telah mengincar Tuan Muda Ziyo."Aku tidak mendapatkan apa pun, aku tidak mengambil satu perak pun," ungkap Ziyo, menahan rasa sakit. Mereka mengeledah seluruh tubuh milik Ziyo. Namun, tidak ada apa pun, selain kalung
"Aaaah," jerit para hadirin, sedetik, sesaat Tuan Muda Lotus akan mengubah ular yang tadinya ada menjadi tidak ada. "Ini hanya kesalahan kecil, asistenku akan memperbaikinya. Dimohon, untuk para hadirin, kembali ke tempat duduk semula." Suara Tuan Muda Lotus, seakan tidak terdengar lagi, mereka lebih sibuk untuk berteriak, mereka berhamburan ke luar. "Siapa yang dengan berani memadamkan lampu?" tanya Tuan Lotus pada asisten pribadinya. "Akan saya periksa, Tuan," ucap Liem. Sementara, akuarium pecah, membuat Tuan Lotus terkejut. Jaka terjatuh ke lantai. Tubuhnya berdarah terkena pecahan kaca. Ia pun, memegang seluruh tubuh, kemudian, merangkak dan memegang kaki Tuan Lotus. "Kamu siapa?" tanya Tuan muda Lotus, kemudian Tuan Muda Givo, dan Tuan Muda Ziyo, menghampiri Tuan Lotus. Liem memberikan Tuan Lotus lentera, dan berkata akan segera menemukan penyebabnya. Para Tuan Muda terkejut, melihat Jaka dengan tubuh telanjang. "
"Apa aku telah jatuh hati padanya? Atau ini karena rasa terkejutku?" batin Widuri. Tuan Muda Ziyo terlalu cepat melajukan kuda milik Givo, membuat kepala Widuri bersandar di dadanya. "Maafkan saya," Widuri menundukkan kepala. "Pegang ini dengan erat!" titah Tuan Muda Ziyo menyuruh Widuri memegang pelana kuda. "Buk Asa, jika Ibu akan pergi ke pesta, pergi saja!" ucap majikannya. Dia begitu gembira, saat bisa pergi ke pesta rakyat, dia berpikir bahwa, mungkin saja ibu dari widuri itu bisa menemukan anak-anaknya. "Meskipun, pesta rakyat digelar dua kali, sepertinya, kita tidak bisa pergi ke sana," obrol para wanita penghibur. Mereka mengeluh pada keadaan. Madam, tidak akan mengizinkan mereka untuk pergi ke pesta. Mereka dituntut harus terus melayani para pelanggan. "Apa mereka memiliki hubungan?" gosip para dayang di kediaman Putri Dian. Mereka cukup tercengang melihat Tuan Muda Ziyo bertelanjang dada ke luar rumah
Tuan Muda Ziyo memungut kertas itu, sebelum ibu Asa mengambilnya. Dan pergi untuk memburu hewan. "Pernikahan? Aku tidak ingin menikah dengan putra mahkota, Buk," tolak Putri Dian pada Nyonya Rona. "Kamu menolak perintahku?" "Ya, aku menolaknya, ini hidupku, bukan hidup ibu," lancang Putri Dian berkata, membuat ibunya sedikit murka. Lekas, ia kembali ke kamarnya. "Dasar, gadis bodoh!" gerutunya. "Putri Dian, Anda tidak diperbolehkan untuk pergi ke pesta," beber Dayang Sinan. Mencegah Putri Dian dan Widuri pergi ke perayaan kelahiran anak dari Putri Qilma. "Kamu berani menghalangi jalanku?" sinis Putri Dian. "Ini perintah dari Nyonya Besar," jelas Dayang Sinan, sambil membungkukkan tubuhnya. Para pengawal menghalangi jalan membentuk formasi. "Jangan biarkan Putri Dian pergi ke luar, bahkan satu langkah pun, dia tidak boleh menginjakkan kakinya ke depan gerbang!" perintah ibu dari Putri Dian,
"Aaaah," jerit para hadirin, sedetik, sesaat Tuan Muda Lotus akan mengubah ular yang tadinya ada menjadi tidak ada. "Ini hanya kesalahan kecil, asistenku akan memperbaikinya. Dimohon, untuk para hadirin, kembali ke tempat duduk semula." Suara Tuan Muda Lotus, seakan tidak terdengar lagi, mereka lebih sibuk untuk berteriak, mereka berhamburan ke luar. "Siapa yang dengan berani memadamkan lampu?" tanya Tuan Lotus pada asisten pribadinya. "Akan saya periksa, Tuan," ucap Liem. Sementara, akuarium pecah, membuat Tuan Lotus terkejut. Jaka terjatuh ke lantai. Tubuhnya berdarah terkena pecahan kaca. Ia pun, memegang seluruh tubuh, kemudian, merangkak dan memegang kaki Tuan Lotus. "Kamu siapa?" tanya Tuan muda Lotus, kemudian Tuan Muda Givo, dan Tuan Muda Ziyo, menghampiri Tuan Lotus. Liem memberikan Tuan Lotus lentera, dan berkata akan segera menemukan penyebabnya. Para Tuan Muda terkejut, melihat Jaka dengan tubuh telanjang. "
Dayang Sinan berusaha berdiri dengan tegap setelah 100 cambukan menyiksa dirinya. Dia berjalan dengan terhuyung. Matanya begitu lelah."Ayah, untuk apa ini semua?" Puteri Qilma menyedarkan pandangannya. Banyak para pekerja yang sedang menghias ruangan."Untuk perayaan kelahiran Suri yang sebelumnya berantakan," ujar Tuan Santo."Tapi, Kak Ziyo belum juga kembali.""Ayolah, Qilma, kakakmu itu tidak terluka, dia pasti baik-baik saja di suatu tempat. Tidak perlu khawatir, Ayah akan mengirim surat padanya." Tuan Santo menunjuk dinding yang belum dihias pada para pekerja. Tuan Muda Ziyo sibuk melawan pria-pria yang menyakitinya."Serahkan hartamu yang kau dapat dari Tuan Aken!" geretak dua pria itu. Rupanya, mereka telah mengincar Tuan Muda Ziyo."Aku tidak mendapatkan apa pun, aku tidak mengambil satu perak pun," ungkap Ziyo, menahan rasa sakit. Mereka mengeledah seluruh tubuh milik Ziyo. Namun, tidak ada apa pun, selain kalung
"Apa? Sayembara? Aku rasa kamu tidak harus melakukan itu," saran dari salah satu kerabat Tuan Aken. "Tapi, aku juga tidak mampu untuk kehilangannya." Detik-detik Puteri Dian bertemu dengan Widuri dan Tuan Muda Ziyo. Puteri Dian melihat itu dan langsung mengatakan pada Tuan Muda Givo untuk mengejar mereka. "Berhenti di sini," lirih Widuri. Tuan Muda Ziyo membantu Widuri untuk turun dari kuda. Dia memegang kedua tangan Widuri. Jelas, itu menimbulkan kecemburuan dihati Puteri Dian begitu melihatnya. "Widuri, kenapa kamu ada di sini? padahal aku telah meminta Dayang sinan untuk menjagamu. Apa keadaanmu sudah membaik?"Bukannya langsung menjawab, Widuri menundukan kepalanya. Dia takut untuk membicarakan yang sebenarnya. Takut, jika Dayang Sinan akan mengelabuinya lagi. "Ada apa Widuri? katakan saja yang sebenarnya," bujuk Puteri Dian. Beberapa kuda putih berdatangan silih berganti ke kediaman Tuan Aken, dan
"Kau harus menyekang perutmu." Tuan Santo menyimpan makanan untuk Nyonya Kay di atas nakas."Bagaimana aku bisa menyantap hidangan, sementara aku tidak tahu keberadaan Ziyo," keluh Nyonya Kay."Apa dalam pikiranmu hanya ada dia? anak kurang ajar itu?" Tuan Santo membanting pintu setelah mengucapkan kata-katanya.Dayang Sinan mengucuri air ke wajah cantik Widuri, untuk membuatnya terjaga dari tidur."Kamu pikir kamu seorang ratu?" sinis dayang Sinan, saat melihat Widuri terbangun dari tidur panjangnya."Puteri Dian memberitahu aku bahwa kamu harus menyusulnya ke hutan." Widuri berlari keluar, setelah mendengar penuturan dari dayang Sinan."Apa menurutmu dia akan baik-baik saja?" Puteri Dian melirik ke arah kakaknya, sambil memilah perhiasan yang ada di toko kelontong milik bibi mereka."Aku yakin, yang Widuri saat ini butuhkan hanyalah istirahat." Givo memasangkan kalung pada leher panjang milik Puteri
Givo sedikit mendorong Grey, berusaha untuk memasuki gudang. Namun, Grey kembali ke tempatnya, Dengan dalih bahwa tidak ada apapun di dalam gudang."Apa telingamu tuli?" Saat mendengar teriakan dari dalam gudang, Givo mendorong kasar Grey sampai terjatuh. Givo membuka pintu gudang. Terlihat Widuri yang tengah kesakitan."Kalian tidak waras." Ziyo langsung mengikuti Givo dari belakang. Ziyo mengambil Jaka dan memasukannya lagi dalam kotak. Meskipun, butuh perjuangan, Ziyo mampu melakukannya. Sedangkan, Della dan Grey kabur."Apa kamu sanggup untuk berdiri?" tanya Givo saat melihat Widuri tergulai lemah di bawah lantai yang kotor. Givo memangku Widuri dengan kedua tangannya, Saat Widuri tak mampu lagi berjalan.Buk Asa yang merindukan kedua anaknya itu, berencana untuk mencarinya. Karena, Buk Asa berpikir bahwa ini adalah pesta untuk rakyat, dia menduga akan menemukan anak-anakya."Widuri sungguh beruntung bukan?" ucap seorang gadis d
"Bukankah tindakanmu itu terlalu kasar Putri Dian?" Widuri bertanya pelan, agar Putri Dian tidak lagi menyimpan amarah."Aku tidak mengerti dia selalu ikut campur dengan urusanku.""Aku yakin itu karena kepeduliannya terhadap Putri Dian.""Peduli? omong kosong."Qilma memasuki ruangan milik Ziyo, tempat dimana Ziyo menyimpan koleksi ular miliknya. ular-ular itu dimasukan dalam sebuah akuarium besar."Indah bukan?" Ziyo memasukan beberapa tikus ke akuarium."Indah? Berapa lagi ular yang akan kakak simpan dalam ruangan ini? Dia yang paling terbaru kan." Qilma menunjuk pada Jaka."Kamu benar dia yang terbaru.""Jangan biarkan mereka keluar dan menggangu acaraku!""Akan kupastikan itu tidak akan terjadi," jawab Ziyo penuh keyakinan. Putri Dian bertanya pada Widuri baju yang cocok untuk ia kenakan ke acara kelahiran anak dari Putri Qilma. Mereka pun, berangkat menggunakan tandu. Banyak orang yang
Pedang diarahkan pada leher seorang pria. Sang puteri mengintip dari jendela. Seorang pria memaksa untuk memeriksa tandu. "Dia adalah puteri bangsawan. Anda tidak berhak untuk memeriksa tandu," tutur pengawal pembawa tandu. "Mengapa kita berhenti?" Puteri Dian membuka jendela, melihat siapa yang dengan berani mengganggu perjalanannya. "Maaf puteri Dian, saya diutus oleh seseorang untuk memeriksa setiap kendaraan yang melintas ke arah sini," imbuhnya. Pria itu sedikit membungkuk. Hati Widuri berdegub kencang, takut jika ketahuan. Pikirannya begitu kacau. Bagaimana jika Dian setuju dengan pemeriksaan. "Siapa yang mengutusmu?" Puteri Dian memberikan tatapan sinis pada pria itu. "Tuan Muda Givo, Saudara lelaki anda, Tuan Puteri. Salah satu sahabatnya, kehilangan barang berharga. Untuk mencegah adanya pencurian lagi, pencuri itu harus tertangkap secepatnya." imbuh Bagus. Padahal, wanita pemilik rumah bordil yang mengut