Beranda / Romansa / Beauty In The Shadow / AWAL PERTEMUAN ZENAN DAN NEONA

Share

AWAL PERTEMUAN ZENAN DAN NEONA

Siang ini, Neona dan kedua sahabatnya, Moly dan Laras,  berjalan menelusuri lobi Mall. Ketiganya tampak bahagia dan bersemangat. Huntig asesoris lucu dan unik adalah kesenangan mereka.

“Ini lucu, deh, Na” lirik Laras memperlihatkan sebuah anting unik. Neona meraih dan segera memajang diri pada sebuah cermin untuk melihat kecocokannya. Saat gadis itu menikmati pantulan wajahnya dengan asesoris anting, yang sudah menempel pada daun telinganya, sebuah suara sinis menggema dari sisi kirinya.

“Antingnya memang cantik, sayang yang pakai nggak cantik, jadi, ya, terlihat jelek, deh.” Sindir wanita betubuh semampai dengan atasan Blouse berpadu Jeans yang juga tengah memilih pernak-pernik asesoris.

“Hei, tante-tante, maksudnya apa ngomong, gitu?!” ketus Neona, yang sudah mulai terdengar kesal.

“Aku hanya mencoba membangunkan putri tidur, agar dia menghadapi kenyataan, kalau memang dasarnya jelek mau pakai apapun akan tetap terlihat jelek, criwil!” sinis Jesline.

“Dasar, mulut comberan! Muka lo aja yang cantik, mulut lo nggak cantik !” maki Neona.

Mendengar makian yang terlontar dari mulut Neona, mengalihkan perhatian Moly dan Laras juga seisi  toko asesoris yang sudah terlihat ramai pembeli. Zenan mendekati kekasihnya, ia pun mulai mendengar cerita awal pertengkaran mereka. Zenan tentu keberatan mendapat makian dari gadis yang sama sekali tak dikenalnya itu.

“Hei, anak kecil, emang mulut kamu nggak disekolahin, ya?” timpal Zenan memberikan pembelaan untuk pacarnya.

“Eh Om-om ganjen, udah tua masih suka daun muda kayak gitu, pacar om, tuh, yang mulutnya nggak dijaga, main komen seenaknya aja. Kalau tidak suka ya tidak suka, jangan menghina orang gitu, dong,” cecar Neona yang sudah berkacak pinggang.

“Kapan pacar saya ngejek kamu, emang kenyataan kok,  kamu itu jelek.  Kalau nggak percaya, coba tanya sendiri orang-orang di sini, saya yakin seratus persen mereka akan sepakat dengan kata saya.” Bela Zenan.

“Whoa, sungguh pasangan yang serasi, kategori menyebalkan.” Tekan Neona menunjuk pada Zenan dan pacarnya

“Na, udahlah.” Sela Laras melerai.

“Ya, Na, nggak enak dilihatin banyak orang.” Lanjut Moly menarik lengan Neona. Namun bukannya menurut, Neona justru semakin garang. Ia menepis sentuhan Moly dan Laras.

Sementara pemilik toko segera menghentikan pertengkaran kedua orang itu. Pengunjung lain hanya terkekeh menikmati drama penghinaan itu.

“Maaf, Nona dan Tuan, kalau bisa bertengkarnya di luar saja. Kalian mengganggu pengunjung kami yang lain.” Sela pelayan toko.

“Semoga saya tidak ketemu orang kayak kamu lagi.” Lontar Zenan menarik tangan pacarnya.

“Gue sumpahin lo Om-Om, punya pacar lebih jelek  dari gue!” teriak Neona yang tak berhenti memaki Zenan dan pacarnya.

****

Neona, gadis yang sudah ke dua puluh kalinya berpindah-pindah sekolah hanya karena bullyan dari temannya. Gadis yang sudah kebal dengan setumpuk ejekan terhadap dirinya. Ia tahu betul kekurangannya, namun gadis itu selalu berhasil bersemangat lagi karena support dari sahabatnya, Moly dan Laras. Dan yang terpenting kasih sayang dari Sang kakak, Adnan.

Adnan hafal betul jika gadis kesayangannya itu, saat pulang dalam keadaan menangis dan menyerbunya dengan sederetan laporan bullyan teman sekolahnya. Dan entah berapa kali Adnan mengusap airmatanya, memberi dekapan tenang. Dan selalu mendapatkan hadiah ciuman dari Neona.

“Terima kasih kakakku tersayang, sudah membantu Neona, menghadapi teman-teman menyebalkan itu,” ucap Neona mendaratkan ciuman singkat di bibir Adnan. Hari itu, ia baru saja melaporkan teman kelasnya yang sudah membulyy-nya. Tanpa disadari, hati Adnan bergetar hebat ketika mendapat sentuhan dari gadis belia itu.

“Ya, dah, lain kali, kalau ada yang berani menghina dan membully-mu, kamu jangan menciut, kamu harus melawan  mereka, karena setiap manusia lahir dengan pribadi masing-masing, dan itu semua adalah anugerah dari Tuhan.” Nasehat Adnan.

“Adikmu kenapa lagi?” suara Buyung  menyela, ketika menemukan kedua anaknya tengah bersantai di teras belakang rumah. Tak lama Khadijah pun ikut andil membawa sepiring camilan.

“Neona, dibully  lagi, Pi.” Ucap Adnan, membelai kepala Neona yang sudah berebahan di atas pangkuan Adnan sembari mengunyah camilan yang dibawa Khadijah.

“Apa benar yang dikatakan kakakmu itu, Na?” tanya Khadijah.

“Iya, Mi, Pi, Neona pindah aja ya?” melas Neona memanja.

“Masak gara-gara gitu kamu pindah lagi? mau sampai kapan Na? ini sekolah yang ke dua puluh loh, yang kamu masuki. Tenang aja, Papi sudah minta teman Papi untuk memasukkan anaknya ke sekolah kamu, namanya Moly. Anaknya baik kok.” Tutur Buyung.

“Moly?” lirih Adnan dan Neona bersamaan seraya saling melempar tatapan.

“Moly… Maulida, Pi?” tebak Neona. Buyung langsung mengangguk,  ingatan Neona kembali pada teman masa kecilnya itu. Adnan yang menjadi saksi persahabatan adiknya pun terkejut. Tak lama keduanya menjerit dan saling berpelukan erat. Keduanya tampak bahagia mendengar berita baik dari Sang ayah.

Detik kemudian, Adnan mengambil makanan yang menancap di mulut Neona dengan mulutnya, tak lama lelaki itu mulai menjahili adiknya dengan menggelitik Sang adik, membuat gadis itu tertawa lepas.

Buyung dan Khadijah hanya tersenyum lembut melihat bahasa kasih sayang antara kedua anak mereka.

“Kamu kenapa nangis, Mi? tanya Buyung ketika menemukan butiran bening jatuh di pipi Khadijah.

“Jadi kangen Murni, Pi.” Jawab Khadijah lembut. Buyung tahu persis, nama wanita yang disebut istrinya itu. Dan ia pun tahu persis sepenting apa Murni di hati istrinya itu.

“Udah, Adnan, jangan ganggu adikmu, kasihan dia kecapean.” Lerai Khadijah.

“Biarin aja, Mi. Nih anak mulai gemesin.” Timpal Adnan di sela kejahilannya.

Itulah bentuk hubungan Neona dan Adnan. Mungkin bagi orang lain, cara keduanya berhubungan akan terlihat tabu. Baik Adnan dan Neona tak berkeberatan memamerkan sikap keduanya yang terlihat seperti sepasang kekasih. Berciuman, pelukan, bahkan Adnan sering meminta Neona untuk membantunya menyeleksi setiap sekretarisnya. Begitu juga dengan Neona, gadis itu tak berkeberatan bermanja di atas tubuh Adnan, memelukinya, menaikinya atau bahkan menciumi bibir Sang kakak.

Ang Lin H

To be continue

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status