Pria tampan itu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya masih menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Dia pun langsung menghubungi Mbok Darmi pembantu rumah mereka.“Assalamualaikum, Mbok.”“Walaikumsalam, Den, ada yang ketinggalan?”“Di mana wanita itu?”“Siapa Den, Resty, Markonah, Susi, Lestari ....”“Bukan mereka Mbok tapi wanita yang bernama Viona!”“Yang jelas toh Den, Bu Viona lagi keluar katanya mau ke minimaket sebentar, kenapa Den sudah rindu ya?”“Dia pergi sendiri atau ada yang jemput?”“Kenapa Den Raga enggak langsung tanya ke Bu Viona?”“Mbok apa susahnya sih langsung kasih tahu?”“Maaf Den, dia tadi naik mobil sendiri!”“Apa dia bisa naik mobil?”“Bukan naik saja Den, tapi menyetir juga bisa, hebat ya Bu Viona, sudah enam hari menjadi istri Den Raga ada saja keahliannya muncul ke permukaan.”“Mbok, enggak ada tamu atau siapa yang menjemput wanita itu?”“Bu Viona, Den?”“Iya dia siapa lagi?”“Enggak ada, tapi enggak tahu kalau janjian di luar, bagaimana kalau Den Raga langsung menghubungi Bu Viona?”“Enggak ada sejarahnya ya saya menghubungi wanita itu!”Raga langsung memutuskan sambungan telepon itu bukan mendapat menjawab yang pasti malah membuatnya semakin stres. Mbok Darmi sangat berbeda dari pembantu yang lain, memang dia sudah dianggap seperti ibu Raga sendiri setelah Clarisa meninggalkan Raga saat masih berusia lima belas tahun. Mbok Darmilah yang selalu menjadi teman curhatnya.Bunyi klakson terasa memekikkan telinga saat sadar kalau lampu jalan sudah berubah warna. Ya mereka pikir mobil rusak itu rusak padahal pemiliknya sedang melamunkan apa yang dilakukan Viona di jam seperti ini bersama pria asing. “Siapa dia? Kenapa dia begitu dekat dengan Viona? Bahkan sangat jelas kalau Viona melemparkan senyuman itu kepada pria itu?” gerutunya lagi.Raga pun mengikutinya saat pria asing itu masuk ke dalam mobil Viona. Entah kenapa Raga sangat penasaran sekali.“Apa yang aku lakukan sekarang? Mengikuti mereka? Padahal sangat jelas sekali kalau aku sudah memberikan syarat agar kami tidak perlu mencampuri urusan masing-masing tapi kenapa sekarang aku malah kepo dengan urusan wanita itu? Apakah aku cemburu? Tidak aku bukan cemburu tapi ...“Hey ... bisa bawa mobil enggak sih? Elo pakai mata enggak nyetir nya?” tanya seseorang yang ternyata tanpa sadar Raga telah menabrak belakang mobil orang itu.“Oh maaf Pak saya tidak sengaja, saya sedang ....”“Melamun? Dasar anak muda zaman sekarang, kalau sudah begini siapa yang tanggung jawab, kamu bisa menggantinya? Ini mobil antik!” hardiknya kembali dengan berkacak pinggang setelah keluar dari mobilnya.Raga pun keluar dari mobil dan melihat sendiri mobil yang dia tabrak dan memang sedikit ada goresan , tapi baginya enggak masalah, orang kaya ....“Saya akan ganti rugi, berapa yang Bapak inginkan?” tanya Raga dengan sombong.Pria tua itu terlihat meremehkan Raga, mungkin dia pikir dia tidak bisa mengganti semua kerugiannya.“Dasar sombong hai anak muda, jika saya menyebutkan lima puluh juta kamu sanggup bayar, hah?” tanyanya dengan nada tinggi sehingga orang-orang di sekitar pun memperhatikan mereka. Tentu saja Raga ikut merasa senang karena dirinya akan membuat mereka terperangah dengan pesonanya selain tampan nan rupawan dan juga kaya raya.“Makanya jangan melamun Mas kalau lagi nyetir, ini mobil antik loh lecet sedikit ganti ruginya minta ampun, jangan-jangan ini mobil kantor, mukanya kok jadi madesu gitu?” tanya salah satu orang yang ikut nimbrung di sana entah siapa dia.“Apa itu madesu, belum pernah dengar kata itu, memang kosakata dari mana?” tanya Raga penasaran.Seketika beberapa orang mungkin yang mengerti kata itu terkekeh saling pandang sepertinya sedang mengejek.“Walah kamu enggak tahu kata itu, dasar udik sekali dia, penampilan seperti orang kaya jangan-jangan kreditan semua ini. Madesu itu singkatan masa depan suram,” sahut pria tua itu kembali menertawakan Raga bersama dengan orang-orang itu.“Oh maaf saya tidak tahu kata itu, karena di dalam hidup saya tidak pernah suram, dan sebentar ... Raga menjeda kalimatnya karena ingin mengambil buku cek yang memang dia bawa setiap hari di dalam tas kerjanya. Lalu langsung saja dia tuliskan angka nominal yang pria tua itu minta. Bahkan menambahkan angka nominalnya sedikit agar matanya langsung keluar dari tempatnya.“Apakah Anda tidak mempunyai riwayat penyakit jantung?” tanya Raga dengan sedikit mengejek.“Kalau saya mempunyai penyakit jantung tentu saya tidak akan berkeliaran di jalan dengan mobil seperti ini,” sahutnya dengan penuh keyakinan.“Oke.” Raga langsung memberikan cek itu di tangan pria tua itu.“Cukup segini atau kurang? Itu asli dan uangnya ada jangan khawatir. Kerugian saya taksir hanya sekitar dua jutaan tapi Anda meminta lima puluh juta dan saya dengan berbaik hati menambahkan nominalnya menjadi delapan puluh juta.”Belum sempat dia mengatakan sesuatu karena terkejut untung saja tidak jantungan. Raga mengambil ponsel lalu mengambil gambar mereka sebagai bukti kalau dia sudah beramal untuk hari ini. Semua orang yang melihatnya pun tertegun.“Jangan menilai dari sampulnya saja Pak, tapi lihat juga dalamnya, sudah selesai, kan? Sekarang bisa saya pergi dari sini, saya juga perlu memperbaiki mobil saya yang lecet juga,” jelas pria tampan itu tapi ternyata orang tua itu masih syok begitu juga dengan orang-orang tadi yang meremehkan Raga.“Huh ... gara-gara insiden tadi aku kehilangan jejak Viona, sangat menyebalkan! Awas saja nanti sampai rumah aku harus mencari tahu apa yang dia kerjakan di luar,” rutuk Raga dalam mobil.Mau tak mau Raga harus pergi ke kantor, mood-nya langsung berubah saat melihat wanita itu pergi dari rumah.Hanya butuh lima menit untuk sampai di kantor. “Untung saja Vina tidak menghubungiku biar nanti sampai di ruangan baru menjelaskan kepada Vina,” ucapnya dalam hati dan turun dari mobil.“Selamat pagi, Ros.”“Selamat pagi, dan maaf Pak ada tamu di ruangan Bapak.”“Loh bukannya Pak Dirga akan datang jam sepuluh dan siapa yang ada di da ... Belum sempat sekretaris Raga menjelaskan tiba-tiba saja orang yang malas dia lihat wajahnya sudah tepat berdiri di hadapan Raga.“Kejutan!” Ucapnya dengan wajah semringah dan tanpa ada rasa malu dia langsung mencium pipi kanan dan kiri lalu memeluk. Rosa sampai melongo melihat pemandangan itu.“Ah sial! Bisa-bisa dia akan mengadu kepada Papi dan selanjutnya ceramah panjang lebar yang harus aku dengar.” Raga pun memelototi Rosa seakan dia tahu apa yang harus dia lakukan.“Mas, kenapa ponsel kamu enggak aktif? Terus kok enggak jemput aku?” tanya Rosa dengan bibir mengerucut.Raga menghela napas panjang sebenarnya dia malas untuk bertemu siapa pun setelah melihat Vina pergi dengan pria lain, entahlah ada rasa yang berbeda padahal setelah enam hari itu Raga sangat cuek dengan Viona , bahkan dia pun tak mau tahu urusan wanita itu meskipun dia bergelar seorang istri.
“Ada apa kamu ke sini?” Raga mendekus kesal. Belum sempat dia mendaratkan bokongnya ke tempat duduk tiba-tiba saja Vina langsung menyambar bibir Raga. Pria itu tidak membalasnya dan segera menyudahi perbuatan wanita cantik itu. “Raga ada apa denganmu, kenapa kamu menolakku biasanya kamu tidak seperti ini?” Vina terkejut dan bingung dengan sikap pria tampan itu.“Maaf Vin, aku sedang banyak pekerjaan bisakah kamu pulang saja atau kamu pergi shopping sendirian, atau dengan teman-temanmu dulu, seminggu ini banyak sekali pekerjaan yang harus aku selesaikan.“Mas, kamu kok lebih mementingkan pekerjaan daripada aku? Kamu kan tahu aku tuh enggak bisa hidup tanpa kamu, dan aku ingin kamu tuh selalu ada buatku, mana janjimu itu?” “Ayolah Sayang, Jika aku tidak bekerja bagaimana aku bisa menghasilkan uang banyak sedangkan keperluan kamu saja sangat banyak.”“Iya aku tahu, tapi kan kamu itu Bos, pemilik perusahaan.”“Enggak Sayang, aku hanya menjalankannya saja pemiliknya masih Papi, bukan ak
“Kenalkan nama saya Raga Handika Subrata, suaminya Viona Adila Zahra,” ucap Raga menatap tajam pria itu. “Oh ini toh suamimu yang kamu bilang seperti singa. Ya kamu benar Vio, wajahnya memang sangar tetapi dia juga tampan seperti saya,” pujinya membuat hidung Raga kembang kempis mendengar ocehan teman istrinya itu.“Ayo, silakan duduk, biar saya yang bayar, jangan khawatir uang saya juga banyak kok,” lanjutnya lagi sambil tersenyum.Jangan ditanya bagaimana wajah pria tampan itu sangat merah menahan amarah dan malu. Viona menatap takut. Tak lama kemudian seorang pelayan pun kemudian datang menghampiri meja mereka dengan membawa menu yang mereka pesan. Tanpa basa-basi lagi mereka pun menikmatinya dalam keheningan. *** “Ada apa dengan Mas Raga? Kenapa dia tampak marah? Kan dia sendiri yang bilang jangan mencampuri masalah pribadi,” gumam Viona dalam hati.Untung saja mood Raga sedikit terobati karena bisa melihat wajah Viona dari dekat dan entah kenapa dia baru menyadari wajah hitam
Sepanjang jalan Raga tidak ada mengatakan sepatah kata pun. Wajahnya di tekuk tapi masih fokus menyetir. Viona menyadari akan satu hal ada yang tidak beres dengan suaminya itu. Biasanya Raga akan cuek dengan segala kegiatan yang dilakukan oleh Viona. Bahkan saat Viona ingin keluar dan meminta izin selalu ditanggapinya dengan acuh.“Mas Raga sedang marah ya?” tanya Viona ragu-ragu.“Menurutmu?” balas Raga dengan jutek. “Menurut aku iya sih lagi marah, tapi kenapa Mas?” Viona menatap wajah suaminya sendiri. Merasa diperhatikan membuat pria tampan itu menjadi salah tingkah dan semakin stres. Dia lalu menghentikan mobilnya secara mendadak sehingga hampir saja kening Viona kejeduk depan kaca mobil. Dia lalu turun dari mobil diikuti oleh Viona. “Mas, sakit nih, kenapa sih nyetirnya seperti itu, kalau kita kecelakaan bagaimana? Lagian ini di mana?” Viona memegang keningnya yang sakit sembari celingak-celinguk melihat tempat sekitarnya di mana mereka berhenti.“Kenapa? Kalau Ram yang bawa
“Kenapa kamu ke sini, sudah selesai belanjanya?” tanya Raga dengan lembut dan tak tanggung-tanggung Vina duduk di pangkuan Raga tanpa memedulikan perasaan sang istri yang berdiri mematung. Mereka begitu intens berbicara. Pandangan Raga sangat berbeda saat berbicara dengan Viona. Wanita manis itu bisa merasakannya dan sadar akan posisinya sebagai istri yang tidak diinginkan oleh sang suami. “Oh ini istri kamu? Sangat buruk banget. Dia dari planet mana?” sindir Vina yang menatap tajam. “Kenalkan Mbak, nama saya Viona Adila Zahra,” ucapnya sambil menjulurkan tangannya ingin bersalaman dengan Vina, tapi wanita seksi itu malah menepisnya.“Maaf kita enggak selevel ya, lagian Papimu itu sudah pikun menikahkan kamu dengan wanita buluk seperti dia, enggak ada bagusnya sama sekali,” sindirnya lagi.“Ya Allah Mbak, jangan suka menghina ciptaan Allah, nanti Mbak malah kualat loh, lagian apa yang akan dibanggakan kalau sudah tua keriput dan meninggal tidak ada yang akan dibanggakan lagi. Dan j
Mereka saling berpagut mesra. Vina begitu liar saat ini tapi semenjak Viona pergi bersama pria lain membuatnya cemburu dan penasaran. Biasanya dia tidak peduli tapi kali ini dia harus berhati-hati karena pria yang ditemuinya itu adalah orang yang dia kenal. Raga tidak memedulikan Vina yang berusaha membangkitkan gairahnya. “Vin, stop saya masih banyak pekerjaan!” bentaknya seketika membuat Vina terkejut dan menghentikan aksinya. “Ada apa Sayang, biasanya kamu menikmatinya?” Raga kembali menutup kedua matanya dan menghela napas panjang. “Bisakah kamu turun dari pangkuan saya dulu?” Raga begitu tidak nyaman dan terlihat sangat kesal. Vina kembali berusaha mencumbu wajah tampan itu tapi lagi-lagi Raga menolaknya.Mau tak mau Vina turun dari pangkuan Raga dan ikut mendekus kesal. “Kenapa sih Yang, kamu berubah banget? Apa kamu ada wanita lain yang lebih seksi dan cantik sudah menggodamu?” tanyanya kesal.“Tidak ada, hanya saja banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan, tolong mengert
“Kamu boleh pergi dari ruangan saya!” “Maksud Bapak saya dipecat?” Mata Santi mulai berkaca-kaca. “Kembali ke meja kerjamu dan lebih giat mempelajari apa yang dimau oleh perusahaan saya, sekarang pergilah!” Wajah Santi berbinar dia ingin sekali meluapkannya dengan berdiri dan menghampiri Raga, tapi malah mendapatkan tatapan dingin, seketika Santi sadar dan kembali menjauh.“Maaf Pak, enggak sengaja, kalau begitu saya permisi dulu Pak.” Santi bergegas pergi dari ruangan itu sebelum bosnya itu berubah pikiran. Dengan langkah bahagia Santi keluar dan langsung menuju meja kerjanya kembali.Sementara itu Raga yang penasaran dengan wanita yang telah membantu Santi segera menghubungi Dirga salah satu anak buahnya dan meminta CCTV di lantai dua bagian divisi pemasaran. Tidak butuh waktu lama Dirga membawa rekaman CCTV itu jam yang diinginkan oleh Raga. Pria tampan itu lalu memutarnya dan terlihat memang seorang wanita muda menghampiri Santi yang terlihat bingung. “Itu kan Viona? Jangan bi
“Ah kenapa aku ini? Aku sama sekali tidak tahu siapa dirinya?” tanyanya kesal saat dalam posisi menyetir. Sudah enam hari mereka menjadi suami istri tetapi Raga masih belum mengetahui hidup seorang Viona Adila Zahra gadis berusia dua puluh empat tahun itu. Apalagi ada saja hal yang baru dia dapatkan.Awal menikah Raga bisa membayangkan kalau Viona akan menangis bombay, ternyata tidak justru wanita itu patuh dengan apa yang dikatakan Raga, malah terlihat tersenyum. Kedua Raga dikejutkan dengan dia pintar memasak. Sengaja tidak mengambil pembantu dan menyuruhnya untuk membersihkan rumah dan dia lakukan dengan cepat, rapi dan bersih. Pria tampan itu pun tertegun, tapi karena itu juga Opa Lukman memarahinya dan langsung membawakan seorang pembantu dari rumah opanya.Menikmati rasa masakan itu sangat cocok di lidah Raga. Ketiga dia pandai menyetir mobil. Hal yang sangat aneh untuk Raga. Ke empat dia sangat pintar karena bisa menyelesaikan laporan itu dengan benar. Raga tidak mengetahui a
Raga begitu menghayati lantunan suara merdu milik Viona sehingga tanpa terasa pria tampan itu menitikkan air mata. Sudah lama dia tidak mendengar hal itu bahkan dia sendiri pun lupa kapan terakhir mengaji mungkin sudah lupa caranya mengaji.Raga tertegun sampai akhirnya Viona selesai dan melihat wajah suaminya sudah basah dengan air mata. Kejutan selama enam hari membuatnya bingung dengan perasaannya sendiri. Sudah sekian kalinya Raga dibuat takjub dengan istrinya. Selalu ada saja yang baru dan itu membuat pria tampan itu semakin penasaran dengan istrinya sendiri.Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Viona saat mereka saling menatap. Rasa canggung kemudian dirasakan oleh wanita cantik itu.“Kenapa kamu melihatku seperti itu, ada yang aneh?” sungut Raga mengalihkan perhatian. “Mas Raga habis nangis ya?” Viona lebih mendekat untuk memastikan kalau ada sisa air mata di pipi pria tampan itu. “Yang benar saja Markonah!” Raga menjitak kepala istrinya.“Au sakit Mas, namaku it
“Kalian tidak boleh kalah dengan mereka. Betul apa yang dikatakan oleh Dimas, jika anak Dimas perempuan dan anak kamu laki-laki , kita akan jodohkan. Lagian kita sudah tahu kan karakter orang tuanya , sudah tahu bibit, bobot dan bebetnya,” jelas Opa Lukman bersemangat.“Yang benar Opa, ini serius padahal Dimas hanya ngomong asal saja,” ucapnya masih tidak percaya kalau ditanggapi serius oleh Opa Lukman.“Ya tentu saja jika nanti berjodoh kenapa tidak?” jawab Opa Lukman tersenyum.“Enggak mau besanan sama kamu, enak saja,” protes Raga kemudian. “Opa setuju kok, akhirnya bisa masuk di keluarga Subrata,” sahut Dimas cengar-cengir. Raga melempar bantal kecil ke wajah Dimas yang masih cengar-cengir dibuatnya. “Oh ya Opa, Rosa sebentar lagi mau melahirkan , tentu saja harus ada yang menggantikan posisi Rosa. Mas Dimas tentu tidak bisa menghandle semuanya apalagi dia banyak di luar, lapangan,” ucap Rosa mengingatkan. “Oh iya, kamu sebentar lagi mau lahiran. Bagaimana, kalian mempunyai k
Raga masih memikirkan apa yang dikatakan oleh Papi Seno. Apa mungkin Rama masih berhubungan dengan Vina? Tapi dia tidak pernah melihat Vina atau Rama berduaan atau pun berkomunikasi. Bahkan baik Vina maupun Rama tidak pernah bertegur sapa hanya saja terlihat saat Rama membawa Viona ke apartemen milik Raga di sana. Pria tampan itu kembali mengingat -ingat saat Rama datang ke apartemen dirinya. “Sangat menyebalkan! Kenapa Rama bisa membawa Viona. Apakah ini memang rencana mereka berdua. Ya dia masih ingat alamat apartemenku tapi .... Jika mereka memang masih berhubungan tapi kenapa? Balas dendam untuk apa? Tidak mungkin hanya karena aku bersama Vina, atau apakah Rama adalah ....” “Mas Raga, apa yang kamu pikirkan? Bengong begitu, nanti lalat masuk loh dikira goa,” sapa Viona saat melihat Raga dengan mulut sedikit terbuka. Langkahnya kini sudah berada di dapur.Ucapan Viona membuyarkan lamunannya. Raga menghela napas panjang. “Maaf,” ucapnya pelan.Viona masih menyiapkan masakannya.
Papi Seno begitu syok mendengarkan ucapan Raga barusan. Pria paru baya itu berusaha menahan amarahnya yang hampir saja dia luapkan karena mengingat Opa Lukman dalam kondisi yang kurang baik dengan kesehatannya.Papi Seno membalikkan badannya dan menghampiri Raga yang sudah ikut berdiri. Kini mereka saling berhadapan. “Kamu sedang tidak bercandakan?” tanya Papi Seno memastikan. Tatapan Papi Seno begitu tajam dan menakutkan. “Raga juga enggak tahu Pi, tapi itu yang dikatakan oleh Vina, Tapi sungguh Raga yakin tidak pernah melakukan hal itu,” kilahnya sambil mengingat setiap kejadian bersama Vina.“Oh Raga, kamu sangat keterlaluan! Jadi selama ini kamu masih berhubungan dengan Vina? Sudah berapa kali Papi bilang kalau kamu jangan bertemu dia lagi. Dan ini akibatnya entah itu memang anak kamu atau ada yang ingin menjatuhkan nama baik keluarga kita dengan cara seperti ini. Jika Opa Lukman sampai mendengarkan kabar buruk ini, kamu tahu kan apa yang terjadi? Dan ini semua kamu yang bert
“Cepat Mbok, enggak usah dandan!” teriak Raga yang sudah tak sabaran untuk pergi ke rumah ayahnya. “Sabar toh Den, Bu Viona enggak akan ke mana-mana, dia ada di rumah Pak Seno,” sahut wanita paru baya itu yang sudah siap dengan penampilannya “Siapa yang mau bertemu dengan Viona? Saya harus cepat ke sana karena enggak mau kalau Papi sampai marah datang terlambat, itu saja,” tegas Raga mengingatkan.Mbok Darmi hanya tersenyum mendengar ucapan majikan mudanya itu. Dia sangat tahu kalau Raga pasti ingin sekali bertemu dengan Viona, tapi tidak mau mengakuinya. “Gengsi amat,” guru Mbok Darmi dalam nada suara pelan. Mobil melaju dalam kecepatan sedikit cepat. Raga pun mengambil jalan alternatif untuk bisa sampai lebih cepat. Meskipun jalan yang dilalui sedikit berlubang bahkan banyak polisi tidur pun Raga tak peduli. Mbok Darmi hanya bisa beristigfar dalam hati agar mereka selamat sampai tujuan. Selang sepuluh menit kemudian akhirnya mereka sampai di kediaman Pak Seno. Bangunan putih
Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, tapi Viona belum pulang ke rumah membuat hati Raga semakin gelisah. Ponselnya masih tidak aktif sehingga tidak bisa melacaknya. Geram bercampur marah. Sedari tadi pria tampan itu mondar mandir seperti setrikaan. Mbok Darmi hanya tersenyum melihat tingkah majikannya itu. “Bagaimana ini Mbok, ke mana wanita itu?” kesal Raga sambil melirik jam di pergelangan tangannya.“Wanita siapa Den, Bu Viona atau Non Vina?” tegas Mbok Darmi membuat Raga semakin kesal. “Ya Viona, siapa lagi kalau bukan dia? Jika sampai Papi telepon menanyakan menantu kesayangannya enggak ada di rumah bisa kena omel tujuh turunan ini,” kesal Raga sambil mengacak rambutnya.“Hanya itu alasannya?” tanya Mbok Darmi curiga. Mata Mbok Darmi menatap mencurigakan. “Kenapa Mbok Darmi melihat saya seperti itu?” kesal Raga semakin terpojok. “Memang harus apa alasannya, Mbok? Khawatir, cemburu? Enggak ya. Rama saja tidak bersama Viona kok,” kilah Raga sedikit lega. “Itu kan tadi
Raga masih kebingungan mencari Viona. Ponselnya pun tidak aktif bahkan sampai di rumah pun Raga tidak menemui Viona. Pria tampan itu lupa dengan tempat yang sering istrinya kunjungi bahkan tidak sampai terpikir ke sana. Raga pun akhirnya meminta bantuan Dimas untuk melacak nomor ponsel Rama. Mbok Darmi yang melihat majikannya itu uring-uringan merasa kasihan. Menunggu kabar dari Dinas apakah sudah bisa menemukan lokasi Rama. “Den Raga menunggu Bu Viona, tumben? Mulai rindu ya?” tanya Mbok Darmi yang menghampirinya sambil membawakan camilan kecil untuk sang majikan yang duduk di ruang keluarga.“Si—siapa bilang saya menunggu Vio? Terserah dia mau pergi ke mana bukan urusan saya juga,” kilah Raga yang masih fokus matanya ke layar televisi. Sedangkan tangannya masih menggenggam ponselnya. Mbok Darmi tersenyum kecil melihat sikap Raga yang belum mau mengakuinya. “Kenapa enggak menghubungi ponselnya Bu Vio?” “Ponselnya enggak aktif, malas banget kalau saya menghubungi si kutu kupr
Wanita paru baya itu memaksa dan memberikan kotak kecil itu di tangan Viona. “Ambil Vio, tak baik menolak hadiah dari orang apalagi dari Ibu. Ya anggap saja saat sebagai ibu kamu juga enggak apa-apa. Soalnya saya enggak punya anak perempuan,” jawab Clarisa sambil tersenyum kecil. “Viona, ambil saja. Bu Clarisa ini sangat baik dia akan kecewa jika kamu menolaknya,” timpa Oma Dora meyakinkan Viona. Viona tersenyum meskipun masih kurang enak hati menerima pemberian wanita itu, tapi mau tak mau dia pun akhirnya menerimanya. “Terima kasih Bu, sudah memberikan saya hadiah,” ucap Viona. “Sama-sama . Buka dong apakah kamu suka atau tidak hadiah dari saya,” pinta Clarisa. Viona dengan malu-malu membuka kotak kecil itu. Wajahnya langsung tertegun melihat benda kecil itu begitu indah. Sebuah bros kecil berbentuk angsa.Viona mengeluarkannya dari kotak kecil itu. “Kamu suka?” tanya Clarissa.“Ya Allah ini indah banget Bu, tapi Ibu yakin mau memberikan kepada saya. Sedangkan ini adalah be
Di tempat lain Viona masih berkeluh kesah dengan Oma Dora. Wanita tua yang sudah dianggapnya seperti neneknya sendiri mampu membuat hari Viona sedikit lega. Meskipun masih ada kejanggalan di hati tetapi Viona berusaha untuk tidak terpengaruh. Di tempat itu juga Viona bisa mencari kedamaian di hati. Melihat banyak orang tua dengan berbagai macam masalah yang ada pada mereka. “Oh ya Vio, nanti ada tamu Oma dari luar kota, dia akan datang menjenguk Oma. Dia wanita yang sangat baik dan perhatian. Dia juga salah satu donatur tetap di sini. Setiap bulan dia akan memberikan sumbangan untuk di sini, makanya tidak heran kan kalau panti jompo ini berkembang dengan baik. Kami sangat terlindungi di sini. Rasa kekeluargaan yang tak pernah kami dapatkan dari keluarga sendiri tapi di sini kami menjadi satu keluarga,” kenang Oma Dora tersenyum kecil. Mata sendu itu tidak mampu menyembunyikan air matanya yang hampir saja terjatuh. “Oma rindu dengan keluarga?” tanya Viona lembut. “Bohong kalau
Rama dan Ryan menuju lift khusus. Masih dengan tatapan yang sama karena sahabat sekaligus asisten pribadinya itu belum juga memberitahukan nama orang itu yang sudah membantu perusahaan Raga hingga bisa mendapatkan proyek itu. Bahkan dia juga tidak mempunyai cadangan rencana yang lain karena menganggap kalau Raga pasti tidak akan menghadiri rapat itu karena masalah Viona seperti dugaan sebelumnya. Namun, ternyata pikiran Rama salah karena masih ada keberuntungan yang dimiliki oleh Raga sehingga proyek itu ternyata bisa di dapat melalui campur tangan orang lain.Dengan langkah lebar dan tegas Rama masuk ke ruang kerjanya. Dia kemudian duduk di kursi kebanggaannya tersebut. Begitu juga dengan Ryan sudah mengambil posisi duduknya yang berhadapan langsung dengan Rama.“Sekarang katakan siapa yang sudah membantu Raga. Saya pikir dengan adanya masalah Viona, Raga akan kehilangan proyek itu tapi nyata tidak . Sangat menyebalkan!” geram Rama semakin menjadi-jadi. “Dari sumber yang di dapat