Setelah saling membuka sebuah kisah diantara mereka berdua seminggu yang lalu, hubungan mereka menjadi lebih dekat. Baik Indah maupun Reynaldi, keduanya berteman dengan baik. Banyak dari teman-teman kelas mereka berpendapat bahwa Reynaldi menjadi berubah setelah dekat dengan Indah baik dalam kehadiran di kelas dan nilai pelajaran pun meningkat. Dan setelah melihat hal tersebut selama seminggu, mereka saling melempar gosip di dalam kelas.
“Mereka pacaran?”
“Oh ya? masa sih?”
“Anjir gue dilangkahi,”
“Pft, ga mungkin lah mereka pacaran. Orang Reynaldi juga ga suka sama cewek kayak Indah.”
“PD lo. Emang dia bakal suka sama lo?”
Perbicaraan itu terjadi di antara siswi-siswi di kelas. Mereka tiada hentinya mengosipkan hal tersebut. Bahkan mereka tidak sadar bahwa seseorang sedang mendengar mereka di kursi belakang yaitu Naufal. Dia mendengar obrolan para gadis yang masih membicarakan Reynaldi dan Indah. Naufal menopang dagu sambil menatap mereka semua hingga salah satu dari mereka menyadari Naufal yang menatap mereka.
“Lo mau ikutan ngobrol, Pal? Diem-deim nguping lo,” kata siswi itu bernama Susi.
“Dibilang nguping sih ga ya, orang kalian ngobrolnya juga keras kok,”
“Ha? Jelas-jelas lo nguping, dih!”
Naufal mengangkat bahunya acuh dan ketika teman Susi akan ikut berkomentar, Reynaldi dan Indah masuk ke dalam kelas. Para siswi yang bergosip itu langsung diam seketika. Naufal mengangkat alisnya sambil tersenyum miring. Dia melambai ke Reynaldi dan Indah yang langsung mendapat respon sapaan biasa. Ketika Reynaldi melewati para siswi yang sedang berkumpul, Naufal mengatakan suatu hal ke Reynaldi.
“Eh, Rey. Mereka ngegosipin lo tuh.” kata Naufal membuat para siswi itu terkejut.
“Terus?” tanya Reynaldi sambil duduk di kursinya.
“Ya mereka kepo sama hubungan lo sama Indah.” kata Naufal sambil menunjuk Indah yang baru saja duduk di kursi.
“Oh.” kata Reynaldi sambil menyimpan tasnya di atas meja.
Indah yang mendengar ucapan Naufal pun ikut merespon, “Dasar tukang gosip. Ada aja yang bisa di bahas.”
Para siswi melihat Indah dengan sebal secara bersamaan dan mereka menatap Naufal dengan penuh dengan dendam. Naufal yang menyadari tatapan itu hanya tertawa kecil.
“Kenapa? Mau nyalahin gue karena ngebocorin gosipan kalian? Silahkan. Toh, gue ga merasa salah. Orang cuma berniat menyampaikan informasi ke temen gue kalau ada yang ngomongin mereka.” kata Naufal.
“Berisik lo Fal!” kata seorang siswi bernama Anggun sambil memutar bola matanya kesal, “Ga usah ikut campur orang lain. Bukan urusan lo!”
“Cie, kalah. Malu ya gosipannya ketahuan?”
Para siswi yang sedang berkumpul itu merasa malu karena menjadi pusat perhatian di dalam kelas. Sofi yang baru saja tiba ke dalam kelas bingung dengan apa yang terjadi. Dia berjalan menuju bangkunya dan bertanya ke Indah.
“Ada apaan nih?”
“Itu, geng si Anggun ngegosipin gue sama Rey,”
“Oh, dasar. Lo cemburu ya Anggun? Kasian,”
“Lo lagi! Baru dateng main bacot lo!” seru Anggun sambil menunjuk Sofi.
“Ey, kasar. Masa nama Anggun tapi ngomong kasar,” ejek Sofi sambil menjulurkan lidah.
Anggun memutar bola matanya dan memilih untuk tidak mengatakan apapun lagi karena merasa malas untuk merespon dan merasa di permalukan. Sofi hanya tertawa kecil begitu pula dengan Indah. Reynaldi yang melihat tingkah laku teman sekelasnya hanya memberikan datar, tidak merespon apapun karena dia sama sekali tidak tertarik.
Bel masuk kelas berbunyi. Para siswi yang berkumpul itu bubar dari meja Anggun dan teman sebangkunya, Nala. Sesaat mereka duduk, seorang guru masuk sambil membawa tumpukan buku dan kertas di tangan kirinya.
“Selamat pagi,”
“Selamat pagi, pak,” para siswa-siswi membalas sapa dengan serempak.
“Sebelum memulai pelajaran, kumpulkan PR yang saya berikan seminggu yang lalu. Simpan di atas meja sini,” kata guru Bahasa Inggris bernama Bapak Budi.
“Baik, pak. Kolekitifin aja ya biar ga usah bangun semua,” kata Naufal sambil bangun dari duduknya sambil membawa sebuah buku dan menerima milik Reynaldi. Naufal mengitari bangku kelas hingga semuanya terkumpul. Naufal menyimpannya di atas meja.
“Ini, pak. PR kami,”
“Thank you. Alright, now we will continue our discussion last week. Then, I will give you an example for final examination. Be focus!”
“Yes, sir!”
Mereka pun memulai pelajaran Bahasa Inggris. Setelah itu mereka mengerjakan contoh soal untuk ujian akhir dan melakukannya secara berkelompok 4 orang. Sofi dan Indah berkelompok dengan Bagas dan Fazar sementara Reynaldi dan Naufal berkelompok dengan Anggun dan Nala. Masing-masing kelompok ada yang mengerjakan dengan serius ada juga yang tidak mengerjakan kertas soal tersebut seperti Anggun yang hanya memainkan ponselnya tanpa mengerjakan kertas soal miliknya.
Sedangkan Nala sedang memperhatikan Reynaldi dan Naufal yang sedang saling berargumen. Nala hanya tersenyum miring karena tidak bisa mengikuti kedua orang yang pintar dalam pembelajaran bahasa. Naufal yang menyadarinya langsung bertanya pada Nala.
“Kenapa Nal? Bingung ya?”
“Ya gitu deh. Ga ngerti,” kata Nala sambil terkekeh.
“Santuy. Kita bantuin,” kata Naufal sambil memperlihatkan kertas soal miliknya ke Nala dan menjelaskan perlahan ke Nala. Reynaldi melihat Anggun yang tidak menyentuh kertas ujiannya. Seketika dia mengucapkan sesuatu yang membuat Anggun terkejut.
“Kalau cuman kerjaannya main HP, mending keluar dari kelompok ini, gih. Gue males lihat orang yang maunya nunggu hasil tanpa berusaha,” kata Reynaldi.
Anggun membulatkan matanya tidak percaya mendengar ucapan Reynaldi yang sangat pedas. Dia langsung berusaha untuk mencari alibi agar Reynaldi tidak memarahinya, “Apa sih, Rey. Gue lagi kerjain kok. Orang di depan HP juga lagi pake aplikasi terjemahan,”
“Mana liat?” tanya Reynaldi sambil merebut ponsel Anggun dengan kasar. Dia melihat ponsel Anggun dan seketika tersenyum miring, “Gue baru tahu kalau I*******m itu aplikasi terjemahan,”
“Balikin ponsel gue, please,” kata Anggun dengan suara lembut yang membuat Nala bergidik.
“Geli gue lihat lo so lembut,” kata Nala.
“Berisik lo!” kata Anggun sambil melotot ke Nala.
Naufal hanya menahan tawa sambil melihat Anggun, “Berarti rumor lo suka sama Rey bener ya? Pantes aja pas ngomongin Rey lagi deket sama Indah responnya marah-marah mulu,” kata Naufal menggoda Anggun yang langsung mendapat tamparan kertas pelan dari Anggun.
Reynaldi terus melihat Anggun dengan datar sambil mengembalikan ponsel Anggun padanya. Anggun menerima ponselnya dan dengan iseng menyentuh tangan Reynaldi. Reynaldi yang menyadarinya hanya terdiam tanpa merespon apapun meskipun Anggun tersipu.
‘Hihi. Rencana gue sukses! Gue di notice sama Rey!’ pikir Anggun dengan hati yang berbunga. Nala yang menyadarinya merasa jijik karena tingkah laku teman sebangkunya.
“Lanjutin dong, Fal. Gue masih ga ngerti bagian reading dibagian ini," kata Nala berusaha untuk mengalihkan perhatian.
“Oke,”
Anggun akhirnya melihat dan membaca soal tersebut sambil diam-diam melirik Reynaldi yang sibuk dengan kertas soal miliknya. Anggun pun mencari kesempatan sambil memperlihatkan kertas soal pada Reynaldi yang ada di hadapannya.
“Rey, bantuin gue dong. Gue masih ada beberapa soal yang ga paham,”
“Belum juga ngerjain udah bilang ga paham. Kerjain sendiri,”
“Ya justru itu karena ga paham, dari tadi ga dikerjain. Bantuin, ya-ya-ya?”
Reynaldi sekarang mulai merasa terganggu dengan tingkah laku Anggun. Dia menyimpan kertas miliknya sambil menopang dagu menatap tajam ke Anggun. Tanpa Reynaldi ketahui, Anggun merasa malu karena di tatap seperti itu dan berekspektasi bahwa Reynaldi akan menolongnya.
“Gue tahu lo tuh lagi pura-pura bego. Baik gue, Naufal dan teman sebangku lo tahu kalau lo tuh lumayan di pelajaran inggris. So, just do your job or get out of my face.” kata Reynaldi yang langsung menghilangkan khayalan di benak Anggun.
“O-oke.” dengan malu, Anggun pun mengerjakan kertas soalnya. Nala dan Naufal yang melihat kejadian itu hanya melongo. Mereka berdua saling berpandangan dengan tatapan bertanya. Tak lama mereka pun berusaha untuk melupakannya dan langsung melanjutkan tugas.
30 menit kemudian, kelas berakhir dan akan di lanjutkan ke pelajaran kedua. Namun, ketika Naufal memanggil guru dia mendapat kabar bahwa gurunya berhalangan hadir. Mendengar dari Naufal, semua yang ada di kelas merasa senang karena guru killer tidak masuk ke dalam kelas.
“Tapi, ada tugas teman-teman. Sorry ea.” kata Naufal sambil memperlihatkan kertas di tangannya.
“Yah, ga asik!”
“Lo ga bisa tolak gitu tugasnya Fal?”
“Aduh, gue sakit mendadak! Gue ke UKS ya?”
“Jangan bilang harus beres hari ini.”
“Sayangnya, iya. Tugasnya harus dikumpulin sebelum jam istirahat pertama.” kata Naufal yang langsung mendapat omelan lagi dari teman-teman kelasnya.
“Ya kalau kalian bisa kerjainnya cepet, bisa cepet istirahat.”
Yang lain hanya mendengus sambil mengeluarkan buku tulis masing-masing. Naufal pun mencatat tugasnya di papan tulis dan setelah itu dia langsung kembali ke bangkunya dan mulai mengerjakan tugasnya.
30 menit telah berlalu, semuanya sibuk dengan tugas masing-masing. Hingga Reynaldi memberikan kertas jawaban ke Naufal.
“Gue udah beres. Gue boleh keluar duluan?”
“Oh, udah toh. Ya sok.”
Reynaldi pun bangun dari kursinya dan langsung keluar dari kelas. Tak lama kepergian Reynaldi, Indah bangun dan memberikan kertasnya ke Naufal. Dia melihat Indah dan menyadari bahwa wajah gadis itu terlihat pucat. Sebelum Indah semakin menjauh, Naufal menahan tangan Indah.
“Lo sakit?”
Indah menggelengkan kepala, “Kecapekan, Pal.” kata Indah sambil menyunggingkan senyum ke Naufal. Naufal sudah merasakan hal buruk.
“Mending lo pulang. Istirahat yang bener.”
“Ah lebay, cuman kecapekan biasa kok. Udah ah, gue mau makan dulu.” Indah melepas genggaman tangan Naufal dan berjalan keluar dari kelas. Naufal hanya melihat kepergian Indah dengan khawatir. Bagas duduk di sebelah Naufal lalu menyikut lengannya.
“Lo kalau khawatir, mending susul Indah gih. Lo dari tadi juga udah beres kan?” tanya Bagas sambil menunjuk kertas milik Naufal.
“Tapi, gue harus kasih ni kertas ke ruang guru.”
“Sama gue aja. Udah sana gih.”
“Seneng gue punya sohib kek lo.” kata Naufal sambil tersenyum senang.
“Ya udah sana keburu gue berubah pikiran.”
“Oke.”
Naufal pun pergi dari kelas dan menyerahkan tugasnya ke Bagas. Bagas menggelengkan kepalanya sambil menatap keluar jendela memperlihatkan lapangan sekolah.
‘Dasar lambat. Kalau Indah di ambil sama orang lain lagi, lo bakal nangis lagi.’ pikir Bagas
Naufal berjalan menuju kantin dan mendapati Indah dan Reynaldi sedang duduk bersama sambil menikmati sarapan mereka. Dia menghampiri mereka berdua dan langsung duduk di sebelah Indah. Indah yang menyadari Naufal langsung menyapanya.
“Udah beres lo?”
“Udah dari tadi.” kata Naufal sambil menatap Reynaldi yang sedang mendengarkan lagu dari ponselnya. Reynaldi memberikan tatapan respon sambil mengangkat dagunya sedikit.
“Lo udah sarapan?” tanya Indah.
“Udah. Paling gue cuma beli minuman aja.” kata Naufal.
“Mau beli minum ‘kan?” Indah mengeluarkan uang sebesar 5 ribu rupiah dari saku seragamnya dan memberikannya ke Naufal, “Nitip dong tolong, air minum biasa aja. Lupa keburu laper.”
“Oke.” Naufal bangun dari duduknya dan membeli minuman. Tak lama Naufal kembali dengan minumannya. Dia menyimpan salah satu botol minum dan membuka satunya lagi. Setelah menutup kembali, Naufal memberikan botol minum yang sudah di buka itu ke Indah. Indah langsung tersenyum kecil setelah melihat Naufal membuka minuman itu untuknya.
“Makasih, Opal.”
“Iye-iye.”
Reynaldi yang melihat sikap Naufal hanya berusaha menahan tawa. Selama seminggu ini Reynaldi melihat sikap Naufal sangat berubah ketika bersama Indah karena setiap Naufal bertemu dengan siswi lain di sekolah ini dia hanya merespon biasa dan secukupnya. Sementara Indah berbeda. Hanya saja yang membuat Reynaldi bertanya-tanya adalah apakah Indah menyadari perasaan Naufal? Reynaldi tidak akan pernah mengetahuinya karena dia tidak bisa menebak pemikiran Indah.
Tak lama kemudian Indah dan Reynaldi selesai dengan sarapan mereka. Indah bangun dari duduknya sambil membawa piring, bermaksud untuk mengembalikannya ke pedagang di kantin tersebut sementara Reynaldi menyimpan piring miliknya di pinggir meja.
“Balikin dong kek Indah. Gimana sih.”
“Ya udah sih nanti aja.” kata Reynaldi sambil melihat Naufal sedang minum. Dia melirik Indah yang masih jauh dari mereka. Senyuman kecil muncul di wajah Reynaldi. Dia langsung menatap Naufal dengan tatapan menggoda.
“Jadi, ketua. Mau sampai kapan lo nyimpen perasaan ke Indah? Ga takut bakal di ambil orang, hm?”
Naufal tersedak mendengar pertanyaan Reynaldi. Dia menyeka mulutnya sambil melihat Indah yang jauh dari jarak mereka, “Tahu darimana lo gue suka sama Indah?”
“Sejak, kenal lo.”
“Lo tahu dari Bagas ya?”
Reynaldi menggelengkan kepalanya, “Ga kok. Ngobrol sama dia aja jarang. Gue tahu dari cara sikap lo ke Indah itu beda. Beda sekali. Di mata gue tuh ya berasa ngelihat bunga-bunga bertebaran di belakang lo pas lagi deket sama Indah. ”
Naufal hanya terkekeh sambil memegang leher belakangnya, “Malu gue. Lo jangan bilang ke dia ya.”
“Siapa juga yang mau ngadu? Males amat gue ngadu.”
“Gue kira lo suka sama Indah juga.”
“Ha? Gue? Suka sama tu makhluk astral? Mustahil.”
“Jangan bilang gitu, kalau bener gimana?”
“Tenang aja, Indah bukan tipe gue.”
“Hm, masa?"
Reynaldi menganggukkan kepalanya dengan serius membuat Naufal hanya tersenyum miring. Dia melihat Reynaldi dengan tatapan bertanya, “Apa mungkin karena lo udah punya pacar, ya?”
Mendengar pertanyaan Naufal membuat Reynaldi tersenyum miring, “Iya.”
‘Dulu.’
“Bagus dong. Gue lega sekarang.”
“Selama ini lo cemburu karena gue deket sama Indah?”
“Ya—jujur aja ya—iya, gue cemburu.”
“Makanya cepet-cepet nyatain perasaan lo, bawa dia kencan langsung.” kata Reynaldi.
“Ga semudah itu, Rey.”
“Apanya yang ga mudah?” tanya Indah yang jaraknya tidar terlalu jauh dari Naufal dan Reynaldi.
“Ga, Indah. Ga penting.”
“Ha?”
“Udah ah, gue cabut ke ruang OSIS dulu ya.”
“Ngapain? Lo ‘kan udah ga jadi ketua OSIS. Ngapain lo ke sana?”
“Biasa. Sampe ketemu di kelas, dadah!”
“Oke, dah.”
Naufal pun berpamitan ke Indah dan Reynaldi yang masih di kantin.
“Aneh gue si Opal. Padahal dia udah ga jadi ketua OSIS, tapi masih aja ngurusin OSIS.” kata Indah sambil meminum air. Reynaldi menatap Naufal yang mulai menjauh lalu melihat Indah yang menatap Naufal dengan tatapan sedih. Reynaldi berusaha untuk tenang agar tidak muak melihat keduanya yang sedang kasmaran.
‘Kenapa mereka ga saling ngucapin perasaan terus nge date sih? Bikin gue sakit mata.’
Naufal berjalan meninggalkan Reynaldi dan Indah di kantin dengan rasa malu karena Reynaldi yang mengetahui perasaannya. Dan selama seminggu, dia menahan rasa cemburu dan berpikir buruk ke Reynaldi. Dia berpikir alasan mengapa Reynaldi dekat dengan Indah karena dia menyukai Indah. Dia termakan dengan gosipan dari Anggun dan teman-temannya. Naufal berjalan semakin cepat berusaha untuk bersembunyi di ruang OSIS.‘Anjir. Malu gue.’ pikir Naufal.Ketika dia akan memasuki ruang OSIS, Bagas berdiam diri di depan pintu ruang OSIS. Naufal bingung melihat Bagas yang hanya menghalangi pintu dan tidak masuk ke dalam sambil menatap dirinya sedang berjalan.Naufal menghampiri Bagas lalu bertanya padanya, “Anak-anak udah beres kerjain tugasnya?”“Gue serahin ke Anggun. Lama-lama gue bosen juga nunggu yang lain beres.” kata Bagas.“Sudah gue duga lo pasti ga akan mau lama-lama di kelas.” kata Naufal sambil m
“DASAR ROBOT PEKERJA!” Sofi teriak di hadapan Indah yang membuat dirinya menutup telinga.Sofi berusaha untuk membuka kedua telinga Indah dengan secara paksa namun dia kalah kekuatan dengan Indah. Indah masih menutup telinganya sambil memberikan ekspresi datar ke Sofi. Sofi berusaha untuk menenangkan diri karena kesal pada temannya. Dia mengambil napas lalu dia keluarkan secara perlahan. Dia sudah siap untuk mengomeli Indah.“Oke. Gue ga akan teriak. Asal lo denger ucapan gue. Bisa ‘kan?” tanya Sofi yang langsung mendapat balasan anggukkan dari Indah. Indah membuka telinganya.“Denger ya, Ndah. Kemarin, lo pingsan. Kalau gue jadi lo, lebih baik ga masuk aja dulu 2 hari buat istirahat. Masalah absen tinggal titip surat sakit ke temen kelas. Gue pasti bakal istirahatin tubuh gue dibandingkan harus memaksakan diri sampai pingsan kek lo. Ngerti ga maksud gue?” kata Sofi.Indah melihat Sofi tanpa memperlihatkan e
Indah berusaha menghilangkan getaran di kedua tangannya dengan mengepalnya kuat-kuat. Dia berusaha untuk tidak memperlihatkan rasa takut yang ada di hatinya ketika melihat Michael di hadapannya. Dengan menghembuskan napas panjang, dia menurunkan bahunya perlahan. Indah memberikan senyuman ke Michael, meskipun dia tidak ingin melakukannya. Michael menatap Indah sambil memperlihatkan senyuman kecil. Dia bangun dari duduknya dan mempersilahkan Indah untuk duduk di hadapannya.“Have a seat, Indah. I need to talk to you,”Dengan melangkahkan kakinya yang terasa berat, Indah mendekati kursi dan langsung duduk. Dia merapihkan bajunya agar tidak kusut ketika duduk. Dia menyimpan kedua tangannya di atas paha dan langsung menatap Michael dengan tatapan benci pada Indah. Michael yang menyadarinya berusaha untuk menenangkan Indah.“I know it’s weird. But, I—““Tahu dari mana gue kerja disini?”&
“Lo tahu siapa cewek di sebelahnya?” tanya Naufal.“Itu adiknya. Dara namanya.” kata Indah sambil berjalan mendekati meja Michael dan adiknya bernama Dara.“Lo yakin, Ndah?” tanya Naufal sambil mengikuti Indah.“Lebih baik diladenin sekarang daripada ganggu gue terus.” kata Indah.Naufal pun hanya dapat terdiam sambil mengikuti Indah. Akhirnya kedua nya duduk di hadapan Michael dan Dara. Sambil tersenyum, Michael mengulurkan tangannya ke Naufal.“Hai, Naufal. Lama tak jumpa.” kata Michael.Ketika itu, Naufal hanya menepis tangan Michael sambil memperlihatkan tatapan dingin ke arahnya, “Ga usah sok akrab lo. Temenan aja ga.” kata Naufal sambil melipat kedua tangannya di bawah dadanya. Dia duduk dengan posisi bersandar ke kursi.Indah menyimpan kedua tangannya di atas pahanya, bermaksud untuk menutupi getaran di tangannya. ‘Semoga Naufal ga sadar.’
Reynaldi melangkahkan kakinya ke dalam rumah sakit. Langkahnya tergesa-gesa bahkan hampir menabrak suster yang melewati dirinya. Dia terus melangkahkan kaki hingga berada di pintu lift. Dia menunggu sejenak hingga akhirnya pintu lift terbuka. Reynaldi mempersilahkan para orang-orang yang berada di dalam lift untuk keluar lebih awal. Setelah memastikan semuanya sudah keluar, Reynaldi masuk ke dalam dan memencet tombol nomor 5.Setelah melewati dua lantai, Reynaldi tiba di lantai 5. Dia keluar dari lift dan langsung pergi ke ruangan ayahnya. Setelah sampai dia langsung membuka pintu dengan senang.“Pa,—“ langkah Reynaldi terhenti. Tangannya masih memegang gagang pintu. Matanya membulat, terkejut karena melihat apa yang ada di hadapannya. Bukan karena ayahnya yang sudah membuka mata meskipun masih menggunakan alat pernapasan saja, melainkan menatap ibunya yang duduk di sampingnya.“Aldi udah di sini, Pa.” kata Anisa sambil tersenyum ke
Keduanya sedang menatap langit biru cerah itu, tak lupa awan putih yang menghiasi sang langit. Angin berhembus pelan mengurangi rasa panas ketika mereka berada di balkon sekolah. Setelah mengakhiri makan siang, Reynaldi dan Indah langsung pergi ke atas tanpa di ketahui oleh siapapun. Keduanya sudah berencana dari awal untuk pergi ke atas dan membicarakan kisah mereka kemarin. Namun, hingga sekarang tidak ada yang memulai bercerita. Mungkin karena mereka masih ingin menikmati pemandangan yang berada di hadapan mereka sekarang.Indah menutup matanya perlahan sambil mengambil napas dalam. Dia mendengar suara angin yang melewatinya. Dia merasa waktu berdetak pelan. Reynaldi yang sebelumnya menatap kosong ke langit, perlahan kejadian yang terjadi kemarin terekam kembali di benaknya. Dia mengingat ketika Ayah nya kembali dari koma panjangnya, kedua saudaranya yang akhirnya dapat dia temui kembali, dan Ibu nya yang masih memasang topeng di hadapan sang Ayah. Kekhawatiran Reynaldi se
Setelah berpamitan dengan Sofi, Indah langsung pulang ke rumah. setibanya di rumah, Indah menghampiri Ibunya yang baru saja tiba juga di rumah dan menceritakan kejadian yang terjadi antara dirinya dan Ayahnya. Ana yang mendengar cerita dari Anaknya, terkejut dengan memberikan tatapan tidak percaya.“Kamu ga apa-apa ‘kan pas ketemu Papa kamu?” tanya Ana sambil memperhatikan apakah anaknya mendapat pukulan baru di bagian tubuhnya,“Ga, Ma, untungnya. Hampir sih, tapi untungnya ada Naufal jadi Papa ga ngelakuin aneh-aneh,” jawab Indah.Ana menghela napas lega, “Syukurlah, Mama udah takut kamu di apa-apain lagi sama Papa kamu,”“Ga, Ma...,” Indah tersenyum kecil ke Ana, “Tenang aja,” lanjutnya.“Ya sudah, Mama mau ganti baju, terus masak buat makan malam,” ucap Ana.“Iya,”Indah pun masuk ke dalam kamar dan membuka baju seragam sekolahnya. Ketika dia
“Lepasin gue!” Naufal berusaha lepas dari rangkulan Bagas. “Jangan merusak momen dong,” ucap Bagas. “Momen maksud lo?! Tuh orang berani amat meluk Indah, di tambah di buat nangis lagi!” “Jangan main nyamperin, kita aja ga tahu menahu mereka lagi ngobrol apaan,” Naufal melepas rangkulan Bagas kesal, menatap Michael dan Indah dari jarak yang memang cukup jauh dan mustahil mendengar obrolan mereka. Sebuah kebetulan bagi Naufal bertemu dengan mereka di sini, karena baik dirinya maupun Bagas tidak pernah membuat rencana untuk mengikuti Indah. Terlebih Bagas yang sama sekali tidak tahu mengenai Michael dan Indah. “Kenapa lo mau-maunya sih ngobrol lagi sama Mike, Indah? Gue ga ngerti sama dia!” Bagas tidak peduli dengan ocehan Naufal sambil memakan es krim yang hampir meleleh, “Ya udah sih, emang ada yang harus di obrolin kali. Ga mungkin lah Michael bersikukuh tanpa ada alasan buat ketemu Indah,” ujarnya yang masih melanjutkan memakan es kri
“Indah, nyontek MTK dong,”Indah mengerjapkan matanya berkali-kali setelah mendengar permintaan Reyaldi yang tak terduga. Dia masih menatap keheranan ke Reynaldi hingga membuat sosok yang di tatap ikut kebingungan dengan Indah.“Lo pura-pura tuli atau gimana sih?”“Ya gimana gue ga heran secara lo tuh ga pernah bolos ngerjain PR,”“Kali-kali malas, ga salah kan,” ucapnya sambil menunggu Indah memberikan buku cacatan miliknya padanya.Indah langsung memberikan buku catatannya dan di terima dengan baik oleh Reynaldi, “Sesekali gue juga mau nyontek dong ke lo,”“Ngapain? Lo udah cukup pintar ngapain capek-capek nyatet jawaban yang salah dari buku orang?”Indah tersenyum, lebih tepatnya tersenyum menyindir, “Ngaca!”Reynaldi mengacuhkan Indah dan langsung kembali ke meja miliknya, lalu langsung mencatat ulang di bukunya. Indah menatap dari kejauhan
“Lepasin gue!” Naufal berusaha lepas dari rangkulan Bagas. “Jangan merusak momen dong,” ucap Bagas. “Momen maksud lo?! Tuh orang berani amat meluk Indah, di tambah di buat nangis lagi!” “Jangan main nyamperin, kita aja ga tahu menahu mereka lagi ngobrol apaan,” Naufal melepas rangkulan Bagas kesal, menatap Michael dan Indah dari jarak yang memang cukup jauh dan mustahil mendengar obrolan mereka. Sebuah kebetulan bagi Naufal bertemu dengan mereka di sini, karena baik dirinya maupun Bagas tidak pernah membuat rencana untuk mengikuti Indah. Terlebih Bagas yang sama sekali tidak tahu mengenai Michael dan Indah. “Kenapa lo mau-maunya sih ngobrol lagi sama Mike, Indah? Gue ga ngerti sama dia!” Bagas tidak peduli dengan ocehan Naufal sambil memakan es krim yang hampir meleleh, “Ya udah sih, emang ada yang harus di obrolin kali. Ga mungkin lah Michael bersikukuh tanpa ada alasan buat ketemu Indah,” ujarnya yang masih melanjutkan memakan es kri
Setelah berpamitan dengan Sofi, Indah langsung pulang ke rumah. setibanya di rumah, Indah menghampiri Ibunya yang baru saja tiba juga di rumah dan menceritakan kejadian yang terjadi antara dirinya dan Ayahnya. Ana yang mendengar cerita dari Anaknya, terkejut dengan memberikan tatapan tidak percaya.“Kamu ga apa-apa ‘kan pas ketemu Papa kamu?” tanya Ana sambil memperhatikan apakah anaknya mendapat pukulan baru di bagian tubuhnya,“Ga, Ma, untungnya. Hampir sih, tapi untungnya ada Naufal jadi Papa ga ngelakuin aneh-aneh,” jawab Indah.Ana menghela napas lega, “Syukurlah, Mama udah takut kamu di apa-apain lagi sama Papa kamu,”“Ga, Ma...,” Indah tersenyum kecil ke Ana, “Tenang aja,” lanjutnya.“Ya sudah, Mama mau ganti baju, terus masak buat makan malam,” ucap Ana.“Iya,”Indah pun masuk ke dalam kamar dan membuka baju seragam sekolahnya. Ketika dia
Keduanya sedang menatap langit biru cerah itu, tak lupa awan putih yang menghiasi sang langit. Angin berhembus pelan mengurangi rasa panas ketika mereka berada di balkon sekolah. Setelah mengakhiri makan siang, Reynaldi dan Indah langsung pergi ke atas tanpa di ketahui oleh siapapun. Keduanya sudah berencana dari awal untuk pergi ke atas dan membicarakan kisah mereka kemarin. Namun, hingga sekarang tidak ada yang memulai bercerita. Mungkin karena mereka masih ingin menikmati pemandangan yang berada di hadapan mereka sekarang.Indah menutup matanya perlahan sambil mengambil napas dalam. Dia mendengar suara angin yang melewatinya. Dia merasa waktu berdetak pelan. Reynaldi yang sebelumnya menatap kosong ke langit, perlahan kejadian yang terjadi kemarin terekam kembali di benaknya. Dia mengingat ketika Ayah nya kembali dari koma panjangnya, kedua saudaranya yang akhirnya dapat dia temui kembali, dan Ibu nya yang masih memasang topeng di hadapan sang Ayah. Kekhawatiran Reynaldi se
Reynaldi melangkahkan kakinya ke dalam rumah sakit. Langkahnya tergesa-gesa bahkan hampir menabrak suster yang melewati dirinya. Dia terus melangkahkan kaki hingga berada di pintu lift. Dia menunggu sejenak hingga akhirnya pintu lift terbuka. Reynaldi mempersilahkan para orang-orang yang berada di dalam lift untuk keluar lebih awal. Setelah memastikan semuanya sudah keluar, Reynaldi masuk ke dalam dan memencet tombol nomor 5.Setelah melewati dua lantai, Reynaldi tiba di lantai 5. Dia keluar dari lift dan langsung pergi ke ruangan ayahnya. Setelah sampai dia langsung membuka pintu dengan senang.“Pa,—“ langkah Reynaldi terhenti. Tangannya masih memegang gagang pintu. Matanya membulat, terkejut karena melihat apa yang ada di hadapannya. Bukan karena ayahnya yang sudah membuka mata meskipun masih menggunakan alat pernapasan saja, melainkan menatap ibunya yang duduk di sampingnya.“Aldi udah di sini, Pa.” kata Anisa sambil tersenyum ke
“Lo tahu siapa cewek di sebelahnya?” tanya Naufal.“Itu adiknya. Dara namanya.” kata Indah sambil berjalan mendekati meja Michael dan adiknya bernama Dara.“Lo yakin, Ndah?” tanya Naufal sambil mengikuti Indah.“Lebih baik diladenin sekarang daripada ganggu gue terus.” kata Indah.Naufal pun hanya dapat terdiam sambil mengikuti Indah. Akhirnya kedua nya duduk di hadapan Michael dan Dara. Sambil tersenyum, Michael mengulurkan tangannya ke Naufal.“Hai, Naufal. Lama tak jumpa.” kata Michael.Ketika itu, Naufal hanya menepis tangan Michael sambil memperlihatkan tatapan dingin ke arahnya, “Ga usah sok akrab lo. Temenan aja ga.” kata Naufal sambil melipat kedua tangannya di bawah dadanya. Dia duduk dengan posisi bersandar ke kursi.Indah menyimpan kedua tangannya di atas pahanya, bermaksud untuk menutupi getaran di tangannya. ‘Semoga Naufal ga sadar.’
Indah berusaha menghilangkan getaran di kedua tangannya dengan mengepalnya kuat-kuat. Dia berusaha untuk tidak memperlihatkan rasa takut yang ada di hatinya ketika melihat Michael di hadapannya. Dengan menghembuskan napas panjang, dia menurunkan bahunya perlahan. Indah memberikan senyuman ke Michael, meskipun dia tidak ingin melakukannya. Michael menatap Indah sambil memperlihatkan senyuman kecil. Dia bangun dari duduknya dan mempersilahkan Indah untuk duduk di hadapannya.“Have a seat, Indah. I need to talk to you,”Dengan melangkahkan kakinya yang terasa berat, Indah mendekati kursi dan langsung duduk. Dia merapihkan bajunya agar tidak kusut ketika duduk. Dia menyimpan kedua tangannya di atas paha dan langsung menatap Michael dengan tatapan benci pada Indah. Michael yang menyadarinya berusaha untuk menenangkan Indah.“I know it’s weird. But, I—““Tahu dari mana gue kerja disini?”&
“DASAR ROBOT PEKERJA!” Sofi teriak di hadapan Indah yang membuat dirinya menutup telinga.Sofi berusaha untuk membuka kedua telinga Indah dengan secara paksa namun dia kalah kekuatan dengan Indah. Indah masih menutup telinganya sambil memberikan ekspresi datar ke Sofi. Sofi berusaha untuk menenangkan diri karena kesal pada temannya. Dia mengambil napas lalu dia keluarkan secara perlahan. Dia sudah siap untuk mengomeli Indah.“Oke. Gue ga akan teriak. Asal lo denger ucapan gue. Bisa ‘kan?” tanya Sofi yang langsung mendapat balasan anggukkan dari Indah. Indah membuka telinganya.“Denger ya, Ndah. Kemarin, lo pingsan. Kalau gue jadi lo, lebih baik ga masuk aja dulu 2 hari buat istirahat. Masalah absen tinggal titip surat sakit ke temen kelas. Gue pasti bakal istirahatin tubuh gue dibandingkan harus memaksakan diri sampai pingsan kek lo. Ngerti ga maksud gue?” kata Sofi.Indah melihat Sofi tanpa memperlihatkan e
Naufal berjalan meninggalkan Reynaldi dan Indah di kantin dengan rasa malu karena Reynaldi yang mengetahui perasaannya. Dan selama seminggu, dia menahan rasa cemburu dan berpikir buruk ke Reynaldi. Dia berpikir alasan mengapa Reynaldi dekat dengan Indah karena dia menyukai Indah. Dia termakan dengan gosipan dari Anggun dan teman-temannya. Naufal berjalan semakin cepat berusaha untuk bersembunyi di ruang OSIS.‘Anjir. Malu gue.’ pikir Naufal.Ketika dia akan memasuki ruang OSIS, Bagas berdiam diri di depan pintu ruang OSIS. Naufal bingung melihat Bagas yang hanya menghalangi pintu dan tidak masuk ke dalam sambil menatap dirinya sedang berjalan.Naufal menghampiri Bagas lalu bertanya padanya, “Anak-anak udah beres kerjain tugasnya?”“Gue serahin ke Anggun. Lama-lama gue bosen juga nunggu yang lain beres.” kata Bagas.“Sudah gue duga lo pasti ga akan mau lama-lama di kelas.” kata Naufal sambil m