Share

Jejak Kegelapan

Anisa terbangun dengan rasa cemas yang menggantung di benaknya. Malam tadi, mimpi-mimpi buruk terus mengganggu tidurnya, bayangan Adrian, Arya, dan kegelapan yang mengepungnya seakan menjadi satu dengan kehidupannya. Ia tahu bahwa sesuatu yang besar sedang terjadi, sesuatu yang bisa mengubah hidupnya selamanya.

Saat menyiapkan sarapan, Anisa tidak bisa menyingkirkan pikiran tentang Arya dan peringatan Adrian. Siapa sebenarnya Arya? Apa yang ia sembunyikan di balik sikapnya yang menawan dan tenang? Dan mengapa Adrian begitu ingin memperingatkan dirinya? Semua pertanyaan ini terus-menerus berputar di kepalanya, menciptakan perasaan cemas yang tak berkesudahan.

Selesai sarapan, Anisa memutuskan untuk mengunjungi perpustakaan kota. Ia berharap bisa menemukan sesuatu yang mungkin bisa menjelaskan siapa Arya sebenarnya. Perpustakaan itu adalah tempat yang tenang dan sepi, tetapi hari ini, bahkan suasana yang biasanya menenangkan itu tidak bisa meredakan ketegangannya.

Anisa mulai mencari di bagian sejarah kota, berharap menemukan petunjuk tentang Arya atau hal-hal yang berhubungan dengan pria misterius itu. Ia membolak-balik halaman demi halaman buku-buku usang, mencari jejak apa pun yang bisa menghubungkan Arya dengan sesuatu yang gelap atau berbahaya.

Namun, pencariannya sia-sia. Tidak ada catatan apa pun tentang Arya atau keluarga yang mungkin memiliki sejarah kelam. Frustrasi mulai merayapi dirinya, membuatnya merasa semakin putus asa.

Tepat saat ia akan menyerah, seorang pria tua dengan rambut putih yang tipis dan mata penuh kebijaksanaan mendekatinya. "Apa yang kau cari, anak muda?" tanyanya dengan suara serak namun ramah.

Anisa terkejut dengan kehadiran pria itu, tetapi sesuatu dalam dirinya merasa terdorong untuk berbicara. "Aku mencari informasi tentang seseorang," jawabnya pelan. "Seseorang yang mungkin memiliki hubungan dengan masa lalu yang kelam."

Pria tua itu memandangnya dengan penuh perhatian, seolah-olah bisa melihat jauh ke dalam jiwa Anisa. "Orang yang kau cari... apakah dia memiliki nama yang menyeramkan? Atau mungkin, auranya yang menakutkan?"

Anisa merasa jantungnya berdebar lebih cepat. "Ya... dia bernama Arya," katanya dengan ragu-ragu. "Dan aku tidak tahu siapa dia sebenarnya."

Mata pria tua itu menyipit, seolah-olah nama itu mengingatkannya pada sesuatu. "Arya, katamu?" gumamnya, suaranya penuh dengan kekhawatiran. "Ada sebuah legenda lama di kota ini, tentang seseorang yang mungkin cocok dengan deskripsi itu."

Anisa menahan napas. "Legenda apa? Tolong, ceritakan padaku."

Pria tua itu mengangguk pelan, lalu mengambil tempat duduk di samping Anisa. "Legenda itu menceritakan tentang seorang pria yang dikenal sebagai 'Bayang Kegelapan.' Konon, pria ini memiliki kemampuan untuk memanipulasi orang-orang di sekitarnya, mengendalikan pikiran dan perasaan mereka. Dia bisa memikat siapa pun yang dia inginkan, menjebak mereka dalam jaringnya tanpa mereka sadari."

"Bayang Kegelapan?" Anisa mengulanginya dengan suara pelan, merasa ngeri dengan sebutan itu. "Apakah ini hanya dongeng, atau ada kebenaran di baliknya?"

Pria tua itu menghela napas panjang. "Tidak ada yang tahu pasti. Beberapa percaya bahwa itu hanyalah kisah untuk menakut-nakuti anak-anak, tetapi yang lain terutama mereka yang pernah bertemu dengan seseorang seperti Arya percaya bahwa pria itu memang ada. Mereka mengatakan bahwa dia selalu muncul dalam kehidupan orang-orang yang sedang rapuh, yang mudah dipengaruhi."

Anisa merasa bulu kuduknya meremang. Kata-kata pria tua itu seolah-olah menjelaskan apa yang ia rasakan tentang Arya, bahwa ada sesuatu yang gelap dan mengancam di balik pesonanya yang menawan. "Apa yang terjadi pada orang-orang yang terjebak dalam jaring Bayang Kegelapan itu?" tanya Anisa, suaranya bergetar.

Pria tua itu menatap Anisa dengan pandangan penuh rasa iba. "Mereka kehilangan diri mereka sendiri, terperangkap dalam kegelapan yang tak terlihat. Mereka menjadi boneka yang tak berdaya, melakukan apa pun yang diperintahkan oleh Bayang Kegelapan tanpa pertimbangan atau penyesalan."

Kata-kata itu menghantam Anisa seperti badai. Ia merasa seperti sedang melangkah ke dalam sesuatu yang tidak bisa ia kendalikan, sesuatu yang bisa menghancurkannya jika ia tidak berhati-hati. "Bagaimana cara melindungi diri dari dia?" tanyanya dengan panik. "Apa yang harus aku lakukan?"

Pria tua itu terdiam sejenak, seolah mencari kata-kata yang tepat. "Tidak mudah melawan Bayang Kegelapan," katanya akhirnya. "Tapi ada satu hal yang bisa kau lakukan, jangan biarkan dirimu terbawa oleh pesonanya. Jangan pernah memberikan kepercayaan penuh padanya, dan selalu ingat siapa dirimu. Hanya dengan begitu kau bisa melawan pengaruhnya."

Anisa merasa sedikit lega mendengar saran itu, tetapi ketakutan masih menguasai dirinya. "Terima kasih, Pak," katanya pelan. "Aku akan mencoba."

Pria tua itu tersenyum lembut, seolah-olah ia telah melihat banyak hal dalam hidupnya. "Hati-hati, anak muda," katanya sebelum berdiri dan berjalan menjauh, meninggalkan Anisa dengan pikirannya yang berputar-putar.

Setelah meninggalkan perpustakaan, Anisa memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak di taman kota. Udara dingin yang menyelimuti sore hari seharusnya bisa menenangkan pikirannya, tetapi perasaan cemas tidak kunjung hilang. Ia merasa seperti ada sesuatu yang mengawasinya, mengikuti setiap langkahnya.

Saat tiba di sudut taman yang sepi, Anisa merasakan getaran aneh di ponselnya. Ia mengeluarkannya dari tas, dan sekali lagi, nama Arya muncul di layar. Kali ini, ia ragu-ragu untuk menjawabnya. Peringatan pria tua itu masih terngiang-ngiang di kepalanya, membuatnya sadar bahwa setiap interaksi dengan Arya bisa membawa bahaya.

Namun, rasa penasaran dan perasaan aneh yang menyelimuti dirinya membuat Anisa akhirnya menjawab panggilan itu. "Halo, Arya," katanya dengan suara yang lebih tenang dari sebelumnya.

"Aku senang kau menjawab," kata Arya, suaranya terdengar tenang seperti biasa. "Aku ingin bertemu denganmu malam ini, Anisa. Ada sesuatu yang penting yang harus kubicarakan."

Anisa merasakan debaran jantungnya semakin kencang. "Apa itu?" tanyanya, berusaha terdengar tidak terlalu tertarik, tetapi perasaan waspada tetap ada.

"Ini tentang masa laluku," jawab Arya dengan nada misterius. "Aku rasa kau perlu tahu, jika kita akan melanjutkan ini."

Kata-kata itu membuat Anisa semakin penasaran. Mungkinkah ini kesempatan untuk mengetahui kebenaran tentang Arya? Atau apakah ini hanya jebakan lain yang akan menyeretnya lebih dalam ke dalam kegelapan? Ia tidak bisa memutuskan.

Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Anisa akhirnya berkata, "Baiklah, Arya. Di mana kita bisa bertemu?"

Arya memberikan lokasi yang tak jauh dari taman tempat Anisa berada, sebuah bangunan tua yang sudah lama tidak digunakan. Anisa merasa ragu sejenak, tetapi akhirnya ia setuju. Ia tahu bahwa keputusan ini mungkin berbahaya, tetapi rasa ingin tahunya terlalu kuat untuk diabaikan.

Ketika malam semakin larut, Anisa berjalan menuju bangunan tua itu. Suasana di sekitarnya terasa mencekam, dan setiap langkah yang ia ambil membuatnya merasa semakin dekat dengan sesuatu yang gelap dan berbahaya. Namun, ia tidak mundur. Ia tahu bahwa malam ini akan mengubah segalanya.

Saat tiba di depan bangunan itu, Anisa melihat Arya berdiri di sana, menunggunya. Cahaya bulan yang redup menyinari wajahnya, memberikan kesan misterius yang membuat Anisa merasa semakin waspada. Namun, ada sesuatu dalam tatapan Arya yang membuat Anisa tetap tertarik, seolah-olah ia tidak bisa menolak pesonanya.

"Terima kasih karena datang," kata Arya dengan senyum yang tak bisa ditebak. "Aku janji, apa yang akan kau dengar malam ini akan menjawab semua pertanyaanmu."

Anisa hanya mengangguk, tidak tahu harus berkata apa. Hatinya berdebar-debar, dan ketakutan yang tadi menghantuinya kini bercampur dengan rasa penasaran yang tak tertahankan.

Mereka berdua melangkah masuk ke dalam bangunan tua itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status