Home / Romansa / Bayangan Kelam / Sebuah Ungkapan

Share

Sebuah Ungkapan

Author: Cancer Girl
last update Last Updated: 2024-08-23 21:12:07

Anisa berdiri diam di depan pintu bangunan tua itu. Jantungnya berdebar kencang, dan kakinya terasa berat, seolah enggan melangkah lebih jauh. Tapi sesuatu di dalam dirinya memaksa untuk terus maju. Arya sudah menunggunya di dalam. Pikirannya berputar-putar antara ketakutan dan rasa ingin tahu yang membara, memunculkan kembali peringatan pria tua di perpustakaan dan Adrian yang terus-menerus memperingatkannya.

“Sudahlah, tidak ada jalan kembali,” bisik Anisa pada dirinya sendiri sebelum akhirnya memutuskan untuk membuka pintu itu. Dengan gemuruh keras, pintu tua itu berderit, mengeluarkan suara yang seakan membawa Anisa lebih dalam ke dunia yang belum pernah ia kenal sebelumnya.

Di dalam, ruangan itu gelap, hanya diterangi oleh sedikit cahaya yang masuk dari celah-celah di dinding yang sudah rapuh. Arya berdiri di sudut, mengenakan pakaian serba hitam yang tampak menyatu dengan bayang-bayang di sekitarnya. Tatapan matanya yang tajam langsung mengunci Anisa, membuatnya merasakan hawa dingin yang menyusup ke tulang.

“Aku senang kau datang,” suara Arya terdengar tenang, tapi ada sesuatu yang lain dalam nada bicaranya kali ini sebuah ketegangan yang belum pernah Anisa rasakan sebelumnya.

Anisa menelan ludah, mencoba menenangkan jantungnya yang berdetak cepat. “Apa yang ingin kau ceritakan padaku, Arya?” tanyanya dengan suara yang hampir bergetar.

Arya berjalan mendekat, langkahnya begitu ringan dan tidak terdengar, seolah-olah ia melayang di atas lantai yang berdebu. “Aku tahu kau punya banyak pertanyaan, Anisa. Tentang siapa aku, tentang masa laluku. Dan malam ini, aku akan memberitahumu semuanya,” katanya, suaranya berubah menjadi bisikan misterius.

Anisa tidak bisa menahan rasa takut yang mulai menguasainya, tapi ia juga tahu bahwa inilah satu-satunya cara untuk menemukan kebenaran. Ia mengangguk perlahan, menunggu Arya melanjutkan.

Arya mengambil nafas dalam-dalam sebelum berbicara. “Aku tidak selalu seperti ini, Anisa. Dulu, aku adalah seseorang yang normal, seperti orang lain. Tapi semua berubah ketika aku menemukan sesuatu yang seharusnya tidak pernah kulihat,” katanya dengan nada yang lebih dalam.

Anisa mengerutkan kening. “Apa yang kau temukan?” tanyanya, suaranya penuh dengan rasa penasaran dan ketakutan yang bercampur.

“Aku menemukan sebuah kekuatan, sebuah kekuatan yang begitu besar dan kuat, namun sangat berbahaya,” jawab Arya dengan nada penuh rahasia. “Kekuatan itu memberikan aku kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, mengendalikan mereka dengan cara yang tidak pernah bisa dibayangkan oleh manusia biasa. Aku bisa membuat mereka melakukan apa saja yang kuinginkan, tanpa mereka sadari. Tapi kekuatan itu juga membawa kutukan.”

Anisa menahan nafasnya, merasa bahwa setiap kata yang keluar dari mulut Arya semakin mendekatkan dirinya ke sesuatu yang mengerikan. “Kutukan? Apa yang kau maksud?” tanya Anisa, suaranya hampir tidak terdengar.

Arya menatap Anisa dengan mata yang penuh dengan bayangan masa lalu. “Kekuatan itu membawaku ke dalam kegelapan, Anisa. Setiap kali aku menggunakannya, aku kehilangan sedikit dari diriku sendiri. Aku menjadi seseorang yang tidak lagi mengenal siapa aku sebenarnya. Aku berubah menjadi Bayang Kegelapan, sosok yang hanya ada untuk menghancurkan hidup orang lain demi kepuasan yang tidak pernah bisa terpuaskan,” katanya dengan nada yang getir.

Anisa merasa tubuhnya gemetar. Peringatan dari Adrian dan pria tua di perpustakaan bergema di benaknya. Kini, semuanya mulai masuk akal, kenapa ia selalu merasa ada yang salah setiap kali berada di dekat Arya. Kenapa Adrian begitu bersikeras agar Anisa menjauh. “Lalu, kenapa kau mendekatiku, Arya? Apa yang kau inginkan dariku?” tanyanya dengan suara yang penuh kecemasan.

Arya menundukkan kepalanya sejenak, seolah-olah sedang berjuang melawan perasaan yang berkecamuk dalam dirinya. “Aku tidak tahu, Anisa. Mungkin aku mencari seseorang yang bisa mengerti siapa aku sebenarnya, atau mungkin aku hanya ingin merasakan kehidupan yang nyata lagi, walaupun itu hanya sebentar. Tapi aku tahu, setiap kali aku mendekat, aku membawa kegelapan bersamaku. Dan aku takut, aku akan menghancurkanmu seperti yang telah kulakukan pada orang lain,” jawabnya dengan suara yang lemah.

Anisa merasakan air mata mulai menggenang di matanya. Ada sesuatu dalam cara Arya berbicara yang membuatnya merasa iba, tapi juga membuatnya sadar bahwa ia sedang berada dalam bahaya yang lebih besar dari yang ia duga. “Kau tahu bahwa aku harus menjauh darimu, Arya. Tapi kenapa aku tidak bisa melakukannya? Kenapa aku tetap merasa terikat padamu?” tanya Anisa, berusaha mencari jawaban.

Arya mendekati Anisa dan meraih tangannya. Sentuhannya dingin, tapi ada kehangatan yang samar, seolah-olah bagian kecil dari dirinya yang masih manusia mencoba untuk berhubungan dengan Anisa. “Karena itulah kutukan dari kekuatan ini, Anisa. Sekali kau terjerat, sulit untuk melepaskan diri. Tapi aku tidak ingin kau bernasib sama sepertiku. Aku tidak ingin kau menjadi bagian dari kegelapan ini,” katanya dengan tulus.

Anisa menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk mengambil keputusan. Ia tahu bahwa meskipun ada bagian dari dirinya yang ingin tetap bersama Arya, ia harus berpikir rasional. “Apa yang harus kulakukan, Arya? Bagaimana aku bisa lepas dari ini?” tanyanya dengan suara yang hampir putus asa.

Arya menatap Anisa dengan intensitas yang menakutkan, seolah-olah ini adalah perpisahan yang tak terhindarkan. “Kau harus pergi, Anisa. Pergi sejauh mungkin dariku. Jangan pernah melihat kembali. Lupakan aku dan semua yang terjadi di antara kita. Itu satu-satunya cara kau bisa selamat,” jawabnya dengan nada penuh kesedihan.

Anisa tahu bahwa ini adalah momen yang menentukan. Ia bisa merasakan betapa sulitnya bagi Arya untuk mengucapkan kata-kata itu, betapa ia sedang berjuang melawan kegelapan di dalam dirinya untuk membiarkan Anisa pergi. Namun, ia juga tahu bahwa ia harus melakukannya. Jika ia tetap di sini, ia akan kehilangan dirinya sendiri, seperti yang telah terjadi pada banyak orang lain sebelum dirinya.

Dengan air mata yang mengalir di pipinya, Anisa melepaskan tangan Arya dan mundur perlahan. “Aku akan pergi, Arya. Tapi aku tidak akan pernah melupakanmu,” katanya dengan suara yang bergetar.

Arya hanya mengangguk, wajahnya dipenuhi dengan rasa sakit yang mendalam. “Dan aku tidak akan pernah melupakanmu, Anisa. Kau adalah satu-satunya yang bisa membuatku merasakan sedikit cahaya di tengah kegelapan ini,” katanya dengan suara yang hampir tak terdengar.

Dengan langkah berat, Anisa berbalik dan meninggalkan bangunan tua itu. Setiap langkah terasa seperti mengoyak hatinya, tapi ia tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk bertahan. Ketika ia keluar dari pintu, malam yang dingin menyambutnya, dan Anisa merasa seolah-olah beban yang sangat berat telah terangkat dari pundaknya.

Namun, ketika ia berjalan menjauh, bayangan Arya terus menghantui pikirannya. Ia tahu bahwa meskipun ia telah memutuskan untuk pergi, bagian dari dirinya akan selalu terikat dengan sosok misterius itu. Dan meskipun ia mungkin tidak akan pernah bertemu Arya lagi, Anisa merasa bahwa pertemuan mereka telah mengubah hidupnya.

"Apakah aku tidak akan lagi menemui Arya?" lirihnya.

Related chapters

  • Bayangan Kelam   Penyesalan yang Terlambat

    Malam itu, hujan turun begitu deras. Rintik-rintiknya menghantam genting, menciptakan irama yang membisu di tengah kesunyian. Di dalam kamar yang gelap, Anisa duduk memeluk lututnya di sudut tempat tidur. Wajahnya terlihat pucat, air mata tak kunjung berhenti mengalir.Arya telah pergi. Keputusannya yang mendadak menghantam Anisa seperti badai, menghancurkan semua harapan yang selama ini ia bangun.Suara langkah kaki terdengar dari luar kamar. Jenny, sahabat sekaligus satu-satunya tempat Anisa bisa berbagi, membuka pintu dengan hati-hati. Ia berdiri di ambang pintu, menatap Anisa dengan cemas."Anisa...," suara Jenny terdengar lembut, nyaris seperti bisikan.Anisa tidak merespon. Tatapannya kosong, menembus dinding di depannya. Rasa sakit yang ia rasakan begitu dalam, hingga ia merasa kebas, seolah jiwanya sudah hilang.Jenny mendekat, duduk di sebelah Anisa, lalu menggenggam tangannya. "Kau tidak bisa seperti ini terus. Arya mungkin sudah pergi, tapi hidupmu tidak berhenti di sini. K

    Last Updated : 2024-09-26
  • Bayangan Kelam   Di balik Kegelapan

    Anisa melangkah masuk ke dalam rumah Arya dengan perasaan campur aduk. Ruangan yang dulunya dipenuhi tawa dan kebahagiaan kini terasa asing dan dingin. Bau kayu dan debu menyelimuti suasana, seolah rumah ini telah lama ditinggalkan. Arya menutup pintu di belakangnya, dan sejenak mereka hanya berdiri di ruang tamu yang kosong."Aku tidak tahu harus mulai dari mana," kata Arya, suaranya bergetar. Ia terlihat ragu, seperti seseorang yang berusaha mempersiapkan diri untuk mengungkapkan rahasia terdalam.Anisa memutuskan untuk duduk di sofa yang tampak usang. "Kau bisa mulai dengan menjelaskan kenapa kau pergi tanpa memberitahuku apa pun. Aku tidak bisa terus hidup dalam kebohongan."Arya mengangguk pelan, duduk di seberang Anisa. "Aku tahu, dan aku minta maaf. Tapi... ada banyak hal yang terjadi yang tidak bisa kukatakan. Hal-hal yang lebih besar dari kita."Anisa menggigit bibirnya, menahan rasa frustrasi. "Kau sudah menyakiti aku, Arya. Mengapa kau tidak memberitahuku saja? Kita bisa me

    Last Updated : 2024-09-26
  • Bayangan Kelam   Titik Terendah

    Malam itu, Anisa duduk di kamarnya, merenung di bawah sinar lampu temaram. Sejak kepergian Arya, kehidupannya terasa seperti tidak lagi berarti. Setiap kali dia menutup mata, bayangan pria itu terus menghantui pikirannya. Arya telah pergi, meninggalkan lubang besar di hatinya yang sepertinya tak akan pernah bisa terisi. Namun, dia tahu, ada sesuatu yang lebih besar di balik perpisahan mereka, sesuatu yang Arya belum sepenuhnya ungkapkan.Ketukan di pintu mengejutkan Anisa. Ia bergegas membuka pintu, berharap menemukan seseorang yang bisa memberinya sedikit jawaban atas kegelapan yang melingkupi hidupnya. Namun, alih-alih Arya atau seseorang yang ia kenal, berdiri di ambang pintu adalah sosok asing yang tampak mencurigakan. Pria itu berjaket kulit hitam, dengan tatapan tajam yang langsung membuat Anisa merasa tidak nyaman."Anisa, kan?" Suaranya dalam dan terdengar dingin."Iya, siapa Anda?" Anisa bertanya dengan hati-hati."Namaku bukan hal yang penting. Yang penting adalah kita berbi

    Last Updated : 2024-09-27
  • Bayangan Kelam   Di Ambang Keputusan

    Anisa duduk di tepi ranjangnya, pandangannya kosong menatap jendela. Hari-harinya kini dipenuhi dengan ketakutan, tidak ada lagi ketenangan yang ia rasakan sejak pertemuan terakhir dengan pria misterius itu. Kegelapan yang ia rasakan semakin menelan dirinya, dan ia merasa seperti di ujung jurang.Ponsel di tangannya tetap sunyi, tidak ada pesan atau panggilan dari Arya. Perasaan cemas yang terus melilit pikirannya membuatnya ingin berteriak, tapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain menunggu dalam kecemasan. Arya telah pergi, dan meninggalkannya dalam keadaan paling rapuh yang pernah ia alami. Pria yang katanya mencintainya kini entah berada di mana.“Kenapa aku harus terjebak dalam situasi ini?” Anisa bergumam sendiri, mencoba memahami mengapa hidupnya berubah begitu drastis.Pikiran tentang ancaman yang ditujukan padanya terus membayang, membuatnya gelisah setiap kali ia mendengar suara aneh di luar rumah. Malam-malam terasa panjang dan mencekam, bahkan untuk menutup mata saja dia

    Last Updated : 2024-09-27
  • Bayangan Kelam   Kebenaran Terungkap

    Ketakutan merambat di sepanjang tulang punggung Anisa. Seluruh tubuhnya terasa beku di tengah kegelapan yang membungkus rumahnya. Ketukan di pintu yang semakin keras menandakan bahwa orang di luar sana tak akan menyerah sampai pintu terbuka. Satu-satunya yang ia bisa lakukan saat ini hanyalah bertahan, meskipun naluri di dalam dirinya berteriak untuk berlari."Kamu harus tetap tenang, Anisa. Tetap tenang," ia mencoba menenangkan dirinya sendiri meskipun suaranya bergetar.Sambil menggigit bibir, Anisa meraih ponselnya yang sudah tergeletak di meja. Jemarinya gemetar saat ia mencoba menekan nomor darurat. Namun, sebelum ia sempat menyelesaikannya, ketukan di pintu mendadak berhenti. Keheningan yang tiba-tiba menegangkan atmosfir di sekelilingnya.Hatinya berdetak keras. Anisa berdiri terpaku, bingung apakah ia harus menghampiri pintu atau menunggu saja sampai sesuatu terjadi. Apakah orang di luar sana sudah pergi?**Beberapa menit berlalu dalam kesunyian yang mencekam. Anisa berusaha

    Last Updated : 2024-09-28
  • Bayangan Kelam   Di Ambang Bahaya

    Angin dingin malam itu merayap pelan di sepanjang jalan setapak yang dilalui Anisa. Langkahnya terburu-buru, meski di dalam hati, rasa takut terus membayang. Ia menundukkan kepala, menyembunyikan wajah di balik kerudung hitam yang ia kenakan. Tas kecil yang menggantung di pundaknya terasa berat, meskipun hanya berisi beberapa barang penting yang ia bawa untuk berjaga-jaga.Surat itu masih ada di dalam tasnya, terlipat rapi, tetapi ancamannya terus terngiang-ngiang di kepalanya. "Jangan beritahu siapa pun, atau kami akan memastikan kamu tidak akan pernah melihatnya lagi." Pesan itu jelas dan tegas. Mereka mengancam nyawa Arya, pria yang ia cintai dan ingin ia selamatkan. Meski ketakutan terus menghantuinya, Anisa tahu bahwa ini adalah satu-satunya kesempatan untuk menyelamatkan Arya. Namun, ada bagian kecil dalam dirinya yang ragu, bertanya-tanya apakah ia membuat keputusan yang benar.Tiba di alamat yang tertulis di surat itu, Anisa mendapati dirinya berdiri di depan sebuah gudang tua

    Last Updated : 2024-09-28
  • Bayangan Kelam   Tiada Harapan

    Malam itu terasa lebih gelap dari biasanya. Seolah-olah langit menolak memberikan cahaya bulan untuk menerangi langkah Anisa yang terseok-seok keluar dari gudang tua itu. Hati dan pikirannya kacau balau. Setiap tarikan napas terasa seperti beban yang menghimpit dadanya. Keputusan yang ia buat beberapa saat lalu mengguncang hidupnya, seperti runtuhan yang tak bisa disatukan kembali. Ia telah melepaskan Arya, pria yang ia cintai, demi keselamatannya. Tapi di balik semua itu, ada rasa bersalah yang terus menggerogoti jiwanya.Perasaan hampa menyelimuti Anisa. Angin malam yang dingin tak mampu membekukan luka di hatinya. Jalan setapak yang dilaluinya terasa semakin panjang, seperti tiada akhir. Kakinya gemetar, hampir tak mampu menopang tubuhnya. Setiap langkah terasa lebih berat dari sebelumnya, seakan dunia tidak menginginkan dia terus berjalan.Setibanya di depan apartemennya yang kecil dan sederhana, Anisa berdiri di depan pintu, dia tak langsung masuk. Tempat itu sekarang hanya rumah

    Last Updated : 2024-09-30
  • Bayangan Kelam   Terjebak

    Pagi itu, udara dingin menyelimuti seluruh kota, membawa kabut tipis yang menambah kesuraman suasana hati Anisa. Hari-hari berlalu dengan keheningan yang menyiksa. Namun, setelah pertemuannya dengan pria misterius di taman, pikirannya tak pernah bisa beristirahat. Ia tak bisa mengabaikan peringatan yang diberikan pria itu tentang rahasia besar yang bisa menghancurkan semuanya, termasuk hidup Arya. Setiap kali ia mencoba melupakannya, bayangan pria itu kembali menghantuinya.Saat ia duduk di meja makan yang kosong, Anisa menatap ke luar jendela dengan tatapan kosong. Secangkir kopi yang sudah dingin tergeletak di depannya, tak tersentuh. Segala sesuatu yang dulu berarti kini terasa hampa. Hidupnya berubah drastis sejak Arya terjebak dalam masalah ini, dan sekarang, ancaman itu juga menggantung di atas kepalanya. Anisa merasakan ketakutan yang membara di dadanya. Ia tahu bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi.Saat itulah ponselnya bergetar, mengalihkan perhatiannya. Nomor tak diken

    Last Updated : 2024-10-02

Latest chapter

  • Bayangan Kelam   Bab 116 (tamat)

    Hari yang dinanti-nantikan akhirnya tiba. Anisa berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun pengantin putih yang indah. Semua perhiasan yang dipilihnya dengan hati-hati kini menghiasi tubuhnya, memantulkan cahaya dari lampu yang menyinari ruang rias. Meskipun begitu, perasaan Anisa campur aduk. Ada kegembiraan, ada rasa takut, namun yang paling terasa adalah kekosongan yang mendalam. Rasanya, semuanya seperti sebuah mimpi, dan Anisa tidak tahu apakah dia siap atau tidak untuk melangkah lebih jauh dalam hidupnya.Di luar, para tamu undangan sudah mulai berdatangan, menyapa satu sama lain dengan tawa dan senyum. Suasana di gedung itu penuh dengan kegembiraan. Tidak hanya keluarga dan teman-teman Anisa yang hadir, tetapi juga sejumlah rekan kerja Adrian, termasuk Malik yang telah lama menjadi sahabat Adrian, serta Roy, yang meskipun menjadi bagian dari masa lalu Anisa, masih datang untuk memberi selamat.Namun meskipun semua tamu sudah hadir dan gedung sudah penuh dengan orang-orang,

  • Bayangan Kelam   Bab 115

    Hari-hari berlalu setelah lamaran Adrian yang penuh harapan. Anisa mencoba untuk menyibukkan dirinya, berusaha menenangkan pikirannya yang terus dipenuhi oleh perasaan bingung. Namun meskipun dia berusaha mengalihkan perhatian, bayangan Adrian tak bisa hilang begitu saja. Keberadaan pria itu yang tulus, yang tanpa henti berusaha mendekatkan diri, seolah menjadi cahaya yang sulit ia hindari.Anisa menundukkan kepalanya saat bekerja di restoran. Pelanggan datang dan pergi, namun hatinya masih terjebak pada satu hal. Adrian. Meski sudah berulang kali berkata pada dirinya sendiri bahwa ia butuh waktu, ia tahu bahwa perasaannya kepada Adrian tidak semudah itu dilupakan. Perasaan hangat yang diberikan Adrian saat bersama, ketulusan yang ada di mata pria itu, semuanya terasa begitu nyata.Setiap kali Adrian datang menemuinya di restoran, ia tidak bisa menahan senyumnya. Meskipun hanya sesederhana menyapa atau mengobrol ringan di sela-sela kesibukannya, itu cukup membuat hatinya merasa lebih

  • Bayangan Kelam   Bab 114

    Malam itu, udara terasa lebih hangat dari biasanya. Anisa baru saja selesai bekerja dan sedang merapikan meja ketika seorang pelayan mendekatinya dengan wajah ceria.“Anisa, kau dipanggil ke halaman belakang restoran,” kata pelayan itu sambil tersenyum penuh arti.Anisa mengerutkan kening. “Siapa yang memanggilku?”Pelayan itu hanya tersenyum misterius sebelum berlalu.Dengan rasa penasaran, Anisa melepas celemeknya dan berjalan menuju halaman belakang restoran. Begitu ia membuka pintu, matanya langsung membelalak.Lampu-lampu kecil tergantung di antara pepohonan, menciptakan suasana hangat dan romantis. Di tengah halaman, sebuah meja kecil dengan dua kursi sudah tertata rapi, lengkap dengan lilin yang menyala lembut.Dan di sana, berdiri seseorang yang sangat dikenalnya.Adrian.Pria itu mengenakan kemeja putih dengan lengan yang tergulung hingga siku. Wajahnya tampak sedikit tegang, tetapi matanya tetap memancarkan ketulusan yang selalu membuat Anisa merasa nyaman.“Adrian, apa ini?

  • Bayangan Kelam   Bab 113

    Setelah semua luka yang Anisa alami, ia akhirnya mulai menemukan sedikit ketenangan dalam hidupnya. Pekerjaannya di restoran asing membuatnya sibuk, dan ia menikmati rutinitas baru tanpa harus memikirkan masa lalunya yang kelam.Di tempat kerja, ia bertemu dengan Adrian, seorang kepala koki yang memiliki kepribadian hangat dan perhatian. Awalnya, Anisa tidak terlalu memedulikan kehadiran pria itu. Namun, seiring berjalannya waktu, perhatian kecil yang diberikan Adrian membuat Anisa perlahan membuka hatinya.Adrian selalu memastikan bahwa Anisa tidak bekerja terlalu keras. Ia sering meninggalkan secangkir teh hangat di meja Anisa ketika gadis itu terlihat kelelahan. Kadang-kadang, ia juga menyelipkan cokelat di loker Anisa dengan catatan kecil bertuliskan:“Jangan terlalu serius bekerja. Hidup juga butuh sedikit manis-manis.”Anisa tidak bisa memungkiri bahwa sikap Adrian membuatnya merasa nyaman. Tidak ada paksaan, tidak ada kebohongan, hanya ketulusan.Suatu malam, setelah restoran t

  • Bayangan Kelam   Bab 112

    Anisa menghela napas panjang saat melihat pantulan dirinya di cermin apartemen kecilnya. Sudah beberapa minggu sejak ia mulai mengenal Adrian, dan harus diakui, pria itu membawa warna baru dalam hidupnya. Tidak ada kesan terburu-buru atau tekanan dalam hubungan mereka. Adrian tidak pernah memaksanya untuk bercerita tentang masa lalunya, dan itu membuat Anisa merasa nyaman.Ia merapikan rambutnya lalu mengambil tas kecil sebelum keluar dari apartemen. Hari ini adalah hari liburnya, dan ia memutuskan untuk berjalan-jalan ke taman kota. Tidak ada tujuan khusus, hanya ingin menikmati udara segar dan menenangkan pikirannya.Saat sampai di taman, ia memilih duduk di bangku dekat air mancur. Beberapa anak kecil berlarian, bermain bola, sementara pasangan muda duduk berdua di bawah pohon rindang. Anisa mengamati mereka dengan tatapan kosong, bertanya-tanya apakah ia masih bisa merasakan kebahagiaan seperti itu.“Sendirian lagi?”Suara itu membuatnya tersentak. Ia menoleh dan melihat Adrian be

  • Bayangan Kelam   Bab 111

    Anisa duduk di tepi tempat tidurnya, menatap langit-langit kamar apartemennya yang sederhana. Setelah pertemuan dengan Roy tadi malam, ia merasa lega, tetapi juga ada sedikit perasaan hampa yang sulit ia jelaskan. Mungkin karena ini pertama kalinya ia benar-benar menutup pintu bagi seseorang yang pernah mengisi hatinya, meskipun kenyataannya pahit.Hari ini, Anisa berencana untuk menghabiskan waktu sendiri. Ia ingin pergi ke tepi pantai yang tidak terlalu jauh dari kota, hanya sekitar satu jam perjalanan dengan bus. Ia butuh udara segar, butuh ketenangan yang hanya bisa ia temukan saat mendengar suara ombak dan angin laut.Setelah bersiap-siap, ia mengenakan dress berwarna krem dan membawa tas kecil berisi buku dan air minum. Anisa selalu merasa nyaman dengan membaca, seolah-olah dunia dalam buku bisa membantunya melupakan kenyataan yang kadang terlalu menyakitkan.Saat tiba di halte bus, ia duduk sambil menunggu kendaraan yang akan membawanya ke pantai. Cuaca hari ini cukup cerah, de

  • Bayangan Kelam   Bab 110

    Anisa menatap ke luar jendela kamar apartemennya yang kecil. Lampu-lampu kota berkelap-kelip seperti bintang yang jatuh ke bumi. Angin malam bertiup pelan, menyelinap masuk melalui celah jendela yang sedikit terbuka. Ini adalah tempat tinggal barunya, jauh dari tempat lama yang menyimpan begitu banyak kenangan pahit.Sudah dua minggu sejak dia menjual rumah peninggalan orang tuanya. Rumah yang dulu penuh dengan canda tawa, berubah menjadi tempat yang hanya membuatnya terjebak dalam kenangan yang menyakitkan. Anisa tahu, jika ia ingin benar-benar melanjutkan hidup, ia harus meninggalkan semua itu dan memulai kembali dari nol.Dia kini bekerja di sebuah restoran asing yang cukup terkenal. Pekerjaan itu tidak mudah, tapi setidaknya membuatnya sibuk dan tidak punya waktu untuk memikirkan masa lalu. Ia mengisi harinya dengan memasak, melayani pelanggan, dan berbincang dengan rekan kerja barunya.Namun, malam ini, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Sejak siang tadi, ia merasa seperti a

  • Bayangan Kelam   Bab 109

    Setelah beberapa bulan berlalu sejak kepindahannya ke kota baru, Anisa mulai terbiasa dengan ritme kehidupannya yang sekarang. Ia sudah tidak lagi merasa asing dengan lingkungan tempat tinggalnya, dan pekerjaannya di restoran asing membuatnya semakin sibuk hingga perlahan-lahan bisa melupakan luka-luka masa lalunya. Meskipun kadang-kadang kenangan tentang Roy masih menghantui pikirannya, ia berusaha untuk tidak terjebak dalam perasaan itu lagi.Namun suatu hari, Anisa mengalami sesuatu yang membuatnya kembali mempertanyakan kehidupannya. Hari itu, restoran tempatnya bekerja sedang ramai karena ada acara perayaan ulang tahun dari pelanggan tetap mereka. Anisa yang bertugas di bagian pelayanan sibuk bolak-balik mengantar pesanan makanan dan memastikan semua pelanggan mendapatkan pelayanan terbaik.Saat ia sedang mengambil pesanan dari meja pelanggan, seorang pria memasuki restoran. Ia mengenakan kemeja putih dan celana panjang hitam, terlihat rapi dan elegan. Anisa tidak terlalu memperh

  • Bayangan Kelam   Bab 108

    Waktu berjalan semakin cepat, dan Anisa merasa hidupnya seperti berputar dalam lingkaran tanpa akhir. Meski hubungan dengan Roy tampak menyenangkan di awal, semakin lama ia merasa ada sesuatu yang tak beres. Meskipun Roy selalu memberikan perhatian yang penuh, Anisa merasa ada jarak yang tak bisa dijembatani. Kadang, ada hal-hal kecil yang membuatnya curiga, meski ia mencoba untuk mengabaikannya.Hari itu, seperti biasa, Roy menjemput Anisa di rumahnya untuk makan malam bersama. Anisa sudah terbiasa dengan kebiasaan itu. Roy selalu berusaha menyenangkan hati Anisa dengan cara-cara sederhana, tetapi yang terkadang membuatnya merasa aneh adalah cara Roy selalu menghindari topik-topik pribadi. Ia tidak pernah membahas keluarga, masa lalunya, atau apapun yang bersifat pribadi. Ketika Anisa menanyakan sesuatu tentang dirinya, Roy selalu mengubah topik dengan alasan yang terkesan canggung.“Roy, aku sudah lama ingin tahu lebih banyak tentangmu,” ujar Anisa suatu malam saat mereka duduk di r

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status