Malam itu Gian dan Zenan bertandang ke kediaman Bagaskoro. Untuk pertamakalinya kedua sahabat itu saling berkunjung untuk membicarakan niat hati mengikat hubungan. Khadijah sudah memberitahukan Neona akan kedatangan tamunya itu. ia pun membantu Neona dalam berdandan. Adnan sudah menyiapkan gaun indah pilihannya. Dres putih selutut. Rambut kritng Neona diikat setinggi ujung kepala. Sentuhan make up natural dan lip balm, membuat Neona terlihat cantik, alami.
“Duh anak Mami cantik.” Komentar Khadijah setelah selesai memoles bibir Neona. Tak lama Adnan pun ikut masuk dan menatap adiknya itu, dengan sebuah kado kecil menyelip di belakang tubuhnya. Khadijah segera meninggalkan keduanya.
“Happy Birth Day adikku tersayang!” ucapnya mengecup pipi Neona dan menyodorkan kotak kecil berisi liontin berlian bermata sebentuk hati yang memasang foto keduanya.
“Whoa, kakak ingat ulang tahunku?”
“Hm, mana mungkin kakak lupa. Malam ini, kamu juga akan mendapatkan calon suami, jadi malam ini Tuhan sedang menyayangimu, adikku tersayang.”
“Duh, gerogi, kak. Ntar kalau aku nggak mau ditinggal berdua ama tuh orang.” Ucap Neona saat menikmati tangan Adnan yang melingkar memasang liontin berlian itu di leher manis Neona.
“Kenapa?” tanya Adnan masih fokus pada tindakannya.
“Ntar, kalau dia minta macam-macam, gimana? Ogah ah main gitu-gitu.” Pikir Neona. Seulas senyum tertampil di wajah tampan Adnan, mendengar ketakutan Neona yang tak beralasan.
“Malam ini kamu cantik, Na. Jika kamu bukan adikku, sudah kulamar kamu malam ini.”
“Idih, kakak, apa-apaan, sih? Ngelantur gitu.”
“Lha emang kenyataan kan kamu cantik.” Sanggah Adnan.
“Iya itu menurut kakak, belum tentu Zenan.”
“Ya berarti matanya itu rabun, alias buta.” Pungkas Adnan merangkul Neona dari belakang dan menikmati aura bahagia keduanya pada pantulan cermin.
Malam itu, Neona berjalan begitu anggun menuruni tangga. Zenan dan Gian sudah menunggu di kursi ruang tamu. Gian tampak berbahagia melihat penampilan Neona yang terlihat cantik. Perlahan gadis itu duduk di sebelah Buyung, ia masih menundukkan wajah malunya.
“Wah, Ze, kamu beruntung, calon istri kamu cantik,bukan.” Ucap Gian.
“Ternyata cewek kriwil di Mall itu, huh, cantik apanya?! Jelek tetep aja jelek, mau dipoles bagaimanapun tetap jelek.” Monolog Zenan dalam hati.
Perlahan, Neona mengangkat wajahnya, seketika raut Neona berubah, ingatannya kembali pada sosok yang ia temui kemarin di sebuah Mall, dan sialnya lagi, laki-laki itu adalah orang yang ia kutuk sedemikian saat beradu kata kasar.
“Om-Om?” tunjuk Neona, membuat seisi ruangan mengerutkan kening, heran.
“Kamu kenal dia, Na?” tanya Adnan.
“Iya, kak, dia cowok yang aku temui di Mall kemarin, kak. Dia cowok yang udah hina aku, ngatain aku jelek, kak.” Adu Neona.
Sontak semua yang berada di dalam ruangan itu terkejut mendengar pengakuan Neona. Tangan Adnan mengepal, rahangnya terkatup. Ia sama sekali tak menyangka laki-laki terpelanjar dan terhormat seperti Zenan bisa menghina seseorang dengan seenak hatinya. Apalagi orang itu adalah adiknya sendiri.
“Eh, maaf, Om, saya nggak tahu kalau gadis itu adalah Neona, putri Om. Soalnya dia sedang berdebat dengan seorang wanita, sampai memaki dan tidak enak didengar Om.” Ucap Zenan membela diri.
Buyung dan Gian menghela napas dalam, sementara Khadijah langsung memasang wajah sangarnya. Ia sama sekali membenci jika ada yang menghina putri kesayangannya.
“Nak Zenan, mau sampean kenal atau tidak orang itu, tetap saja menghina orang lain itu adalah perbuatan tidak baik. Nak Zenan kan orang hukum, masak orang hukum malah berprilaku seperti tidak tahu hukum.” Geram Khadijha.
“Mi!” sergah Buyung, menjaga suasana agar tetap tenang.
“Pi, Neona menolak perjodohan ini.” Cetus Neona.
“Neona! Apa-apaan, sih, kamu? Mereka udah datang jauh-jauh masak sebagai tuan rumah bersikap begitu, Nak?” lerai Buyung.
“Eh, Gian, saya minta maaf atas ketidak nyamanan ini, anak saya…”
“Tidak apa-apa, Yung, anak saya yang salah. Zenan memang sifatnya begitu. Zenan, Papi keberatan dengan sikap kamu. Sekarang juga minta maaf kepada Neona. Dan mulai sekarang, Papi hanya akan menerima Neona sebagai menantu Papi, mengenai Jesline… Papi menolak gadis itu.” Putus Gian.
Zenan terkejut mendengar keputusan sepihak ayahnya, ia tak bisa menyangkal keinginan lelaki berkacamata itu. Apalagi kini ia sudah berada di kediaman calon istrinya. Laki-laki itu menghela napas dalam. Matanya menyorot tajam ke permukaan meja ruang tamu. Sementara Adnan masih berusaha menahan amarahnya agar tidak meledak. Ia masih menjaga perasaan Neona dan menjaga kehormatan ayahnya di hadapan keluarga Alexander.
“Baiklah, Pi, Om. Saya menerima perjodohan ini. Anggap saja saya menebus kesalahan saya pada Neona. Saya akan belajar untuk mencintainya. Tapi apakah Neona mau menerima saya? Neona, mengenai kejadian di Mall, aku minta maaf, dan kumohon beri aku kesempatan, jika kamu nggak keberatan.” Kesempatan untuk menyakiti kamu, kriwil. Aku akan pastikan kamu akan menyesali keputusanmu malam ini karena telah menerima perjodohan ini. Jika bukan karena harga diri keluarga Alexander, aku tidak sudi berjodoh dengan gadis jelek sepertimu, kriwil, batin Zenan.
Mendengar perkataan Zenan, hati Neona kembali melunak. Ia pun menerima permintaan maaf Zenan dan menerima perjodohan itu.
Jangan lupa tap bintang ya cingu🙏 maksih
Pagi ini, Neona dan kedua sahabatnya Moly dan Laras menapaki halaman sekolah mereka. Sekolah yang sudah berhasil membuat Neona tak mengajukan pindah. Berkat Moly dan Laras, gadis itu bisa bertahan sampai detik ini. Meskipun Agnes, rival Neona kerap mengganggu gadis itu dengan berbagai bullyannya. “Apa kabar, Lo?” sapa Agnes dengan gengnya, Nensi dan Mega. Tiga gadis centil dan cantik namun sombong. Mereka selalu mengganggu anak baru dan menganggap diri, cewek paling popular di sekolah mereka. “Nes, gue heran sama lo, keberatan banget ngelihat gue bahagia, lo nggak ada kerjaan ya?” sahut Neona berkacak pinggang. “Ya, Nes, Neona benar, lo nggak ada kerjaan lain selain gangguin dia? Nggak kapok lo sama akibatnya ganggu anak Jendral?” timpal Moly. Sejak mengecam pendidikan di sekolah itu, entah berapa kali Agnes mengalami hukuman dari pihak sekolah karena pengaduan Neona pada ayahnya. Tak hanya itu, ketika Adnan mulai bertindak untuk menyelamatkan Sang ad
BRUKK… Sebuah tendangan keras menghantam pintu ruang VIP Alianz Nightclub. Dua orang berotot yang sejak tadi berdiri berjaga, terkejut dan segera mendapat serangan pukulan dari Zenan. Agnes yang tengah sibuk dengan ponselnya merekam aksi Salman dan Neona. Dan Salman, yang sudah memasang kuda- kuda di atas tubuh Neona yang terlentang terkejut melihat aksi brutal seseorang berjaket kulit hitam yang mengamuk. Membuat lelaki berjas hitam itu segera berdiri dan menghindari amukan Zenan. “ Siapa kamu?!” teriak Salman panik. “Polisi, kalian sudah terkepung, menyerahlah!” tegas Zenan. Mata Zenan membulat saat menemukan rok span Neona sudah menyingsing ke atas pahanya dan baju Tang Topnya sudah mengkerut ke atas dua gundukan kenyal itu. Seketika Zenan melepaskan jaket kulit hitamnya dan menutupi sebagian tubuh gadis itu. Sementara Agnes dan Salman berusaha melarikan diri, sayangnya, anak buah Zenan sudah berjaga di depan pintu
Pagi yang indah, Klinik dokter Adam sudah terlihat ramai pada jam delapan. Buyung dan istrinya sudah berdiri menceramahi Neona semenit lalu. Dokter Adam hanya mengulum senyum setiap kali Buyung menceramahi anak-anaknya. Bagaimana tidak, hal itu menghilangkan kesan jikaia seorang Jendral terhormat.“Kamu senang sekali ya bikin Papi dan Mami khawatir, Neona?” ketus Buyung.“Mami sangat cemas sayang, gimana kalau kamu dinodai orang, oh Ya Tuhan, Mami bisa gila, Nak.” Lirih Khadijah yang sudah merangkul putrinya itu.“Maafin Neona, Mi, Pi, Neona nggak tahu bakalan dijebak sama Agnes.”“Agnes lagi?” cetus Buyung dan Adnan bersamaan.“Dia lagi.. dia lagi, tuh, anak memang nggak ada kapoknya.” Gerutu Buyung.“Dahlah, Pi. Na, kakak ke kantor dulu, banyak kerjaan. Oh iya Adnan nggak pulang malam ini, banyak yang harus Adnan urus, Pi, Mi.” ucapnya menciumi punggung tangan ayah dan
Sebuah pertengkaran hebat sedang berlangsung di ruangan yang tampak luas dan berinterior khas luar negeri itu. Zenan Alexander,sosok lelaki yang diusia mudanya sudah menyandang gelar Letnan dalam jenjang kepolisian. Lelaki berumur tiga puluh tahun itu tampak duduk dengan wajah sungutnya. Kedua tangannya melekat apik pada topangan kedua kaki. Zenan enggan untuk menatap wajah ayahnya, Gian Alexander. Lelaki berkacamata yang masih menatapanya dengan penuh amarah. “Pokoknya aku nggak mau nikahi anaknya om Buyung ya, Pi!” ketus Zenan. “Dan Papi tetap menolak pacar kamu yang nggak jelas itu!” hardik Gian yang tak kalah berangnya. “Gadis itu sangat baik, terpandang, dan rendah hati. Kurang apalagi dia coba?!” lanjut Gian. “Kurang cantik,Pi,” sergah Zenan. “Memangnya kecantikan itu penting? Kecantikan fisik itu bisa dibuat tapi kecantikan hati sulit ditemukan, Ze,” balas Gian. “Pokoknya Zenan tetap pada pendirian Zenan. Zenan
Sejak Zenan memperkenalkan Jesline beberapa bulan lalu kepada ayahnya, sejak saat itu diam-diam Gian mengutus seseorang untuk menyelidiki kehidupan Jesline. Tak disangka, gadis yang digandeng Zenan saat berkenalan dengannya waktu itu memiliki cara hidup yang bebas, materialistis, dan kerap berganti pasangan. Dugem,Clubbing, adalah kegiatan wajib Jesline. Tak heran sewaktu - waktu Gian melihat gadis itu bersama pria lain dan berbeda ketika mereka bertemu secara kebetulan.Akan tetapi, cinta telah membutakan Zenan. Dia lebih mempercayai hatinya daripada penuturan Sang ayah.“Papi sudah mengusir Jesline, jadi Papi minta, kamu fokus pada Neona saja. Mulai besok dan seterusnya tugas kamu menemani gadis itu, kemanapun dia pergi, jika tidak, baik kamu maupun wanita itu tidak akan Papi biarkan hidup tenang.” Ancam Gian, saat ia meminta Zenan untuk mulai mendekati Neona.Dua bulan, Zenan dan Neona menjalin hubungan ke
Sekali lagi pertengkaran terjadi di kediaman keluarga Alexander, seperti biasa masih tentang Neona, kali ini Zenan sudah bulat memutuskan untuk pergi. Beberapa menit lalu ia dan Jesline sudah memutuskan untuk pergi dan menjauh dari keluarga, demi hubungan mereka.“Papi, tidak menyangka kamu sekeras kepala ini, Ze!?” ketus Gian.“Pi, berulang kali Zenan tekankan, Zenan tidak mencintai Neona. Mana mungkin Zenan menerima gadis dengan… jujur Zenan malu akan cibiran rekan Zenan jika mereka tahu kalau istri Zenan, jelek dan…”“Cukup Zenan! Kata-katamu sudah keterlalu, Papi tidak tahan mendengarnya. Baik jika itu keputusanmu, Papi harap kamu tidak akan menyesal dengan keputusanmu ini.”“Pi, biarkan Zenan bahagia dengan pilihan Zenan, Zenan mohon.” Melas Zenan melipat kedua tangannya. Gian tak sanggup melihat tingkah putranya itu. Iapun hanya beranjak membawa rasa kesalnya terhadap keputusan Zenan.
Tak berpikir panjang lelaki itu segera mengenakan jaket kulitnya dan langsung menerobos pintu kantor untuk melaju mobilnya menjemput sang ibu. Sedih,kalut, dan menyesal, menyatu dalam hati Adnan. MAAF, hanya itu yang ia ucapkan dalam hati dan bibirnya.Lima belas menit Adnan dan Khadijah tiba di rumah sakit. Keduanya langsung menuju ruang UGD. Di sana ada tubuh Neona yang masih sedang ditangani oleh beberapa tim medis. Sedangkan tubuh Buyung sudah terbungkus rapi di ruang perawatan. Khadijah langsung berhambur dan menumpahkan tangisnya sejadi jadinya di atas tubuh kaku Buyung.“Papi, papi kenapa mesti kayak gini Pi, kenapa Papi pergi ninggalin Mami” lirih pilu Khadijah.Adnan hanya menutup jarang wajahnya, ia menumpahkan tangis sedihnya di balik tangannya. Tangan yang mengepal, menyesali kelalaiannya. Tak lama seorang dokter datang dengan beberapa orang perawat.“Keluarga pasien” Panggil lelaki bersneli itu.Adna
Tuti masih terjaga bersama Theo. Keduanya baru saja menyelesaikan sepenggal kisah masa lalu Neona. Dimana Zenan begitu mengacuhkannya dan Adnan yang membentangkan cinta untuknya. Tatkala seluruh dunia menghinanya, namun Adnan menempatkan ia dalam istana terindah di hatinya. Tuti menghela napas dalam. Perlahan pikirannya tentang Neona berubah berangsur-angsur.“Lalu, kenapa Zenan memilih kembali? Dan yang saya tidak habis pikir, kenapa Neona bahkan sangat membenci pak Adnan, Pak?” sidiknya lagi.“Tuti, mengenai Adnan, saya masih belum siap, biarlah Adnan atau Neona yang menceritakannya kepadamu. Yang penting, sepenggal ini cukup bagimu sebagai jalan memasuki masa lalu mereka.”***Sebuah pergerakan kecil terasa dari balik tumpukan selimut. Tangan Adnan yang sudah menyusup di kepala Neona dapat merasakan gesekan bagian tubuh wanita itu. Ia pun segera membuka matanya dan mencari bayangan wajah istrinya di tengah cahaya temaran k