Pagi itu, lebih tepatnya di salah satu SMA yang berada di Jakarta, ada seorang gadis yang bersekolah disana. Dia bukan gadis populer maupun siswi yang mendapat beasiswa untuk masuk ke sekolah tersebut. Dia hanya gadis biasa namun memiliki suatu hal yang dapat membuat seseorang tertarik padanya. Mungkin saja karena dia memiliki mata hitam tajam, tubuh tinggi-langsing, rambut coklat panjang, dan memiliki sabuk hitam. Tak lupa wajah cantiknya yang dapat memikat para siswa yang ada di sekolah itu dan senyuman yang dia miliki, sebuah senyuman yang manis.
Dan sekarang, dia sedang berjalan di koridor menuju kelasnya, XII-MIA. Seperti biasa dia mendapat sapaan ceria dari teman-teman kelasnya. Dia hanya membalas sapaan mereka dengan senyuman. Dia berjalan menuju mejanya lalu menyimpan tasnya di atas meja. Setelah dia duduk, seseorang merangkulnya sambil tersenyum jahil. Gadis itu hanya menatap dia dengan ekspresi malas.
"Ada apa Sofi?" tanya gadis itu ke sahabatnya, Sofi.
"Ndah, lo udah ngerjain PR belom? Anu, gue pengen lihat yang punya lo, gue belum kerjain, hehe," pinta Sofi sambil memasang wajah memelas.
Indah menghela napas melihat tingkah laku sahabatnya yang pegitu pemalas. "Dimana-mana juga kalau ada PR, kerjain dulu sebisa lo bukannya copy-paste punya gue!"
"Please Indah, tolong gue, ya-ya-ya? Lo 'kan cantik, baik hati dan tidak sombong,"
Indah berdecak sambil mengeluarkan sebuah buku di dalam tasnya dan memberikan buku itu di hadapan wajah Sofi, lebih tepatnya buku itu sudah menutupi wajah Sofi. Sofi mengambil buku itu sebelum jatuh ke lantai.
"Nah gitu dong! Makasih mak lampir!"
"Giliran ada maunya muji-muji, sialan,"
"Bodo," Sofi membuka buku miliknya dan langsung mencatat jawabannya.
Indah memutar bola matanya malas dan mengacuhkan Sofi yang mengomentari tulisannya yang seperti ceker ayam. Dia menatap beberapa temannya yang berlari terburu-buru menuju kelas karena 10 menit lagi bel sekolah akan berbunyi dan tentu saja mereka tak ingin mendapat hukuman dari guru karena terlambat, meskipun itu adalah kesalahan mereka karena terlambat.
10 menit kemudian bel sekolah berbunyi dan masih ada beberapa siswa yang baru saja tiba ke sekolah dan untungnya mereka memiliki toleransi keterlambataan maksimal 5 menit. Tak lama, para guru keluar dari Ruang Guru dan pergi menuju kelas.
2 jam telah berlalu, akhirnya jam istirahat pertama tiba. Setelah mendapat ‘pemanasan’ di pagi hari, mereka langsung keluar dari kelas untuk mendinginkan kepala mereka. Ada yang menuju ke kantin ada juga yang hanya sekedar nongkrong didepan kelas. Indah dan Sofi sudah berada di kantin. Indah hanya ikut untuk menemani Sofi sarapan. Indah sedang asik dengan ponselnya membiarkan Sofi menikmati sarapan paginya. Tak lama, Sofi sudah selesai dengan sarapannya dan dia meraih es jeruk yang sudah dia pesan.
"Eh lo mo tahu ga?" tanya Sofi.
"Ga," jawab Indah singkat.
"Sekolah kita bakal ada anak bawang loh!" kata Sofi tidak peduli dengan jawaban Indah yang tidak ingin mengetahui apa yang ingin dia bicarakan.
"Terus?" tanya Indah mengangkat alisnya.
"Cogan loh!"
"Kata?"
"Orang sih,"
"Baru kata orang 'kan? Jadi belum tentu dia cogan,"
"Iya sih. Tapi...,"
"Kebiasaan ya, kalau telinga lo denger soal cogan, otak lo langsung respon kegirangan,"
Sofi memanyunkan bibirnya lalu dia kembali minum. Sofi berpura-pura terisak yang langsung mendapat tatapan sebal dari Indah.
"Teganya membuatku cukit hati,"
"Berisik,"
Sofi semakin memanyunkan bibirnya, "Awas aja kalau tuh cowok bener ganteng, gue tampol lo,"
"Salah gue apa anjir?"
"LO BIKIN GUE CUKIT HATI!"
"Lebaynya dirimu, nak,"
"Au ah!"
Indah melepaskan tawanya karena dia sudah tak sanggup menahannya. Sofi langsung memicingkan matanya karena kesal mendengar sahabatnya menertawakan dirinya dengan puas.
"Tawa lo!"
"Aduh, aduh, perut gue, sakit anjir gegara ketawain lo,"
"Lucunya apa sih?"
"Lucunya itu karena bikin lo pundung!" Lagi, Indah tertawa namun sekarang dia tidak mengeluarkan suara tawanya.
"Terus, terus aja ketawa ngejek gue!" Sofi bersiap akan mencubit lengannya Indah tapi tangannya di tahan oleh Indah.
"Oke, oke, gue berhenti. Aduh..." Indah memijat kedua pipinya karena terasa pegal. Lalu ponsel Indah bergetar, dia melirik ponselnya yang dia simpan di atas meja dan dia mendapat telepon dari seseorang.
Telepon dari
Papa
Indah yang sebelumnya memperlihatkan wajah senang, sekarang berubah menjadi datar. Sofi melirik ponsel Indah dan dia langsung mengetahui makna dari ekspresi Indah sekarang.
"Angkat aja, gitu-gitu juga bokap lo.." kata Sofi sambil mengelus pundak kiri Indah.
Indah menatap Sofi dengan tatapan yang penuh dengan arti. Sofi hanya membalas tatapan itu dengan anggukkan kepala pelan. Indah menghela napas, dia bangun dari kursi tersebut dan menjauh dari Sofi. Setelah cukup jauh dari keramaian kantin, dia langsung menerima telepon dari Ayahnya.
"Apa nelepon?"
"Jaga sopan santunmu ke orang tua kamu sendiri." kata Angga. Indah hanya tersenyum miring tidak berkata apapun dan membiarkan Angga bicara duluan.
"Papa mau minjem uang. Nanti sama papa ganti kok kalau papa ada uang."
Indah menggertakan gigi, dia menahan diri agar tidak mengamuk di sekolah.
"Butuh berapa?"
"1 juta."
"Berani jamin itu uang bakal di pake judi atau bayar pelacur."
"Jangan sok tahu kamu! Uang yang papa pinjem dari kamu buat bayar hutang ke temen papa, ngerti?"
Indah tahu ayahnya berbohong karena sudah berkali-kali dia dibohongi oleh ayahnya. Angga akan selalu meminta uang pada uangnya entah itu untuk berjudi atau untuk memanggil PSK.
"Pem-bo-hong. Kalau iya itu emang buat bayar hutang, ya pakai uang sendiri lah bukannya minta ke aku! Makanya kerja bukan nyusahin anak!" Indah menahan dirinya agar dia tidak meninggikan suaranya dan menjadi pusat perhatian lain.
"Anak durhaka! Kamu di ajarin apa sih sama mama kamu bisa berani sentak ke papa?" tanya
Angga sadis dan membuat Indah terkejut. Dia menahan tangisnya."Ga usah bawa mama! Emang lo sendiri pantes di panggil papa? Gue heran kenapa mama mau-maunya dulu sama laki-laki kayak lo!" Indah mengakhiri pembicaraan tersebut dan mematikan ponselnya karena dia tidak ingin Angga kembali menelepon, dia menghela napas. Dia merasakan air mata mengalir di pipinya. Dia menyeka air matanya dan kembali ke Sofi.
Dia kembali dengan topeng ketika berada di hadapan Sofi. Sebuah topeng untuk menutupi kesedihannya adalah senyuman. Meskipun dia menggunakan topeng itu, Sofi jelas lebih mengerti makna dari senyuman itu adalah senyuman palsu.
"Udah beres masalahnya?" tanya Sofi.
Indah menganggukkan kepala pelan, "Udah. Lo jangan tanya ya, gue males ngebahasnya,"
"Iya iya gue ga akan ikut campur masalah lo. Gue sebagai sahabat lo hanya sebagai pendengar cerita dan pemberi saran. Terserah lo kapan mau cerita yang penting ketika lo butuh seseorang buat jadi pendengar cerita, datang ke gue," kata Sofi.
Indah hanya mengangguk, dia bersyukur dapat memiliki sahabat seperti Sofi. Kali ini Indah tidak memberikan topeng dihadapan Sofi.
Sofi yang melihatnya hanya tersenyum pasrah, "Lo hebat ya, bisa masih senyum walaupun lo banyak masalah tetep aja lo senyum. Lo cewek tangguh Ndah, gue takjub sama lo, di bandingkan gue yang sekali nya kena masalah pasti bakal berubah mood drastis,"
"Itu hal kecil kok,"
Sofi tersenyum miring sambil bangun dari duduknya, "Yu ah balik ke kelas,"
Indah ikut bangun dari duduknya dan keduanya pun pergi menuju kelas. Tak lama setelah itu, bel masuk sekolah yang kedua sudah berbunyi dan para siswa kembali ke kelas untuk melanjutkan pembelajaran selanjutnya.
Jam sekolah berakhir pada pukul 5 sore. Semua murid sudah keluar dari kelas setelah mendengar bel pulang sekolah berbunyi. Indah sudah berada di parkiran motor. Setelah dia menggunakan helm dan sarung tangan, dia menyalakan motornya dan mengendarainya keluar dari sekolah. Jarak dari sekolah ke rumahnya kurang lebih 30 menit menggunakan motor. Jalan raya begitu padat. Selain motor dan mobil pribadi, transportasi umum pun ikut memadati jalan raya. Indah sudah terbiasa dengan kondisi jalan raya di sore hari. Dia menikmatinya karena dia tidak ingin membuat dirinya stress seperti para pengendara yang lain. Bahkan ada beberapa orang yang melanggar peraturan, salah satunya menggunakan jalur busway karena mereka tidak sabar untuk segera sampai ke tempat tujuan. Polisi pun menghentikan mereka dan bersiap untuk memberikan surat penilangan karena melanggar peraturan.
'Mau dapet surat tilang sampe 100 kali juga kayaknya ga akan bikin mereka jera pak polisi.' Indah pun berkomentar dalam hatinya sambil melihat polisi sedang memberikan teguran sambil memberikan surat tilang ke sang pelanggar.
****
Indah membuka pintu rumahnya. Dia melihat ke sekitar rumahnya yang begitu sederhana. Kosong, seperti biasanya. Dia melangkahkan kakinya menuju ruang TV dan langsung menuju dapur lalu dia melihat sebuah penutup makanan yang ada di atas meja makan. Dia membukanya dan terdapat piring, sendok-garpu, beserta nasi dan lauk pauk yang siap untuk disantap.
"Mama pasti udah berangkat kerja lagi," gumam Indah sambil melihat secarik kertas yang ada di meja makan.
"Mama pulang agak malam. Jangan lupa makan ya. Sayurnya juga di makan. Kalau Indah ngantuk, tidur duluan aja, ga usah nunggu mama,"
Indah tersenyum kecil, "Makasih ma," Dia langsung mengambil ponselnya dan mengirim pesan terima kasih kepada ibunya.
Dia pun bergegas makan tanpa mengganti seragam SMA-nya. Setelah mengisi penuh piringnya, dia membaca doa sebelum makan dan langsung makan.
Setelah dia makan, barulah dia bergegas untuk mandi dan istirahat. Dia tiduran di kasurnya karena dia begitu kelelahan atas pekerjaan dia di sekolah. Para guru memberikan begitu banyak tugas, dia menutup matanya.
Seperti sebuah rekaman ulang yang dia putar kembali, dia mengingat ucapan ayahnya yang membuat ulu hatinya sakit. Kata demi kata yang di tuturkan dari ayahnya membuat Indah merasakan hatinya kembali mendapat sayatan yang sangat dalam. Seketika air mata turun ke pelipisnya, Indah menangis dalam diam, dirinya tak mengeluarkan suara sama sekali.
"Hari yang sangat melelahkan,"
"Dasar wanita jalang! Berani sekali kamu membangkang ke suami kamu!""Wajar saja aku membangkang karena kamu sebagai suami tidak ada gunanya! Kerjaan cuman tidur aja dirumah, ga ada keinginan cari kerja apa?! Yang ada istri yang nafkahi suaminya! Sungguh keterlaluan!""Berani kamu ya!"Suara tamparan itu begitu keras dan membuat sang ibu terkejut. Dia memegang pipi kirinya yang berubah menjadi merah dan terasa panas."Kamu kurang ajar mas! Kamu nampar aku!""Kamu sendiri mancing-mancing emosi suami!""CUKUP! Aku minta cerai!""Bagus! Itu lebih baik!"Dia tak dapat bergerak sedikit pun selain menatap kedua orang tuanya yang saling melontarkan argumen dan dia semakin terkejut ketika ayahnya menampar ibunya. Gadis kecil itu menutup mulutnya karena takut mengeluarkan suara dan hal yang membuat dirinya ketakutan adalah ketika langkah kaki ayahnya mendekat ke
Setelah rekan kerjanya keluar dari ruangan yang pintunya di gantungi oleh sebuah tulisan ‘Manajer’, Indah memasuki ruangan itu sambil berkata, “Permisi.“ dan ketika masuk, dia mencium aroma khas yang berasal dari pengharum ruangan tersebut. Bunga melati adalah aroma yang di sukai oleh manajernya bernama Deni. Indah mendapat senyuman datar yang khas dari pria berumur 40 tahun itu.“Selamat malam, Pak.”“Malam Indah. Maaf ya, karena sekretaris saya tidak masuk jadi kamu dan yang lain harus mengambil gajinya ke saya dan harus masuk ke ruangan saya satu persatu.”“Ga apa-apa, pak. Saya mengerti.”Deni menganggukkan kepalanya dan mengeluarkan amplop dari laci meja kerjanya dan di sisi kanannya bertuliskan nama Indah. Dia menyimpan amplop di atas meja dan mendorongnya dengan jari telunjuk kanannya.“Ini gaji kamu bulan ini.”Indah menggangukkan kepalanya dan menerima amplop te
Reynaldi terdiam setelah Indah menjelaskan mengenai dia akan menjadi tutor pribadi untuknya. Indah yang melihat Reynaldi membeku langsung menjentikkan jarinya. Suara jentikan jari Indah cukup keras mengingat kondisi kelas yang sepi dan hanya mereka berdua yang masih betah di dalam sana.“Bangun, Rey,”Reynaldi mengedipkan matanya berkali-kali dan mengusap kepalanya, “Eh, maaf,”“Lo tuh kenapa? Kaget karena gue bakal jadi tutor lo atau karena lo lagi ngelamun?“Gue denger yang lo bilang dan cukup kaget juga,”Indah mengangkat alisnya bingung sambil memegang botol minuman miliknya, “Alasan lo kaget?”“Lo jadi tutor gue,”“Oh, oke,” Indah membuka botol minumnya lalu meneguk air minumnya. Dia masih tidak mengerti maksud dari ucapan Reynaldi. Reynaldi menggaruk kepalanya karena dia bingung kenapa dia memberi jawaban alasan dia kaget. Dia berusaha untuk mencairkan
Esok pagi, ketika Sofi menyadari bahwa Indah belum masuk sekolah, dia berpikir bahwa sesuatu terjadi padanya. Ketika dia mengirimkan pesan pada Indah menanyakan apa dia akan masuk atau tidak, gadis itu tidak membalasnya. Sofi berpikir mungkin dia akan menunggu hingga bel masuk berbunyi. Namun, ketika bel masuk berbunyi, Indah tidak muncul dan orang yang terakhir masuk ke dalam kelas hanya Reynaldi. Sofi mulai gelisah karena Indah sama sekali tidak ada kabar. Sofi mengambil ponselnya lalu mengirim pesan lagi ke Indah. Ketika dia mengirim pesan ke Indah, seorang guru masuk ke dalam kelas dan mereka memulai pelajaran pertama.Ketika jam pelajaran pertama selesai, Sofi memeriksa ponsel nya untuk memeriksa apa Indah sudah membalas pesannya atau tidak. Namun, tidak ada jawaban sama sekali. Gadis itu keluar kelas dan berdiri di sebelah pintu masuk kelas bermaksud untuk menelpon Indah. Dia mendekatkan ponselnya ke arah telinga kanannya dan dia mendengar suara dari ponsel tersebut.
Setelah dia selesai mengurusi barang-barang di kamarnya, Indah duduk di pinggiran kasur sambil menatap kamar barunya. Matanya sedang mengenali kondisi kamarnya mulai dari ukuran kamar yang tidak sama dengan ukuran kamarnya dulu, letak dimana dia menyimpan barang-barangnya di kamar seperti lemari, meja belajar, dan warna cat kamar yang berwarna kuning. Tak lupa posisi jendela kamar yang menghadap timur memperlihatkan kondisi langit yang perlahan berubah menjadi jingga hingga letak pintu kamar yang berada di sebelah kiri pojok kamarnya. Dia mengehela napas sambil bangun dari duduknya. Indah perlahan sambil berjalan menuju jendela kamarnya lalu berdiam di sana menatap kondisi di luar rumahnya. Dia melihat kondisi rumahnya yang cukup tenang di sore itu. Bagi Indah hal ini tidak familiar baginya mengingat bahwa lingkungan sekitar di rumahnya dulu para tetangga akan berdiam di luar dan menikmati udara di sore hari. Biasanya Indah selalu melihat tetangganya, Bapak Didi di depan rum
Indah mengacungkan jari tengah ke Reynaldi membuat dirinya bingung. Reynaldi mengangkat alisnya sambil memegang pensil di tangan kanannya. Indah menutup buku Reynaldi sambil menyimpannya di atas meja.“Bisa lo jelasin kenapa lo memberikan eskpresi itu ke gue?” tanya Reynaldi dan melihat Indah tersenyum mengerikan.“Ternyata bener ya, realita selalu mengalahkan ekspektasi. Ya, jujur aja sih gue ga nyangka aja ternyata lo pinter,” kata Indah sambil menunjuk buku tulis milik Reynaldi.“Ga juga sih, gue bodoh di pelajaran Matematika. Rumusnya sangat sulit seperti rumus kehidupan,”Indah sedikit tertawa mendengar ungkapan Reynaldi, “Tapi lo pintar dari bahasa dan sejarah. Curiga gue lo bakal jadi orang sastra pas lulus sekolah,”“Mungkin,”Indah berhenti sejenak ketika melihat Reynaldi yang merespon ucapannya dengan acuh. Entah kenapa Indah ingin mempertanyakan hal yang sudah lama dia in
Setelah saling membuka sebuah kisah diantara mereka berdua seminggu yang lalu, hubungan mereka menjadi lebih dekat. Baik Indah maupun Reynaldi, keduanya berteman dengan baik. Banyak dari teman-teman kelas mereka berpendapat bahwa Reynaldi menjadi berubah setelah dekat dengan Indah baik dalam kehadiran di kelas dan nilai pelajaran pun meningkat. Dan setelah melihat hal tersebut selama seminggu, mereka saling melempar gosip di dalam kelas.“Mereka pacaran?”“Oh ya? masa sih?”“Anjir gue dilangkahi,”“Pft, ga mungkin lah mereka pacaran. Orang Reynaldi juga ga suka sama cewek kayak Indah.”“PD lo. Emang dia bakal suka sama lo?”Perbicaraan itu terjadi di antara siswi-siswi di kelas. Mereka tiada hentinya mengosipkan hal tersebut. Bahkan mereka tidak sadar bahwa seseorang sedang mendengar mereka di kursi belakang yaitu Naufal. Dia mendengar obrolan para gadis yang masih membicarakan Reyn
Naufal berjalan meninggalkan Reynaldi dan Indah di kantin dengan rasa malu karena Reynaldi yang mengetahui perasaannya. Dan selama seminggu, dia menahan rasa cemburu dan berpikir buruk ke Reynaldi. Dia berpikir alasan mengapa Reynaldi dekat dengan Indah karena dia menyukai Indah. Dia termakan dengan gosipan dari Anggun dan teman-temannya. Naufal berjalan semakin cepat berusaha untuk bersembunyi di ruang OSIS.‘Anjir. Malu gue.’ pikir Naufal.Ketika dia akan memasuki ruang OSIS, Bagas berdiam diri di depan pintu ruang OSIS. Naufal bingung melihat Bagas yang hanya menghalangi pintu dan tidak masuk ke dalam sambil menatap dirinya sedang berjalan.Naufal menghampiri Bagas lalu bertanya padanya, “Anak-anak udah beres kerjain tugasnya?”“Gue serahin ke Anggun. Lama-lama gue bosen juga nunggu yang lain beres.” kata Bagas.“Sudah gue duga lo pasti ga akan mau lama-lama di kelas.” kata Naufal sambil m
“Indah, nyontek MTK dong,”Indah mengerjapkan matanya berkali-kali setelah mendengar permintaan Reyaldi yang tak terduga. Dia masih menatap keheranan ke Reynaldi hingga membuat sosok yang di tatap ikut kebingungan dengan Indah.“Lo pura-pura tuli atau gimana sih?”“Ya gimana gue ga heran secara lo tuh ga pernah bolos ngerjain PR,”“Kali-kali malas, ga salah kan,” ucapnya sambil menunggu Indah memberikan buku cacatan miliknya padanya.Indah langsung memberikan buku catatannya dan di terima dengan baik oleh Reynaldi, “Sesekali gue juga mau nyontek dong ke lo,”“Ngapain? Lo udah cukup pintar ngapain capek-capek nyatet jawaban yang salah dari buku orang?”Indah tersenyum, lebih tepatnya tersenyum menyindir, “Ngaca!”Reynaldi mengacuhkan Indah dan langsung kembali ke meja miliknya, lalu langsung mencatat ulang di bukunya. Indah menatap dari kejauhan
“Lepasin gue!” Naufal berusaha lepas dari rangkulan Bagas. “Jangan merusak momen dong,” ucap Bagas. “Momen maksud lo?! Tuh orang berani amat meluk Indah, di tambah di buat nangis lagi!” “Jangan main nyamperin, kita aja ga tahu menahu mereka lagi ngobrol apaan,” Naufal melepas rangkulan Bagas kesal, menatap Michael dan Indah dari jarak yang memang cukup jauh dan mustahil mendengar obrolan mereka. Sebuah kebetulan bagi Naufal bertemu dengan mereka di sini, karena baik dirinya maupun Bagas tidak pernah membuat rencana untuk mengikuti Indah. Terlebih Bagas yang sama sekali tidak tahu mengenai Michael dan Indah. “Kenapa lo mau-maunya sih ngobrol lagi sama Mike, Indah? Gue ga ngerti sama dia!” Bagas tidak peduli dengan ocehan Naufal sambil memakan es krim yang hampir meleleh, “Ya udah sih, emang ada yang harus di obrolin kali. Ga mungkin lah Michael bersikukuh tanpa ada alasan buat ketemu Indah,” ujarnya yang masih melanjutkan memakan es kri
Setelah berpamitan dengan Sofi, Indah langsung pulang ke rumah. setibanya di rumah, Indah menghampiri Ibunya yang baru saja tiba juga di rumah dan menceritakan kejadian yang terjadi antara dirinya dan Ayahnya. Ana yang mendengar cerita dari Anaknya, terkejut dengan memberikan tatapan tidak percaya.“Kamu ga apa-apa ‘kan pas ketemu Papa kamu?” tanya Ana sambil memperhatikan apakah anaknya mendapat pukulan baru di bagian tubuhnya,“Ga, Ma, untungnya. Hampir sih, tapi untungnya ada Naufal jadi Papa ga ngelakuin aneh-aneh,” jawab Indah.Ana menghela napas lega, “Syukurlah, Mama udah takut kamu di apa-apain lagi sama Papa kamu,”“Ga, Ma...,” Indah tersenyum kecil ke Ana, “Tenang aja,” lanjutnya.“Ya sudah, Mama mau ganti baju, terus masak buat makan malam,” ucap Ana.“Iya,”Indah pun masuk ke dalam kamar dan membuka baju seragam sekolahnya. Ketika dia
Keduanya sedang menatap langit biru cerah itu, tak lupa awan putih yang menghiasi sang langit. Angin berhembus pelan mengurangi rasa panas ketika mereka berada di balkon sekolah. Setelah mengakhiri makan siang, Reynaldi dan Indah langsung pergi ke atas tanpa di ketahui oleh siapapun. Keduanya sudah berencana dari awal untuk pergi ke atas dan membicarakan kisah mereka kemarin. Namun, hingga sekarang tidak ada yang memulai bercerita. Mungkin karena mereka masih ingin menikmati pemandangan yang berada di hadapan mereka sekarang.Indah menutup matanya perlahan sambil mengambil napas dalam. Dia mendengar suara angin yang melewatinya. Dia merasa waktu berdetak pelan. Reynaldi yang sebelumnya menatap kosong ke langit, perlahan kejadian yang terjadi kemarin terekam kembali di benaknya. Dia mengingat ketika Ayah nya kembali dari koma panjangnya, kedua saudaranya yang akhirnya dapat dia temui kembali, dan Ibu nya yang masih memasang topeng di hadapan sang Ayah. Kekhawatiran Reynaldi se
Reynaldi melangkahkan kakinya ke dalam rumah sakit. Langkahnya tergesa-gesa bahkan hampir menabrak suster yang melewati dirinya. Dia terus melangkahkan kaki hingga berada di pintu lift. Dia menunggu sejenak hingga akhirnya pintu lift terbuka. Reynaldi mempersilahkan para orang-orang yang berada di dalam lift untuk keluar lebih awal. Setelah memastikan semuanya sudah keluar, Reynaldi masuk ke dalam dan memencet tombol nomor 5.Setelah melewati dua lantai, Reynaldi tiba di lantai 5. Dia keluar dari lift dan langsung pergi ke ruangan ayahnya. Setelah sampai dia langsung membuka pintu dengan senang.“Pa,—“ langkah Reynaldi terhenti. Tangannya masih memegang gagang pintu. Matanya membulat, terkejut karena melihat apa yang ada di hadapannya. Bukan karena ayahnya yang sudah membuka mata meskipun masih menggunakan alat pernapasan saja, melainkan menatap ibunya yang duduk di sampingnya.“Aldi udah di sini, Pa.” kata Anisa sambil tersenyum ke
“Lo tahu siapa cewek di sebelahnya?” tanya Naufal.“Itu adiknya. Dara namanya.” kata Indah sambil berjalan mendekati meja Michael dan adiknya bernama Dara.“Lo yakin, Ndah?” tanya Naufal sambil mengikuti Indah.“Lebih baik diladenin sekarang daripada ganggu gue terus.” kata Indah.Naufal pun hanya dapat terdiam sambil mengikuti Indah. Akhirnya kedua nya duduk di hadapan Michael dan Dara. Sambil tersenyum, Michael mengulurkan tangannya ke Naufal.“Hai, Naufal. Lama tak jumpa.” kata Michael.Ketika itu, Naufal hanya menepis tangan Michael sambil memperlihatkan tatapan dingin ke arahnya, “Ga usah sok akrab lo. Temenan aja ga.” kata Naufal sambil melipat kedua tangannya di bawah dadanya. Dia duduk dengan posisi bersandar ke kursi.Indah menyimpan kedua tangannya di atas pahanya, bermaksud untuk menutupi getaran di tangannya. ‘Semoga Naufal ga sadar.’
Indah berusaha menghilangkan getaran di kedua tangannya dengan mengepalnya kuat-kuat. Dia berusaha untuk tidak memperlihatkan rasa takut yang ada di hatinya ketika melihat Michael di hadapannya. Dengan menghembuskan napas panjang, dia menurunkan bahunya perlahan. Indah memberikan senyuman ke Michael, meskipun dia tidak ingin melakukannya. Michael menatap Indah sambil memperlihatkan senyuman kecil. Dia bangun dari duduknya dan mempersilahkan Indah untuk duduk di hadapannya.“Have a seat, Indah. I need to talk to you,”Dengan melangkahkan kakinya yang terasa berat, Indah mendekati kursi dan langsung duduk. Dia merapihkan bajunya agar tidak kusut ketika duduk. Dia menyimpan kedua tangannya di atas paha dan langsung menatap Michael dengan tatapan benci pada Indah. Michael yang menyadarinya berusaha untuk menenangkan Indah.“I know it’s weird. But, I—““Tahu dari mana gue kerja disini?”&
“DASAR ROBOT PEKERJA!” Sofi teriak di hadapan Indah yang membuat dirinya menutup telinga.Sofi berusaha untuk membuka kedua telinga Indah dengan secara paksa namun dia kalah kekuatan dengan Indah. Indah masih menutup telinganya sambil memberikan ekspresi datar ke Sofi. Sofi berusaha untuk menenangkan diri karena kesal pada temannya. Dia mengambil napas lalu dia keluarkan secara perlahan. Dia sudah siap untuk mengomeli Indah.“Oke. Gue ga akan teriak. Asal lo denger ucapan gue. Bisa ‘kan?” tanya Sofi yang langsung mendapat balasan anggukkan dari Indah. Indah membuka telinganya.“Denger ya, Ndah. Kemarin, lo pingsan. Kalau gue jadi lo, lebih baik ga masuk aja dulu 2 hari buat istirahat. Masalah absen tinggal titip surat sakit ke temen kelas. Gue pasti bakal istirahatin tubuh gue dibandingkan harus memaksakan diri sampai pingsan kek lo. Ngerti ga maksud gue?” kata Sofi.Indah melihat Sofi tanpa memperlihatkan e
Naufal berjalan meninggalkan Reynaldi dan Indah di kantin dengan rasa malu karena Reynaldi yang mengetahui perasaannya. Dan selama seminggu, dia menahan rasa cemburu dan berpikir buruk ke Reynaldi. Dia berpikir alasan mengapa Reynaldi dekat dengan Indah karena dia menyukai Indah. Dia termakan dengan gosipan dari Anggun dan teman-temannya. Naufal berjalan semakin cepat berusaha untuk bersembunyi di ruang OSIS.‘Anjir. Malu gue.’ pikir Naufal.Ketika dia akan memasuki ruang OSIS, Bagas berdiam diri di depan pintu ruang OSIS. Naufal bingung melihat Bagas yang hanya menghalangi pintu dan tidak masuk ke dalam sambil menatap dirinya sedang berjalan.Naufal menghampiri Bagas lalu bertanya padanya, “Anak-anak udah beres kerjain tugasnya?”“Gue serahin ke Anggun. Lama-lama gue bosen juga nunggu yang lain beres.” kata Bagas.“Sudah gue duga lo pasti ga akan mau lama-lama di kelas.” kata Naufal sambil m