"Kau harus menyekang perutmu." Tuan Santo menyimpan makanan untuk Nyonya Kay di atas nakas.
"Bagaimana aku bisa menyantap hidangan, sementara aku tidak tahu keberadaan Ziyo," keluh Nyonya Kay.
"Apa dalam pikiranmu hanya ada dia? anak kurang ajar itu?" Tuan Santo membanting pintu setelah mengucapkan kata-katanya. Dayang Sinan mengucuri air ke wajah cantik Widuri, untuk membuatnya terjaga dari tidur.
"Kamu pikir kamu seorang ratu?" sinis dayang Sinan, saat melihat Widuri terbangun dari tidur panjangnya.
"Puteri Dian memberitahu aku bahwa kamu harus menyusulnya ke hutan." Widuri berlari keluar, setelah mendengar penuturan dari dayang Sinan.
"Apa menurutmu dia akan baik-baik saja?" Puteri Dian melirik ke arah kakaknya, sambil memilah perhiasan yang ada di toko kelontong milik bibi mereka.
"Aku yakin, yang Widuri saat ini butuhkan hanyalah istirahat." Givo memasangkan kalung pada leher panjang milik Puteri Dian. Ziyo menyiapkan alat untuk berburu, ia akan memburu rusa atau hewan apapun yang nanti akan melintas dihadapannya. Karena, sangat mustahil baginya, untuk menunggu Digi, sang penjual tikus yang pasti akan datang ke rumah milik Tuan Santo.
"Pembuat onar itu tidak ada di sini!" Tuan Santo mengusir Digi yang membawa sekarung tikus.
"Saya tidak mencari pembuat onar Tuan, saya mencari Tuan Muda Ziyo."
"Pergilah sebelum aku memakimu!" Digi pergi, untuk mencari keberadaan Tuan Muda Ziyo, beberapa pelayan menjerit, saat beberapa tikus keluar dari karung. Ranting pohon terinjak, mata berpencar mencari. Keringat bercucuran membasahi tubuh, Widuri memanggil-manggil nama Puteri Dian.
"Puteri Dian!" panggilnya. Sambil terus berjalan, Widuri yang tidak tahu sedang dijahili oleh Dayang sinan, tidak merasa ketakutan akan binatang buas. Tuan Muda Ziyo, sedang dalam keadaan siap untuk memburu, tiba-tiba, terkejut mendengar jeritan seorang gadis.
"Tuan, Aken, lihat-lihatlah ini," ucap beberapa pemilik toko membuat Tuan Aken untuk melihat dan membeli beberapa barang. Jiwa sosialnya tinggi, dia selalu membantu orang kesusahan. Kali ini, dia memarkirkan kuda tanpa pengawal. Karena, dia akan membelikan beberapa pakaian baru untuk pengawalnya itu, ia mengajak pengawal ke toko pakaian.
"Rossi, jangan pergi terlalu jauh!" teriak seseorang di seberang sana. Namun, anak kecil periang itu tidak mendengarnya. Ia, berlari kencang, dan menabrak Puteri Dian dan berlari lagi. Anak kecil itu, dengan jahil, melepaskan tali kuda yang dikaitkan di sebuah kayu. dan memainkan tali kuda. Saat dia akan menaiki kuda, kuda itu sudah berlari jauh. Tuan Muda Ziyo terkejut, melihat Widuri yang akan diterkam oleh harimau. Dia memanahnya. Widuri yang sedang dalam keadaan menutup mata dengan kedua tangannya, mulai membuka mata sedikit. Saat mendengar sesuatu yang jatuh. Harimau besar itu, terpanah dengan baik oleh Ziyo. Napas Widuri yang tidak beraturan dengan baik, akhirnya bisa kembali normal.
"Apa kamu baik-baik saja?" Tuan Muda Ziyo mendekat ke arah Widuri. Widuri hanya menggeleng.
"Awas!" Widuri menunjuk ke arah belakang Tuan Muda Ziyo. Terlihat, sekawanan singa mengejar mereka. Untungnya, Tuan Muda Ziyo membawa beberapa panah. Beberapa dari mereka terpanah oleh Ziyo. Namun, untuk singa yang berakhir, Ziyo kehabisan anak panah.
"Lari!" Tuan Muda Ziyo menarik lengan Widuri dan berlari sejauh mungkin. Kuda milik Tuan Aken menghalangi langkah mereka untuk berlari lebih jauh lagi.
"Naiklah lebih dulu!" suruh Tuan Muda Ziyo. Widuri pun, menaiki punggung kuda. Tiba-tiba kuda berlari, sebelum Tuan Muda Ziyo menaikinya. Padahal, Widuri, belum menarik tali yang ada di hadapannya. Tuan Muda Ziyo terus berlari mendekati Widuri. Widuri mengulurkan lengannya, agar Tuan Muda Ziyo bisa menggapainya. Tuan Muda Ziyo pun berhasil menggapai lengan widuri dan bisa menaiki kuda.
"Aku belum pernah menaiki kuda sebelumnya," tutur Widuri, dengan sedikit menangis. Ia dikagetkan dengan banyak hal. Terutama, saat para kawanan Singa mengejarnya. Juga, saat ia harus menaiki kuda. Padahal, dia tidak bisa menunggang kuda. Dan lagi, posisinya yang berada di depan.
"Menangis hanya akan membuat kamu lemah. Biar aku yang mengatur kecepatan kuda ini," ujar Tuan Muda Ziyo. Widuri yang ada di depan, dan Tuan Muda Ziyo yang berada di belakang, sembari menarik tali kuda, membuat hati Widuri berdegup kencang. Keadaan ini, terlihat seperti Tuan Muda Ziyo sedang memeluknya.
"Saya akan mencarinya Tuan Aken," ucap pengawal Tuan Aken. Mereka terlihat bingung, padahal, kuda sudah dikaitkan pada kayu. Namun, mengapa bisa menghilang. Pengawal Tuan Aken merasa bersalah pada Tuan Aken, karena, dia merasa ini adalah kesalahannya yang tidak bisa menjaga kuda Tuan Aken dengan baik.
"Aku juga akan mencarinya, sebaiknya kita berpencar," usul Tuan Aken pada pengawalnya.
"Kuda putih? apa anda bisa mengatakan ciri-cirinya?" selidik seseorang yang Tuan Aken tanyai.
"Dia mempunyai bentuk O di dahinya, bentuk O itu berwarna cokelat"
Bagus melihat Widuri bersama Tuan Muda Ziyo
langsung mengejarnya. Kini, posisi kuda mereka sejajar."Sudah lama aku mencarimu," ujar Bagus. Widuri yang memegang batu untuk melemparkan kepada kawanan singa itu, akhirnya, dia lemparkan ke wajah Bagus. Bagus memegang mata dengan kedua tangannya. Kuda yang ia tunggangi tidak terkontrol dengan baik. Kudanya menjadi sangat cepat dan liar. Bagus pun terjatuh. Kuda pun meninggalkan pemiliknya di tengah hutan
"Sialan!" gerutu Bagus, sambil memegang seluruh tubuhnya yang kesakitan. Bagus merangkak. Karena, untuk berjalan, dia tidak mampu. Sementara itu, singa yang mengejar Tuan Muda Ziyo dan juga Widuri, bertemu dengan Bagus. Bagus mempercepat langkahnya. Mulut besar singa terbuka dengan lebar.
"Pegang tali ini dengan kuat. Aku akan menambah kecepatan," lirih Tuan Muda Ziyo Widuri mengatupkan kedua mata. Khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi.
"Ah!" jeritan para wanita terdengar ribut. Ular milik Tuan Muda Ziyo, keluar dari kandangnya. Ular yang kelaparan, mencoba mencari mangsa. Mereka berlarian menghindarinya. Pak Bani hanya menggeleng pelan, Tuan Muda Ziyo menitipkan ularnya hanya sebentar. Namun, matahari hampir tenggelam pun, Tuan Muda Ziyo belum menampakan batang hidungnya.
"Ada apa ini Tuan? apa ini ular milik Tuan Muda Ziyo?" Digi bertanya kepada pak Bani.
"Iya, ini semua adalah ular miliknya," ungkap pak Bani. Digi, yang sedang membawa sekarung tikus, memberikannya pada ular-ular kelaparan itu. Digi juga sebelumnya, menaruh lagi, ular-ular itu dikandang.
"Aku yakin, dia akan menghilang selamanya." Dengan lantang dan penuh keyakinan, Dayang Sinan berkata pada dayang lainnya.
"Siapa yang kamu bicarakan?" Puteri Dian menjawab keyakinan Dayang Sinan dengan membawa Widuri kembali. Dayang Sinan begitu terkejut, melihat Widuri telah kembali dengan selamat. Sementara, dayang lain kembali bekerja setelah membungkuk di hadapan Puteri Dian sebagai bentuk penghormatan.
Tidak seperti ular lainnya, Jaka malah melata ke arah dapur. Sontak, membuat Bu Asa yang berada di sana terkejut. Buk Asa yang merasa gentar bergerak membawa pisau untuk membunuhnya.
"Apa? Sayembara? Aku rasa kamu tidak harus melakukan itu," saran dari salah satu kerabat Tuan Aken. "Tapi, aku juga tidak mampu untuk kehilangannya." Detik-detik Puteri Dian bertemu dengan Widuri dan Tuan Muda Ziyo. Puteri Dian melihat itu dan langsung mengatakan pada Tuan Muda Givo untuk mengejar mereka. "Berhenti di sini," lirih Widuri. Tuan Muda Ziyo membantu Widuri untuk turun dari kuda. Dia memegang kedua tangan Widuri. Jelas, itu menimbulkan kecemburuan dihati Puteri Dian begitu melihatnya. "Widuri, kenapa kamu ada di sini? padahal aku telah meminta Dayang sinan untuk menjagamu. Apa keadaanmu sudah membaik?"Bukannya langsung menjawab, Widuri menundukan kepalanya. Dia takut untuk membicarakan yang sebenarnya. Takut, jika Dayang Sinan akan mengelabuinya lagi. "Ada apa Widuri? katakan saja yang sebenarnya," bujuk Puteri Dian. Beberapa kuda putih berdatangan silih berganti ke kediaman Tuan Aken, dan
Dayang Sinan berusaha berdiri dengan tegap setelah 100 cambukan menyiksa dirinya. Dia berjalan dengan terhuyung. Matanya begitu lelah."Ayah, untuk apa ini semua?" Puteri Qilma menyedarkan pandangannya. Banyak para pekerja yang sedang menghias ruangan."Untuk perayaan kelahiran Suri yang sebelumnya berantakan," ujar Tuan Santo."Tapi, Kak Ziyo belum juga kembali.""Ayolah, Qilma, kakakmu itu tidak terluka, dia pasti baik-baik saja di suatu tempat. Tidak perlu khawatir, Ayah akan mengirim surat padanya." Tuan Santo menunjuk dinding yang belum dihias pada para pekerja. Tuan Muda Ziyo sibuk melawan pria-pria yang menyakitinya."Serahkan hartamu yang kau dapat dari Tuan Aken!" geretak dua pria itu. Rupanya, mereka telah mengincar Tuan Muda Ziyo."Aku tidak mendapatkan apa pun, aku tidak mengambil satu perak pun," ungkap Ziyo, menahan rasa sakit. Mereka mengeledah seluruh tubuh milik Ziyo. Namun, tidak ada apa pun, selain kalung
"Aaaah," jerit para hadirin, sedetik, sesaat Tuan Muda Lotus akan mengubah ular yang tadinya ada menjadi tidak ada. "Ini hanya kesalahan kecil, asistenku akan memperbaikinya. Dimohon, untuk para hadirin, kembali ke tempat duduk semula." Suara Tuan Muda Lotus, seakan tidak terdengar lagi, mereka lebih sibuk untuk berteriak, mereka berhamburan ke luar. "Siapa yang dengan berani memadamkan lampu?" tanya Tuan Lotus pada asisten pribadinya. "Akan saya periksa, Tuan," ucap Liem. Sementara, akuarium pecah, membuat Tuan Lotus terkejut. Jaka terjatuh ke lantai. Tubuhnya berdarah terkena pecahan kaca. Ia pun, memegang seluruh tubuh, kemudian, merangkak dan memegang kaki Tuan Lotus. "Kamu siapa?" tanya Tuan muda Lotus, kemudian Tuan Muda Givo, dan Tuan Muda Ziyo, menghampiri Tuan Lotus. Liem memberikan Tuan Lotus lentera, dan berkata akan segera menemukan penyebabnya. Para Tuan Muda terkejut, melihat Jaka dengan tubuh telanjang. "
Tuan Muda Ziyo memungut kertas itu, sebelum ibu Asa mengambilnya. Dan pergi untuk memburu hewan. "Pernikahan? Aku tidak ingin menikah dengan putra mahkota, Buk," tolak Putri Dian pada Nyonya Rona. "Kamu menolak perintahku?" "Ya, aku menolaknya, ini hidupku, bukan hidup ibu," lancang Putri Dian berkata, membuat ibunya sedikit murka. Lekas, ia kembali ke kamarnya. "Dasar, gadis bodoh!" gerutunya. "Putri Dian, Anda tidak diperbolehkan untuk pergi ke pesta," beber Dayang Sinan. Mencegah Putri Dian dan Widuri pergi ke perayaan kelahiran anak dari Putri Qilma. "Kamu berani menghalangi jalanku?" sinis Putri Dian. "Ini perintah dari Nyonya Besar," jelas Dayang Sinan, sambil membungkukkan tubuhnya. Para pengawal menghalangi jalan membentuk formasi. "Jangan biarkan Putri Dian pergi ke luar, bahkan satu langkah pun, dia tidak boleh menginjakkan kakinya ke depan gerbang!" perintah ibu dari Putri Dian,
"Apa aku telah jatuh hati padanya? Atau ini karena rasa terkejutku?" batin Widuri. Tuan Muda Ziyo terlalu cepat melajukan kuda milik Givo, membuat kepala Widuri bersandar di dadanya. "Maafkan saya," Widuri menundukkan kepala. "Pegang ini dengan erat!" titah Tuan Muda Ziyo menyuruh Widuri memegang pelana kuda. "Buk Asa, jika Ibu akan pergi ke pesta, pergi saja!" ucap majikannya. Dia begitu gembira, saat bisa pergi ke pesta rakyat, dia berpikir bahwa, mungkin saja ibu dari widuri itu bisa menemukan anak-anaknya. "Meskipun, pesta rakyat digelar dua kali, sepertinya, kita tidak bisa pergi ke sana," obrol para wanita penghibur. Mereka mengeluh pada keadaan. Madam, tidak akan mengizinkan mereka untuk pergi ke pesta. Mereka dituntut harus terus melayani para pelanggan. "Apa mereka memiliki hubungan?" gosip para dayang di kediaman Putri Dian. Mereka cukup tercengang melihat Tuan Muda Ziyo bertelanjang dada ke luar rumah
Prang! Netra Ajil tak berkedip selama beberapa menit. Meskipun, serpihan kaca melekat pada pipinya dan sedikit berdarah karena tergores."Jil?" panggil seseorang di luar kamarnya. Namun, tidak ada jawaban dari Ajil, karena pikirannya tak menentu, memikirkan bagaimana hal yang dia lihat begitu nyata. Ular yang akan dia jadikan sebagai trik sulap itu menghilang, setelah memecahkan akuarium.Beberapa puluh tahun yang lalu. Sesosok wanita mundar-mandir, gelisah tak menentu. Walaupun, sudah meminta bantuan dari para tetangga, tetapi si bungsu masih belum ditemukan."Ibu, duduklah!" titah pemuda tampan"Widuri!" teriaknya sambil menangis"Cepat cari Widuri!" perintah dari sang ibu adalah hal yang akan selalu Jaka lakukan."Baiklah, Bu." Jaka mencari jejak langkah adiknya. Jaka mencari Widuri ke rumah para teman-temannya. Namun, hasilnya nihil. Jaka, akhirnya menemui Indah, orang yang Widuri benci."Apa yang membawa kamu ke sini?
Sekawanan serigala mengejarnya. Namun, Jaka tidak kehilangan akal dia memanjat pohon yang sangat tinggi. Namun, serigala tetap mengejarnya sampai ke atas pohon."Turunlah!" titah seorang gadis berjubah hitam. Serigala pun, menuruti perintahnya."Sekarang kamu bisa turun, kemarilah! Mereka tidak akan memakanmu!" sambungnya pada Jaka. Namun, Jaka yang masih takut itu enggan untuk turun."Lihatlah! Dia sangat jinak padaku." Gadis itu mengelus sekawan serigala. Serigala-serigala sangat jinak padanya. membuat Jaka begitu kagum. Jaka pun, perlahan turun."Mengapa mereka sangat jinak padamu?" Jaka tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya."Karena, mereka peliharaanku.""Padahal kucing atau anjing lebih cocok dijadikan hewan peliharaan," bisik Jaka."Aku lebih suka merawat mereka. Anjing atau pun kucing tidak bisa menjagaku dari bahaya. Kemana arah tujuanmu?""Aku tidak punya tujuan, aku hanya sedang mencar
Pedang diarahkan pada leher seorang pria. Sang puteri mengintip dari jendela. Seorang pria memaksa untuk memeriksa tandu. "Dia adalah puteri bangsawan. Anda tidak berhak untuk memeriksa tandu," tutur pengawal pembawa tandu. "Mengapa kita berhenti?" Puteri Dian membuka jendela, melihat siapa yang dengan berani mengganggu perjalanannya. "Maaf puteri Dian, saya diutus oleh seseorang untuk memeriksa setiap kendaraan yang melintas ke arah sini," imbuhnya. Pria itu sedikit membungkuk. Hati Widuri berdegub kencang, takut jika ketahuan. Pikirannya begitu kacau. Bagaimana jika Dian setuju dengan pemeriksaan. "Siapa yang mengutusmu?" Puteri Dian memberikan tatapan sinis pada pria itu. "Tuan Muda Givo, Saudara lelaki anda, Tuan Puteri. Salah satu sahabatnya, kehilangan barang berharga. Untuk mencegah adanya pencurian lagi, pencuri itu harus tertangkap secepatnya." imbuh Bagus. Padahal, wanita pemilik rumah bordil yang mengut
"Apa aku telah jatuh hati padanya? Atau ini karena rasa terkejutku?" batin Widuri. Tuan Muda Ziyo terlalu cepat melajukan kuda milik Givo, membuat kepala Widuri bersandar di dadanya. "Maafkan saya," Widuri menundukkan kepala. "Pegang ini dengan erat!" titah Tuan Muda Ziyo menyuruh Widuri memegang pelana kuda. "Buk Asa, jika Ibu akan pergi ke pesta, pergi saja!" ucap majikannya. Dia begitu gembira, saat bisa pergi ke pesta rakyat, dia berpikir bahwa, mungkin saja ibu dari widuri itu bisa menemukan anak-anaknya. "Meskipun, pesta rakyat digelar dua kali, sepertinya, kita tidak bisa pergi ke sana," obrol para wanita penghibur. Mereka mengeluh pada keadaan. Madam, tidak akan mengizinkan mereka untuk pergi ke pesta. Mereka dituntut harus terus melayani para pelanggan. "Apa mereka memiliki hubungan?" gosip para dayang di kediaman Putri Dian. Mereka cukup tercengang melihat Tuan Muda Ziyo bertelanjang dada ke luar rumah
Tuan Muda Ziyo memungut kertas itu, sebelum ibu Asa mengambilnya. Dan pergi untuk memburu hewan. "Pernikahan? Aku tidak ingin menikah dengan putra mahkota, Buk," tolak Putri Dian pada Nyonya Rona. "Kamu menolak perintahku?" "Ya, aku menolaknya, ini hidupku, bukan hidup ibu," lancang Putri Dian berkata, membuat ibunya sedikit murka. Lekas, ia kembali ke kamarnya. "Dasar, gadis bodoh!" gerutunya. "Putri Dian, Anda tidak diperbolehkan untuk pergi ke pesta," beber Dayang Sinan. Mencegah Putri Dian dan Widuri pergi ke perayaan kelahiran anak dari Putri Qilma. "Kamu berani menghalangi jalanku?" sinis Putri Dian. "Ini perintah dari Nyonya Besar," jelas Dayang Sinan, sambil membungkukkan tubuhnya. Para pengawal menghalangi jalan membentuk formasi. "Jangan biarkan Putri Dian pergi ke luar, bahkan satu langkah pun, dia tidak boleh menginjakkan kakinya ke depan gerbang!" perintah ibu dari Putri Dian,
"Aaaah," jerit para hadirin, sedetik, sesaat Tuan Muda Lotus akan mengubah ular yang tadinya ada menjadi tidak ada. "Ini hanya kesalahan kecil, asistenku akan memperbaikinya. Dimohon, untuk para hadirin, kembali ke tempat duduk semula." Suara Tuan Muda Lotus, seakan tidak terdengar lagi, mereka lebih sibuk untuk berteriak, mereka berhamburan ke luar. "Siapa yang dengan berani memadamkan lampu?" tanya Tuan Lotus pada asisten pribadinya. "Akan saya periksa, Tuan," ucap Liem. Sementara, akuarium pecah, membuat Tuan Lotus terkejut. Jaka terjatuh ke lantai. Tubuhnya berdarah terkena pecahan kaca. Ia pun, memegang seluruh tubuh, kemudian, merangkak dan memegang kaki Tuan Lotus. "Kamu siapa?" tanya Tuan muda Lotus, kemudian Tuan Muda Givo, dan Tuan Muda Ziyo, menghampiri Tuan Lotus. Liem memberikan Tuan Lotus lentera, dan berkata akan segera menemukan penyebabnya. Para Tuan Muda terkejut, melihat Jaka dengan tubuh telanjang. "
Dayang Sinan berusaha berdiri dengan tegap setelah 100 cambukan menyiksa dirinya. Dia berjalan dengan terhuyung. Matanya begitu lelah."Ayah, untuk apa ini semua?" Puteri Qilma menyedarkan pandangannya. Banyak para pekerja yang sedang menghias ruangan."Untuk perayaan kelahiran Suri yang sebelumnya berantakan," ujar Tuan Santo."Tapi, Kak Ziyo belum juga kembali.""Ayolah, Qilma, kakakmu itu tidak terluka, dia pasti baik-baik saja di suatu tempat. Tidak perlu khawatir, Ayah akan mengirim surat padanya." Tuan Santo menunjuk dinding yang belum dihias pada para pekerja. Tuan Muda Ziyo sibuk melawan pria-pria yang menyakitinya."Serahkan hartamu yang kau dapat dari Tuan Aken!" geretak dua pria itu. Rupanya, mereka telah mengincar Tuan Muda Ziyo."Aku tidak mendapatkan apa pun, aku tidak mengambil satu perak pun," ungkap Ziyo, menahan rasa sakit. Mereka mengeledah seluruh tubuh milik Ziyo. Namun, tidak ada apa pun, selain kalung
"Apa? Sayembara? Aku rasa kamu tidak harus melakukan itu," saran dari salah satu kerabat Tuan Aken. "Tapi, aku juga tidak mampu untuk kehilangannya." Detik-detik Puteri Dian bertemu dengan Widuri dan Tuan Muda Ziyo. Puteri Dian melihat itu dan langsung mengatakan pada Tuan Muda Givo untuk mengejar mereka. "Berhenti di sini," lirih Widuri. Tuan Muda Ziyo membantu Widuri untuk turun dari kuda. Dia memegang kedua tangan Widuri. Jelas, itu menimbulkan kecemburuan dihati Puteri Dian begitu melihatnya. "Widuri, kenapa kamu ada di sini? padahal aku telah meminta Dayang sinan untuk menjagamu. Apa keadaanmu sudah membaik?"Bukannya langsung menjawab, Widuri menundukan kepalanya. Dia takut untuk membicarakan yang sebenarnya. Takut, jika Dayang Sinan akan mengelabuinya lagi. "Ada apa Widuri? katakan saja yang sebenarnya," bujuk Puteri Dian. Beberapa kuda putih berdatangan silih berganti ke kediaman Tuan Aken, dan
"Kau harus menyekang perutmu." Tuan Santo menyimpan makanan untuk Nyonya Kay di atas nakas."Bagaimana aku bisa menyantap hidangan, sementara aku tidak tahu keberadaan Ziyo," keluh Nyonya Kay."Apa dalam pikiranmu hanya ada dia? anak kurang ajar itu?" Tuan Santo membanting pintu setelah mengucapkan kata-katanya.Dayang Sinan mengucuri air ke wajah cantik Widuri, untuk membuatnya terjaga dari tidur."Kamu pikir kamu seorang ratu?" sinis dayang Sinan, saat melihat Widuri terbangun dari tidur panjangnya."Puteri Dian memberitahu aku bahwa kamu harus menyusulnya ke hutan." Widuri berlari keluar, setelah mendengar penuturan dari dayang Sinan."Apa menurutmu dia akan baik-baik saja?" Puteri Dian melirik ke arah kakaknya, sambil memilah perhiasan yang ada di toko kelontong milik bibi mereka."Aku yakin, yang Widuri saat ini butuhkan hanyalah istirahat." Givo memasangkan kalung pada leher panjang milik Puteri
Givo sedikit mendorong Grey, berusaha untuk memasuki gudang. Namun, Grey kembali ke tempatnya, Dengan dalih bahwa tidak ada apapun di dalam gudang."Apa telingamu tuli?" Saat mendengar teriakan dari dalam gudang, Givo mendorong kasar Grey sampai terjatuh. Givo membuka pintu gudang. Terlihat Widuri yang tengah kesakitan."Kalian tidak waras." Ziyo langsung mengikuti Givo dari belakang. Ziyo mengambil Jaka dan memasukannya lagi dalam kotak. Meskipun, butuh perjuangan, Ziyo mampu melakukannya. Sedangkan, Della dan Grey kabur."Apa kamu sanggup untuk berdiri?" tanya Givo saat melihat Widuri tergulai lemah di bawah lantai yang kotor. Givo memangku Widuri dengan kedua tangannya, Saat Widuri tak mampu lagi berjalan.Buk Asa yang merindukan kedua anaknya itu, berencana untuk mencarinya. Karena, Buk Asa berpikir bahwa ini adalah pesta untuk rakyat, dia menduga akan menemukan anak-anakya."Widuri sungguh beruntung bukan?" ucap seorang gadis d
"Bukankah tindakanmu itu terlalu kasar Putri Dian?" Widuri bertanya pelan, agar Putri Dian tidak lagi menyimpan amarah."Aku tidak mengerti dia selalu ikut campur dengan urusanku.""Aku yakin itu karena kepeduliannya terhadap Putri Dian.""Peduli? omong kosong."Qilma memasuki ruangan milik Ziyo, tempat dimana Ziyo menyimpan koleksi ular miliknya. ular-ular itu dimasukan dalam sebuah akuarium besar."Indah bukan?" Ziyo memasukan beberapa tikus ke akuarium."Indah? Berapa lagi ular yang akan kakak simpan dalam ruangan ini? Dia yang paling terbaru kan." Qilma menunjuk pada Jaka."Kamu benar dia yang terbaru.""Jangan biarkan mereka keluar dan menggangu acaraku!""Akan kupastikan itu tidak akan terjadi," jawab Ziyo penuh keyakinan. Putri Dian bertanya pada Widuri baju yang cocok untuk ia kenakan ke acara kelahiran anak dari Putri Qilma. Mereka pun, berangkat menggunakan tandu. Banyak orang yang
Pedang diarahkan pada leher seorang pria. Sang puteri mengintip dari jendela. Seorang pria memaksa untuk memeriksa tandu. "Dia adalah puteri bangsawan. Anda tidak berhak untuk memeriksa tandu," tutur pengawal pembawa tandu. "Mengapa kita berhenti?" Puteri Dian membuka jendela, melihat siapa yang dengan berani mengganggu perjalanannya. "Maaf puteri Dian, saya diutus oleh seseorang untuk memeriksa setiap kendaraan yang melintas ke arah sini," imbuhnya. Pria itu sedikit membungkuk. Hati Widuri berdegub kencang, takut jika ketahuan. Pikirannya begitu kacau. Bagaimana jika Dian setuju dengan pemeriksaan. "Siapa yang mengutusmu?" Puteri Dian memberikan tatapan sinis pada pria itu. "Tuan Muda Givo, Saudara lelaki anda, Tuan Puteri. Salah satu sahabatnya, kehilangan barang berharga. Untuk mencegah adanya pencurian lagi, pencuri itu harus tertangkap secepatnya." imbuh Bagus. Padahal, wanita pemilik rumah bordil yang mengut