Pedang diarahkan pada leher seorang pria. Sang puteri mengintip dari jendela. Seorang pria memaksa untuk memeriksa tandu.
"Dia adalah puteri bangsawan. Anda tidak berhak untuk memeriksa tandu," tutur pengawal pembawa tandu.
"Mengapa kita berhenti?" Puteri Dian membuka jendela, melihat siapa yang dengan berani mengganggu perjalanannya.
"Maaf puteri Dian, saya diutus oleh seseorang untuk memeriksa setiap kendaraan yang melintas ke arah sini," imbuhnya. Pria itu sedikit membungkuk. Hati Widuri berdegub kencang, takut jika ketahuan. Pikirannya begitu kacau. Bagaimana jika Dian setuju dengan pemeriksaan.
"Siapa yang mengutusmu?" Puteri Dian memberikan tatapan sinis pada pria itu.
"Tuan Muda Givo, Saudara lelaki anda, Tuan Puteri. Salah satu sahabatnya, kehilangan barang berharga. Untuk mencegah adanya pencurian lagi, pencuri itu harus tertangkap secepatnya." imbuh Bagus. Padahal, wanita pemilik rumah bordil yang mengutusnya untuk mencari Widuri. Widuri menggelengkan kepala, untuk memberi tanda bahwa ia bukanlah seorang pencuri.
"Aku tetap tidak mau, untuk masalah ini, akan saya tanyakan sendiri pada yang bersangkutan"
"Dimana tatakramamu? Apa yang ingin kamu lihat?" Puteri Dian kesal pada pria itu, dia terus melihat ke dalam tandu lalu puteri Dian menyuruh pengawal membawa kembali tandu.
"Sial! hanya tandu itu yang belum kuperiksa." Bagus mengikuti perjalanan Putri Dian dan Widuri.
"Apa kamu mengenalnya?"
"Iya, dia sebenarnya, utusan dari pemilik rumah bordil. Dia sebenarnya mencariku Puteri Dian" ungkap Widuri
"Pemilik rumah bordil?"
"Iya, putri Dian. banyak wanita yang dipaksa bekerja untuk melayani lelaki asing" Widuri menangis.
"Lalu? mengapa tidak melapor ke kerajaan saja?"
"Itu karena kami telah mentanda tangani sebuah surat."
"Surat?" Putri Dian melihat ke arah belakang, Senyum jahat yang ia tunjukan, pertanda dia memiliki ide yang cukup cemerlang agar bagus tidak memgikuti mereka lagi.
"Stttt! Berhentilah menangis, aku memiliki ide yang bagus." Putri Dian menyuruh pengawal memutar arah, untuk kembali melihat kelahiran seorang anak bangsawan lainnya. Padahal, baru saja dia ke sana. Penjaga gerbang putri bangsawan Qilma membiarkan putri Dian memasuki ke kediaman wanita yang baru saja melahirkan itu, sementara, Bagus yang mengikutinya, tidak diizinkan masuk. Karena itu hanya untuk para bangsawan.
"Apa yang membawa kamu kembali lagi?" Qilma yang sedang menggendong bayi itu menghampiri Dian.
"Aku sepertinya menjatuhkan sesuatu." Dian memeriksa kolong tempat tidur Qilma
"Apa aku harus menyuruh Pili membantumu?"
"Tidak usah, aku telah menemukannya." Sepucuk surat sudah ada dalam genggamannya. Grecy menyentuh tandu milik Puteri Dian. Puteri Dian menyapanya.
"Apa kamu sangat menyukainya Grecy?"
"Tentu saja, bisakah aku meminjamnya? hanya sebentar." Gadis berusia sepuluh tahun itu sangat ingin memakai tanda milik putri Dian.
"Aku punya ide yang bagus Gracy. bagaimana jika kita saling meminjam tandu." Bukan dengan tidak sengaja Puteri Dian mencetuskan ide ini. Karena, sudah dari awal Putri Dian tahu bahwa Gracy menyukai tandunya. Dua orang pria yang membutuhkan darah ular sebagai pengobatan, mencarinya sampai ke hutan larangan.
"Kamu sudah menyiapkan perangkapnya?" tanya pria bertubuh gempal.
"Tentu sudah." Mereka menyiapkan perangkap, yaitu beberapa tikus, untuk memancing banyak ular yang akan keluar. Jaka, yang mencium mangsa, langsung mendekati tikus-tikua dan menyantapnya, Jaka pun terperangkap pada jaring.
"Kakak!" teriak lelaki di sebrang sana, berlari menyusul dua pria tadi.
"Mengapa kau harus berteriak seperti itu?"
"Ini adalah hutan larangan, kita harus pergi secepatnya" Dengan nafas yang tersenggal, lelaki itu menjelaskan. Mereka pun segera pergi dari hutan.
"Aku hanya baru menangkap satu ular, kamu yakin itu hutan larangan?"
"Tentu, para warga setempat pun tidak ada yang berani memasuki hutan itu, Kak." Seseorang memegang pisau, memotong-motong daging, lalu merebusnya. Lambaian tangan, menghanyutkan lamunannya.
"Buk, apa Pak Bani ada?"
"Tentu, beliau ada di dalam. Akan saya panggilkan."
"Ada urusan apa kalian kemari?" Pak Bani keluar, bersama seorang pemuda.
"Begini Pak, kami akan menjual ular, awal mulanya, seseorang ingin membelinya dari kami. Namun, dia tidak jadi membelinya pak," tutur dua orang pria.
"Aku tidak menjual daging atau darah ular. Sebaiknya, kalian cari tempat yang mau membelinya," pungkas pak Bani.
"Tunggu sebentar. izinkan aku melihatnya." Pemuda yang bersama pak Bani itu tampak penasaran dengan ular itu. Ibu Jaka yang merindukan kedua anaknya, bergidik ngeri melihat ular itu. Seandainya ia tahu, bahwa itu Jaka, pasti dia akan memeluknya dengan erat.
"Aku akan membelinya" ucap pemuda itu
"Kamu berjualan darah ular sekarang?" bisik pak Bani.
"Tidak, bukan begitu! Dia akan menjadi hewan peliharaan saya pak."
"Orang macam apa yang bisa memelihara ular," gumam ibu Jaka. Pemuda itu pun, membeli Jaka dari dua pria tadi, bahkan, ia membeli kandang untuk Jaka.
"Kalian berhasil menjualnya?" Lelaki yang menunggu di luar rumah pak Bani itu menyodorkan air pada dua pria tadi.
"Tapi bukan untuk dibunuh. Ular itu akan menjadi hewan peliharaan. Ular yang beruntung bukan?"
"Apa pak Bani pecinta ular?"
"Bukan pak Bani. Aku rasa itu anak buahnya."
"Kakak, mengapa kamu tidak pernah memakai baju bangsawan saat keluar? orang-orang akan mengira kamu rakyat biasa." Qilma menuangkan teh dan memberikannya pada Ziyo.
"Apa kedudukan kasta itu sangat penting? Ziyo meminum teh buatan Qilma.
"Pertanyaan macam apa itu? tentu saja penting. Kamu tidak akan diremehkan oleh siapapun, jika kamu terluka, banyak orang yang akan menolongmu."
"Terima kasih adikku tersayang, sudah mengkhawatirkan kakakmu. Tapi, aku bisa menjaga diriku dengan baik." Ziyo pergi meninggalkan Qilma. Sebelum Ziyo memasuki kamarnya, Ziyo memasuki kamar Qilma untuk melihat wajah menggemaskan milik keponakannya.
"Hahaha" Puteri Dian tertawa terbahak-bahak mengingat, bagaimana Bagus yang sangat bingung, ketika tandu yang dia periksa hanya ada seorang anak kecil. Karena kejadian pemaksaan pada pemeriksaan tandu, Gracy menginginkan Bagus untuk dipenjara. Walaupun hanya satu hari.
"Kau melihat wajah jeleknya itu kan?" sambung putri Dian.
"Putri Dian, anda tidak boleh tertawa terbahak-bahak seperti itu. Bagaimana pun kamu adalah seorang Puteri," tutur dayang Sinan.
"Apa tawaku terdengar sampai keluar? aku benci larangan ini."
"Puteri Dian, anda membawa siapa?"
"Dia akan menjadi dayangku yang baru. Kamu bisa berhenti untuk mengurusi hidupku."
"Tapi Putri Dian, untuk menjadi dayang tidak semudah ini." Dayang Sinan tidak ingin ada satu orang pun yang merebut pekerjaannya
"Dia pengecualian, karena dia sahabatku. Kamu jangan mencampuri urusanku!" Puteri Dian membulatkan matanya pada dayang Sinan. Dayang Sinan hanya bisa menekukkan kepalanya, dan memutar bola matanya pada Widuri.
"Puteri Dian, aku pergi saja dari sini, tempat ini tidak cocok untukku, dan juga terima kasih telah menolongku." Widuri membungkuk pada putri Dian. dan berencana untuk pulang ke rumahnya.
"Aku tidak mengizinkan kamu untuk pergi dari ruangan ini." Puteri Dian menyuruh Dayang Sinan untuk pergi dari kamarnya.
"Bukankah tindakanmu itu terlalu kasar Putri Dian?" Widuri bertanya pelan, agar Putri Dian tidak lagi menyimpan amarah."Aku tidak mengerti dia selalu ikut campur dengan urusanku.""Aku yakin itu karena kepeduliannya terhadap Putri Dian.""Peduli? omong kosong."Qilma memasuki ruangan milik Ziyo, tempat dimana Ziyo menyimpan koleksi ular miliknya. ular-ular itu dimasukan dalam sebuah akuarium besar."Indah bukan?" Ziyo memasukan beberapa tikus ke akuarium."Indah? Berapa lagi ular yang akan kakak simpan dalam ruangan ini? Dia yang paling terbaru kan." Qilma menunjuk pada Jaka."Kamu benar dia yang terbaru.""Jangan biarkan mereka keluar dan menggangu acaraku!""Akan kupastikan itu tidak akan terjadi," jawab Ziyo penuh keyakinan. Putri Dian bertanya pada Widuri baju yang cocok untuk ia kenakan ke acara kelahiran anak dari Putri Qilma. Mereka pun, berangkat menggunakan tandu. Banyak orang yang
Givo sedikit mendorong Grey, berusaha untuk memasuki gudang. Namun, Grey kembali ke tempatnya, Dengan dalih bahwa tidak ada apapun di dalam gudang."Apa telingamu tuli?" Saat mendengar teriakan dari dalam gudang, Givo mendorong kasar Grey sampai terjatuh. Givo membuka pintu gudang. Terlihat Widuri yang tengah kesakitan."Kalian tidak waras." Ziyo langsung mengikuti Givo dari belakang. Ziyo mengambil Jaka dan memasukannya lagi dalam kotak. Meskipun, butuh perjuangan, Ziyo mampu melakukannya. Sedangkan, Della dan Grey kabur."Apa kamu sanggup untuk berdiri?" tanya Givo saat melihat Widuri tergulai lemah di bawah lantai yang kotor. Givo memangku Widuri dengan kedua tangannya, Saat Widuri tak mampu lagi berjalan.Buk Asa yang merindukan kedua anaknya itu, berencana untuk mencarinya. Karena, Buk Asa berpikir bahwa ini adalah pesta untuk rakyat, dia menduga akan menemukan anak-anakya."Widuri sungguh beruntung bukan?" ucap seorang gadis d
"Kau harus menyekang perutmu." Tuan Santo menyimpan makanan untuk Nyonya Kay di atas nakas."Bagaimana aku bisa menyantap hidangan, sementara aku tidak tahu keberadaan Ziyo," keluh Nyonya Kay."Apa dalam pikiranmu hanya ada dia? anak kurang ajar itu?" Tuan Santo membanting pintu setelah mengucapkan kata-katanya.Dayang Sinan mengucuri air ke wajah cantik Widuri, untuk membuatnya terjaga dari tidur."Kamu pikir kamu seorang ratu?" sinis dayang Sinan, saat melihat Widuri terbangun dari tidur panjangnya."Puteri Dian memberitahu aku bahwa kamu harus menyusulnya ke hutan." Widuri berlari keluar, setelah mendengar penuturan dari dayang Sinan."Apa menurutmu dia akan baik-baik saja?" Puteri Dian melirik ke arah kakaknya, sambil memilah perhiasan yang ada di toko kelontong milik bibi mereka."Aku yakin, yang Widuri saat ini butuhkan hanyalah istirahat." Givo memasangkan kalung pada leher panjang milik Puteri
"Apa? Sayembara? Aku rasa kamu tidak harus melakukan itu," saran dari salah satu kerabat Tuan Aken. "Tapi, aku juga tidak mampu untuk kehilangannya." Detik-detik Puteri Dian bertemu dengan Widuri dan Tuan Muda Ziyo. Puteri Dian melihat itu dan langsung mengatakan pada Tuan Muda Givo untuk mengejar mereka. "Berhenti di sini," lirih Widuri. Tuan Muda Ziyo membantu Widuri untuk turun dari kuda. Dia memegang kedua tangan Widuri. Jelas, itu menimbulkan kecemburuan dihati Puteri Dian begitu melihatnya. "Widuri, kenapa kamu ada di sini? padahal aku telah meminta Dayang sinan untuk menjagamu. Apa keadaanmu sudah membaik?"Bukannya langsung menjawab, Widuri menundukan kepalanya. Dia takut untuk membicarakan yang sebenarnya. Takut, jika Dayang Sinan akan mengelabuinya lagi. "Ada apa Widuri? katakan saja yang sebenarnya," bujuk Puteri Dian. Beberapa kuda putih berdatangan silih berganti ke kediaman Tuan Aken, dan
Dayang Sinan berusaha berdiri dengan tegap setelah 100 cambukan menyiksa dirinya. Dia berjalan dengan terhuyung. Matanya begitu lelah."Ayah, untuk apa ini semua?" Puteri Qilma menyedarkan pandangannya. Banyak para pekerja yang sedang menghias ruangan."Untuk perayaan kelahiran Suri yang sebelumnya berantakan," ujar Tuan Santo."Tapi, Kak Ziyo belum juga kembali.""Ayolah, Qilma, kakakmu itu tidak terluka, dia pasti baik-baik saja di suatu tempat. Tidak perlu khawatir, Ayah akan mengirim surat padanya." Tuan Santo menunjuk dinding yang belum dihias pada para pekerja. Tuan Muda Ziyo sibuk melawan pria-pria yang menyakitinya."Serahkan hartamu yang kau dapat dari Tuan Aken!" geretak dua pria itu. Rupanya, mereka telah mengincar Tuan Muda Ziyo."Aku tidak mendapatkan apa pun, aku tidak mengambil satu perak pun," ungkap Ziyo, menahan rasa sakit. Mereka mengeledah seluruh tubuh milik Ziyo. Namun, tidak ada apa pun, selain kalung
"Aaaah," jerit para hadirin, sedetik, sesaat Tuan Muda Lotus akan mengubah ular yang tadinya ada menjadi tidak ada. "Ini hanya kesalahan kecil, asistenku akan memperbaikinya. Dimohon, untuk para hadirin, kembali ke tempat duduk semula." Suara Tuan Muda Lotus, seakan tidak terdengar lagi, mereka lebih sibuk untuk berteriak, mereka berhamburan ke luar. "Siapa yang dengan berani memadamkan lampu?" tanya Tuan Lotus pada asisten pribadinya. "Akan saya periksa, Tuan," ucap Liem. Sementara, akuarium pecah, membuat Tuan Lotus terkejut. Jaka terjatuh ke lantai. Tubuhnya berdarah terkena pecahan kaca. Ia pun, memegang seluruh tubuh, kemudian, merangkak dan memegang kaki Tuan Lotus. "Kamu siapa?" tanya Tuan muda Lotus, kemudian Tuan Muda Givo, dan Tuan Muda Ziyo, menghampiri Tuan Lotus. Liem memberikan Tuan Lotus lentera, dan berkata akan segera menemukan penyebabnya. Para Tuan Muda terkejut, melihat Jaka dengan tubuh telanjang. "
Tuan Muda Ziyo memungut kertas itu, sebelum ibu Asa mengambilnya. Dan pergi untuk memburu hewan. "Pernikahan? Aku tidak ingin menikah dengan putra mahkota, Buk," tolak Putri Dian pada Nyonya Rona. "Kamu menolak perintahku?" "Ya, aku menolaknya, ini hidupku, bukan hidup ibu," lancang Putri Dian berkata, membuat ibunya sedikit murka. Lekas, ia kembali ke kamarnya. "Dasar, gadis bodoh!" gerutunya. "Putri Dian, Anda tidak diperbolehkan untuk pergi ke pesta," beber Dayang Sinan. Mencegah Putri Dian dan Widuri pergi ke perayaan kelahiran anak dari Putri Qilma. "Kamu berani menghalangi jalanku?" sinis Putri Dian. "Ini perintah dari Nyonya Besar," jelas Dayang Sinan, sambil membungkukkan tubuhnya. Para pengawal menghalangi jalan membentuk formasi. "Jangan biarkan Putri Dian pergi ke luar, bahkan satu langkah pun, dia tidak boleh menginjakkan kakinya ke depan gerbang!" perintah ibu dari Putri Dian,
"Apa aku telah jatuh hati padanya? Atau ini karena rasa terkejutku?" batin Widuri. Tuan Muda Ziyo terlalu cepat melajukan kuda milik Givo, membuat kepala Widuri bersandar di dadanya. "Maafkan saya," Widuri menundukkan kepala. "Pegang ini dengan erat!" titah Tuan Muda Ziyo menyuruh Widuri memegang pelana kuda. "Buk Asa, jika Ibu akan pergi ke pesta, pergi saja!" ucap majikannya. Dia begitu gembira, saat bisa pergi ke pesta rakyat, dia berpikir bahwa, mungkin saja ibu dari widuri itu bisa menemukan anak-anaknya. "Meskipun, pesta rakyat digelar dua kali, sepertinya, kita tidak bisa pergi ke sana," obrol para wanita penghibur. Mereka mengeluh pada keadaan. Madam, tidak akan mengizinkan mereka untuk pergi ke pesta. Mereka dituntut harus terus melayani para pelanggan. "Apa mereka memiliki hubungan?" gosip para dayang di kediaman Putri Dian. Mereka cukup tercengang melihat Tuan Muda Ziyo bertelanjang dada ke luar rumah
"Apa aku telah jatuh hati padanya? Atau ini karena rasa terkejutku?" batin Widuri. Tuan Muda Ziyo terlalu cepat melajukan kuda milik Givo, membuat kepala Widuri bersandar di dadanya. "Maafkan saya," Widuri menundukkan kepala. "Pegang ini dengan erat!" titah Tuan Muda Ziyo menyuruh Widuri memegang pelana kuda. "Buk Asa, jika Ibu akan pergi ke pesta, pergi saja!" ucap majikannya. Dia begitu gembira, saat bisa pergi ke pesta rakyat, dia berpikir bahwa, mungkin saja ibu dari widuri itu bisa menemukan anak-anaknya. "Meskipun, pesta rakyat digelar dua kali, sepertinya, kita tidak bisa pergi ke sana," obrol para wanita penghibur. Mereka mengeluh pada keadaan. Madam, tidak akan mengizinkan mereka untuk pergi ke pesta. Mereka dituntut harus terus melayani para pelanggan. "Apa mereka memiliki hubungan?" gosip para dayang di kediaman Putri Dian. Mereka cukup tercengang melihat Tuan Muda Ziyo bertelanjang dada ke luar rumah
Tuan Muda Ziyo memungut kertas itu, sebelum ibu Asa mengambilnya. Dan pergi untuk memburu hewan. "Pernikahan? Aku tidak ingin menikah dengan putra mahkota, Buk," tolak Putri Dian pada Nyonya Rona. "Kamu menolak perintahku?" "Ya, aku menolaknya, ini hidupku, bukan hidup ibu," lancang Putri Dian berkata, membuat ibunya sedikit murka. Lekas, ia kembali ke kamarnya. "Dasar, gadis bodoh!" gerutunya. "Putri Dian, Anda tidak diperbolehkan untuk pergi ke pesta," beber Dayang Sinan. Mencegah Putri Dian dan Widuri pergi ke perayaan kelahiran anak dari Putri Qilma. "Kamu berani menghalangi jalanku?" sinis Putri Dian. "Ini perintah dari Nyonya Besar," jelas Dayang Sinan, sambil membungkukkan tubuhnya. Para pengawal menghalangi jalan membentuk formasi. "Jangan biarkan Putri Dian pergi ke luar, bahkan satu langkah pun, dia tidak boleh menginjakkan kakinya ke depan gerbang!" perintah ibu dari Putri Dian,
"Aaaah," jerit para hadirin, sedetik, sesaat Tuan Muda Lotus akan mengubah ular yang tadinya ada menjadi tidak ada. "Ini hanya kesalahan kecil, asistenku akan memperbaikinya. Dimohon, untuk para hadirin, kembali ke tempat duduk semula." Suara Tuan Muda Lotus, seakan tidak terdengar lagi, mereka lebih sibuk untuk berteriak, mereka berhamburan ke luar. "Siapa yang dengan berani memadamkan lampu?" tanya Tuan Lotus pada asisten pribadinya. "Akan saya periksa, Tuan," ucap Liem. Sementara, akuarium pecah, membuat Tuan Lotus terkejut. Jaka terjatuh ke lantai. Tubuhnya berdarah terkena pecahan kaca. Ia pun, memegang seluruh tubuh, kemudian, merangkak dan memegang kaki Tuan Lotus. "Kamu siapa?" tanya Tuan muda Lotus, kemudian Tuan Muda Givo, dan Tuan Muda Ziyo, menghampiri Tuan Lotus. Liem memberikan Tuan Lotus lentera, dan berkata akan segera menemukan penyebabnya. Para Tuan Muda terkejut, melihat Jaka dengan tubuh telanjang. "
Dayang Sinan berusaha berdiri dengan tegap setelah 100 cambukan menyiksa dirinya. Dia berjalan dengan terhuyung. Matanya begitu lelah."Ayah, untuk apa ini semua?" Puteri Qilma menyedarkan pandangannya. Banyak para pekerja yang sedang menghias ruangan."Untuk perayaan kelahiran Suri yang sebelumnya berantakan," ujar Tuan Santo."Tapi, Kak Ziyo belum juga kembali.""Ayolah, Qilma, kakakmu itu tidak terluka, dia pasti baik-baik saja di suatu tempat. Tidak perlu khawatir, Ayah akan mengirim surat padanya." Tuan Santo menunjuk dinding yang belum dihias pada para pekerja. Tuan Muda Ziyo sibuk melawan pria-pria yang menyakitinya."Serahkan hartamu yang kau dapat dari Tuan Aken!" geretak dua pria itu. Rupanya, mereka telah mengincar Tuan Muda Ziyo."Aku tidak mendapatkan apa pun, aku tidak mengambil satu perak pun," ungkap Ziyo, menahan rasa sakit. Mereka mengeledah seluruh tubuh milik Ziyo. Namun, tidak ada apa pun, selain kalung
"Apa? Sayembara? Aku rasa kamu tidak harus melakukan itu," saran dari salah satu kerabat Tuan Aken. "Tapi, aku juga tidak mampu untuk kehilangannya." Detik-detik Puteri Dian bertemu dengan Widuri dan Tuan Muda Ziyo. Puteri Dian melihat itu dan langsung mengatakan pada Tuan Muda Givo untuk mengejar mereka. "Berhenti di sini," lirih Widuri. Tuan Muda Ziyo membantu Widuri untuk turun dari kuda. Dia memegang kedua tangan Widuri. Jelas, itu menimbulkan kecemburuan dihati Puteri Dian begitu melihatnya. "Widuri, kenapa kamu ada di sini? padahal aku telah meminta Dayang sinan untuk menjagamu. Apa keadaanmu sudah membaik?"Bukannya langsung menjawab, Widuri menundukan kepalanya. Dia takut untuk membicarakan yang sebenarnya. Takut, jika Dayang Sinan akan mengelabuinya lagi. "Ada apa Widuri? katakan saja yang sebenarnya," bujuk Puteri Dian. Beberapa kuda putih berdatangan silih berganti ke kediaman Tuan Aken, dan
"Kau harus menyekang perutmu." Tuan Santo menyimpan makanan untuk Nyonya Kay di atas nakas."Bagaimana aku bisa menyantap hidangan, sementara aku tidak tahu keberadaan Ziyo," keluh Nyonya Kay."Apa dalam pikiranmu hanya ada dia? anak kurang ajar itu?" Tuan Santo membanting pintu setelah mengucapkan kata-katanya.Dayang Sinan mengucuri air ke wajah cantik Widuri, untuk membuatnya terjaga dari tidur."Kamu pikir kamu seorang ratu?" sinis dayang Sinan, saat melihat Widuri terbangun dari tidur panjangnya."Puteri Dian memberitahu aku bahwa kamu harus menyusulnya ke hutan." Widuri berlari keluar, setelah mendengar penuturan dari dayang Sinan."Apa menurutmu dia akan baik-baik saja?" Puteri Dian melirik ke arah kakaknya, sambil memilah perhiasan yang ada di toko kelontong milik bibi mereka."Aku yakin, yang Widuri saat ini butuhkan hanyalah istirahat." Givo memasangkan kalung pada leher panjang milik Puteri
Givo sedikit mendorong Grey, berusaha untuk memasuki gudang. Namun, Grey kembali ke tempatnya, Dengan dalih bahwa tidak ada apapun di dalam gudang."Apa telingamu tuli?" Saat mendengar teriakan dari dalam gudang, Givo mendorong kasar Grey sampai terjatuh. Givo membuka pintu gudang. Terlihat Widuri yang tengah kesakitan."Kalian tidak waras." Ziyo langsung mengikuti Givo dari belakang. Ziyo mengambil Jaka dan memasukannya lagi dalam kotak. Meskipun, butuh perjuangan, Ziyo mampu melakukannya. Sedangkan, Della dan Grey kabur."Apa kamu sanggup untuk berdiri?" tanya Givo saat melihat Widuri tergulai lemah di bawah lantai yang kotor. Givo memangku Widuri dengan kedua tangannya, Saat Widuri tak mampu lagi berjalan.Buk Asa yang merindukan kedua anaknya itu, berencana untuk mencarinya. Karena, Buk Asa berpikir bahwa ini adalah pesta untuk rakyat, dia menduga akan menemukan anak-anakya."Widuri sungguh beruntung bukan?" ucap seorang gadis d
"Bukankah tindakanmu itu terlalu kasar Putri Dian?" Widuri bertanya pelan, agar Putri Dian tidak lagi menyimpan amarah."Aku tidak mengerti dia selalu ikut campur dengan urusanku.""Aku yakin itu karena kepeduliannya terhadap Putri Dian.""Peduli? omong kosong."Qilma memasuki ruangan milik Ziyo, tempat dimana Ziyo menyimpan koleksi ular miliknya. ular-ular itu dimasukan dalam sebuah akuarium besar."Indah bukan?" Ziyo memasukan beberapa tikus ke akuarium."Indah? Berapa lagi ular yang akan kakak simpan dalam ruangan ini? Dia yang paling terbaru kan." Qilma menunjuk pada Jaka."Kamu benar dia yang terbaru.""Jangan biarkan mereka keluar dan menggangu acaraku!""Akan kupastikan itu tidak akan terjadi," jawab Ziyo penuh keyakinan. Putri Dian bertanya pada Widuri baju yang cocok untuk ia kenakan ke acara kelahiran anak dari Putri Qilma. Mereka pun, berangkat menggunakan tandu. Banyak orang yang
Pedang diarahkan pada leher seorang pria. Sang puteri mengintip dari jendela. Seorang pria memaksa untuk memeriksa tandu. "Dia adalah puteri bangsawan. Anda tidak berhak untuk memeriksa tandu," tutur pengawal pembawa tandu. "Mengapa kita berhenti?" Puteri Dian membuka jendela, melihat siapa yang dengan berani mengganggu perjalanannya. "Maaf puteri Dian, saya diutus oleh seseorang untuk memeriksa setiap kendaraan yang melintas ke arah sini," imbuhnya. Pria itu sedikit membungkuk. Hati Widuri berdegub kencang, takut jika ketahuan. Pikirannya begitu kacau. Bagaimana jika Dian setuju dengan pemeriksaan. "Siapa yang mengutusmu?" Puteri Dian memberikan tatapan sinis pada pria itu. "Tuan Muda Givo, Saudara lelaki anda, Tuan Puteri. Salah satu sahabatnya, kehilangan barang berharga. Untuk mencegah adanya pencurian lagi, pencuri itu harus tertangkap secepatnya." imbuh Bagus. Padahal, wanita pemilik rumah bordil yang mengut