HAPPY READING
__________________
“Ponsel gue!!!”
Tiba-tiba, seorang pencopet langsung menyambar ponsel yang ada di tangan Adel, membuatnya berteriak panik. Ilham langsung berlari mengejar pencopet itu, berharap ponsel adiknya masih bisa terselamatkan.
Adel mengacak-acak rambutnya frustrasi, bagaimana bisa ia seceroboh itu. Dia hanya mampu menatap tempat menghilangnya Ilham seraya menggigit jari. Ya Allah, semoga saja bang Ilham bisa menyelamatkan ponsel aku! Batin Adel berdo’a.
*****
Suasana siang yang begitu panas membuat semua orang yang sedang istirahat dari kerja kantor memilih bercengkerama di salah satu cafe terkenal yang ada di Jalan Diponegoro.
Cafe Andalusi, di sana pula terdapat sekelompok anak geng motor dari SMA Sriwijaya sedang bercengkerama ria. Untung sekali, hari ini anak geng motor itu tidak lagi membuat keonaran. Walaupun hanya bercengkerama ria, tetapi pemilik cafe tetap was-was, mengingat kerusuhan yang disebabkan oleh anak geng itu dapat terjadi secara tiba-tiba.
Geng bernama Dark Tiger – yang di ketuai Badai Ranendra Arikusuma ini memang cukup terkenal di Yogyakarta. Geng motor yang dikenal sebagai anak geng yang sadis, suka memblokade jalan, dan melakukan tawuran yang memberikan dampak tragis bagi sebagian masyarakat. Korban trauma dan dan harta benda.
“Gimana, Rez! Masih mau nambah?” tanya Badai, setelah merasa puas dengan makan siangnya. Dia hanya menyenderkan punggung di kursi seraya menatap Irez yang masih memakan beberapa dessert yang belum habis.
“Ah! Ini lebih dari cukup, Bro!” balas Irez menghabiskan dessertnya lalu mengelus perutnya yang terlihat sudah buncit, karena kekenyangan.
“Leon, Abra, Keran, Demas? Gimana masih mau nambah!” tanya Badai bersedekap dada, bak bos yang sedang memberitahu anak buahnya.
“Wah, sudah cukup, Bad. Rasanya gue sudah mau keluar nih!” balas Leon seraya bangkit dari tempat duduk. “Gue ke toilet bentar yah,” pamit Leon seraya berlari menuju toilet.
Sontak tawa teman-temannya meledak. Dasar si Leon lugu, boker harus pamit dulu.
Badai juga ikut terkekeh melihat tingkah salah satu anggotanya. Hari ini sepertinya Badai menampilkan sisi berbeda dari dirinya, biasanya dia selalu ngutang sama Mbak Iren, tetapi saat ini dia yang men-traktir semua temannya. Dasar aneh!
“Eh, Bro, lihat dompet gue tidak?” tanya Badai merogoh saku celananya kaget karena dompetnya tiba-tiba raib.
Kontan semua temannya terkejut dan menatapnya dengan lototan mata. Bagaimana tidak? Jika hari ini Badai berniat mentraktir mereka dengan sepuasnya, tetapi dengan cerobohnya, Badai kehilangan dompet. Terus yang membayar semua itu siapa? Ya kali mereka yang harus merogoh kocek! Drama apa lagi yang akan terjadi selanjutnya.
“Yang benar, Bad! Lo gak becanda kan?” tanya Demas mendekati Badai dan mencoba membantu mengecek setiap kantong dan di sekitar tempat duduk Badai. Bukan tanpa alasan, jika di antara mereka, dialah yang paling banyak memesan. Kalau benar Badai kehilangan dompet, maka dia yang harus membayar semua makanan sudah dimakannya. Bisa limit kartu kreditnya, entar!
“Beneran!” ujar Badai serius dan bangkit dari duduk, mengecek seluruh bawah meja, saku dan tas sekolahnya. Tetapi tidak kunjung dia menemukan dompetnya.
Semua orang menjadi panik, tanpa terkecuali Leon yang sudah tiba dari toilet. Dia pun langsung ikut mencari dompet Badai. “Eh, bentar-bentar, gue ke motor gue dulu, gue baru ingat sehabis beli bensin tadi pagi, gue nyimpan dompet du di bagasi motor. Bentar yah!” ujar badai, membuat semua temannya tersenyum lega dan mempersilakannya.
Badai keluar ke depan cafe menghampiri motornya. Dan untung sekali, dompetnya ternyata ada di bagasi motornya. Pas selesai mengambil dompetnya, tiba-tiba ia merasa ada yang mengetuk punggungnya.
Badai balik badan dan mendapatkan sosok laki-laki gondrong yang ngos-ngosan. “Kenapa Mang?” tanya Badai heran.
“Selamat, Mas. Anda terpilih menjadi pemenang Giveaway dadakan!” ucap orang itu langsung memberinya sebuah ponsel dengan paksa.
Badai membeo, tetapi berusaha menerima ponsel itu, “Tapi, Mang, gue gak pernah ikutan acara giveaway!”
“Tidak usah banyak bicara, ini rezeki, Mas!” tegas orang itu lalu berlari kencang menjauh.
Badai hanya mengernyitkan jidat, belum mampu mencerna seratus persen. Sejak kapan ada giveaway dadakan seperti itu. “Ini juga, hadiahnya pake hp bekas. Seandainya saja, mobil atau motor sport, gue sih fine-fine aja,” ujar Badai kepada dirinya sendiri.
“Tapi gak papa deh, rezeki anak soleh. Gak boleh ditolak! Gue lihat ini ponsel juga masih bagus juga. Nanti gue kasih hadiah untuk Mbok aja yang ada di rumah, sudah lama dia gak punya ponsel!” lanjut Badai mulai melangkah meninggalkan motornya.
Langkah Badai langsung terhenti ketika ada orang yang menyerunya, “Stop! Stop!” Dia menoleh ke arah datangnya orang itu, dan menunggu apa yang akan dia katakan.
Ilham menghela napas panjang, dan berusaha menetralkan detakan jatungnya, “Dek! Kakak mau tanya!” ucap Ilham setelah jantungnya mulai mereda.
“Iya Bang, ada apa?” tanya Badai.
“Dek, lihat preman yang berambut gondrong lewat sini, tidak?” tanya Ilham.
“Preman rambut gondrong? Em ... iya Bang, tadi memang ada preman yang lewat di sini. Emangnya kenapa Bang?” tanya Badai dengan heran.
“Dia lewat mana?”
“Dia lew—“
Ucapan Badai terhenti, ketika teriakan perempuan dari arah belakang Ilham, yang membuat pandangannya terarahkan ke sana.
Adel berhenti berlari tepat di samping Ilham, “Gimana, copetnya sudah di tangkap? Mana-mana? Aku congkel matanya!” tanya Adel menggebu-gebu.
Badai hanya membeku, kerena belum paham dengan paa yang terjadi. Sedangkan Adel, langsung melototkan matanya terkejut melihat siapa yang ada di depannya! “You!!” tunjuk Adel tepat di depan dada Badai.
Adel menatap Badai dari kepala hingga terheti pas di tangannya, “Ponsel gue! lo ambil ponsel gue! wah lo kurang ajar banget,” sarkas Adel langsung menyambar ponselnya dari tangan Badai.
“Heh, tapi itu hadiah giveaway gue!” tahan Badai ingin merebut kembali ponsel itu dari dari
“Hah? Gue gak salah dengar kan! Ini jelas-jelas ponsel gue. ternyat lo itu selain mesum, tukang copet juga!”
“Heh, lo ngomong apa sih!” kesal Badai.
“Lo nggak usah marah, lo emang copet! Sepertinya lo perlu ditahan di kantor polisi deh? Atau di gebukin mungkin?”
“Tapi gue gak nyopet! Lo jangan asal nuduh dong!” ujar Badai tidak terima.
“Lo mau ngeles! Buktinya ponsel gue ada di tangan lo, ya kali ponsel gue terbang sendiri ke elo. Sangat mustahil bukan?”
“Tapi itu—“
“Hus! Lo gak usah menyangkal! Lo emang copet kan!” ujar Adel bersikeras menuduh Badai.
“Bentar-bentar. Kalian udah saling kenal? Kok bisa? Dia siapa Del?” tanya Ilham angkat bicara, seray melerai adiknya dengan cowok yang ada di hadapannya, serta memberinya pertanyaan yang menggebu-gebu.
“Kak, ini dia cowok yang kurang ajar sama aku di stasiun kemarin!” aduh Adel kepada Ilham. Langsung saja Ilham menatap nyalang cowok yang ada di hadapannya.
“Heh lo, ngapai adek gue kemarin?” tanya Ilham mendekati Badai.
Badai terkesiap! Jujur melihat tubuh Ilham, Badai langsung kicep. Bisa remuk tubuhnya jika di hantam oleh tangan berotot Ilham.
“Lo ngapai adek gue!” Ilham mulai memegang kerah baju Badai.
“Ampun, Bang! Gue gak sengaja kemarin! Swer!” ucap Badai terlihat gugup serta menampilkan jari tengah dan telunjuknya.
Melihat ada kerusuhan di depan cafe, teman-teman Badai pun menghampiri dan langsung melepaskan Badai dari Ilham.
“Stop! Stop! Ini ada apa, Bang?” tanya Leon berusaha melepaskan Badai dari Ilham.
“Lo tanya sama teman lo ini, dia itu sudah ganggu adek gue kemarin! Dan hari ini dia nyopet ponsel adek gue!” geram Ilham murka.
“Wah-wah, ini sepertinya salah paham, Bang. Sejak tadi kami semua berkumpul di cafe dalam sana. Terus Badai keluar untuk mengambil dompet! Dia gak copet bang!” jelas Irez membela Badai, jika memang faktanya seperti itu.
“Tapi, kenapa ponsel adek gue ada sama dia?” tanya Ilham masih panas.
“Gue tadi di kasih sama preman, Bang! Dia bilang itu giveaway dadakan, eh tau-tau, sakratul maut dadakan!” jelas Badai .
“Oh maaf, gue sudah salah duga. terimah kasih yah,” ujar Ilham meminta maaf dan mengelus bahu Badai pelan. “Tapi masalahnya, lo ngapain adek gue kemarin?” tanya Ilham berbisik disertai tatapan horornya, membuat Badai yang sempat lega kembali kicep.
“An – anu ....”
*****
TO BE CONTINUED ....
Nikmatin alurnya, pas ke kunci buka yah. wkwk
HAPPY READING __________________ Hari semakin gelap. Adel dan Ilham kembali ke rumah Om Reza. Bukan untuk bermalam, tetapi untuk pamit karena dia sudah mendapatkan kontrakan murah tak jauh dari rumah sakit. Setelah salam, mereka berdua masuk dan menghampiri Reza yang sedang duduk santai di sofa ruang tamu – membaca koran. Hari ini Reza pulang lebih cepat. Mungkin karena kerjaan kantor lagi tidak banyak, jadi Reza bisa pulang sebelum adzan magrib berkumandang. “Udah pulang, Om?” tanya Ilham sambil mencium punggung tangan pamannya. Reza mengangguk pelan, “Iya, Nak. Gimana? Udah dapat kontrakan?” tanya Reza ramah seraya menyalami kedua keponakannya. Ilham mengangguk lalu mendaratkan pantatnya di sofa yang ada di depan Reza, begitu pula dengan Adel. Setelah menyalami pamannya, dia langsung duduk di samping Ilham. “Tapi, kenapa sih kalian tidak tinggal di rumah om saja. Kenapa mesti cari kontrakan?” tanya Reza. “Tid
HAPPY READING ***** Malam ini Badai tidak bisa tidur. Dia terus kepikiran dengan kejadian tadi siang di depan cafe. Benar-benar terhina, harga dirinya di injak-injak oleh perempuan sialan itu. Badai tidak jadi ke basecamp Dark Tiger karena kondisi hati dan pikirannya sedang tidak baik-baik. Saat ini dia hanya duduk di balkon kamarnya, seraya menjabak rambutnya frustrasi. Dia tidak habis pikir jika ada cewek seberani itu menginjak haga dirinya di depan teman-temannya. Jika Dark Tiger tidak mau menerimanya lagi bagaimana? Mengingat kejadian tadi siang. “Oh maaf, gue sudah salah duga. terimah kasih yah,” ujar Ilham meminta maaf dan mengelus bahu Badai pelan. Badai menjadi lega karena merasa permasalahannya dengan cowok yang ada di dekat perempuan sialan itu sudah selesai. Tetapi bukannya selesai, malahan cowok itu mendekatinya dan berbisik ke telinga Badai. “Tapi masalahnya sekarang, lo ngapain adek gue k
HAPPY READING ***** Terasa ada yang kurang pagi ini. Ilham yang tidur lagi selepas shalat subuh tadi, menjadi heran tidak mendapati Adel di kamar. Ilham menjadi bingung dan cemas dibuatnya. Jujur, meskipun dia sedikit kesal kepada adiknya itu, tetapi jikalau dia tidak mengetahui Adel ke mana, dia juga merasa khawatir akan terjadi apa-apa kepada adiknya itu. Ilham mondar-mandir di dalam ruangan, membuat Ridwan yang baru saja bangun dari alam mimpinya menautkan alis, karena bingung. Ada apa geranga, mengapa Ilham mondar-mandir seperti itu? Jikalau memang dia ingin jogging atau berjalan santai sambil olahraga, kenapa tidak keluar saja? “I-Ilham, kenapa mondar-mandir di situ, Nak? Adikmu mana?” tanya Ridwan terbata-bata. Ilham menghentikan aksinya, dan mendekati brangkar Ridwan. Dia berusaha menghilangkan rasa cemasnya, agar Ridwan tidak ikut cemas, tetapi dia tidak bisa. Sekuat tenaga dia melakukannya, tetapi rau
HAPPY READING ***** Sehabis membeli sarapan, Ilham kembali ke kamar ayahnya. Terlihat dia berisul-siul kecil melewati lorong koridor seraya menjinjing kantong kresek berwarna hitam polos disertai aroma-aroma enak yang mengikutinya. Sepertinya Ilham baru saja membeli gudeg dari pedagang kaki lima di depan rumah sakit sana. Memang sih, makanan pedangan kaki lima tidak kalah dengan makanan di restoran, atau bahkan di pedagang kaki lima lebih untung. Sudah enak, sederhana, murah lagi. Tidak sama di restoran, kelihatannya saja mewah, tetapi rasanya, sama. Mewah juga. Bisa membuat rekening jadi limit. Ilham membuka pintu dan melihat Adel sedang main ponsel di sofa. Sedangkan Ridwan sedang di periksa oleh suster. “Nih!” ujar Ilham seraya menyimpan gudeg di atas sofa. “Buat aku?” tanya Adel singkat. “Buat sofa! Yah buat kamu lah,” sungut Ilham membanting dirinya di sofa. Adel hanya mengerucutkan bibirnya. Lalu
HAPPY READING ***** Kegiatan bersih-bersih masih berlangsung hingga saat ini. Keringat yang sudah menetes berbenturan dengan kuman membuat Adel merasakan ada aroma-aroma yang sangat enak dicium. Yah, bau-bau yang membuat kita ingin menutup hidung agar aroma itu tidak sampai masuk ke dalam indra penciuman dan membuat organ tubuh menjadi pingsan dan tidak melaksanakan kinerjanya dengan baik. Akan tetapi, meskipun demikian. Adel dan Ilham tetap tidak mau menghentikan pekerjaannya yang dirasa masih belum adalah lima puluh persen selesai dalam perenovasian ini. Acara bersih-bersih sudah selesai dan kecoa-kecoa sialan yang sudah mati kini terkumpul di dalam baskom. Akibat semprotan Adel yang secara serampangan membuat semua makhluk yang menciumnya isdet alias berpulang ke Illahi. Sangat miris emang, apalagi keluarga besar kecoa bawah bantal semuanya tidak ada yang tersisa. Mulai dari nenek buyut hingga cucu-cucu yang masih dalam telur dan p
HAPPY READING ***** “Bang!” ucap Adel menatap kakaknya yang sedang berselonjor di kursi ruang tamu. “Apa?” tanya Ilham. “Gak usah banyak tanya, baiknya kamu terusin mijitnya, di bagian sini nih!” lanjutnya memerintah. “Bukan di situ, yah ... ah bukan, di sini!” “Dih, apasih Bang! Emm!!” kesal Adel lalu memijit lengan Ilham kuat-kuat. “Aww! Kamu mau bunuh, Abang?” tanya Ilham mengaduh kesakitan. “Sudah-sudah!” putusnya kemudian lalu mengenyangkan tangan Adel dari lengannya. Bisa-bisa badannya remuk seperti habis ditindas buldozer jika Adel memijatnya seperti itu. “Dasar lo jadi adek, gak ikhlas banget kalau ngebantuin!” lirih Ilham kemudian. “Abisnya sih, Abang menjengkelkan sekali. Kayak bos killer norak tahu gak,” sahut Adel merespon. Sepertinya Adel mendengar perkataan Ilham barusan. Yang lebih kesal sekarang adalah Adel. Enak saja abangnya itu memerintahnya untuk memijitnya, tetapi kalau tidak enak, malah ma
HAPPY READING ***** Tidak terasa sudah banyak jam yang telah terlewati di Yogyakarta. Semuanya berjalan sebagaimana mestinya, suka, duka, senang, dan sedih semuanya sudah dirasakan oleh seorang Adela Andriana. Semuanya memerlukan mental yang kokoh, untungnya masih ada Ilham yang selalu setia membantunya. Meskipun dia sekarang sedikit menjengkelkan, jujur Adel tidak bisa hidup tanpanya. Terdengar sangat lebay emang, tetapi persepsi orang kan berbeda-beda. Dan satu yang pasti, seandainya cerita ini tidak habis kena kontrak, mungkin authornya sudah mengubah judulnya, “I Love my Brother,” tetapi karena beberapa ketentuan lain maka dia akan tetap setia di judul, “Because You’re Mine.” Sudahlah, lebih baik kita masuk ke cerita. Cerita sang putri yang sangat cantik dan pada akhirnya akan bahagia dengan pangeran berkuda. “Akhirnya mereka berdua bahagia selamanya. Tamat!” Terdengar sangat klise bukan? Tanpa mendengar pendapat kalian, Author se
BISMILLAH __________ “Semuanya sudah dimasukkan kedalam koper? Intinya jangan ada yang tertinggal, karena kita harus berangkat sekarang. Taksi onlinenya udah datang. Jangan sampai kita ketinggalan kereta!” ucap Ilham memperingati Adel yang masih duduk termenung menerawang jauh di depan jendela kamarnya. Namun, sepertinya perempuan itu tidak mengindahkan perkataan abangnya. Dia hanya menatap Gunung Tangkuban Perahu yang jauh di sana. Sementara, kelopak matanya terlihat sembab. Mungkin karena tangisnya semalam sehabis dari pemakaman. Kemarin adalah hari ke tujuh sepeninggal ibunya. Dan rencananya, setelah hari itu mereka akan tinggal di Yogyakarta dan memulai hidup baru di sana. Semoga saja, keputusan yang dia tempuh bisa membuat kehidupannya bahagia di kampung halaman Ridwan – ayahnya. Ilham balik badan dan menatap adik semata wayangnya yang belum bergerak sama sekali. Ia menghela napas pelan dan kembali
HAPPY READING ***** Tidak terasa sudah banyak jam yang telah terlewati di Yogyakarta. Semuanya berjalan sebagaimana mestinya, suka, duka, senang, dan sedih semuanya sudah dirasakan oleh seorang Adela Andriana. Semuanya memerlukan mental yang kokoh, untungnya masih ada Ilham yang selalu setia membantunya. Meskipun dia sekarang sedikit menjengkelkan, jujur Adel tidak bisa hidup tanpanya. Terdengar sangat lebay emang, tetapi persepsi orang kan berbeda-beda. Dan satu yang pasti, seandainya cerita ini tidak habis kena kontrak, mungkin authornya sudah mengubah judulnya, “I Love my Brother,” tetapi karena beberapa ketentuan lain maka dia akan tetap setia di judul, “Because You’re Mine.” Sudahlah, lebih baik kita masuk ke cerita. Cerita sang putri yang sangat cantik dan pada akhirnya akan bahagia dengan pangeran berkuda. “Akhirnya mereka berdua bahagia selamanya. Tamat!” Terdengar sangat klise bukan? Tanpa mendengar pendapat kalian, Author se
HAPPY READING ***** “Bang!” ucap Adel menatap kakaknya yang sedang berselonjor di kursi ruang tamu. “Apa?” tanya Ilham. “Gak usah banyak tanya, baiknya kamu terusin mijitnya, di bagian sini nih!” lanjutnya memerintah. “Bukan di situ, yah ... ah bukan, di sini!” “Dih, apasih Bang! Emm!!” kesal Adel lalu memijit lengan Ilham kuat-kuat. “Aww! Kamu mau bunuh, Abang?” tanya Ilham mengaduh kesakitan. “Sudah-sudah!” putusnya kemudian lalu mengenyangkan tangan Adel dari lengannya. Bisa-bisa badannya remuk seperti habis ditindas buldozer jika Adel memijatnya seperti itu. “Dasar lo jadi adek, gak ikhlas banget kalau ngebantuin!” lirih Ilham kemudian. “Abisnya sih, Abang menjengkelkan sekali. Kayak bos killer norak tahu gak,” sahut Adel merespon. Sepertinya Adel mendengar perkataan Ilham barusan. Yang lebih kesal sekarang adalah Adel. Enak saja abangnya itu memerintahnya untuk memijitnya, tetapi kalau tidak enak, malah ma
HAPPY READING ***** Kegiatan bersih-bersih masih berlangsung hingga saat ini. Keringat yang sudah menetes berbenturan dengan kuman membuat Adel merasakan ada aroma-aroma yang sangat enak dicium. Yah, bau-bau yang membuat kita ingin menutup hidung agar aroma itu tidak sampai masuk ke dalam indra penciuman dan membuat organ tubuh menjadi pingsan dan tidak melaksanakan kinerjanya dengan baik. Akan tetapi, meskipun demikian. Adel dan Ilham tetap tidak mau menghentikan pekerjaannya yang dirasa masih belum adalah lima puluh persen selesai dalam perenovasian ini. Acara bersih-bersih sudah selesai dan kecoa-kecoa sialan yang sudah mati kini terkumpul di dalam baskom. Akibat semprotan Adel yang secara serampangan membuat semua makhluk yang menciumnya isdet alias berpulang ke Illahi. Sangat miris emang, apalagi keluarga besar kecoa bawah bantal semuanya tidak ada yang tersisa. Mulai dari nenek buyut hingga cucu-cucu yang masih dalam telur dan p
HAPPY READING ***** Sehabis membeli sarapan, Ilham kembali ke kamar ayahnya. Terlihat dia berisul-siul kecil melewati lorong koridor seraya menjinjing kantong kresek berwarna hitam polos disertai aroma-aroma enak yang mengikutinya. Sepertinya Ilham baru saja membeli gudeg dari pedagang kaki lima di depan rumah sakit sana. Memang sih, makanan pedangan kaki lima tidak kalah dengan makanan di restoran, atau bahkan di pedagang kaki lima lebih untung. Sudah enak, sederhana, murah lagi. Tidak sama di restoran, kelihatannya saja mewah, tetapi rasanya, sama. Mewah juga. Bisa membuat rekening jadi limit. Ilham membuka pintu dan melihat Adel sedang main ponsel di sofa. Sedangkan Ridwan sedang di periksa oleh suster. “Nih!” ujar Ilham seraya menyimpan gudeg di atas sofa. “Buat aku?” tanya Adel singkat. “Buat sofa! Yah buat kamu lah,” sungut Ilham membanting dirinya di sofa. Adel hanya mengerucutkan bibirnya. Lalu
HAPPY READING ***** Terasa ada yang kurang pagi ini. Ilham yang tidur lagi selepas shalat subuh tadi, menjadi heran tidak mendapati Adel di kamar. Ilham menjadi bingung dan cemas dibuatnya. Jujur, meskipun dia sedikit kesal kepada adiknya itu, tetapi jikalau dia tidak mengetahui Adel ke mana, dia juga merasa khawatir akan terjadi apa-apa kepada adiknya itu. Ilham mondar-mandir di dalam ruangan, membuat Ridwan yang baru saja bangun dari alam mimpinya menautkan alis, karena bingung. Ada apa geranga, mengapa Ilham mondar-mandir seperti itu? Jikalau memang dia ingin jogging atau berjalan santai sambil olahraga, kenapa tidak keluar saja? “I-Ilham, kenapa mondar-mandir di situ, Nak? Adikmu mana?” tanya Ridwan terbata-bata. Ilham menghentikan aksinya, dan mendekati brangkar Ridwan. Dia berusaha menghilangkan rasa cemasnya, agar Ridwan tidak ikut cemas, tetapi dia tidak bisa. Sekuat tenaga dia melakukannya, tetapi rau
HAPPY READING ***** Malam ini Badai tidak bisa tidur. Dia terus kepikiran dengan kejadian tadi siang di depan cafe. Benar-benar terhina, harga dirinya di injak-injak oleh perempuan sialan itu. Badai tidak jadi ke basecamp Dark Tiger karena kondisi hati dan pikirannya sedang tidak baik-baik. Saat ini dia hanya duduk di balkon kamarnya, seraya menjabak rambutnya frustrasi. Dia tidak habis pikir jika ada cewek seberani itu menginjak haga dirinya di depan teman-temannya. Jika Dark Tiger tidak mau menerimanya lagi bagaimana? Mengingat kejadian tadi siang. “Oh maaf, gue sudah salah duga. terimah kasih yah,” ujar Ilham meminta maaf dan mengelus bahu Badai pelan. Badai menjadi lega karena merasa permasalahannya dengan cowok yang ada di dekat perempuan sialan itu sudah selesai. Tetapi bukannya selesai, malahan cowok itu mendekatinya dan berbisik ke telinga Badai. “Tapi masalahnya sekarang, lo ngapain adek gue k
HAPPY READING __________________ Hari semakin gelap. Adel dan Ilham kembali ke rumah Om Reza. Bukan untuk bermalam, tetapi untuk pamit karena dia sudah mendapatkan kontrakan murah tak jauh dari rumah sakit. Setelah salam, mereka berdua masuk dan menghampiri Reza yang sedang duduk santai di sofa ruang tamu – membaca koran. Hari ini Reza pulang lebih cepat. Mungkin karena kerjaan kantor lagi tidak banyak, jadi Reza bisa pulang sebelum adzan magrib berkumandang. “Udah pulang, Om?” tanya Ilham sambil mencium punggung tangan pamannya. Reza mengangguk pelan, “Iya, Nak. Gimana? Udah dapat kontrakan?” tanya Reza ramah seraya menyalami kedua keponakannya. Ilham mengangguk lalu mendaratkan pantatnya di sofa yang ada di depan Reza, begitu pula dengan Adel. Setelah menyalami pamannya, dia langsung duduk di samping Ilham. “Tapi, kenapa sih kalian tidak tinggal di rumah om saja. Kenapa mesti cari kontrakan?” tanya Reza. “Tid
HAPPY READING __________________ “Ponsel gue!!!” Tiba-tiba, seorang pencopet langsung menyambar ponsel yang ada di tangan Adel, membuatnya berteriak panik. Ilham langsung berlari mengejar pencopet itu, berharap ponsel adiknya masih bisa terselamatkan. Adel mengacak-acak rambutnya frustrasi, bagaimana bisa ia seceroboh itu. Dia hanya mampu menatap tempat menghilangnya Ilham seraya menggigit jari. Ya Allah, semoga saja bang Ilham bisa menyelamatkan ponsel aku! Batin Adel berdo’a. ***** Suasana siang yang begitu panas membuat semua orang yang sedang istirahat dari kerja kantor memilih bercengkerama di salah satu cafe terkenal yang ada di Jalan Diponegoro. Cafe Andalusi, di sana pula terdapat sekelompok anak geng motor dari SMA Sriwijaya sedang bercengkerama ria. Untung sekali, hari ini anak geng motor itu tidak lagi membuat keonaran. Walaupun hanya bercengkerama ria, tetapi pemilik cafe tetap was-was,
HAPPY READING __________________ Selamat pagi Yogyakarta. Kota sejuta mimpi, kota sejuta harapan dan kota sejuta aktivitas mulai bangun kembali. Gelap remang-remang disertai dengan kokok ayam dari berbagai perkampungan kecil saling beradu merdu untuk membangunkan para pejuang rupiah. Menidurkan hansip malam yang habis berkeliling kompleks, serta mengingatkan sang mentari yang hampir lupa muncul pagi ini. Dari kamar melati – Rumah Sakit Yogyakarta, seorang perempuan terlihat baru bangun dari tempat berlabuhnya tadi malam. Sedangkan kakak semata wayangnya sudah mandi dan bersiap-siap, sejak tadi subuh. Mereka adalah Adel dan Ilham – kakak beradik yang semalam telah menemani Ridwan di rumah sakit. “Pagi Del, gimana tidurnya, nyenyak?” sapa Ilham kepada Adel yang masih menggaruk tengkuknya yang terasa gatal, raut mukanya masih terlihat sayu dan rambutnya yang dibiarkan terurai semalam, sudah seperti habis kesetrum listrik. Adel ha