Share

Ketahuan

Penulis: Maesaro Ardi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Dua minggu setelah penyerangan itu, suasana di tempat tinggal Bingwen masih tampak kacau. Perbaikan rumah penduduk masih berlangsung.

Guru Bao sedang menghadap baginda kaisar. Tampaknya ada hal yang lebih serius dari kasus penyerangan tersebut.

Mei Lin yang baru saja kembali dari rumah penduduk, membantu mereka yang terluka. Gadis itu menghempaskan dirinya di samping Bingwen yang duduk termenung menatap langit yang mendung.

Hembusan angin pun mulai kencang, cuaca yang sangat cocok untuk bermalas-malasan. Namun tidak bagi penduduk setempat, bulan ini sudah memasuki musim hujan. Jika curah hujan lebat tiap hari, bayang-bayang tanah longsor selalu menghantui mereka.

Bukan hal aneh jika musim hujan dan bencana longsor terjadi. Penduduk yang tinggal di lereng gunung tersebut, bukan tidak mau berpindah tempat. Hanya saja mereka sudah mendarah daging menyukai tanah kelahiran mereka.

"Ngapain kamu duduk di sini? Mau hujan loh bentar lagi, kamu nggak masuk ke dalam? Bukannya kamu takut ba
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bangkitnya Swordmaster   Tamu Tak Diundang

    Bau tanah ketika terguyur hujan sungguh hal yang disukai Bingwen sejak dulu, baginya saat inilah dia bisa menenangkan pikirannya yang berantakan. Pemuda itu menatap kosong ke luar jendela, dia memang tidak mengalami luka dari kejadian sebelumnya. Namun Mei Lin memaksanya untuk tetap istirahat. Sementara Mei Lin sibuk dengan urusannya di dapur, Bingwen memanfaatkan kesempatan itu dengan melamun. Telinganya nyaris putus, jeweran Mei Lin masih sama menyakitkannya seperti dulu. "Padahal aku bosan duduk diam seperti ini, aku ingin menggerakkan tubuhku," gerutu Bingwen. Sebenarnya sebelum hujan turun, dia hendak keluar sembunyi-sembunyi. Tujuan awalnya adalah untuk memastikan kembali apakah benar dia selamat dari serangan prajurit lawan, karena faktor beruntung? "Ingatan terakhirku itu aku memegang pedang berkarat yang aku temukan, setelahnya aku tidak ingat apapun. Apakah itu hal yang wajar?" Lamunan Bingwen makin panjang, dia menerka-nerka apakah dia benar ada sangkut-pautnya dengan

  • Bangkitnya Swordmaster   Hilangnya Bingwen

    Debaran jantung Mei Lin begitu berisik, semakin dekat prajurit itu ke arah gentong air. Rasanya Mei Lin seperti berhenti bernafas. Dia bahkan tidak berani membuka matanya. Prajurit itu berdiri tepat di samping gentong tersebut. "Bagiamana, ada tidak?" Prajurit yang mengerikan itu hanya menggeleng, "Tidak ada seorang pun." Brak! Amarah prajurit yang memegangi Mei Lin nampaknya tidak bisa ditahan, dia menentang kursi yang ada di sampingnya. Kursi kayu itu akhirnya hancur berantakan. "Tidak mungkin dia tidak ada! Cari sampai ketemu! Aku yakin ada jalan keluar dari rumah ini!" titahnya pada kedua prajurit lainnya. Entah karena takut mereka akan mendapat masalah besar, jika tidak membawa Bingwen. Keduanya pun kembali mengobrak-abrik rumah Guru Bao. Hancur sudah rumah yang semula layak dihuni tersebut. Kursi, meja, kasur, lemari pakaian, bahkan tempat air semuanya diluluhlantakkan. Kebengisan ketiga prajurit itu laksana tirani, yang tidak peduli jeritan Mei Lin untuk menghentikan pe

  • Bangkitnya Swordmaster   Bingwen dan Pedang Berkarat

    Keesokan harinya, Mei Lin terbangun dengan kondisi tubuh yang remuk redam. Dia menata langit-langit ruangan yang dia tempati saat itu. "Ini bukan rumah kami? Aku ada di mana?" Sedetik kemudian Guru Bao memasuki ruangan tersebut, untuk memeriksa keadaan putrinya. "Mei Lin, kamu sudah sadar, Nak?" tanya Guru Bao. Dia langsung memeriksa putrinya, pernapasan Mei Lin sudah jauh lebih baik."Ayah, Bingwen di mana? Sudah ketemu?" Mei Lin bukannya mengkhawatirkan dirinya sendiri, hal pertama yang dia tanyakan justru Bingwen. Mei Lin mencoba bangun dari pembaringannya, dia harus menyaksikan Bingwen selamat dengan mata kepalanya sendiri. "Tenanglah, kondisimu juga belum pulih. Bingwen masih belum ditemukan. Ayah sudah mencarinya tapi belum ada tanda keberadaannya. Kamu yakin dia sembunyi di belakang gentong air di dalam rumah?" Guru Bao mencari kebenaran dari apa yang dia dengar sebelumnya. Jikalau benar Bingwen sembunyi di tempat itu, seharusnya dia ada. Sebab tidak ada jalan rahasia di ru

  • Bangkitnya Swordmaster   Pertemuan dengan putri dari kerajaan peri.

    Hari sudah makin gelap, tapi Bingwen masih berkeliaran di hutan tersebut. Lelah sudah kakinya melangkah, menyusuri jalan setapak nan terjal, tapi sayangnya jalan pulang yang dia harapkan masih belum terlihat. Bahkan Bingwen merasa kalau dirinya hanya berputar di tempat yang sama saja. Sudah berkali-kali Bingwen mengelilingi tempat tersebut, kecurigaannya makin kuat tatkala dia melalui tanda yang sengaja dia buat. "Kenapa aku terus menerus melewati tempat ini? Perasaan tadi lancar saja," gumamnya. Keanehan yang Bingwen rasakan tatkala dia sudah berjalan hampir dua jam lamanya, ketika dia melewati bagian hutan yang memiliki jalan lebih mudah dari sebelumnya. Namun angan Bingwen untuk bisa sampai lebih cepat dari yang dia harapkan, tidak terwujud juga. Anak lelaki itu melabuhkan dirinya di sebuah batu besar dekat dengan pohon yang menjulang tinggi. Jika dilihat dari besarnya pohon dan akar pohon tersebut, Bingwen pastikan kalau pohon yang ada di dekatnya itu sudah sangat berumur. "K

  • Bangkitnya Swordmaster   Fei Hung

    Langit kini sudah hitam pekat, suara-suara serangga malam mulai terdengar dari berbagai penjuru hutan. Keheningan di tempat Bingwen berada justru lebih menegangkan. Hanya sorot mata Bingwen dan si putri peri saja yang saling mengisi kesunyian itu. Bingwen masih bersikeras ingin mengetahui siapa orang tuanya dan bagaimana si putri peri bisa mengetahui namanya. Masih tidak ada yang bersuara, padahal sudah berjam-jam waktu berlalu. "Jadi kamu mau diam saja? Oke kalau begitu. Aku tidak akan menanyakan apapun lagi padamu. Terserah kamu mau cerita atau tidak. Aku sudah lelah dengan kebisuan ini." Bingwen melabuhkan dirinya di batu besar sebelumnya, pandangannya jauh menerawang cakrawala. Dia yakin si putri peri mengetahui asal-usul dan siapa dirinya sebenarnya. Namun, Bingwen tidak mengerti kenapa si putri peri masih saja bungkam akan kenyataan tersebut. Karena pelindung yang diciptakan oleh si putri peri, tidak ada angin kencang yang berhembus. Cukup bersyukur juga Bingwen akan hal it

  • Bangkitnya Swordmaster   Terlepas Dari Belenggu

    Q"Bingwen, pantas saja kamu tidak bisa menggunakan pedang pusaka itu. Rupanya orang tuamu memberikan mantra di kedua pergelangan tanganmu," ujar Fei Hung. "Maksudmu apa? Apa gunanya mereka melakukan hal itu? Kalau aku tidak tersesat dan menemukan goa itu juga, aku tidak akan menemukan pedang berkarat ini," cibir Bingwen.Bingwen hampir tertawa ketika Fei Hung mengatakan, penyebab tiap kali dia mengangkat pedang itu terasa berat. Untuk apa orang tuanya melakukan hal yang tidak berguna demikian? Tanpa diberi mantra sekalipun, dengan tubuh lemahnya itu dia tidak mungkin bisa menggunakan pedang tersebut. "Hah, pedang pusaka kamu bilang? Kenapa pedang pusaka itu justru jauh tersembunyi di dalam goa? Kalau mau membohongiku jangan berlebihan deh. Tubuhku memang lemah, tapi tidak dengan otakku," sambung Bingwen. Fei Hung termenung, raut wajah sang putri peri itu tergambar rasa bersalah dan penyesalan yang mendalam. Rasa kasihan juga terlihat dengan jelas. "Hentikan tatapan tidak nyaman it

  • Bangkitnya Swordmaster   Time Skip

    Hari berganti hari, bulan demi bulan pun berlalu. Tahun berganti tanpa Bingwen sadari. Sekarang sudah memasuki tahun kedelapan Bingwen berlatih di hutan tersebut dibimbing oleh Fei hung. Bingwen terus berlatih di bawah pengawasan Fei Hung. Semua latihan demi latihan yang Bingwen lakukan makin intens. Setelah tubuhnya sudah tidak tersegel lagi, Bingwen malah makin semangat dalam mempelajari berbagai teknik ilmu pedang yang dia ingat. "Terimakasih Fei Hung, berkat kamu aku jadi lebih semangat berlatih." "Tidak masalah, aku senang bisa membantumu. Ngomong-ngomong kamu ternyata sudah terbangun ya aura-nya," ujar Fei Hung. "Hah? Aura? Aura kasih? Aura wajah?" Bingwen yang bingung akan pertanyaan Fei Hung, mengerutkan alisnya. Apa lagi yang akan diberitahu Fei Hung, sang putri peri itu? Makin kesini makin banyak rahasia dalam dirinya yang sedikit demi sedikit terkuak. Bingwen jadi sadar bahwa dirinya bukan anak yang dibuang orang tuanya secara sengaja. Ada alasan dibalik orang tuanya

  • Bangkitnya Swordmaster   Perpisahan

    Keesokan harinya, Bingwen yang tengah bersiap dan akhirnya tinggal menemui Fei Hung untuk berpamitan. Akan tetapi dia tidak menemukan jejak Fei Hung di kawasan hutan yang biasa mereka tempati. Berkali-kali Bingwen memanggil Fei Hung dan mencari ke tempat yang kemungkinan putri peri itu berada. Namun sayangnya tidak juga dia temukan. Nafas Bingwen sampai tersengal, entah sudah berapa kali dia mengitari hutan itu untuk menemukan Fei Hung. "Kamu jahat sekali, Fei Hung. Padahal hari ini mungkin terakhir kalinya kita bertemu, tapi kamu malah menghilang begitu saja," gumam Bingwen. Di tatapnya goa yang selama ini menjadi tempat dirinya dan Fei Hung berteduh. Goa yang menjadi tempatnya melepas penat. Goa dan hutan sekitar itu, yang selama delapan tahun terakhir menjadi saksi biksu akan kerja keras dirinya. Air mata Bingwen hampir jatuh saat itu, ingatan demi ingatan terus membanjiri pikirannya. Apa lagi dia tidak bisa menemukan Feng Hui. Entah kapan lagi dirinya bisa berjumpa dengan sang

Bab terbaru

  • Bangkitnya Swordmaster   Menjadi Prajurit Bayaran

    "Apa kamu yakin surat yang kita kirimkan itu akan sampai ke tangan Guru Bao?" tanya Ming ketika Bingwen kembali. Ming membiarkan Bingwen menghabiskan makanannya lebih dulu, sama seperti dia yang kelaparan. Bingwen pun pasti demikian. Apalagi Bingwen yang lebih banyak menggunakan tenaga dari pada dia. "Iya tenang saja. Hanya aku dan Guru Bao yang paham tentang metode itu," jawab Bingwen. Diambilnya beberapa uang koin perak dan memberikannya pada pemilik kedai. Uang yang dia miliki pun makin berkurang. Dia harus mencari pekerjaan sementara sambil menunggu surat balasan dari Guru Bao. Setidaknya Minggu ini dia harus menetap di tempat ini terlebih dahulu. "Kita mau ke mana sekarang?" Tanya Ming. "Cari penginapan, kita kehabisan uang." "Oh! Kebetulan, tadi aku lihat ada orang yang sedang mencari prajurit bayaran. Katanya untuk mengisi kekosongan saat acara festival rakyat berlangsung, apa kita coba saja?" Ming sempat mendengar obrolan para pemuda yang duduk tidak jauh darinya di ked

  • Bangkitnya Swordmaster   Trik sihir

    Setelah perjalanan yang cukup panjang, kini Bingwen sudah berada di pusat kota kekaisaran. Suasana di pusat kota jauh lebih ramai dari pada di tempat lainnya, mengingat banyaknya aktivitas yang dilakukan penduduk setempat maupun pendatang. Tidak aneh juga jika pusat kota jauh lebih hidup, di mana di sini lah tempat mereka saling melakukan transaksi jual beli. Barang yang diperdagangkan pun jauh lebih beragam. Kain-kain sutra dengan kualitas terbaik, giok yang beraneka jenis ragamnya dan kualitasnya. Pandai besi yang memiliki kemampuan tinggi, sehingga senjata yang dia buat pun dijamin bagus. Di saat semua kemewahan tersedia di pusat kota kekaisaran, bukan tidak mungkin masih adanya tindak kejahatan. Pencopet ada di mana-mana, jika tidak ingin uang atau benda berhagamu hilang. Maka kamu harus lebih hati-hati dengan barang bawaanmu. "Kita mau ke mana, Bingwen?" tanya Ming. "Ayo cari makan dulu, kamu pasti lapar." Dari tadi Bingwen dapat mendengar gemuruh dari perut Ming. Ya ma

  • Bangkitnya Swordmaster   Sebuah janji

    Baik Bingwen maupun Ming keduanya tercengang dengan apa yang mereka dengar. Bingwen memang menduga bahwa masih ada keturunan penyihir putih yang tersisa, tapi tidak dengan kenyataan bahwa Fei Hung yang selama ini dia kenal ternyata salah satunya. Bahkan empat keturunan penyihir putih yang tersisa. "Jadi, kamu benar keturunan langsung dari penyihir putih ini?" tanya Ming yang masih tidak percaya dengan semua hal yang dia ketahui. Fakta bahwa bangsa peri itu nyata saja merupakan hal yang mengejutkan bagi, Ming. Apa lagi makhluk yang ada di depannya ini merupakan keturunan dari penyihir putih dengan bangsa peri. "Begitulah, aku dan ketiga kakak laki-laki ku. Jadi totalnya ada empat, setelah ibu kami meninggal setelah melahirkanku," ujar Fei Hung. Ada mendung di raut wajah Fei Hung, ketika dia mengatakan meninggalnya sang ibu yang mana merupakan penyihir putih yang murni terakhir. Pasti ada rasa bersalah di hati Fei Hung, menyalahkan takdir. "Hei, jangan bersedih. Maaf ya kalau ucapa

  • Bangkitnya Swordmaster   Rencana Baru

    "Ambil ini," ucap Fei Hung sambil memberikan sebuah alat pada Bingwen. "Apa ini?" "Alat komunikasi, jika kamu mengalami kesulitan dalam rencanamu maka jangan segan untuk menghubungiku." "Eh, tapi, bukankah ayahmu bilang kalau dia tidak akan ikut campur dengan masalah kami?" tanya Ming. "Ayah hanya mengatakan saja, tapi bukan benar-benar akan dilakukan. Tidak mungkin kami diam saja jika benar para penyihir ilmu hitam itu ikut terlibat," sahut Fei Hung. Fei Hung kemudian menceritakan alasan kenapa bangsa peri menjauh dari hubungan kerja sama dengan bangsa manusia dan penyihir ilmu hitam. Dua ratus tahun yang lalu, ada dua ilmu sihir yang ada di kontinen saat itu. Penyihir putih yang menggunakan ilmu sihirnya untuk menolong siapapun yang membutuhkan, termasuk bangsa manusia. Awalnya ketiga ras ini hidup dalam kerukunan yang damai, hingga suatu saat ketua penyihir ilmu hitam mengetahui kenyataan bahwa pihak penyihir putih mengetahui adanya sihir terlarang yang telah di segel ribuan

  • Bangkitnya Swordmaster   Sebuah Kenyataan

    Raja Fei Gu, terdiam untuk beberapa saat. Sebab apa yang ditanyakan Bingwen bukan menjadi tanggung jawabnya. Ada batas yang tidak boleh dilanggar, meski penyihir hitam dan para peri tidak saling hidup berdampingan. Selagi kelompok penyihir hitam tersebut tidak melakukan kesalahan atau mengganggu bangsa peri terlebih dahulu, maka Raja Fei Gu juga tidak akan memulai duluan. "Katakan apakah yang kamu tanyakan ini berhubungan dengan kerjaan peri. Sebab apa yang kamu tanyakan itu murni berhubungan dengan manusia saja, tidak ada sangkut pautnya dengan bangsa peri," ujar Raja Fei Gu. Tergambar raut kekecewaan dan kesedihan di wajah Bingwen. Ketika harapan yang dia yakini telah dipatahkan langsung oleh sang raja. Menyadari suasana hati Bingwen yang langsung gelap, Fei Hung berjalan ke arah tahta ayahnya. "Ayah, izinkan saya berbicara sebentar dengan Ayah." Fei Hung tidak mengatakan dengan suara latang, sebab apa yang akan dia katakan adalah sebuah rahasia besar. Sesudah Fei Hung berbisik

  • Bangkitnya Swordmaster   Menghadap Raja Peri Fei Gu

    "Jadi? Kenapa dua manusia ini bisa ada di wilayah kekuasaan kita?" tanya Fei Zhi yang masih tidak suka akan kedatangan Bingwen dan Ming. Bingwen tidak gentar sedikitpun dengan tekanan yang diberikan oleh kakak laki-laki Fei Hung. Di saat Ming ketakutan dan tidak bisa berbicara dengan benar, Bingwen justru tersenyum saja melihat kelakuan Ming. "Apa yang kamu lakukan? Beginikah sikap manusia tidak tahu diri yang tiba-tiba muncul tanpa pemberitahuan terlebih dahulu? Apa kamu kira aku ini badut yang bisa kamu tertawakan seperti itu?" Fei Zhi makin kesal akan tingkah lamu Bingwen yang disangka untuknya, padahal tidak demikian. "Oh, maafkan saya, Tuan. Saya tidak bermaksud demikian. Saya tidak menertawakan Anda, tapi pada teman saya ini. Padahal dia anak yang cerewet, tapi sekarang dia bahkan tidak bisa berkata sepatah kata pun," tutur Bingwen. Bingwen tidak mau memberi kesan buruk pada orang yang mungkin membantunya, makanya dia sebisa mungkin memperhatikan kalimat yang dia ucapk

  • Bangkitnya Swordmaster   Bingung

    "Jadi, apa yang membawamu ke sini?" tanya Fei Hung tanpa berbasa-basi. Kedatangan Bingwen saja sudah membuatnya penasaran Bagaimana bisa Bingwen menemukan portal menuju dunia para peri? Sementara hanya mereka yang keturunan peri dan orang tertentu saja yang diizinkan melewati portal tersebut. "Apa karena dia keturunan terakhir dari keluarga ahli pedang itu?" tanya Fei Hung dalam hatinya. Fei Hung tidak bisa meyakinkan dirinya akan pertanyaannya itu, meski benar apa yang menjadi alasan Bingwen bisa melewati portal yang memisahkan antara dunia manusia dan dunia peri adalah karena hal itu. Tentu hal tersebut juga tidak bisa diterima, sebab keluarga ahli pedang itu bahkan belum pernah ada yang menginjakkan kaki di tanah para peri. Lamunan Fei Hung buyar ketika Bingwen memanggil namanya dengan suara lantang. "Jangan teriak-teriak begitu, aku tidak tuli," ketus Fei Hung. Bingwen terkekeh melihat wajah kesal Fei Hung dan berkata, "Tingkahmu tidak ada yang berubah, Fei Hung.

  • Bangkitnya Swordmaster   Pertemuan Kembali

    "B-bingwen ... kenapa kamu berhenti?" tanya Ming yang gugup sebab Bingwen tiba-tiba berhenti begitu saja. Firasat Ming seketika langsung buruk, dia tidak yakin apakah Bingwen merasakan hal yang sama. "Ming, kita telah sampai.""Hah? Maksudmu?" "Kita telah tiba di kerajaan para peri," ujar Bingwen. Ming pun langsung mengedarkan pandangannya, memastikan apa yang dia dengar bukan hanya halusinasinya saja. "Haaa ... jadi negeri para peri itu benar adanya? Bukan hanya kisah dongeng belaka?" gumam Ming setelah dia melihat perbedaan yang ketara dari suasana di dunia manusia. "Gimana bisa, Bingwen?" tanya Ming lagi. Dia masih bingung kenapa tiba-tiba sudah pindah tempat begitu saja, padahal terakhir kali yang dilihat Ming hanyalah luasnya hutan belantara yang tertutup kabut tebal. Bingwen tidak menjawab pertanyaan temannya itu, sebab memang hanya dirinya saja yang dapat melihat bahwa mereka telah melewati garis ruang dan waktu. Jikalau pun Bingwen menceritakannya pada Ming, Ming pasti

  • Bangkitnya Swordmaster   Kerajaan Peri

    Kabut tebal menyambut perjalanan Bingwen dan Ming kali ini, keduanya bahkan tidak bisa bergerak sembarang jika ingin selamat. Hutan belantara itu yang awalnya sudah sangat sulit ditaklukkan, kini makin menjadi seperti medan perang. "Apa yang harus kita lakukan, Bingwen? Kalau begini terus, jangankan menemukan kerajaan peri. Yang ada malah kita akan tersesat dan menjadi makanan binatang buas," ujar Ming. "Jangan menyerah begitu, kita datang ke sini memiliki niat yang baik. Pasti ada jalan. Dan jangan pernah berpikiran buruk ketika kita sedang berada di tempat seperti ini," sahut Bingwen.Bingwen bukan tidak mengerti akan kebimbangan yang Ming alami, hanya saja menyerah ketika sudah melewati perjalanan jauh dan menantang itu tentu bukan pilihan yang bijak. Akhirnya, Bingwen memutuskan untuk menggunakan kekuatannya. Indera penglihatannya dia pertajam, hingga walau setebal apapun kabut yang menghadang jalannya, dia bisa berjalan tanpa kesulitan. "Bingwen, entah kenapa matamu kok berb

DMCA.com Protection Status