Mereka saling berpagut mesra. Vina begitu liar saat ini tapi semenjak Viona pergi bersama pria lain membuatnya cemburu dan penasaran. Biasanya dia tidak peduli tapi kali ini dia harus berhati-hati karena pria yang ditemuinya itu adalah orang yang dia kenal.
Raga tidak memedulikan Vina yang berusaha membangkitkan gairahnya. “Vin, stop saya masih banyak pekerjaan!” bentaknya seketika membuat Vina terkejut dan menghentikan aksinya. “Ada apa Sayang, biasanya kamu menikmatinya?” Raga kembali menutup kedua matanya dan menghela napas panjang. “Bisakah kamu turun dari pangkuan saya dulu?” Raga begitu tidak nyaman dan terlihat sangat kesal. Vina kembali berusaha mencumbu wajah tampan itu tapi lagi-lagi Raga menolaknya. Mau tak mau Vina turun dari pangkuan Raga dan ikut mendekus kesal. “Kenapa sih Yang, kamu berubah banget? Apa kamu ada wanita lain yang lebih seksi dan cantik sudah menggodamu?” tanyanya kesal. “Tidak ada, hanya saja banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan, tolong mengertilah, Sayang.” “Baiklah, tapi kamu sudah janji kan akan menikahi aku? Pokoknya dalam tahun ini jika tidak siap-siap saja kamu melihat mayatku,” ancam Vina dengan sorotan mata tajam ke arah Raga. “Sayang, apakah selama ini pernah mengecewakan kamu? Enggak kan?” “Iya sih tapi jika kalian memang tidak bercerai maka aku siap untuk di madu, enggak masalah yang penting aku bisa selalu bersamamu, Sayang dan ini. Di sini ada anak kita kamu tidak ingin kan anak ini lahir tanpa ayah dan jika kamu sampai mengubah keputusan kamu maka aku akan bertindak nekat, kamu paham kan maksudku, Sayang?” Raga kembali mencium bibir Vina sekilas agar Vina tidak marah lagi meskipun sekarang tampak berbeda dia rasakan. “Sekarang kamu bisa pergi sekarang nanti malam saya akan datang menghabiskan malam berdua dengan kamu, siapkan saja yang menurutmu bisa menyenangkan hati saya, kamu sanggup?” pintanya berbisik ditelinga Vina. “Oke, aku pulang dan mempersiapkan segalanya, aku tunggu ya Sayang.” Vina kembali mendaratkan ciuman di pipi Raga dan pria tampan itu tersenyum yang terpaksa. Setelah kepergian Vina buru-buru Raga ke kamar mandi dan membersihkan wajah dan bibirnya yang disentuh oleh Vina dengan kasar. Entah kenapa sekarang dia tidak suka dicium lagi oleh Vina padahal setiap hari dia selalu bertemu dengannya. “Ada apa denganku ini? Kenapa aku sangat cemburu jika Viona dekat dengan pria lai? Bukan pria lain tapi musuh bebuyutanku dan sekarang dia sudah kembali dan ini sangat tidak baik. Bisa saja dia sengaja mendekati Viona bukan karena suka tetapi untuk mempermalukan aku. Apa sih keistimewaan wanita itu? Tidak terlihat cantik sama sekali apalagi penampilannya sangat membosankan,” rutuk Raga kesal. Setelah selesai membersihkan wajah, Raga kembali ke kursi kebesarannya. Tak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu dari luar. “Permisi Pak!” “Ya silakan masuk!” Tampak seorang wanita paru baya dan satu wanita muda yang tak lain adalah Bu Mila dan Santi yang menghadap untuk memberikan laporan. Bu Mila sengaja mengantarkan Santi menemui Raga untuk memastikan apakah anak baru itu terkena amarah dari bos besarnya itu. Santi melihat untuk pertama kali wajah bos arogan itu. Dingin tapi tampan itulah yang ada di benaknya. “Turunkan pandanganmu jangan sekali-kali untuk bisa menggodanya karena dia sudah menikah, kamu mengerti?” ancam Bu Mila seketika sedikit berbisik di telinga Santi. “I—iya Bu,” jawabnya pelan dan mengangguk.” “Apakah kalian akan terus berbisik seperti itu dan saya tidak ada waktu untuk kalian menggosip di ruangan saya!” bentak Raga mengagetkan mereka berdua. “Maaf Pak Raga saya hanya mengingatkan Santi karyawan baru dan ini laporan yang Bapak minta,” sahut Bu Mila memberikan sebuah map plastik berwarna biru muda ke meja Raga. “Kamu sudah memeriksa laporan ini atau tidak Bu Mila?” tanya Raga sambil membuka map itu dan membacanya. Wajah Bu Mila bingung karena dia sama sekali tidak memeriksanya, bahkan wanita paru baya itu hanya menyuruh menyelesaikan sendiri kepada Santi yang belum mengerti cara menyusun laporan. “Jus—justru itu Pak Raga, saya sudah berkali-kali memberitahukan anak ini untuk konsentrasi mengerjakan laporan tapi dia selalu mengabaikan setiap apa yang saya beritahu dan terus terang saya sudah capek untuk mengajari anak ini. Sudah sepuluh bulan tapi enggak ada kemajuan sama sekali. Kalau hanya modal cantik tapi otak kosong mending menikah saja urus suami dan keluarga aja di rumah enggak usah kerja di perusahaan besar,” celetuk Bu Mila tanpa sadar merendahkan karyawan baru di depan Raga. “Intinya saja Bu Mila, apakah Bu Mila sudah memeriksa laporan ini atau belum?” tanya Raga semakin ketus. “Be—belum Pak, karena sudah saya pastikan kalau Santi tidak bisa bekerja di sini, dan saya harap segera memecat karyawan ini,” sahut Bu Mila tanpa ragu. “Bu Mila sudah bekerja di sini sudah berapa lama?” “Ya sudah hampir lima belas tahun Pak, dan saya sangat berdedikasi untuk perusahaan ini. Pak Seno juga sangat memuji kinerja saya,” pujinya pada diri sendiri. “Bu Mila bisakah Anda pergi dari sini, saya ingin bicara dengan Santi berdua saja.” Bu Mila terkejut dengan permintaan bosnya itu. Wanita paru baya itu terdiam sesaat. “Apakah saya sendiri yang harus mengantarkan Bu Mila sampai keluar ruangan saya?” tanyanya lagi membuat Bu Mila gugup. “Ba—baik Pak, saya permisi!” Wanita paru baya itu pun meninggalkan ruangan sambil menatap dingin ke arah Santi. Katakan Santi apakah laporan ini kamu yang buat atau ada orang lain yang membantu kamu? Perlu kamu ketahui kalau saya tidak menyukai orang pembohong apalagi itu adalah karyawan saya sendiri. Saya lebih suka kejujuran,” jelas Raga sambil membuka berkali-kali laporan itu dan membacanya dengan teliti. Tampak Santi begitu ketakutan. Kaki dan tangannya sudah gemetaran. Air keringat sudah membasahi keningnya padahal ruangan Raga tidaklah panas. Santi masih berdiri kaku, tidak berani duduk sebelum atasannya itu menyuruhnya duduk. “Duduklah, supaya kamu lebih rileks lagi menjawab pertanyaan saya,” titah Raga seketika. Santi pun bergegas duduk yang menghadap Raga. Rasanya sangat lelah berdiri apalagi kakinya sudah gemetaran. “Ma—maaf Pak sebenarnya bukan saya yang mengerjakan laporan itu, tadi ada seorang wanita yang langsung berdiri di depan meja saya dan Mbak itu melihat laporan saya yang fatal dan memberikan masukan agar mencoba trik yang dia gunakan. Apakah ada yang salah Pak? Maaf Pak saya masih belajar tolong beri saya kesempatan lagi, saya butuh pekerjaan jika di posisi saya tidak bagus Bapak bisa menurunkan jabatan saya sebagai cleaning servis juga enggak apa-apa yang penting saya bisa kerja, saya butuh uang untuk bisa menghidupi keluarga saya” sahutnya mengiba. “Jadi katakan siapa yang sudah membantu menyusun laporan ini karena tidak semua bisa mengerjakannya dengan mudah bahkan Bu Mila saja harus tiga kali merevisinya?” tanya Raga penasaran. “Saya hanya tahu namanya Mbak Viona dan saat saya tanya dari divisi mana keburu Bu Mila datang dan mencoba mengusir mbak itu dengan kasar,” jawab Santi membuat Raga terkejut akan nama yang disebut olehnya.“Kamu boleh pergi dari ruangan saya!” “Maksud Bapak saya dipecat?” Mata Santi mulai berkaca-kaca. “Kembali ke meja kerjamu dan lebih giat mempelajari apa yang dimau oleh perusahaan saya, sekarang pergilah!” Wajah Santi berbinar dia ingin sekali meluapkannya dengan berdiri dan menghampiri Raga, tapi malah mendapatkan tatapan dingin, seketika Santi sadar dan kembali menjauh.“Maaf Pak, enggak sengaja, kalau begitu saya permisi dulu Pak.” Santi bergegas pergi dari ruangan itu sebelum bosnya itu berubah pikiran. Dengan langkah bahagia Santi keluar dan langsung menuju meja kerjanya kembali.Sementara itu Raga yang penasaran dengan wanita yang telah membantu Santi segera menghubungi Dirga salah satu anak buahnya dan meminta CCTV di lantai dua bagian divisi pemasaran. Tidak butuh waktu lama Dirga membawa rekaman CCTV itu jam yang diinginkan oleh Raga. Pria tampan itu lalu memutarnya dan terlihat memang seorang wanita muda menghampiri Santi yang terlihat bingung. “Itu kan Viona? Jangan bi
“Ah kenapa aku ini? Aku sama sekali tidak tahu siapa dirinya?” tanyanya kesal saat dalam posisi menyetir. Sudah enam hari mereka menjadi suami istri tetapi Raga masih belum mengetahui hidup seorang Viona Adila Zahra gadis berusia dua puluh empat tahun itu. Apalagi ada saja hal yang baru dia dapatkan.Awal menikah Raga bisa membayangkan kalau Viona akan menangis bombay, ternyata tidak justru wanita itu patuh dengan apa yang dikatakan Raga, malah terlihat tersenyum. Kedua Raga dikejutkan dengan dia pintar memasak. Sengaja tidak mengambil pembantu dan menyuruhnya untuk membersihkan rumah dan dia lakukan dengan cepat, rapi dan bersih. Pria tampan itu pun tertegun, tapi karena itu juga Opa Lukman memarahinya dan langsung membawakan seorang pembantu dari rumah opanya.Menikmati rasa masakan itu sangat cocok di lidah Raga. Ketiga dia pandai menyetir mobil. Hal yang sangat aneh untuk Raga. Ke empat dia sangat pintar karena bisa menyelesaikan laporan itu dengan benar. Raga tidak mengetahui a
Raga begitu menghayati lantunan suara merdu milik Viona sehingga tanpa terasa pria tampan itu menitikkan air mata. Sudah lama dia tidak mendengar hal itu bahkan dia sendiri pun lupa kapan terakhir mengaji mungkin sudah lupa caranya mengaji.Raga tertegun sampai akhirnya Viona selesai dan melihat wajah suaminya sudah basah dengan air mata. Kejutan selama enam hari membuatnya bingung dengan perasaannya sendiri. Sudah sekian kalinya Raga dibuat takjub dengan istrinya. Selalu ada saja yang baru dan itu membuat pria tampan itu semakin penasaran dengan istrinya sendiri.Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Viona saat mereka saling menatap. Rasa canggung kemudian dirasakan oleh wanita cantik itu.“Kenapa kamu melihatku seperti itu, ada yang aneh?” sungut Raga mengalihkan perhatian. “Mas Raga habis nangis ya?” Viona lebih mendekat untuk memastikan kalau ada sisa air mata di pipi pria tampan itu. “Yang benar saja Markonah!” Raga menjitak kepala istrinya.“Au sakit Mas, namaku it
“Mana ada kucing menolak kalau di kasih ikan?” Raga mendekus kesal. Rupanya pria tampan itu tidak bisa mengendalikan hasratnya jika digoda oleh Viona.“Kamu sadar kan Mas, kamu sudah tiga kali melakukan pelanggaran yang kamu buat sendiri, pertama kamu bilang tidak akan mencampuri urusan pribadi kita, kedua kamu membawa aku ke kantormu dan yang ketiga kamu melakukan malam pertama yang tidak kamu inginkan, tapi sepertinya kamu mulai ketagihan dengan apa yang kita lakukan semalam. Apakah kamu baru menyadari kalau aku sangat menarik dari wanita lain?” Viona kembali menggodanya setelah sarapan mereka selesai. Wanita hitam manis itu dengan berani menatap wajah suaminya sendiri. Kembali mendekatkan wajahnya untuk melihat reaksi Raga yang sudah kembang kempis dibuatnya. Viona dengan anggun duduk di pangkuan Raga. Lalu melingkarkan kedua tangannya di leher Raga. Pria tampan itu semakin bingung dengan perilaku Viona yang semakin agresif. Bahkan dia tidak meminta izin untuk mendekati suaminy
“Kenapa kamu datang dan membicarakan masalah ini, kamu sengaja melakukannya di depan Viona?” hardik Raga terlihat kesal. Vina membalasnya dengan tersenyum, dia sangat suka membuat pria tampan itu marah.“Sayang, kenapa kamu berkata seperti itu? Kamu tidak senang dengan berita yang aku bawa? Kamu tidak ingin mempunyai anak dari aku?” tanyanya masih bersikap tenang. Raga menghela napas panjang, dia pun tidak mengerti kenapa dirinya begitu kesal saat tahu kalau Vina hamil. Bukankah dia mencintai Vina sepenuh hati, tapi kenapa dia begitu marah? “Ada apa denganku ini? Kenapa aku marah?” tanyanya dalam hati. “Sayang, cepat kamu urus pernikahan kita, aku tidak ingin orang luar mengetahui kalau aku sudah berbadan dua, bisa hancur reputasi aku dan keluarga Subrata, kan?” ucap Vina menegaskan.“Akan aku pikirkan, sekarang bisakah kamu pulang dulu, biar aku selesaikan masalah ini dan ingat jangan sampai Opa dan Papa tahu dulu tentang masalah ini,” pinta Raga memelas.“Ya aku tahu kamu harus
Raga kembali melakukan aktivitasnya, meskipun sedikit tidak konsentrasi tapi dia berusaha untuk menyelesaikannya, sampai waktu sudah tidak terasa menunjukkan pukul lima sore. Raga bergegas untuk pulang ke rumah. Dia yakin kalau wanita itu pasti sudah berada di rumah. Bahkan Raga dengan sengaja tidak makan siang lantaran ingin makan bersama dengan Viona. “Pak, ada Viona kan?” tanya Raga dengan Pak Tejo setelah masuk dalam halaman rumahnya dan turun dari mobil.“Belum Den, dari pagi Neng Vio belum pulang, mungkin masih di panti jompo,” sahut Pak Tejo.“Bapak tahu nggak alamat panti jompo itu?” tanya Raga bingung, tapi pria paru baya itu sedikit memicingkan matanya kearah majikan mudanya itu. Raga kaget melihat ekspresi Pak Tejo. “Sudah deh Pak jangan marahi saya juga. Ya salah nggak tahu menahu istri pergi ke mana, bahkan nggak tahu alamat panti itu, lagian ngapain sih dia di sana? Seharusnya kan dia itu tahu jam pulang jangan seenaknya gitu dong,” kesal Raga seperti anak kecil.Pak
“Wuw, sepertinya akan terjadi perang dunia ke dua nih,” sahut Oma Dora berbisik dengan temannya. Raga berdehem kuat, membuat Viona dan Rama melihat ke arah sumber suara itu. Rama tersenyum melihat wajah Raga seperti tomat merah bahkan dia membayangkan dua tanduk langsung tumbuh di kepalanya. Raga mendekati dan melayangkan tatapan tajam kearah Viona. “Apa yang kamu lakukan dengan pria lain? Di dapur lagi nggak ada tempat lain lagi sehingga berbuat mesum di dapur, hah?” hardik Raga kesal dan marah.“Aduh Mas, nanti saja marahnya ya, cepat tiupkan mataku ini, kamu nggak lihat apa sebelah mataku kelilipan, tuh pasti merah kan?” rutuknya menahan rasa sakit. Sedangkan matanya sudah berair dan memerah. Ada kotoran kecil yang masuk di dalam matanya. Raga mencoba meniup-niup mata Viona yang berbentuk bulat besar itu. Seketika Raga menjadi salah tingkah karena dia baru menyadari kalau Viona mempunyai mata besar berwarna hitam yang sangat cantik. Pemandangan itu pun terlihat oleh semua oran
Oma Dora tersenyum dan menyentuh dagu Viona. Wajah manis dan lembut meskipun berkulit gelap tetap saja bagi wanita lansia itu terlihat sangat menarik. “Keluarga suamimu itu tidak salah mencari menantu untuk mereka. Kamu sangat polos dan baik. Kamu masih peduli dengan perasaan orang lain tapi bagaimana dengan perasaan kamu sendiri? Apakah kamu juga mulai mencintai suamimu?” tanya Oma Dora lembut. Viona kembali tertunduk dan malu untuk mengungkapkan perasaannya. Namun, begitu bagi wanita lansia itu sudah mengerti apa yang dirasakan oleh Viona. “Jika kamu mencintainya perjuangkan jangan mau kalah dengan wanita itu. Kamu harus tahu kenapa keluarga suami kamu lebih memilih kamu sebagai menantunya yang miskin ini daripada wanita kaya dengan ketenarannya. Kamu adalah istrinya dan berhak atas diri suamimu seutuhnya. Lagian kalau Oma lihat ya, Raga itu pria tampan yang baik dan lucu. Dia bukan orang jahat hanya saja pikirannya belum terbuka untuk melihat ketulusan cinta kamu untuk dia. Oma
“Kalian tidak boleh kalah dengan mereka. Betul apa yang dikatakan oleh Dimas, jika anak Dimas perempuan dan anak kamu laki-laki , kita akan jodohkan. Lagian kita sudah tahu kan karakter orang tuanya , sudah tahu bibit, bobot dan bebetnya,” jelas Opa Lukman bersemangat.“Yang benar Opa, ini serius padahal Dimas hanya ngomong asal saja,” ucapnya masih tidak percaya kalau ditanggapi serius oleh Opa Lukman.“Ya tentu saja jika nanti berjodoh kenapa tidak?” jawab Opa Lukman tersenyum.“Enggak mau besanan sama kamu, enak saja,” protes Raga kemudian. “Opa setuju kok, akhirnya bisa masuk di keluarga Subrata,” sahut Dimas cengar-cengir. Raga melempar bantal kecil ke wajah Dimas yang masih cengar-cengir dibuatnya. “Oh ya Opa, Rosa sebentar lagi mau melahirkan , tentu saja harus ada yang menggantikan posisi Rosa. Mas Dimas tentu tidak bisa menghandle semuanya apalagi dia banyak di luar, lapangan,” ucap Rosa mengingatkan. “Oh iya, kamu sebentar lagi mau lahiran. Bagaimana, kalian mempunyai k
Raga masih memikirkan apa yang dikatakan oleh Papi Seno. Apa mungkin Rama masih berhubungan dengan Vina? Tapi dia tidak pernah melihat Vina atau Rama berduaan atau pun berkomunikasi. Bahkan baik Vina maupun Rama tidak pernah bertegur sapa hanya saja terlihat saat Rama membawa Viona ke apartemen milik Raga di sana. Pria tampan itu kembali mengingat -ingat saat Rama datang ke apartemen dirinya. “Sangat menyebalkan! Kenapa Rama bisa membawa Viona. Apakah ini memang rencana mereka berdua. Ya dia masih ingat alamat apartemenku tapi .... Jika mereka memang masih berhubungan tapi kenapa? Balas dendam untuk apa? Tidak mungkin hanya karena aku bersama Vina, atau apakah Rama adalah ....” “Mas Raga, apa yang kamu pikirkan? Bengong begitu, nanti lalat masuk loh dikira goa,” sapa Viona saat melihat Raga dengan mulut sedikit terbuka. Langkahnya kini sudah berada di dapur.Ucapan Viona membuyarkan lamunannya. Raga menghela napas panjang. “Maaf,” ucapnya pelan.Viona masih menyiapkan masakannya.
Papi Seno begitu syok mendengarkan ucapan Raga barusan. Pria paru baya itu berusaha menahan amarahnya yang hampir saja dia luapkan karena mengingat Opa Lukman dalam kondisi yang kurang baik dengan kesehatannya.Papi Seno membalikkan badannya dan menghampiri Raga yang sudah ikut berdiri. Kini mereka saling berhadapan. “Kamu sedang tidak bercandakan?” tanya Papi Seno memastikan. Tatapan Papi Seno begitu tajam dan menakutkan. “Raga juga enggak tahu Pi, tapi itu yang dikatakan oleh Vina, Tapi sungguh Raga yakin tidak pernah melakukan hal itu,” kilahnya sambil mengingat setiap kejadian bersama Vina.“Oh Raga, kamu sangat keterlaluan! Jadi selama ini kamu masih berhubungan dengan Vina? Sudah berapa kali Papi bilang kalau kamu jangan bertemu dia lagi. Dan ini akibatnya entah itu memang anak kamu atau ada yang ingin menjatuhkan nama baik keluarga kita dengan cara seperti ini. Jika Opa Lukman sampai mendengarkan kabar buruk ini, kamu tahu kan apa yang terjadi? Dan ini semua kamu yang bert
“Cepat Mbok, enggak usah dandan!” teriak Raga yang sudah tak sabaran untuk pergi ke rumah ayahnya. “Sabar toh Den, Bu Viona enggak akan ke mana-mana, dia ada di rumah Pak Seno,” sahut wanita paru baya itu yang sudah siap dengan penampilannya “Siapa yang mau bertemu dengan Viona? Saya harus cepat ke sana karena enggak mau kalau Papi sampai marah datang terlambat, itu saja,” tegas Raga mengingatkan.Mbok Darmi hanya tersenyum mendengar ucapan majikan mudanya itu. Dia sangat tahu kalau Raga pasti ingin sekali bertemu dengan Viona, tapi tidak mau mengakuinya. “Gengsi amat,” guru Mbok Darmi dalam nada suara pelan. Mobil melaju dalam kecepatan sedikit cepat. Raga pun mengambil jalan alternatif untuk bisa sampai lebih cepat. Meskipun jalan yang dilalui sedikit berlubang bahkan banyak polisi tidur pun Raga tak peduli. Mbok Darmi hanya bisa beristigfar dalam hati agar mereka selamat sampai tujuan. Selang sepuluh menit kemudian akhirnya mereka sampai di kediaman Pak Seno. Bangunan putih
Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, tapi Viona belum pulang ke rumah membuat hati Raga semakin gelisah. Ponselnya masih tidak aktif sehingga tidak bisa melacaknya. Geram bercampur marah. Sedari tadi pria tampan itu mondar mandir seperti setrikaan. Mbok Darmi hanya tersenyum melihat tingkah majikannya itu. “Bagaimana ini Mbok, ke mana wanita itu?” kesal Raga sambil melirik jam di pergelangan tangannya.“Wanita siapa Den, Bu Viona atau Non Vina?” tegas Mbok Darmi membuat Raga semakin kesal. “Ya Viona, siapa lagi kalau bukan dia? Jika sampai Papi telepon menanyakan menantu kesayangannya enggak ada di rumah bisa kena omel tujuh turunan ini,” kesal Raga sambil mengacak rambutnya.“Hanya itu alasannya?” tanya Mbok Darmi curiga. Mata Mbok Darmi menatap mencurigakan. “Kenapa Mbok Darmi melihat saya seperti itu?” kesal Raga semakin terpojok. “Memang harus apa alasannya, Mbok? Khawatir, cemburu? Enggak ya. Rama saja tidak bersama Viona kok,” kilah Raga sedikit lega. “Itu kan tadi
Raga masih kebingungan mencari Viona. Ponselnya pun tidak aktif bahkan sampai di rumah pun Raga tidak menemui Viona. Pria tampan itu lupa dengan tempat yang sering istrinya kunjungi bahkan tidak sampai terpikir ke sana. Raga pun akhirnya meminta bantuan Dimas untuk melacak nomor ponsel Rama. Mbok Darmi yang melihat majikannya itu uring-uringan merasa kasihan. Menunggu kabar dari Dinas apakah sudah bisa menemukan lokasi Rama. “Den Raga menunggu Bu Viona, tumben? Mulai rindu ya?” tanya Mbok Darmi yang menghampirinya sambil membawakan camilan kecil untuk sang majikan yang duduk di ruang keluarga.“Si—siapa bilang saya menunggu Vio? Terserah dia mau pergi ke mana bukan urusan saya juga,” kilah Raga yang masih fokus matanya ke layar televisi. Sedangkan tangannya masih menggenggam ponselnya. Mbok Darmi tersenyum kecil melihat sikap Raga yang belum mau mengakuinya. “Kenapa enggak menghubungi ponselnya Bu Vio?” “Ponselnya enggak aktif, malas banget kalau saya menghubungi si kutu kupr
Wanita paru baya itu memaksa dan memberikan kotak kecil itu di tangan Viona. “Ambil Vio, tak baik menolak hadiah dari orang apalagi dari Ibu. Ya anggap saja saat sebagai ibu kamu juga enggak apa-apa. Soalnya saya enggak punya anak perempuan,” jawab Clarisa sambil tersenyum kecil. “Viona, ambil saja. Bu Clarisa ini sangat baik dia akan kecewa jika kamu menolaknya,” timpa Oma Dora meyakinkan Viona. Viona tersenyum meskipun masih kurang enak hati menerima pemberian wanita itu, tapi mau tak mau dia pun akhirnya menerimanya. “Terima kasih Bu, sudah memberikan saya hadiah,” ucap Viona. “Sama-sama . Buka dong apakah kamu suka atau tidak hadiah dari saya,” pinta Clarisa. Viona dengan malu-malu membuka kotak kecil itu. Wajahnya langsung tertegun melihat benda kecil itu begitu indah. Sebuah bros kecil berbentuk angsa.Viona mengeluarkannya dari kotak kecil itu. “Kamu suka?” tanya Clarissa.“Ya Allah ini indah banget Bu, tapi Ibu yakin mau memberikan kepada saya. Sedangkan ini adalah be
Di tempat lain Viona masih berkeluh kesah dengan Oma Dora. Wanita tua yang sudah dianggapnya seperti neneknya sendiri mampu membuat hari Viona sedikit lega. Meskipun masih ada kejanggalan di hati tetapi Viona berusaha untuk tidak terpengaruh. Di tempat itu juga Viona bisa mencari kedamaian di hati. Melihat banyak orang tua dengan berbagai macam masalah yang ada pada mereka. “Oh ya Vio, nanti ada tamu Oma dari luar kota, dia akan datang menjenguk Oma. Dia wanita yang sangat baik dan perhatian. Dia juga salah satu donatur tetap di sini. Setiap bulan dia akan memberikan sumbangan untuk di sini, makanya tidak heran kan kalau panti jompo ini berkembang dengan baik. Kami sangat terlindungi di sini. Rasa kekeluargaan yang tak pernah kami dapatkan dari keluarga sendiri tapi di sini kami menjadi satu keluarga,” kenang Oma Dora tersenyum kecil. Mata sendu itu tidak mampu menyembunyikan air matanya yang hampir saja terjatuh. “Oma rindu dengan keluarga?” tanya Viona lembut. “Bohong kalau
Rama dan Ryan menuju lift khusus. Masih dengan tatapan yang sama karena sahabat sekaligus asisten pribadinya itu belum juga memberitahukan nama orang itu yang sudah membantu perusahaan Raga hingga bisa mendapatkan proyek itu. Bahkan dia juga tidak mempunyai cadangan rencana yang lain karena menganggap kalau Raga pasti tidak akan menghadiri rapat itu karena masalah Viona seperti dugaan sebelumnya. Namun, ternyata pikiran Rama salah karena masih ada keberuntungan yang dimiliki oleh Raga sehingga proyek itu ternyata bisa di dapat melalui campur tangan orang lain.Dengan langkah lebar dan tegas Rama masuk ke ruang kerjanya. Dia kemudian duduk di kursi kebanggaannya tersebut. Begitu juga dengan Ryan sudah mengambil posisi duduknya yang berhadapan langsung dengan Rama.“Sekarang katakan siapa yang sudah membantu Raga. Saya pikir dengan adanya masalah Viona, Raga akan kehilangan proyek itu tapi nyata tidak . Sangat menyebalkan!” geram Rama semakin menjadi-jadi. “Dari sumber yang di dapat