Begitu perkataan itu dilontarkan, ruangan VIP dipenuhi suara tawa mengejek. Selain Alvin, teman-teman lain yang hadir menunjukkan ekspresi penuh penghinaan."Berkat bantuan Afkar, aku baru bisa punya perusahaanku sekarang ini. Jadi, dia bukan suami pecundang!" sergah Felicia dengan nada dingin. Wajahnya tampak kesal ketika melihat orang-orang mentertawakan Afkar."Kenapa kalian ketawa? Kalian nggak tahu kemampuan Kak Afkar!" Alvin juga ikut membela Afkar."Alvin, jangan marah. Kami cuma bercanda. Oh ya, aku lupa perkenalkan, ini pacarku Franky. Dia lulusan doktor dari universitas luar negeri." Yola memperkenalkan Franky dengan penuh kebanggaan.Franky menunjukkan senyum sopan, tetapi sikapnya tetap sombong, "Saat ini aku menjabat sebagai CEO yang direkrut oleh Grup Akasa dengan gaji tinggi. Aku bertanggung jawab atas semua operasional cabang di Kota Nubes. Kalau kalian butuh bantuan, jangan sungkan untuk hubungi aku."Setelah Franky selesai berbicara, Yola mengangkat dagunya dengan som
Franky tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Felicia, sang CEO cantik."Aku rasa nggak perlu! Perusahaan kami saat ini sangat sibuk dengan berbagai proyek dan aku nggak tertarik memperluas bisnis ke area lain," jawab Felicia dengan dingin.Saat ini, Safira Farma memiliki pesanan bernilai triliunan untuk empat jenis obat sebelumnya. Apalagi dengan beberapa jenis obat baru yang ditemukan berkat bantuan Afkar, para agen sudah mulai memesan dalam jumlah besar secara pre-order.Mereka bahkan kewalahan memenuhi semua pesanan itu, jadi tidak perlu bantuan orang luar untuk memperluas bisnis."Felicia, jangan keras kepala! Mana ada perusahaan yang menolak peluang untuk memperluas bisnis?"Yola mencibir sambil menatap Felicia dengan tatapan mengejek.Namun saat itu, Afkar menatap Franky dan tiba-tiba bertanya, "Tunggu sebentar. Kamu bilang tadi kamu CEO Grup Akasa cabang Kota Nubes? Kamu yang bertanggung jawab atas semua bisnis di sini?""Tepat sekali, ada masalah?" Fr
"Siapa sih orang ini? Konyol banget?" Melihat Cello masuk dengan ekspresi gembira sambil memegang tangan Afkar, Yola mengerutkan kening dengan wajah penuh penghinaan.Dia mengira Cello hanyalah seseorang yang tidak punya status.Mendengar ucapannya, Alvin hanya bisa terkesiap sambil memandang Yola dengan ekspresi aneh. Afkar malah tertawa kecil dan bertanya, "Kamu nggak kenal dia? Gimana dengan pacarmu? Dia juga nggak kenal?" Sambil berkata demikian, Afkar memandang Franky dengan senyum santai.Franky langsung mengernyitkan dahi, memasang wajah angkuh dan meremehkan, "Mana mungkin aku kenal orang seperti ini? Orang-orang yang aku kenal semuanya dari kalangan elite!"Begitu Franky selesai bicara, Alvin hanya bisa menggeleng sambil tersenyum geli. Matanya menunjukkan rasa kasihan melihat kepercayaan diri Franky. Beberapa orang yang ada di sana pun mulai memandang Franky dengan tatapan aneh."Kamu yakin nggak kenal dia?"Johan adalah orang terkaya di Provinsi Jimbo. Sebagai putranya, mesk
Felicia juga tertawa dan menggelengkan kepalanya. Wajah Yola menjadi merah padam dan langsung menampar Franky. "Berengsek! Beraninya kamu nipu aku? Pergi sana! Buat aku malu saja!"Franky langsung meninggalkan ruangan sambil menutup wajahnya. Namun, begitu dia keluar, dia langsung dihentikan oleh para petugas keamanan yang dibawa oleh Jafar. Ternyata, kartu damon yang dibawa oleh Franky bukan miliknya, melainkan kartu dari salah satu tamu yang hilang."Yola, ada banyak pria baik di Yanura, kenapa kamu malah nyari bule penipu? Bagaimanapun, Keluarga Permono adalah keluarga terpandang di Kota Nubes. Kamu ini putri Keluarga Permono, apa yang mau dibanggakan dari punya pacar bule?""Yang kamu butuhkan itu bukan bule, tapi kebanggaanmu sebagai warga negara Yanura!" ujar Felicia dengan tenang."Kamu ... aku ...." Yola merasa malu hingga ingin melarikan diri. Namun, semua orang yang hadir hari ini adalah keturunan dari para konglomerat di Kota Nubes. Oleh karena itu, Yola juga tidak bisa perg
Mana mungkin Afkar tidak mengenal liontin itu! Liontin berbentuk naga yang ada di gambar itu adalah pusaka keluarga yang diwariskan turun-temurun dari kakeknya ke ayahnya, dan akhirnya kepadanya.Justru karena liontin itu, hidup Afkar mengalami perubahan drastis. Berkat liontin itu pula, dia memperoleh berbagai kemampuan yang dimilikinya sekarang.Saat ini, liontin naga tersebut memang sudah pudar dan kehilangan kilaunya, tetapi Afkar tetap menyimpannya dengan hati-hati di dalam brankas di vila pribadinya. Baginya, benda itu bukan sekadar pusaka, tetapi simbol warisan keluarga yang tak ternilai.Namun, tidak disangka hari ini ada orang yang mencari liontin itu! Yang lebih mengejutkan lagi, orang itu juga bermarga Rajendra, sama seperti dirinya!Meskipun begitu, Afkar tetap bersikap hati-hati. Instingnya memperingatkan bahwa Sahira bukanlah orang yang bisa dipercaya. Ada sesuatu yang tersembunyi di balik senyum manisnya yang tampak polos.Oleh karena itu, dia sama sekali tidak mungkin m
Alvin juga merasa agak jengkel terhadap Afkar. "Kak Afkar, apa maksudmu? Apa Sahira atau aku ada salah sama kamu?" tanya Alvin.Felicia juga memandang Afkar dengan bingung, tetapi akhirnya tetap tidak menyentuh gelas anggurnya. Baginya, Afkar bukan tipe orang yang akan bertindak tanpa alasan.Cello yang duduk di sisi lain, sempat ragu sejenak sebelum akhirnya meletakkan kembali gelas anggurnya.Sebagai penerus Grup Akasa, Cello selalu berusaha tetap tenang. Apalagi, Afkar adalah orang yang baru saja menyembuhkan ibunya. Rasa hormat dan kepercayaan terhadap Afkar membuatnya lebih berhati-hati. Jika Afkar melarangnya untuk minum, dia memutuskan untuk melihat situasinya lebih jauh terlebih dahulu.Melihat situasi ini, Afkar tetap tenang. Wajahnya terlihat serius dan suaranya terdengar jelas saat dia menatap Sahira. "Racun Foniks. Salah satu teknik tertinggi dalam ilmu racun dari suku Tahina. Bu Sahira, siapa sebenarnya dirimu? Apa tujuanmu datang ke Kota Nubes?"Begitu kata-kata itu teruc
Setelah bernapas beberapa kali, Alvin merasakan bau anyir di tenggorokannya."Hoek!" Detik berikutnya, dia memuntahkan seekor cacing berwarna merah."Aaahh!" Adegan ini membuat beberapa wanita di sana yang menyaksikannya langsung berteriak. Sementara itu, beberapa orang lainnya juga tampak terkejut. Mereka merasa merinding dan ketakutan.Setelah itu, ekspresi Alvin akhirnya menjadi normal. Tatapan penuh kasihnya terhadap Sahira juga berubah menjadi ketakutan. Melihat cacing yang dimuntahkannya, Alvin bertanya dengan kaget, "Sahira, ini benaran ulahmu?"Namun, Sahira malah tidak menatapnya sama sekali. Bagaimanapun, Alvin hanyalah sebuah alat baginya. Kini setelah alatnya dihancurkan, Sahira hanya memelototi Afkar dengan marah."Berengsek, kamu terus-terusan menghancurkan rencanaku. Cari mati!" Setelah melontarkan makian itu, ekspresi Sahira menjadi tajam dan tubuhnya langsung berkelebat.Dia menyerbu Afkar dengan telapak tangan yang membentuk pisau. Kemudian, dia menebasnya ke arah leh
Yola juga ketakutan hingga wajahnya pucat pasi. "Afkar, mengingat aku dan Felicia adalah sahabat, kumohon jangan perhitungan sama aku ya? Tolong selamatkan aku ... aku nggak mau keracunan ...."Orang-orang lainnya juga ikut memohon dengan ketakutan."Hehe, sekarang baru tahu takut? Tenang saja. Racun itu baru saja masuk ke dalam tubuh kalian dan masih berada di saluran pencernaan, belum sempat masuk ke dalam darah.""Begini saja, campurkan bubuk tawas dengan air panas, lalu minum. Setelah itu, paksa diri kalian untuk muntah sampai benar-benar nggak ada lagi yang bisa dikeluarkan," kata Afkar.Begitu ucapan itu dilontarkan, semua orang langsung berhamburan keluar tanpa ragu-ragu. Sementara itu, Alvin dan Cello tampak semakin percaya dan kagum terhadap Afkar. Selanjutnya, Alvin mengajak mereka berpindah ruangan dan makan berempat.Sejam kemudian ....Afkar dan Felicia keluar dari Sriburasa dan bersiap menuju mobil untuk mengantar Felicia pulang. Keduanya berjalan dengan Felicia berada di
Makanya, Sahira menyerah begitu saja melihat David ikut menawar."Eh? Dia juga mau beli? Menarik sekali." Afkar terkejut melihat David menawar harga. Seketika, dia menyunggingkan senyuman misterius. 'Mau beli jimatku ya? Boleh saja! Naikkan dulu harganya!'"Tujuh ratus miliar!" Afkar yang sudah duduk tiba-tiba bangkit kembali.David pun tercengang. Dia mengira dirinya sudah menang, tetapi Afkar tiba-tiba menawar lagi."Tujuh ratus dua puluh miliar!" Begitu Afkar kembali, Sahira juga menawar lagi.David mengedipkan matanya beberapa kali. Pada akhirnya, dia menelepon Noah. "Pak, aku di acara lelang Keluarga Samoa. Ada jimat yang katanya bisa membunuh ahli bela diri tingkat revolusi tahap akhir dalam sekejap. Aku ingin mendapatkannya."Terdengar suara rendah Noah dari ujung telepon. "Jimatnya bisa membunuh ahli bela diri tingkat revolusi tahap akhir dalam sekejap? Serius?"David menganalisis, "Seharusnya benar. Afkar dan seorang wanita sedang menawar secara gila-gilaan. Harganya sudah men
"Barang selanjutnya agak istimewa. Ini adalah jimat yang dititip jual oleh tamu kami. Menurutnya, begitu jimat ini dirobek, pengguna bisa melancarkan serangan yang dapat membunuh ahli bela diri tingkat revolusi tahap akhir!""Kami nggak bisa mengidentifikasi keasliannya, tapi kami yakin energi yang terkandung di dalamnya sangat dahsyat. Pilihan ada di tangan kalian. Harga awal 100 miliar. Lelang dimulai!"Selesai menjelaskan, pembawa acara menarik kain merah yang menutupi jimat itu. Seketika, terlihat Jimat Pencabut Nyawa yang dititip jual oleh Afkar. Kata "mati" di atas seakan-akan memancarkan energi istimewa yang membuat orang bergidik ketakutan."Barang apa itu? Apa benaran sehebat itu?""Bisa membunuh ahli bela diri tingkat revolusi tahap akhir?""Ini pasti tipuan, 'kan? Ahli bela diri tingkatan itu sangat kuat lho! Masa satu jimat saja sudah bisa membunuh mereka?"Orang-orang sibuk bergosip dan meragukan kekuatan jimat itu. Lagi-lagi, suasana menjadi hening. Tidak ada yang berani
"Harga awal giok spiritual ini adalah 440 miliar! Setiap kenaikan harga nggak boleh di bawah 10 miliar. Silakan menawar!"Begitu ucapan ini dilontarkan, kain merah di atas panggung pun disingkirkan. Di atas meja, terlihat sebuah giok seukuran telapak tangan. Warna hijau itu terlihat sangat jernih! Bahkan, ada kilauan berwarna-warni yang terpancar!Mata Afkar pun berbinar-binar. Dia tampak bersemangat. Dia bisa merasakan energi spiritual yang terkandung di dalamnya. Itu adalah giok spiritual yang dicarinya. Namun, Afkar tidak terburu-buru untuk menawar harga. Dia ingin mengamati situasi dahulu.Setelah pembawa acara menjelaskan, suasana menjadi heboh. Beberapa saat kemudian, suasana menjadi hening untuk sesaat."Empat ratus empat puluh miliar untuk sebuah batu giok?""Sekalipun batu giok berkualitas paling tinggi, harganya tetap nggak semahal itu!""Batu giok macam apa ini? Katanya bisa membantu menerobos? Cuma orang bodoh yang mau beli."Banyak orang yang berdiskusi dan tidak tertarik
"Jimat Pencabut Nyawa. Setelah dirobek, jimat ini bisa membunuh ahli bela diri tingkat revolusi tahap akhir ...."Afkar menjelaskan cara pakai dan manfaat jimat itu. Jimat itu adalah buatan Afkar sendiri. Dia menggunakan metode menggambar jimat dalam Jurus Mata Naga, lalu menyegel energi naga di dalamnya. Kekuatan yang terkandung sama dengan 80% kekuatan Afkar.Setelah mendengarnya, pria paruh baya itu berkata dengan ragu, "Aku harus menyuruh orang lain memeriksanya dulu. Aku kurang tahu soal ini."Sesaat kemudian, pria paruh baya itu kembali dengan membawa jimat itu. Dia tersenyum getir dan berujar, "Nggak ada yang bisa mengidentifikasi jimat ini. Tapi, bisa dipastikan ada energi di dalam. Makanya, kami memutuskan untuk menerimanya. Kamu mau dijual dengan harga berapa, Pak?""Paling rendah 100 miliar," jawab Afkar setelah berpikir sejenak."Seratus miliar? Tinggi sekali!" Sudut bibir pria paruh baya itu berkedut mendengarnya."Apa ada masalah? Kalau seefektif yang kubilang tadi, bukan
Dalam sekejap, beberapa hari telah berlalu. Hari ini, dengan ditemani Fadly, Afkar datang ke Rumah Lelang Keluarga Samoa.Di pinggiran barat Kota Nubes, terdapat sebuah vila pribadi seluas ratusan hektar. Ini adalah rumah Keluarga Samoa, sekaligus lokasi lelang. Biasanya, tempat ini tidak terbuka untuk umum, kecuali ada acara lelang.Pukul 8 pagi, banyak mobil mewah terparkir di vila itu. Afkar dan Fadly memarkirkan mobil mereka di luar. Setelah menjalani pemeriksaan, mereka baru memasuki vila."Fad, kamu lagi ada masalah belakangan ini ya?" Setelah berjalan beberapa langkah, Afkar tiba-tiba menatap Fadly yang berjalan di sampingnya dan bertanya demikian. Ketika bertemu Fadly hari ini, Afkar bisa melihat ekspresinya dipenuhi kecemasan."Hah?" Fadly termangu sejenak, lalu menggeleng. "Nggak ada kok! Cuma sedikit masalah kerjaan. Aku bisa mengatasinya sendiri.""Kalau butuh bantuan, kasih tahu saja aku. Aku mungkin bisa membantumu," pesan Afkar."Aku tahu. Kalau ada masalah, aku pasti me
Kaysan akhirnya menyadari apa yang terjadi. Dia menjelaskan, "Banyak makanan nggak beracun, tapi kalau dimakan bersamaan jadi beracun. Logikanya sama dengan fengsui. Kolam, ikan, cermin delapan diagram. Satu saja sudah cukup untuk membawa keberuntungan.""Tapi, kalau disatukan semuanya, ini sama saja dengan strategi membunuh. Siapa sebenarnya yang berniat jahat pada kalian? Kalau nggak ada Pak Afkar, aku rasa keluarga kalian nggak bakal tenang untuk selamanya! Keluarga kalian bisa binasa!"Begitu mendengarnya, Namish dan Reno pun terkesiap. Mereka tidak menyangka hasilnya akan semenakutkan itu."Apa mungkin ini kerjaan desainer itu?" tanya Namish dengan ekspresi masam. Dia tidak mengerti kenapa desainer itu ingin mencelakai mereka. Dia pun bertekad akan mencarinya untuk mengetahui kebenarannya.Reno menatap Afkar dengan heran. "Hei, Pak Kaysan saja nggak menyadari hal ini. Kenapa kamu langsung tahu hanya dengan melihat sekilas? Jangan-jangan kamu sekongkol dengan desainer itu untuk men
"Kamu mau 600 miliar, 'kan? Kami bakal membayarmu kok! Cepat sedikit! Sebenanya kamu bisa nggak sih?" desak Reno yang sungguh panik.Afkar mendengus, lalu sontak mengentakkan kakinya dan melompat turun dari jendela lantai dua. Begitu mendarat, dia tiba-tiba melompat lagi dan menghancurkan cermin delapan diagram di atas pintu. Prang! Cermin itu hancur berkeping-keping!"Apa yang kamu lakukan? Barang itu digunakan itu mencegah energi jahat!" seru Reno dengan kaget sambil menjulurkan kepalanya dari jendela."Nyonya sudah sembuh!" Tiba-tiba, ada yang berteriak demikian. Qaila yang tadinya hendak menggantung diri tiba-tiba jatuh pingsan setelah cermin itu hancur.Namish buru-buru menghampiri untuk memeriksa napas istrinya. Kemudian, dia menghela napas lega. Napas istrinya teratur. Istrinya hanya tidur.Setelah memastikan Qaila baik-baik saja, sekelompok orang itu pun datang ke halaman. Namish segera mengucapkan terima kasih, "Pak, terima kasih banyak!""Nggak usah sungkan-sungkan. Aku juga
Afkar tidur dengan sangat nyenyak. Tiba-tiba, dia menerima panggilan dari nomor tak dikenal."Siapa ini?" tanya Afkar yang masih mengantuk. Dia melihat jam dan ternyata masih tengah malam."Pak Afkar, kamu benaran bisa menolong ibuku?" Terdengar suara panik dari ujung telepon."Hm?" Segera, Afkar tersadarkan. "Reno?""Ya! Ini aku! Kamu benar! Ibuku dalam bahaya! Kamu benaran bisa menolong ibuku?" tanya Reno dengan suara rendah setelah ragu-ragu sejenak. Dia mendapat nomor telepon Afkar dari Cello."Tentu saja bisa! Tapi seperti yang kubilang, kamu harus membayarku 600 miliar kalau mencariku lagi!" timpal Afkar dengan tenang."Oke! Aku bakal bayar 600 miliar!" pekik Reno sambil menggertakkan giginya. Meskipun merasa kesal dengan sikap Afkar, keselamatan ibunya adalah yang terpenting untuk sekarang.Sejam kemudian, Afkar yang dijemput Reno akhirnya tiba di vila Keluarga Manggala. Keluarga Manggala memang kontraktor hebat. Vila mereka sangat luas dan dekorasinya sangat elegan. Ada kolam,
"Baiklah kalau begitu." Kaysan tidak sungkan-sungkan lagi.Namish menyuruh koki menyiapkan makanan lezat. Dia dan Reno menemani Kaysan minum. Suasana sungguh harmonis.Tiba-tiba, terdengar suara dari lantai atas. Saat berikutnya, disusul dengan tangisan wanita. Kali ini, tangisan itu terdengar lebih tajam dari sebelumnya. Semua orang sontak bergidik ngeri.Ekspresi ketiga orang itu berubah drastis. Mereka buru-buru berlari ke lantai dua. Terlihat Qaila yang rambutnya berantakan dan matanya memerah. Air mata terus berderai di wajahnya.Saat ini, Qaila menyatukan kedua kain yang diguntingnya dan menggantungnya di lampu kamar. "Huhu ... huhuhu ...."Sambil menangis, Qaila menginjak ranjang dan memasukkan kepalanya ke dalam tali. Jelas sekali, dia ingin gantung diri!"Sayang!" Namish ketakutan hingga wajahnya memucat. Dia tidak sempat memedulikan rasa takut dalam hatinya lagi dan bergegas maju untuk menghentikan istrinya.Namun, tenaga Qaila sangat besar. Qaila sontak menendangnya dan meng