Sekawanan serigala mengejarnya. Namun, Jaka tidak kehilangan akal dia memanjat pohon yang sangat tinggi. Namun, serigala tetap mengejarnya sampai ke atas pohon.
"Turunlah!" titah seorang gadis berjubah hitam. Serigala pun, menuruti perintahnya.
"Sekarang kamu bisa turun, kemarilah! Mereka tidak akan memakanmu!" sambungnya pada Jaka. Namun, Jaka yang masih takut itu enggan untuk turun.
"Lihatlah! Dia sangat jinak padaku." Gadis itu mengelus sekawan serigala. Serigala-serigala sangat jinak padanya. membuat Jaka begitu kagum. Jaka pun, perlahan turun.
"Mengapa mereka sangat jinak padamu?" Jaka tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya.
"Karena, mereka peliharaanku."
"Padahal kucing atau anjing lebih cocok dijadikan hewan peliharaan," bisik Jaka.
"Aku lebih suka merawat mereka. Anjing atau pun kucing tidak bisa menjagaku dari bahaya. Kemana arah tujuanmu?"
"Aku tidak punya tujuan, aku hanya sedang mencari adikku yang hilang." Cerita Jaka mengingatkan gadis itu pada bambi, rusa kesayangannya yang juga telah hilang.
"Sampai ke hutan? Apakah mungkin?" Gadis bermata biru itu bertanya lebih lanjut.
"Aku hanya putus asa. Jadi, mencarinya ke sini. Jika boleh kutahu, siapakah namamu gadis cantik?" Jaka mengulurkan tangannya. Serigala mendekati Jaka. mengaum menakutinya.
"Ano, tidak apa, dia bukanlah orang yang jahat. Namaku Naona." Naona membalas uluran tangan Jaka. Sekarang mereka tampak akrab. Dan sudah mengetahui nama satu sama lain. Kuda terbang mendarat tepat dihadapan mereka merdua. Begitu mengejutkan Jaka sampai dirinya terjatuh.
"Apakah ini mimpi?" Jaka mencoba berdiri tegak. Dia hampir kehilangan kesadarannya.
"Sudah kubilang, jangan berteman dengan manusia! Mereka berbahaya." Sosok wanita berpakaian serba hitam itu berjalan ke arah Jaka.
"Jangan sentuh dia Ibu! Naona mohon." Gadis itu berlutut dihadapan ibunya hanya demi pemuda yang baru saja dia temui.
"Kamu bersikap seperti ini hanya karena dia? pemuda ini? yang baru saja kamu temui?" Sang ibu menatapnya dengan amarah.
"Itu karena dia tidak ada kesalahan apapun. dia juga tidak menyakitiku."
"Naiklah ke pundak migi!" titahnya pada puteri kesayangannya itu. Naona pun menaiki punggung Migi, kuda terbang mungil. Wanita itu mengayunkan tongkatnya, untuk menerbangkan Naona ke kediaman mereka, tidak peduli saat Naona memanggilnya. Ibu Jaka, pergi ke rumah saudagar kaya untuk bekerja di sana. Juga, untuk mencari kedua anaknya.
"Mengapa kamu mendekati anakku?" wanita itu menatap Jaka sambil mengarahkan tongkatnya pada Wajah Jaka.
"Saya tidak punya maksud apa-apa." Jaka mundur perlahan. Namun, sejauh apapun langkahnya, Jaka tidak bisa menghindarinya. Dalam mantra yang dia gunakan, berubahlah Jaka menjadi seekor ular berbisa.
"Kamu tidak akan pernah bisa kembali ke wujud manusiamu, sampai kamu bisa mencari cinta sejatimu. Jika, diusiamu yang ke 100 tahun kamu belum mendapatkannya, kamu akan mati." Penyihir itu memberikan makananan untuk Jaka yang langsung disantapnya.
"Satu lagi hadiah untukmu. Kamu akan kembali ke wujud manusia, hanya pada saat bulan purnama."
Jaka kini telah menjadi ular jadi-jadian. Jiwanya manusia. Namun, wujudnya, pemikirannya, adalah ular berbisa. Tidak mungkin baginya untuk kembali ke rumah. Jaka pun, tetap berada di dalam hutan.
"Widuri!" Ani mengetuk toilet. Namun, tidak ada jawaban. Ani meminta penjaga yang ada di rumah bordil untuk mendorong pintu. Widuri sudah tidak ada di sana, dia keluar melalui jendela.
"Kenapa kamu harus membuatku bekerja lebih keras?" gerutu wanita tua
"Bagus! cari Widuri sampai dia kembali lagi ke sini!" Lengkingan suaranya membangunkan para gadis-gadis yang masih tertidur pulas.
"Baiklah madam" Bagus menaiki kuda untuk mencari Widuri. Widuri memang pergi berjalan kaki. Sehingga Bagus dapat dengan mudah melacak keberadaannya.
Sebelum Widuri melarikan diri
Widuri pergi ke toilet dan mengunci pintu. Ia, melompat ke luar jendela. Di tengah perjalanan, dia merasa kelelahan. Sampai akhirnya dia tergeletak di jalan.
"Berhenti!" titah seorang gadis yang memakai baju bangsawan. Dia keluar dari tandu.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Dian
"Aku hampir sekarat! tolonglah aku" Widuri memegang kaki puteri bangsawan.
"Pegawal, bawa dia ke tandu!" Puteri Dian membukakan pintu tandu. Dan mereka pun melakukan perjalanan.
"Mengapa kau duduk di bawah seperti itu?"
"Aku dikejar oleh orang jahat. Jadi, aku harus bersembunyi," jelas Widuri.
"Aku akan menutup jendela. Kamu bisa duduk dengan santai" Widuri menghela napas lega saat puteri bangsawan menutup jendela. Naona menatap serius pada ibunya. Dia merasa kesal karena Jaka.
"Kali ini Ibu mengutuk manusia menjadi apa?" Naona yang sedang bersandar pada pohon tinggi itu langsung menghampiri ibunya.
"Sudah kuperingati kamu untuk tidak bertemu manusia. Itu adalah hukuman karena kamu menemuinya. Sengaja atau pun tidak."
"Aku hanya menolongnya dari serangan serigala." Naona beralasan. Namun, ibunya tidak bisa menerima alasan itu.
"Kamu membela manusia tak punya hati seperti itu?"
"Ibu dia bukan manusia yang tidak memiliki hati. Dia mempunyai nama Buk. Namanya Jaka," ucap Naona
"Kamu bahkan mengetahui namanya? ketika kamu bilang hanya menolongnya? berhentilah untuk mengasihani manusia! Siapapun itu!"
"Aku rasa Ibu yang tidak punya hati. Ibu terlalu jahat." Naona menghilang dengan kekuatannya.
"Kamu tidak ingat kejadian dahulu? kejadian yang membuat ayahmu meninggal? itu semua karena ulah manusia." Penyihir itu bahkan meneteskan air mata.
sembilan tahun yang lalu
Rumah hitam, menyeramkan milik Nandios begitu sangat berantakan. Rupanya, Naona membawa teman kecil. Ibu dan ayahnya yang sedang berjaga-jaga, jika ada manusia yang akan memasuki hutan, mereka akan mengalihkan pandangnya. Mereka akan membuat para manusia yang memasuki hutan menjadi kembali ke awal mula mereka berada.
"Mengapa kamu menyakitiku?" Naona menjerit.
"Karena kamu anak penyihir." anak itu berlari kencang. Sementara, kedua orang tua Naona berlari untuk melihat kondisi puteri mereka.
"Naona!" Nandios menangis ketika melihat mata Naona yang berdarah, hatinya diliputi kecemasan.
"Naona, apa yang terjadi?" sang ayah melihat cairan berbahaya yang digunakan seseorang untuk menyiram matanya.
"Siapa yang melakukan ini pada anakku?" Melihat Naona menangis, Nandios mengamuk. Riudan berusaha untuk menenangkannya dan meminta Nandios untuk tidak balas dendam.
"Aku tidak tahu namanya, Buk," celoteh anak polos itu, setelah matanya sembuh. Nandios begitu panik, saat manusia berbondong-bondong memasuki hutan. Ketukan pintu begitu kencang terdengar. Riudan menyuruh Nandios dan Naona pergi dari kediaman mereka.
"Aku tidak mungkin bisa pergi tanpamu Riudan. Jangan lakukan ini!" Nandios menyentuh lengan Riudan. Pintu kediaman mereka sedikit terbuka, para manusia sudah tidak sabar untuk membunuh penyihir.
"Pergilah demi aku dan Naona!" Riudan melepas lengan Nandios. Nandios dan Naona pun pergi, meskipun sangat berat bagi Nandios.
"Apa yang membawa kalian kemari?" Riudan menemui para warga.
"Kami tidak ingin ada penyihir di sini. Kamu dan keluargamu pantas untuk mati." Warga berebut untuk dapat memasuki rumah Nandios dan Riudan.
"Temukan anak dan isterinya!" ucap salah seorang warga.
"Apa kalian memiliki bukti?" Riudan membulat mata.
Para warga menyeret Riudan, dan mengikatnya pada sebuah pohon. Di sanalah, mereka membunuh Riudan.
Pedang diarahkan pada leher seorang pria. Sang puteri mengintip dari jendela. Seorang pria memaksa untuk memeriksa tandu. "Dia adalah puteri bangsawan. Anda tidak berhak untuk memeriksa tandu," tutur pengawal pembawa tandu. "Mengapa kita berhenti?" Puteri Dian membuka jendela, melihat siapa yang dengan berani mengganggu perjalanannya. "Maaf puteri Dian, saya diutus oleh seseorang untuk memeriksa setiap kendaraan yang melintas ke arah sini," imbuhnya. Pria itu sedikit membungkuk. Hati Widuri berdegub kencang, takut jika ketahuan. Pikirannya begitu kacau. Bagaimana jika Dian setuju dengan pemeriksaan. "Siapa yang mengutusmu?" Puteri Dian memberikan tatapan sinis pada pria itu. "Tuan Muda Givo, Saudara lelaki anda, Tuan Puteri. Salah satu sahabatnya, kehilangan barang berharga. Untuk mencegah adanya pencurian lagi, pencuri itu harus tertangkap secepatnya." imbuh Bagus. Padahal, wanita pemilik rumah bordil yang mengut
"Bukankah tindakanmu itu terlalu kasar Putri Dian?" Widuri bertanya pelan, agar Putri Dian tidak lagi menyimpan amarah."Aku tidak mengerti dia selalu ikut campur dengan urusanku.""Aku yakin itu karena kepeduliannya terhadap Putri Dian.""Peduli? omong kosong."Qilma memasuki ruangan milik Ziyo, tempat dimana Ziyo menyimpan koleksi ular miliknya. ular-ular itu dimasukan dalam sebuah akuarium besar."Indah bukan?" Ziyo memasukan beberapa tikus ke akuarium."Indah? Berapa lagi ular yang akan kakak simpan dalam ruangan ini? Dia yang paling terbaru kan." Qilma menunjuk pada Jaka."Kamu benar dia yang terbaru.""Jangan biarkan mereka keluar dan menggangu acaraku!""Akan kupastikan itu tidak akan terjadi," jawab Ziyo penuh keyakinan. Putri Dian bertanya pada Widuri baju yang cocok untuk ia kenakan ke acara kelahiran anak dari Putri Qilma. Mereka pun, berangkat menggunakan tandu. Banyak orang yang
Givo sedikit mendorong Grey, berusaha untuk memasuki gudang. Namun, Grey kembali ke tempatnya, Dengan dalih bahwa tidak ada apapun di dalam gudang."Apa telingamu tuli?" Saat mendengar teriakan dari dalam gudang, Givo mendorong kasar Grey sampai terjatuh. Givo membuka pintu gudang. Terlihat Widuri yang tengah kesakitan."Kalian tidak waras." Ziyo langsung mengikuti Givo dari belakang. Ziyo mengambil Jaka dan memasukannya lagi dalam kotak. Meskipun, butuh perjuangan, Ziyo mampu melakukannya. Sedangkan, Della dan Grey kabur."Apa kamu sanggup untuk berdiri?" tanya Givo saat melihat Widuri tergulai lemah di bawah lantai yang kotor. Givo memangku Widuri dengan kedua tangannya, Saat Widuri tak mampu lagi berjalan.Buk Asa yang merindukan kedua anaknya itu, berencana untuk mencarinya. Karena, Buk Asa berpikir bahwa ini adalah pesta untuk rakyat, dia menduga akan menemukan anak-anakya."Widuri sungguh beruntung bukan?" ucap seorang gadis d
"Kau harus menyekang perutmu." Tuan Santo menyimpan makanan untuk Nyonya Kay di atas nakas."Bagaimana aku bisa menyantap hidangan, sementara aku tidak tahu keberadaan Ziyo," keluh Nyonya Kay."Apa dalam pikiranmu hanya ada dia? anak kurang ajar itu?" Tuan Santo membanting pintu setelah mengucapkan kata-katanya.Dayang Sinan mengucuri air ke wajah cantik Widuri, untuk membuatnya terjaga dari tidur."Kamu pikir kamu seorang ratu?" sinis dayang Sinan, saat melihat Widuri terbangun dari tidur panjangnya."Puteri Dian memberitahu aku bahwa kamu harus menyusulnya ke hutan." Widuri berlari keluar, setelah mendengar penuturan dari dayang Sinan."Apa menurutmu dia akan baik-baik saja?" Puteri Dian melirik ke arah kakaknya, sambil memilah perhiasan yang ada di toko kelontong milik bibi mereka."Aku yakin, yang Widuri saat ini butuhkan hanyalah istirahat." Givo memasangkan kalung pada leher panjang milik Puteri
"Apa? Sayembara? Aku rasa kamu tidak harus melakukan itu," saran dari salah satu kerabat Tuan Aken. "Tapi, aku juga tidak mampu untuk kehilangannya." Detik-detik Puteri Dian bertemu dengan Widuri dan Tuan Muda Ziyo. Puteri Dian melihat itu dan langsung mengatakan pada Tuan Muda Givo untuk mengejar mereka. "Berhenti di sini," lirih Widuri. Tuan Muda Ziyo membantu Widuri untuk turun dari kuda. Dia memegang kedua tangan Widuri. Jelas, itu menimbulkan kecemburuan dihati Puteri Dian begitu melihatnya. "Widuri, kenapa kamu ada di sini? padahal aku telah meminta Dayang sinan untuk menjagamu. Apa keadaanmu sudah membaik?"Bukannya langsung menjawab, Widuri menundukan kepalanya. Dia takut untuk membicarakan yang sebenarnya. Takut, jika Dayang Sinan akan mengelabuinya lagi. "Ada apa Widuri? katakan saja yang sebenarnya," bujuk Puteri Dian. Beberapa kuda putih berdatangan silih berganti ke kediaman Tuan Aken, dan
Dayang Sinan berusaha berdiri dengan tegap setelah 100 cambukan menyiksa dirinya. Dia berjalan dengan terhuyung. Matanya begitu lelah."Ayah, untuk apa ini semua?" Puteri Qilma menyedarkan pandangannya. Banyak para pekerja yang sedang menghias ruangan."Untuk perayaan kelahiran Suri yang sebelumnya berantakan," ujar Tuan Santo."Tapi, Kak Ziyo belum juga kembali.""Ayolah, Qilma, kakakmu itu tidak terluka, dia pasti baik-baik saja di suatu tempat. Tidak perlu khawatir, Ayah akan mengirim surat padanya." Tuan Santo menunjuk dinding yang belum dihias pada para pekerja. Tuan Muda Ziyo sibuk melawan pria-pria yang menyakitinya."Serahkan hartamu yang kau dapat dari Tuan Aken!" geretak dua pria itu. Rupanya, mereka telah mengincar Tuan Muda Ziyo."Aku tidak mendapatkan apa pun, aku tidak mengambil satu perak pun," ungkap Ziyo, menahan rasa sakit. Mereka mengeledah seluruh tubuh milik Ziyo. Namun, tidak ada apa pun, selain kalung
"Aaaah," jerit para hadirin, sedetik, sesaat Tuan Muda Lotus akan mengubah ular yang tadinya ada menjadi tidak ada. "Ini hanya kesalahan kecil, asistenku akan memperbaikinya. Dimohon, untuk para hadirin, kembali ke tempat duduk semula." Suara Tuan Muda Lotus, seakan tidak terdengar lagi, mereka lebih sibuk untuk berteriak, mereka berhamburan ke luar. "Siapa yang dengan berani memadamkan lampu?" tanya Tuan Lotus pada asisten pribadinya. "Akan saya periksa, Tuan," ucap Liem. Sementara, akuarium pecah, membuat Tuan Lotus terkejut. Jaka terjatuh ke lantai. Tubuhnya berdarah terkena pecahan kaca. Ia pun, memegang seluruh tubuh, kemudian, merangkak dan memegang kaki Tuan Lotus. "Kamu siapa?" tanya Tuan muda Lotus, kemudian Tuan Muda Givo, dan Tuan Muda Ziyo, menghampiri Tuan Lotus. Liem memberikan Tuan Lotus lentera, dan berkata akan segera menemukan penyebabnya. Para Tuan Muda terkejut, melihat Jaka dengan tubuh telanjang. "
Tuan Muda Ziyo memungut kertas itu, sebelum ibu Asa mengambilnya. Dan pergi untuk memburu hewan. "Pernikahan? Aku tidak ingin menikah dengan putra mahkota, Buk," tolak Putri Dian pada Nyonya Rona. "Kamu menolak perintahku?" "Ya, aku menolaknya, ini hidupku, bukan hidup ibu," lancang Putri Dian berkata, membuat ibunya sedikit murka. Lekas, ia kembali ke kamarnya. "Dasar, gadis bodoh!" gerutunya. "Putri Dian, Anda tidak diperbolehkan untuk pergi ke pesta," beber Dayang Sinan. Mencegah Putri Dian dan Widuri pergi ke perayaan kelahiran anak dari Putri Qilma. "Kamu berani menghalangi jalanku?" sinis Putri Dian. "Ini perintah dari Nyonya Besar," jelas Dayang Sinan, sambil membungkukkan tubuhnya. Para pengawal menghalangi jalan membentuk formasi. "Jangan biarkan Putri Dian pergi ke luar, bahkan satu langkah pun, dia tidak boleh menginjakkan kakinya ke depan gerbang!" perintah ibu dari Putri Dian,
"Apa aku telah jatuh hati padanya? Atau ini karena rasa terkejutku?" batin Widuri. Tuan Muda Ziyo terlalu cepat melajukan kuda milik Givo, membuat kepala Widuri bersandar di dadanya. "Maafkan saya," Widuri menundukkan kepala. "Pegang ini dengan erat!" titah Tuan Muda Ziyo menyuruh Widuri memegang pelana kuda. "Buk Asa, jika Ibu akan pergi ke pesta, pergi saja!" ucap majikannya. Dia begitu gembira, saat bisa pergi ke pesta rakyat, dia berpikir bahwa, mungkin saja ibu dari widuri itu bisa menemukan anak-anaknya. "Meskipun, pesta rakyat digelar dua kali, sepertinya, kita tidak bisa pergi ke sana," obrol para wanita penghibur. Mereka mengeluh pada keadaan. Madam, tidak akan mengizinkan mereka untuk pergi ke pesta. Mereka dituntut harus terus melayani para pelanggan. "Apa mereka memiliki hubungan?" gosip para dayang di kediaman Putri Dian. Mereka cukup tercengang melihat Tuan Muda Ziyo bertelanjang dada ke luar rumah
Tuan Muda Ziyo memungut kertas itu, sebelum ibu Asa mengambilnya. Dan pergi untuk memburu hewan. "Pernikahan? Aku tidak ingin menikah dengan putra mahkota, Buk," tolak Putri Dian pada Nyonya Rona. "Kamu menolak perintahku?" "Ya, aku menolaknya, ini hidupku, bukan hidup ibu," lancang Putri Dian berkata, membuat ibunya sedikit murka. Lekas, ia kembali ke kamarnya. "Dasar, gadis bodoh!" gerutunya. "Putri Dian, Anda tidak diperbolehkan untuk pergi ke pesta," beber Dayang Sinan. Mencegah Putri Dian dan Widuri pergi ke perayaan kelahiran anak dari Putri Qilma. "Kamu berani menghalangi jalanku?" sinis Putri Dian. "Ini perintah dari Nyonya Besar," jelas Dayang Sinan, sambil membungkukkan tubuhnya. Para pengawal menghalangi jalan membentuk formasi. "Jangan biarkan Putri Dian pergi ke luar, bahkan satu langkah pun, dia tidak boleh menginjakkan kakinya ke depan gerbang!" perintah ibu dari Putri Dian,
"Aaaah," jerit para hadirin, sedetik, sesaat Tuan Muda Lotus akan mengubah ular yang tadinya ada menjadi tidak ada. "Ini hanya kesalahan kecil, asistenku akan memperbaikinya. Dimohon, untuk para hadirin, kembali ke tempat duduk semula." Suara Tuan Muda Lotus, seakan tidak terdengar lagi, mereka lebih sibuk untuk berteriak, mereka berhamburan ke luar. "Siapa yang dengan berani memadamkan lampu?" tanya Tuan Lotus pada asisten pribadinya. "Akan saya periksa, Tuan," ucap Liem. Sementara, akuarium pecah, membuat Tuan Lotus terkejut. Jaka terjatuh ke lantai. Tubuhnya berdarah terkena pecahan kaca. Ia pun, memegang seluruh tubuh, kemudian, merangkak dan memegang kaki Tuan Lotus. "Kamu siapa?" tanya Tuan muda Lotus, kemudian Tuan Muda Givo, dan Tuan Muda Ziyo, menghampiri Tuan Lotus. Liem memberikan Tuan Lotus lentera, dan berkata akan segera menemukan penyebabnya. Para Tuan Muda terkejut, melihat Jaka dengan tubuh telanjang. "
Dayang Sinan berusaha berdiri dengan tegap setelah 100 cambukan menyiksa dirinya. Dia berjalan dengan terhuyung. Matanya begitu lelah."Ayah, untuk apa ini semua?" Puteri Qilma menyedarkan pandangannya. Banyak para pekerja yang sedang menghias ruangan."Untuk perayaan kelahiran Suri yang sebelumnya berantakan," ujar Tuan Santo."Tapi, Kak Ziyo belum juga kembali.""Ayolah, Qilma, kakakmu itu tidak terluka, dia pasti baik-baik saja di suatu tempat. Tidak perlu khawatir, Ayah akan mengirim surat padanya." Tuan Santo menunjuk dinding yang belum dihias pada para pekerja. Tuan Muda Ziyo sibuk melawan pria-pria yang menyakitinya."Serahkan hartamu yang kau dapat dari Tuan Aken!" geretak dua pria itu. Rupanya, mereka telah mengincar Tuan Muda Ziyo."Aku tidak mendapatkan apa pun, aku tidak mengambil satu perak pun," ungkap Ziyo, menahan rasa sakit. Mereka mengeledah seluruh tubuh milik Ziyo. Namun, tidak ada apa pun, selain kalung
"Apa? Sayembara? Aku rasa kamu tidak harus melakukan itu," saran dari salah satu kerabat Tuan Aken. "Tapi, aku juga tidak mampu untuk kehilangannya." Detik-detik Puteri Dian bertemu dengan Widuri dan Tuan Muda Ziyo. Puteri Dian melihat itu dan langsung mengatakan pada Tuan Muda Givo untuk mengejar mereka. "Berhenti di sini," lirih Widuri. Tuan Muda Ziyo membantu Widuri untuk turun dari kuda. Dia memegang kedua tangan Widuri. Jelas, itu menimbulkan kecemburuan dihati Puteri Dian begitu melihatnya. "Widuri, kenapa kamu ada di sini? padahal aku telah meminta Dayang sinan untuk menjagamu. Apa keadaanmu sudah membaik?"Bukannya langsung menjawab, Widuri menundukan kepalanya. Dia takut untuk membicarakan yang sebenarnya. Takut, jika Dayang Sinan akan mengelabuinya lagi. "Ada apa Widuri? katakan saja yang sebenarnya," bujuk Puteri Dian. Beberapa kuda putih berdatangan silih berganti ke kediaman Tuan Aken, dan
"Kau harus menyekang perutmu." Tuan Santo menyimpan makanan untuk Nyonya Kay di atas nakas."Bagaimana aku bisa menyantap hidangan, sementara aku tidak tahu keberadaan Ziyo," keluh Nyonya Kay."Apa dalam pikiranmu hanya ada dia? anak kurang ajar itu?" Tuan Santo membanting pintu setelah mengucapkan kata-katanya.Dayang Sinan mengucuri air ke wajah cantik Widuri, untuk membuatnya terjaga dari tidur."Kamu pikir kamu seorang ratu?" sinis dayang Sinan, saat melihat Widuri terbangun dari tidur panjangnya."Puteri Dian memberitahu aku bahwa kamu harus menyusulnya ke hutan." Widuri berlari keluar, setelah mendengar penuturan dari dayang Sinan."Apa menurutmu dia akan baik-baik saja?" Puteri Dian melirik ke arah kakaknya, sambil memilah perhiasan yang ada di toko kelontong milik bibi mereka."Aku yakin, yang Widuri saat ini butuhkan hanyalah istirahat." Givo memasangkan kalung pada leher panjang milik Puteri
Givo sedikit mendorong Grey, berusaha untuk memasuki gudang. Namun, Grey kembali ke tempatnya, Dengan dalih bahwa tidak ada apapun di dalam gudang."Apa telingamu tuli?" Saat mendengar teriakan dari dalam gudang, Givo mendorong kasar Grey sampai terjatuh. Givo membuka pintu gudang. Terlihat Widuri yang tengah kesakitan."Kalian tidak waras." Ziyo langsung mengikuti Givo dari belakang. Ziyo mengambil Jaka dan memasukannya lagi dalam kotak. Meskipun, butuh perjuangan, Ziyo mampu melakukannya. Sedangkan, Della dan Grey kabur."Apa kamu sanggup untuk berdiri?" tanya Givo saat melihat Widuri tergulai lemah di bawah lantai yang kotor. Givo memangku Widuri dengan kedua tangannya, Saat Widuri tak mampu lagi berjalan.Buk Asa yang merindukan kedua anaknya itu, berencana untuk mencarinya. Karena, Buk Asa berpikir bahwa ini adalah pesta untuk rakyat, dia menduga akan menemukan anak-anakya."Widuri sungguh beruntung bukan?" ucap seorang gadis d
"Bukankah tindakanmu itu terlalu kasar Putri Dian?" Widuri bertanya pelan, agar Putri Dian tidak lagi menyimpan amarah."Aku tidak mengerti dia selalu ikut campur dengan urusanku.""Aku yakin itu karena kepeduliannya terhadap Putri Dian.""Peduli? omong kosong."Qilma memasuki ruangan milik Ziyo, tempat dimana Ziyo menyimpan koleksi ular miliknya. ular-ular itu dimasukan dalam sebuah akuarium besar."Indah bukan?" Ziyo memasukan beberapa tikus ke akuarium."Indah? Berapa lagi ular yang akan kakak simpan dalam ruangan ini? Dia yang paling terbaru kan." Qilma menunjuk pada Jaka."Kamu benar dia yang terbaru.""Jangan biarkan mereka keluar dan menggangu acaraku!""Akan kupastikan itu tidak akan terjadi," jawab Ziyo penuh keyakinan. Putri Dian bertanya pada Widuri baju yang cocok untuk ia kenakan ke acara kelahiran anak dari Putri Qilma. Mereka pun, berangkat menggunakan tandu. Banyak orang yang
Pedang diarahkan pada leher seorang pria. Sang puteri mengintip dari jendela. Seorang pria memaksa untuk memeriksa tandu. "Dia adalah puteri bangsawan. Anda tidak berhak untuk memeriksa tandu," tutur pengawal pembawa tandu. "Mengapa kita berhenti?" Puteri Dian membuka jendela, melihat siapa yang dengan berani mengganggu perjalanannya. "Maaf puteri Dian, saya diutus oleh seseorang untuk memeriksa setiap kendaraan yang melintas ke arah sini," imbuhnya. Pria itu sedikit membungkuk. Hati Widuri berdegub kencang, takut jika ketahuan. Pikirannya begitu kacau. Bagaimana jika Dian setuju dengan pemeriksaan. "Siapa yang mengutusmu?" Puteri Dian memberikan tatapan sinis pada pria itu. "Tuan Muda Givo, Saudara lelaki anda, Tuan Puteri. Salah satu sahabatnya, kehilangan barang berharga. Untuk mencegah adanya pencurian lagi, pencuri itu harus tertangkap secepatnya." imbuh Bagus. Padahal, wanita pemilik rumah bordil yang mengut