Afkar tidak memiliki nomor telepon Lukman. Namun, Lukman bersikap sangat hormat padanya. Artinya, pria itu berusaha mengambil hati Afkar secara sepihak.Di sisi lain, fakta Afkar bahwa tidak memiliki nomor telepon Lukman menunjukkan bahwa dia tidak merasa hal itu penting.Gauri dan Harun tersenyum lebar. Tidak perlu diragukan, hati mereka sedang dipenuhi kebanggaan.Kedua pria itu sama-sama menantu keluarga, tetapi perbedaan mereka terlalu besar. Hanya dengan meminta, menantunya bisa membantu calon menantu Julia mendapatkan kembali pekerjaannya."Hm? Bibi Julia, Paman Jody? Kenapa kalian bisa ke sini?" Saat ini, Fadly yang baru selesai menyiapkan pesta ulang tahun ibunya masuk ke ruangan bersama beberapa pelayan."Dasar bandel! Akhirnya kamu muncul juga. Bibi Juliamu dan yang lain datang untuk merayakan ulang tahunku, sekalian meminta tolong pada kakak iparmu. Iya, 'kan, Kak?" ucap Gauri dengan wajah berseri-seri."I ... iya!" sahut Julia sambil tersenyum kaku."Haha! Bibi Julia, kalia
"Oke, kalau begitu Kak Sutopo tangani saja. Biar saja produksi obat dengan harga selangit itu dihentikan!" ucap Afkar dengan dingin.Sutopo mengangguk dan menyahut, "Ya! Bukan hanya supplier obat sebelumnya, aku juga akan mengerahkan semua koneksiku agar Safira Farma nggak bisa mendapatkan supplier bahan baku yang baru! Setidaknya aku akan memastikan para supplier di provinsi ini nggak bekerja sama dengan mereka.""Pak Afkar, aku nggak ingin melihat hasil kerja kerasmu menjadi alat untuk meraup keuntungan bagi orang lain," tambah Sutopo dengan lantang."Apa ini ... nggak akan merugikanmu?" tanya Afkar."Nggak masalah! Putraku sendiri adalah pasien leukemia, jadi aku juga membenci harga obat yang mahal. Aku paling benci para pengusaha kejam yang mengeksploitasi pasien demi keuntungan semata! Pak Afkar, kamu nggak perlu khawatir!" sahut Sutopo dengan tegas.Sutopo bertanya lagi dengan nada yang lebih lembut dan raut penuh ekspektasi, "Ngomong-ngomong, apa rencana Pak Afkar dan Nona Feli
Begitu mendengar bahwa dirinya sudah sembuh, kesedihan itu seakan-akan langsung sirna. Wajah Shafa menjadi cerah dan sekujur tubuhnya memancarkan keriangan.Melihat kegembiraan Shafa, tekad Afkar makin bulat. Dia harus mencari tahu apa penyebab kegagalannya!Untuk sementara waktu, Afkar bisa menyalurkan energi naga ke tubuh Shafa secara diam-diam. Dengan begitu, gadis kecil itu akan tetap sehat meski tidak mengonsumsi obat.Shafa tidak akan tahu bahwa dirinya masih sakit. Selama putrinya bisa bergembira dan ceria, Afkar akan melakukan apa pun.....Keesokan paginya.Setelah mengantar Shafa ke TK, Afkar pergi menjemput Felicia di Kompleks Graha. Saat dirinya tiba, Felicia sudah siap.Hari ini, presdir cantik itu mengenakan pakaian olahraga kasual. Penampilannya ini mengurangi kesan dingin yang biasa dipancarkannya. Kini, dia terlihat seperti wanita biasa yang ceria dan penuh semangat."Kenapa kamu berpakaian seperti ini?" tanya Afkar kaget."Ada banyak pekerjaan yang harus kutangani di
Mendengar pernyataan cinta Hendrik, wajah cantik Felicia tetap dingin. Dia langsung melewati Hendrik yang sedang berlutut, lalu membuka pintu mobil dan masuk ke dalam.Brak! Pintu mobil dibanting menutup. Mata Afkar berkilat senang. Entah mengapa, dia diam-diam menghela napas lega.Afkar selalu mengingatkan diri sendiri bahwa mereka bukanlah pasangan suami istri asli. Namun, setelah melalui banyak hal bersama, dia tidak bisa menyangkal bahwa dirinya mulai peduli.Afkar akui, dia merasa sedikit gugup barusan. Di dalam hatinya, dia tidak berharap Felicia menerima pernyataan cinta Hendrik."Feli! Tolong kasih aku satu kesempatan lagi!" ucap Hendrik. Melihat penolakan Felicia, raut wajah lembutnya tiba-tiba mengeras.Hendrik berdiri dan ingin mendekati Felicia lagi. Namun, Afkar akhirnya turun tangan dan langsung mengadang di depannya."Maaf, sepertinya istriku nggak mau bicara denganmu!" ujar Afkar dengan sinis."Istri?" Ekspresi Hendrik seketika berubah dingin. Dia berucap, "Nggak mungki
"Baguslah kalau begitu," ujar Gauri sambil mengangguk lega.Sejujurnya mereka juga tidak bisa membedakan keaslian undangan itu. Namun, mereka percaya pada Afkar."Oh, ternyata kalian benaran berani datang!" Saat itu, tiba-tiba terdengar suara mengejek seseorang.Sekelompok orang yang baru tiba di pintu hotel tanpa sengaja berpapasan dengan Afkar dan yang lainnya. Orang yang berjalan paling depan tidak lain adalah Erlin.Selain itu, ada Renhad sekeluarga, paman ketiga, paman keempat, dan bibi Felicia, serta anggota Keluarga Safira lainnya. Para anggota Keluarga Safira juga ingin memanfaatkan kesempatan dari pertemuan bisnis yang diadakan Johan ini untuk menjaring lebih banyak koneksi.Selain itu, mereka juga ingin berkenalan dengan sebanyak mungkin supplier obat demi mengatasi krisis bahan baku di Safira Farma. Jadi, mereka semua berpakaian formal dan berdandan sebaik mungkin agar terkesan berkelas.Orang yang bicara dengan nada menghina tadi adalah Viola.Renhad menghampiri Harun dan
Felicia menimpali dengan dingin, "Betul, Nek. Kami punya undangan sendiri, nggak perlu pinjam nama Keluarga Safira!"Mereka sama sekali tidak membutuhkan nama Keluarga Safira. Namun, sikap Erlin barusan sudah membuat mereka antipati."Hm? Kalian juga punya undangan? Gimana mungkin?" ucap Renhad, terlihat tidak percaya.Erlin juga sama ragunya.Saat itu, Jesslyn melihat undangan yang diserahkan Afkar pada satpam. Dia lantas berseru dengan mata berbinar, "Undangannya palsu! Pasti begitu, undangannya beda sama punya kita!"Sambil berkata begitu, Jesslyn mengambil undangan milik Keluarga Safira dari tangan Erlin, lalu memberikannya pada satpam. Dia berucap lagi, "Lihat baik-baik, ini baru undangan yang asli. Undangan miliknya memang terlihat mewah, tapi pasti palsu!"Mendengar itu, Renhad, Erlin, Viola dan yang lainnya juga mengejek dengan sinis."Rupanya itu undangan palsu!""Mau mencoba masuk dengan undangan palsu rupanya?""Kalaupun mau pakai cara ini, setidaknya buatlah undangan yang l
Jika mereka tidak mengenali pria terkaya di Provinsi Jimbo ini, mereka mungkin mengira Afkar mencari seseorang untuk bersandiwara di depan mereka. Bagaimana mungkin? Mengapa Bos Grup Akasa sekaligus pria terkaya di provinsi ini bisa bersikap begitu sopan padanya?"Pak Johan, apa maksudmu? Pikirkan baik-baik. Apa kamu benar-benar ingin menyinggung Keluarga Safira hanya demi pria pecundang ini?" ucap Erlin dengan raut dingin.Johan hanya tersenyum dan membalas, "Tentu saja sudah kupikirkan dengan baik! Kenapa? Keluarga Safira mau menantangku?""Kamu ...." Mendengar ucapan Johan, ekspresi Erlin berubah luar biasa muram. Namun, dia tetap tidak berani berkata-kata kasar.Sebagai orang terkaya di provinsi ini, Johan sangat berkuasa. Sementara itu, Keluarga Safira hanyalah keluarga berpengaruh di Kota Nubes. Mana mungkin pria itu takut pada keluarga mereka?Renhad sekeluarga yang tadi masih mengejek Afkar dan yang lainnya dengan angkuh juga tercengang. Ekspresi anggota Keluarga Safira lainnya
Setelah mengantar Afkar ke aula perjamuan secara pribadi, Johan pergi untuk menangani hal lainnya.Aula itu dipenuhi orang-orang berpengaruh dan terhormat. Mereka semua berbincang dalam kelompok-kelompok kecil.Beberapa berkumpul dengan teman lama, beberapa berkenalan dengan teman baru. Makanan dan minuman di aula disajikan secara prasmanan. Atmosfer pertemuan bisnis cukup baik.Setelah Felicia dan yang lainnya masuk ke aula, banyak orang menyambut kedatangan mereka. Meskipun mereka telah diusir dari Keluarga Safira, Harun masih memiliki beberapa koneksi dengan kalangan elite Kota Nubes.Apalagi, Felicia adalah presdir dingin yang terkenal. Dia selalu menjadi pusat perhatian ke mana pun dia pergi.Felicia dan orang tuanya juga mulai mengobrol dengan para tamu lain. Di sisi lain, Afkar sebenarnya tidak terlalu menyukai acara seperti ini. Dia menghadiri pertemuan bisnis ini hanya demi Felicia.Afkar juga melihat beberapa kenalannya di sini. Ada Lukman, Dennis, dan Harwin, bos perusahaan
Dalam sekejap, beberapa hari telah berlalu. Hari ini, dengan ditemani Fadly, Afkar datang ke Rumah Lelang Keluarga Samoa.Di pinggiran barat Kota Nubes, terdapat sebuah vila pribadi seluas ratusan hektar. Ini adalah rumah Keluarga Samoa, sekaligus lokasi lelang. Biasanya, tempat ini tidak terbuka untuk umum, kecuali ada acara lelang.Pukul 8 pagi, banyak mobil mewah terparkir di vila itu. Afkar dan Fadly memarkirkan mobil mereka di luar. Setelah menjalani pemeriksaan, mereka baru memasuki vila."Fad, kamu lagi ada masalah belakangan ini ya?" Setelah berjalan beberapa langkah, Afkar tiba-tiba menatap Fadly yang berjalan di sampingnya dan bertanya demikian. Ketika bertemu Fadly hari ini, Afkar bisa melihat ekspresinya dipenuhi kecemasan."Hah?" Fadly termangu sejenak, lalu menggeleng. "Nggak ada kok! Cuma sedikit masalah kerjaan. Aku bisa mengatasinya sendiri.""Kalau butuh bantuan, kasih tahu saja aku. Aku mungkin bisa membantumu," pesan Afkar."Aku tahu. Kalau ada masalah, aku pasti me
Kaysan akhirnya menyadari apa yang terjadi. Dia menjelaskan, "Banyak makanan nggak beracun, tapi kalau dimakan bersamaan jadi beracun. Logikanya sama dengan fengsui. Kolam, ikan, cermin delapan diagram. Satu saja sudah cukup untuk membawa keberuntungan.""Tapi, kalau disatukan semuanya, ini sama saja dengan strategi membunuh. Siapa sebenarnya yang berniat jahat pada kalian? Kalau nggak ada Pak Afkar, aku rasa keluarga kalian nggak bakal tenang untuk selamanya! Keluarga kalian bisa binasa!"Begitu mendengarnya, Namish dan Reno pun terkesiap. Mereka tidak menyangka hasilnya akan semenakutkan itu."Apa mungkin ini kerjaan desainer itu?" tanya Namish dengan ekspresi masam. Dia tidak mengerti kenapa desainer itu ingin mencelakai mereka. Dia pun bertekad akan mencarinya untuk mengetahui kebenarannya.Reno menatap Afkar dengan heran. "Hei, Pak Kaysan saja nggak menyadari hal ini. Kenapa kamu langsung tahu hanya dengan melihat sekilas? Jangan-jangan kamu sekongkol dengan desainer itu untuk men
"Kamu mau 600 miliar, 'kan? Kami bakal membayarmu kok! Cepat sedikit! Sebenanya kamu bisa nggak sih?" desak Reno yang sungguh panik.Afkar mendengus, lalu sontak mengentakkan kakinya dan melompat turun dari jendela lantai dua. Begitu mendarat, dia tiba-tiba melompat lagi dan menghancurkan cermin delapan diagram di atas pintu. Prang! Cermin itu hancur berkeping-keping!"Apa yang kamu lakukan? Barang itu digunakan itu mencegah energi jahat!" seru Reno dengan kaget sambil menjulurkan kepalanya dari jendela."Nyonya sudah sembuh!" Tiba-tiba, ada yang berteriak demikian. Qaila yang tadinya hendak menggantung diri tiba-tiba jatuh pingsan setelah cermin itu hancur.Namish buru-buru menghampiri untuk memeriksa napas istrinya. Kemudian, dia menghela napas lega. Napas istrinya teratur. Istrinya hanya tidur.Setelah memastikan Qaila baik-baik saja, sekelompok orang itu pun datang ke halaman. Namish segera mengucapkan terima kasih, "Pak, terima kasih banyak!""Nggak usah sungkan-sungkan. Aku juga
Afkar tidur dengan sangat nyenyak. Tiba-tiba, dia menerima panggilan dari nomor tak dikenal."Siapa ini?" tanya Afkar yang masih mengantuk. Dia melihat jam dan ternyata masih tengah malam."Pak Afkar, kamu benaran bisa menolong ibuku?" Terdengar suara panik dari ujung telepon."Hm?" Segera, Afkar tersadarkan. "Reno?""Ya! Ini aku! Kamu benar! Ibuku dalam bahaya! Kamu benaran bisa menolong ibuku?" tanya Reno dengan suara rendah setelah ragu-ragu sejenak. Dia mendapat nomor telepon Afkar dari Cello."Tentu saja bisa! Tapi seperti yang kubilang, kamu harus membayarku 600 miliar kalau mencariku lagi!" timpal Afkar dengan tenang."Oke! Aku bakal bayar 600 miliar!" pekik Reno sambil menggertakkan giginya. Meskipun merasa kesal dengan sikap Afkar, keselamatan ibunya adalah yang terpenting untuk sekarang.Sejam kemudian, Afkar yang dijemput Reno akhirnya tiba di vila Keluarga Manggala. Keluarga Manggala memang kontraktor hebat. Vila mereka sangat luas dan dekorasinya sangat elegan. Ada kolam,
"Baiklah kalau begitu." Kaysan tidak sungkan-sungkan lagi.Namish menyuruh koki menyiapkan makanan lezat. Dia dan Reno menemani Kaysan minum. Suasana sungguh harmonis.Tiba-tiba, terdengar suara dari lantai atas. Saat berikutnya, disusul dengan tangisan wanita. Kali ini, tangisan itu terdengar lebih tajam dari sebelumnya. Semua orang sontak bergidik ngeri.Ekspresi ketiga orang itu berubah drastis. Mereka buru-buru berlari ke lantai dua. Terlihat Qaila yang rambutnya berantakan dan matanya memerah. Air mata terus berderai di wajahnya.Saat ini, Qaila menyatukan kedua kain yang diguntingnya dan menggantungnya di lampu kamar. "Huhu ... huhuhu ...."Sambil menangis, Qaila menginjak ranjang dan memasukkan kepalanya ke dalam tali. Jelas sekali, dia ingin gantung diri!"Sayang!" Namish ketakutan hingga wajahnya memucat. Dia tidak sempat memedulikan rasa takut dalam hatinya lagi dan bergegas maju untuk menghentikan istrinya.Namun, tenaga Qaila sangat besar. Qaila sontak menendangnya dan meng
Larut malam itu juga!"Huhuhu ... huhu ...."Di vila Keluarga Manggala, terdengar tangisan seorang wanita. Di tengah malam seperti ini, tangisan itu terdengar sangat mengerikan.Reno dan ayahnya, Namish, sama-sama berdiri di kamar dengan ekspresi tak menentu. Mereka menatap Qaila yang duduk di lantai sambil menangis. Seketika, bulu kuduk mereka meremang."Sayang, kamu kenapa? Apa yang terjadi?" tanya Namish dengan jantung berdebar-debar.Tadi, mereka sudah tidur. Tiba-tiba, Namish mendengar tangisan di sampingnya. Siapa pun yang mengalami hal seperti ini pasti akan merinding dan ketakutan.Apalagi, Qaila bukan hanya menangis. Dia seperti kehilangan akal sehatnya. Sambil menangis, dia menggunting seprai dengan gila.Tidak peduli bagaimana Namish dan Reno memanggilnya, Qaila sama sekali tidak bereaksi. Qaila seperti kehilangan kesadarannya."Ayah, apa mungkin Ibu ... kerasukan?" tanya Reno dengan takut dan tidak yakin."Cepat panggil Pak Kaysan kemari!" instruksi Namish segera.Tidak ber
Cello tersenyum lebar. Hal ini membuat Reno merasa agak canggung. Pada akhirnya, dia berkata kepada Afkar dengan enggan, "Terima kasih ya."Ketika melihat sikap Reno yang tidak tulus, Afkar pun mencebik dan bertanya, "Gimana kamu akan berterima kasih kepadaku?"Afkar tidak keberatan membantu orang, tetapi keberatan jika orang yang dibantunya tidak tahu diri. Makanya, dia ingin menyulitkan Reno.Setelah mendengarnya, ekspresi Reno membeku. Dengan wajah murung, dia bertanya, "Kamu mau apa? Gimana kalau aku kasih uang saja?"Ucapan ini jelas mengandung makna menghina!Siapa sangka, Afkar malah mengangguk. "Boleh, aku minta 20 miliar."Begitu mendengarnya, Reno sontak memelotot dan menatap Afkar dengan marah. Cello juga kaget karena Afkar benar-benar meminta uang."Beraninya kamu minta uang. Kamu miskin ya sampai minta 20 miliar? Memangnya Bu Felicia nggak kasih kamu uang jajan?" cela Reno dengan jengkel."Kalau ada yang mati di lokasi konstruksi ini, bukankah kamu juga harus bayar kompens
"Kalau ada sesuatu yang kotor di dalam sana, aku bakal memakannya!" janji Kaysan dengan yakin."Wow! Besar sekali nyalimu." Afkar hanya bisa menggeleng dengan pasrah.Ekskavator datang dan mulai menggali sesuai instruksi Afkar. Afkar yang berdiri di samping hanya menyaksikan dengan tenang, sedangkan Kaysan merasa gugup hingga terus mengedipkan matanya. Adapun Reno dan Kaysan, keduanya melipat lengan di depan dada sambil tersenyum dingin.Tidak berselang lama, mereka telah menggali hingga kedalaman 5 meter. Selain batu, tidak ada lagi yang terlihat."Lucu sekali! Mana barang yang kamu bilang? Kamu seharusnya cari tahu dulu seterkenal apa aku. Beraninya kamu meragukan kemampuanku. Ayo, ganti rugi. Aku nggak minta banyak. Cuma 2 triliun kok!" ucap Kaysan dengan angkuh."Pak Afkar, kalau kamu nggak punya uang sebanyak itu, minta maaf saja pada Pak Kaysan. Aku bakal bantu kamu bicara nanti. Jangan malah minta uang sama Bu Felicia. Malu-maluin saja," goda Reno."Pak Reno, masih mau digali ng
Apalagi, Afkar mengejeknya malam itu. Reno tidak bisa melupakannya sampai sekarang."Aku yang minta Kak Afkar kemari untuk lihat fengsui di sini," sahut Cello sambil tersenyum.Begitu mendengarnya, alis Reno berkerut. "Serahkan saja masalah di sini kepada kami. Kamu nggak perlu repot-repot.""Jangan bicara begitu. Ada bagusnya juga kalau aku ikut mengawasi," balas Cello."Kamu nggak percaya padaku?" tanya Reno dengan kesal.Saat ini, pria tua berjubah kuning itu tiba-tiba mendengus. Reno memperkenalkan kepada Cello, "Ini Pak Kaysan, ahli fengsui terkenal di Kota Nubes. Sebelum proyek dimulai, perusahaan kami selalu mengundangnya ke lokasi konstruksi dulu. Pak Kaysan sudah cukup, nggak perlu amatiran lain. Jadi, sebaiknya bawa Pak Afkar pergi dari sini."Usai berbicara, Reno melirik Afkar dengan tatapan menghina dan melambaikan tangannya.Kaysan mengangguk, lalu berkata dengan sombong, "Aku sudah periksa. Fengsui di sini termasuk bagus karena ada cahaya keberuntungan. Konstruksi bisa di