Afkar, Adam, Marcel, Naufal, dan Kenzo duduk di ruang privat sambil bersulang."Pak Afkar, aku bersulang untukmu. Haha ...." Adam mengangkat gelasnya untuk bersulang. Satu lengannya diperban dan digantung.Kepala Marcel juga dililit perban, sementara itu, Naufal menggunakan tongkat dan pinggang Kenzo dililit perban tebal.Pertempuran sebelumnya membuat mereka terluka. Untungnya, tidak ada cedera permanen."Haha, Kak Afkar sangat hebat sekarang. Dia mendapat gelar Komandan Besar, bahkan memegang lencana Naga Yanura.""Benar! Mulai sekarang kita semua harus bersikap hormat kepada Pak Afkar!""Pak Afkar layak mendapat penghargaan ini! Haha ...."Para tuan muda yang berasal dari keluarga militer dan terpandang ini tampak menggoda Afkar.Afkar terkekeh-kekeh. "Nggak usah berlebihan begini. Itu cuma gelar kehormatan.""Kata siapa? Panglima yang memberimu gelar itu secara langsung. Lencana Naga Yanura bukan sesuatu yang bisa diremehkan. Aku sekalipun harus menuruti perintahmu!" jelas Adam.Af
"Baiklah, hari ini sampai di sini saja. Kalau ada kesempatan, kita kumpul lagi lain waktu! Aku harus pulang sekarang." Setelah selesai makan malam itu, Afkar pun berpamitan dengan keempat orang tersebut.Setelah menyelesaikan tugas kali ini, mereka bisa beristirahat beberapa hari di Bumantra untuk memulihkan luka-luka mereka. Namun, Afkar tidak sabar untuk segera pulang. Dia sudah memesan tiket pesawat pukul tujuh malam ini, dari Bumantra menuju ibu kota Provinsi Jimbo."Pak Afkar langsung kembali ke Kota Nubes? Nggak mau menghabiskan beberapa hari di Bumantra? Aku bisa antar kamu jalan-jalan dan menunjukkan tempat-tempat menarik di sini sebagai tuan rumah," kata Adam dengan antusias."Nggak usah! Aku punya istri dan anak, takut mereka khawatir. Lain kali, kalau ada kesempatan, aku akan bawa mereka ke Bumantra. Kalau Pak Adam punya waktu, mungkin kami akan merepotkan Bapak," jawab Afkar sambil menggelengkan kepala.Mendengar hal itu, Adam tidak memaksa lagi. Dia menepuk dadanya dan ber
Melihat panggilan masuk, Felicia mengerutkan keningnya. Perasaan tidak nyaman muncul di hatinya. Pertemuan terakhir mereka membuat Felicia benar-benar kecewa pada Yola.Namun, setelah ragu sejenak, Felicia tetap menjawab panggilan itu. "Yola?""Felicia, ayo keluar makan malam bareng malam ini! Kita kumpul-kumpul!" kata Yola dengan antusias di telepon."Nggak, aku sudah makan. Ada hal lain yang perlu dibicarakan?" Felicia menolak dengan tegas."Felicia, aku tahu aku salah! Waktu itu aku memang salah, aku nggak seharusnya bersikap seperti itu pada suamimu! Ayolah, aku benar-benar minta maaf!""Kita sudah bersahabat bertahun-tahun, apa kamu benar-benar ingin memutuskan hubungan kita? Keluar sebentar untuk makan malam, aku akan minta maaf padamu, oke?" Yola memohon dengan nada sedikit manja."Ini ... nggak perlu, sungguh! Bagaimana kalau besok saja? Sekarang sudah malam, aku nggak terlalu ingin keluar," jawab Felicia sambil ragu-ragu.Mendengar permohonan Yola yang lembut, Felicia yang tel
Mendengar penjelasan kakeknya, Karen membelalakkan matanya. "Afkar sehebat itu, ya?"Heru mengangguk dengan penuh makna. "Kalau dia mau mengembangkan kariernya di militer, mungkin dia akan menjadi Dewa Perang Mars berikutnya!"Sambil berbicara, ekspresinya tiba-tiba berubah serius. Dengan suara berat, dia berkata, "Noah nggak boleh jadi musuh Afkar!"Pada saat itu, teleponnya berdering. Orang yang baru saja dibicarakan, langsung menampakkan diri! Penelepon itu ternyata adalah Noah."Noah, kamu sudah sampai di Kota Nubes?" tanya Heru.Noah ragu sejenak, lalu berkata, "Belum, aku akan pergi ke sana besok!"Ada beberapa hal yang ingin dia selesaikan lebih dulu, dan sebelum itu, dia tidak ingin Heru tahu. Kemudian, dia bertanya lagi, "Kakek, dokter hebat yang Kakek bilang itu, apa besok bisa langsung mengobatiku?"Heru menjawab, "Aku akan telepon dia dan tanyakan soal waktu. Noah, Kakek ingin mengingatkanmu dulu. Besok, kamu harus bersikap sangat sopan. Apa pun konflik yang mungkin ada seb
"Yola, aku ada urusan besok. Sampai di sini saja untuk hari ini," ujar Felicia, merasa bahwa percakapan ini sudah tidak menyenangkan lagi. Sambil berbicara, Felicia mengambil tasnya dan bersiap untuk pergi.Namun, baru saja dia berdiri, tubuhnya tiba-tiba limbung. Kepalanya terasa pusing dan hampir saja dia terjatuh ke lantai. Dalam sekejap, matanya yang indah memancarkan rasa curiga. Dia memandang sahabatnya dengan penuh keraguan.Yola tersenyum samar. "Felicia, jangan buru-buru pergi, dong. Kamu ini ....""Kamu ... apa yang kamu lakukan?" tanya Felicia dengan nada penuh kewaspadaan. Firasat buruk mulai menyelimuti hatinya.Felicia segera meraih ponselnya secara refleks dan mencoba menelepon seseorang. Namun, suara yang dia dengar hanya pemberitahuan bahwa ponsel yang dituju sedang tidak aktif.Pada saat yang sama, Afkar sedang berada di pesawat!"Felicia, siapa yang kamu coba hubungi? Jangan bilang kamu menelepon Afkar, pria nggak berguna itu! Tapi sayangnya, dia mungkin sudah mati s
Pertarungan antara ahli berlangsung sangat cepat!Setengah menit kemudian ....Mateo tergeletak di tanah, darah mengucur deras dari mulutnya. Dia memandang Karno dengan tatapan penuh kemarahan dan ketidakrelaan."Nggak kusangka, setelah turun gunung, kemampuan Kak Mateo ternyata meningkat. Sayang sekali, masih belum cukup!""Kenapa kamu bela Afkar? Apa hubunganmu sama dia? Sungguh nggak terduga ...."Karno menatap Mateo yang terluka parah dengan senyum mengejek. Dia tak menyangka Mateo yang tertahan di puncak tingkat gulita tahap akhir selama bertahun-tahun, kini berhasil mencapai tahap awal tingkat revolusi.Namun, dibandingkan dirinya yang sudah berada di puncak tingkat revolusi dan hampir menjadi tingkat semi-master, kemampuan Mateo jelas masih jauh di bawahnya."Dasar bajingan!""Selama aku masih bernapas ... aku nggak akan membiarkanmu masuk!" teriak Mateo dengan gigi terkatup, meskipun tubuhnya gemetar dan kesakitan. Dengan susah payah, dia kembali berdiri, mengadang Karno dan Ka
"Siapa kamu?" tanya Afkar dengan terkejut."Kamu nggak perlu tahu siapa aku! Yang perlu kamu tahu adalah anakmu ada di tanganku. Kalau nggak ingin dia mati, beri tahu aku di mana kamu sekarang!" Suara di seberang telepon terdengar dingin dan penuh ancaman.Kemudian, dengan nada memerintah, orang itu melanjutkan, "Anak kecil, katakan sesuatu pada ayahmu!"Namun, setelah perintah itu, telepon di seberang tetap sunyi. Afkar mulai curiga. Namun tiba-tiba, suara orang itu terdengar lagi dengan penuh amarah. "Sialan, nggak mau bicara ya?"Setelah itu, Afkar mendengar suara erangan yang kecil, seperti suara Shafa yang menahan rasa sakit tetapi tetap berusaha tidak bersuara. Dalam sekejap, mata Afkar memerah dan hatinya terasa sakit.Meskipun masih kecil, Shafa sudah sangat mengerti situasi. Dia tahu bahwa orang jahat itu ingin menyerang ayahnya, jadi dia sengaja menahan suara untuk melindungi Afkar.Dengan penuh kemarahan dan kekhawatiran, Afkar berteriak ke telepon, "Berhenti, bajingan! Jang
Mendengar pertanyaan Afkar, Naufal berpikir sejenak lalu berkata, "Aku tahu soal itu! Kabarnya, ayah Noah, Pak Arwan, punya seorang wanita simpanan di luar, dan dari hubungan itu lahir seorang anak haram!""Entah kenapa, Noah sangat peduli soal adik tirinya ini, sampai memperlakukannya seperti anak sendiri. Dulu, ada seorang anak konglomerat dari empat keluarga besar lainnya yang mengejek adik tirinya ini, dan Noah langsung mematahkan kakinya! Waktu itu masalahnya cukup heboh.""Kabarnya, Keluarga Sanjaya harus mengeluarkan banyak uang untuk meredam masalah itu. Tapi dari situ terlihat jelas, betapa protektifnya Noah terhadap adiknya."Naufal berhenti sejenak sebelum melanjutkan, "Dalam keluarga besar seperti mereka, persaingan dan intrik itu biasa. Bahkan antar saudara kandung pun jarang yang benar-benar akur.""Banyak orang nggak tahu kenapa Noah begitu peduli pada adik tirinya. Tapi, beberapa anggota dekat Keluarga Sanjaya tahu alasan sebenarnya. Karena Noah punya masalah fisik.""N
Soal kemampuan memasak, Afkar memang tidak berani mengaku dirinya jago. Namun kalau hanya menyiapkan satu meja penuh hidangan rumahan, itu sudah jadi keahliannya. Hal itu semudah membalikkan telapak tangan.Saat itu, Felicia juga sedang mengenakan celemek. Dia berdiri di dapur dan membantu Afkar menyiapkan masakan. Sejak terakhir kali mencicipi "masakan ajaib" buatan presdir cantik ini, Afkar sama sekali tidak berani membiarkan dia turun tangan di dapur lagi.Pada saat ini, Felicia sedang mencuci dan memilah sayuran. Entah apa yang sedang dipikirkan wanita itu."Afkar, menurutmu kenapa ada orang yang bisa sampai seegois dan sekejam itu? Demi menyelamatkan nyawanya sendiri, dia bahkan bisa tega mengorbankan anak dan cucu kandungnya sendiri. Orang seperti itu bahkan adalah ... nenekku sendiri." Suara presdir cantik itu terdengar agak berat, serta mengandung perasaan sedih, getir, dan juga sinis.Afkar yang sedang menumis sayur sempat berhenti sejenak, lalu membalas sambil terkekeh, "Itul
Ekspresi Erlin terlihat sangat muram saat berujar, "Terjadi masalah di saat seperti ini. Kalau bukan Fad yang melakukannya, siapa lagi?"Renhad bertanya sambil menarik sudut bibirnya, "Memangnya Fadly punya kemampuan sebesar itu?""Kalaupun dia sendiri nggak bisa, bukankah dia masih punya Afkar si gigolo itu? Jangan-jangan ... masalah ini ada hubungannya sama si gigolo itu?" Mata Viola berkilat-kilat saat berbicara demikian.Raut wajah Erlin penuh ketakutan dan cemas. Suaranya pun bergetar ketika berbicara, "Nggak peduli apa yang terjadi, yang penting kita harus pikirkan dulu langkah selanjutnya. Dari cara Guntur bereaksi tadi, sepertinya ... dia benar-benar mau menghabisi kita semua sampai tuntas! Gimana ini? Kita harus gimana ya?"Renhad juga sama. Wajahnya pucat, bahkan tubuhnya kelihatan gemetar hebat. Di sisi lain Viola pun terlihat ketakutan. Wajah wanita itu pucat pasi, seolah-olah sebentar lagi Guntur akan muncul di depan pintu rumah mereka dengan membawa gerombolan pembunuh da
Di saat seperti ini, mana mungkin Guntur masih berani dengan santainya pergi ke Kota Nubes dan menantang bahaya?Markas utama organisasi mereka sudah dihancurkan dan ini jelas-jelas berkaitan dengan Fadly. Entah itu Fadly yang memerintahkan orang atau ada pihak lain yang punya relasi dengannya yang melakukannya. Bagaimanapun, kekuatan di balik kejadian ini benar-benar mengerikan.Meskipun Guntur merasa percaya diri karena dirinya adalah seorang pesilat tingkat master, dia sama sekali tidak berani bertindak sembarangan lagi. Jalan menuju Kota Nubes jelas sudah tidak mungkin dilanjutkan sekarang.Meskipun begitu, rasa kesal di hati Guntur tidak mungkin bisa ditelan mentah-mentah begitu saja. Di saat pikirannya masih dipenuhi amarah, tiba-tiba ponselnya kembali berdering. Saat dia melirik layar, ternyata yang menelepon adalah Erlin.Begitu diangkat, suara lawan bicara terdengar ramah dan penuh penjilatan. Erlin bertanya padanya, "Gimana, Pak Guntur? Kamu sudah sampai di Kota Nubes belum?
Mendengar kabar itu, Guntur benar-benar tidak bisa percaya. Apa-apaan ini? Markas utama organisasi mereka di Provinsi Jimbo dihancurkan orang? Sialan! Mana mungkin itu terjadi?Posisi markas utama Organisasi NC sangat tersembunyi. Sekalipun lokasi mereka ketahuan, markas utama itu tidak mungkin bisa dihancurkan dengan mudah meskipun seluruh pasukan bersenjata dikerahkan.Bagaimanapun di dalam markas utama, berkumpul begitu banyak ahli kelas atas. Hanya untuk level ahli tingkat revolusi saja, ada puluhan orang. Belum lagi anak buah biasa yang semuanya membawa senjata api.Bagaimanapun, Organisasi NC adalah kelompok kriminal sungguhan. Lantas, siapa yang mampu menghancurkan markas utama?"Benaran, Kak Guntur! Beritanya sudah tersebar kok. Pabrik narkoba kita meledak! Aku sendiri juga nyaris nggak bisa kabur. Aku hampir mati terjebak dalam ledakan itu!" Suara anak buah kepercayaannya di seberang telepon terdengar hampir menangis. Dia sepertinya masih panik dan ketakutan.Mendengar ucapan
"Dilaporkan, sebuah pabrik kimia di pinggiran selatan kota kita telah meledak! Berdasarkan sisa-sisa bahan baku yang ditemukan di lokasi, pabrik kimia ini sebenarnya merupakan tempat produksi narkoba milik sebuah kelompok kriminal.""Ledakan ini menyebabkan banyak korban tewas dan luka-luka. Diduga ledakan dipicu oleh kelalaian saat proses produksi narkoba! Tapi ada juga yang menduga, ini adalah aksi balas dendam di antara kelompok-kelompok kejahatan ...."Berbagai laporan berita terdengar di mana-mana. Sementara itu, di sisi lain. Setelah bantu mengobati mertuanya, Afkar pun segera mengajaknya pulang.Sebenarnya, kondisi fisik Harun tidak mengalami cedera serius. Jadi setelah mendapat pengobatan dari Afkar menggunakan energi naga, keadaannya pun sudah jauh membaik.Namun dalam hati Afkar, masih ada sedikit rasa kecewa. Sebab, Guntur bersama Kobra dan yang lainnya sudah lebih dulu meninggalkan markas utama dan menuju Kota Nubes. Kalau saja mereka belum pergi ....Bagaimanapun, keselama
"Fadly sudah nyerah, mau gimana lagi?" Seorang pria berjanggut yang sedang memainkan pisau kecil di tangannya, berkata sambil tersenyum dingin."Sial, kita disuruh jaga di sini, bosan sekali! Memangnya dia bisa kabur?" Pria botak itu tertawa sinis.Orang lain juga mencebik. "Sebenarnya perlu nggak sih kita jaga begini? Ini 'kan markas, siapa yang berani datang selamatin dia?""Iya! Aku sampai berkarat di sini!""Nggak bisa, kita harus cari hiburan!" Pria berjanggut itu berkata sambil menatap Harun dengan niat buruk.Pria botak itu juga menyeringai, menunjukkan ekspresi mengejek dan penuh permainan. "Kalau begitu, kita lanjutkan? Yang penting dia nggak cacat. Lagian, siapa yang tahu kapan dia dipukuli, 'kan?"Mendengar itu, beberapa orang tertawa kecil. Harun yang terikat di sana menunjukkan ekspresi marah dan takut. Mungkin dia ingin memaki mereka, tetapi karena mulutnya disumpal kain, dia hanya bisa mengeluarkan suara yang tidak jelas.Namun, pada saat itu, suara dingin da
Guntur mencibir dengan penuh penghinaan."Ya! Ya! Terima kasih banyak, Pak Guntur. Kalau nanti Organisasi NC benar-benar masuk ke Kota Nubes, keluarga kami tentu sangat berharap bisa bekerja sama dengan kalian," ucap Erlin dengan ramah, mencoba menunjukkan sikap bersahabat.Guntur hanya tertawa dingin dan langsung menutup telepon, malas membuang waktu dengan si nenek tua.Di sisi lain!Melihat panggilan sudah berakhir, raut wajah Erlin berubah. Dia menarik napas panjang, lalu sorot matanya menjadi kelam.Tentu saja dia tahu Guntur memandang rendah dirinya. Hal ini membuat Erlin yang sudah berkuasa seumur hidup merasa terhina dan marah.Sejak kapan dia pernah diperlakukan seperti ini? Namun, yang terpenting adalah nyawanya selamat. Harga diri bisa dikesampingkan."Nek ... gimana? Fadly sudah nyerah belum?" tanya Viola yang berada di sampingnya. Renhad juga menatap dengan penuh harap, menantikan jawaban.Erlin tersenyum dan mengangguk. "Tentu saja dia nyerah. Pak Guntur sendiri bilang, s
"Pak Fadly, ini aku, Guntur! Aku akan datang bersama anak buahku buat menyambutmu. Tapi, ayahmu nggak mungkin kubawa, takutnya kamu main curang lagi. Tenang saja, di markas besar sini banyak ahli. Mereka pasti bisa menjamin keselamatan Harun.""Nanti setelah pertemuan selesai dan kamu bekerja sama dengan baik, aku janji kamu bisa ketemu lagi sama ayahmu!" Nada suara Guntur terdengar penuh percaya diri dan mendominasi.Fadly menarik napas dalam-dalam dan menjawab, "Oke! Semoga kamu bisa pegang omonganmu.""Itu sudah pasti! Kalau kamu sudah jadi saudara kami, masa aku tega bohongin kamu? Hahaha ...." Guntur tertawa, pikirannya sudah memperhitungkan segalanya dengan cermat.Dengan datang sendiri ke pertemuan yang diselenggarakan oleh Fadly, dia bisa menunjukkan eksistensinya di depan kekuatan besar di Kota Nubes. Bahkan, dia bisa sekaligus menggertak kelompok Farel dan lainnya.Sementara itu, Harun tetap ditinggal di markas besar, jadi Guntur tidak perlu takut Fadly akan berbuat macam-mac
"Pak Fadly, gimana? Hehehe .... Masih belum mau menyerah? Organisasi NC paling menjunjung tinggi kepercayaan, kamu tenang saja.""Kalau kami sudah janji nggak bakal bunuh ayahmu sebelum malam ini, berarti dia tetap akan hidup sampai malam ini. Tapi ya ... kasih dia sedikit hiburan nggak apa-apa, 'kan?""Sebenarnya, kamu nunda-nunda buat apa sih? Hasilnya juga sama saja, 'kan? Kamu harus tunggu sampai akhir banget baru mau kompromi? Biar ayahmu makin menderita?" Suara Kobra di telepon terdengar sinis."Oke! Oke! Aku setuju! Aku setuju bawa semua anggotaku gabung ke Organisasi NC! Jangan sentuh ayahku lagi, paham?" Fadly akhirnya tidak tahan melihat Harun terus disiksa. Dia berteriak keras di telepon.Mendengar itu, Gauri yang ada di samping hanya bisa terus menghapus air matanya, tidak sanggup berkata-kata. Felicia pun tidak lagi menahan Fadly."Hehe, begitu dong dari tadi. Kapan kamu mau adakan pertemuan bawah tanah? Cepat kasih tahu!" Kobra terkekeh-kekeh, suaranya penuh kepuasan.Fa