"Aku mau minta saran dari kamu, Bang ..." Ucap Raisa dengan suara tergagap dan pelan setelah terbengong cukup lama karena ia barusan melamun.Sebenarnya yang Raisa butuhkan bukan hanya sekadar saran ; tetapi keterlibatan Aliando dalam misinya menyerang Gading. Namun ia tidak bisa menyampaikan hal itu secara gamblang. Raisa baru saja menatap Aliando selama beberapa detik dengan intens tanpa berkedip.Raisa mendadak merasa bahagia bukan main karena pada akhirnya ia bisa bertemu dengan Aliando lagi. Ingin sekali ia memandangi wajah Aliando lebih lama lagi. Bersamaan dengan itu, muncul perasaan aneh yang langsung bergemuruh di dada. Cinta sepertinya. Tiba-tiba Raisa membayangkan perlakuan manis yang ia terima dari Aliando beberapa hari yang lalu -yang berhasil membuat hatinya berdebar-debar, juga jantung yang berdetak lebih kencang.Raisa refleks teringat dengan kejadian pada saat Aliando menyuruh dirinya makan, mengkhawatirkan dirinya, memberinya dukungan dan nasihat ketika ia sedang
"Bang...boleh enggak...kalau semisal aku dan Ayahku ke rumahmu nanti malam?" Tanya Raisa. Kedua matanya tampak berkaca-kaca. Penuh harap. Kentara sekali jika perempuan itu sedang menahan sesuatu dalam dirinya supaya tidak meledak saja detik itu juga.Mata Aliando menyipit, mencoba menghiraukan air mata Raisa."Mau ngapain?" Tanya Aliando seraya menarik punggung dari sandaran kursi sembari meraih minuman dingin pesananya itu di atas meja, lantas meminumnya."Aku dan Ayahku belum sempat meminta maaf dan berterima kasih kepada Nona Nadine karna pada malam itu Bang Al udah mau turun tangan, ikut menyerang markasnya Pak Raka dan menyelamatkanku juga." Jawab Raisa.Raisa tak tahan untuk tidak menampakan kekecewaannya di hadapan Aliando."Oh...enggak perlu enggak apa-apa Sa...aku bisa menyampaikannya sama Nadine nanti...jadi kalian enggak perlu datang ke rumah..." Aliando menyergah. Menaruh gelas di atas meja lagi. Kemudian, kembali menghempaskan punggung ke sandaran kursi. "Tapi --aku d
Setelah Pak Harry selesai bicara, kini giliran Raisa yang kembali meminta maaf kepada Nadine atas perbuatannya dulu yang telah menculiknya. Serta meminta maaf jika ia dirasa cari perhatian dan mencoba mendekati Aliando oleh Nadine.Raisa berkata bahwa ia tidak ada niatan sedikit pun mau mendekati dan merebut Aliando dari Nadine. Bahkan, ia sangat berterima kasih kepada Nadine karena telah memaklumi tindakan suaminya itu yang pada malam itu bersedia turun tangan dan menyelamatkan dirinya dari tangan musuh. Nadine tergelak mendengar hal itu keluar dari mulut Raisa, rasa-rasanya ia tidak bisa mempercayai apa yang baru saja dikatakan oleh perempuan itu. Nadine yakin sekali jika Raisa berbohong. Namun Nadine tidak mau memperpanjang urusan itu, ia menganggap perempuan itu sudah mengerti, sudah paham dengan apa yang tadi ia katakan kepadanya. Tinggal menunggu kedepannya saja, jika Raisa tetap saja masih bertingkah, maka, dia tidak akan tinggal diam saja. Karena merasa sudah tidak a
Sebenarnya Pak Harry telah menduga jika Raisa memiliki ketertarikan kepada Aliando, dilihat dari gerak-geriknya belakangan ini, sorot mata dan bahasa tubuhnya yang yang tidak seperti biasanya, juga sering senyum-senyum sendiri tidak jelas. Jadi ternyata memang benar jika Raisa memiliki perasaan kepada Aliando. Dulu, Pak Harry memang sering menggoda Aliando dan Raisa ketika sedang bersama, tapi hanya sebatas gurauan saja.Tentu Pak Harry tidak bisa bertindak lebih jauh lagi setelah mengetahui identitas Aliando yang sebenarnya. Kalau saja Pak Harry masih berkuasa (dengan catatan Aliando adalah orang biasa) Pak Harry akan memaksa Aliando untuk segera menikahi Raisa. Hal itu memang bisa ia lakukan, sebab, Pak Harry adalah salah satu tokoh dunia hitam yang paling dihormati dan disegani. Terkenal kejam dan tak pandang bulu pula, makanya, banyak orang yang tunduk padanya. Tapi sekarang dia telah terpuruk karena pengkhianatan dari orang dalam yang selama ini dia percayai dan lebih men
Rizal tersentak, kemudian geleng-geleng kepala, lantas mengurut kening. Ternyata Harry masih sama keras kepalanya seperti dulu. Setelah apa yang terjadi padanya?Rizal benar-benar tidak habis pikir dengan Abangnya itu. "Terserah kau saja lah, Bang! Aku sudah tidak peduli lagi dengan apa yang akan kau lakukan! Aku sudah capek menasehatimu berkali-kali tapi tidak pernah kau dengarkan!" Rizal berseru jengkel. Pak Harry terlihat tak terpengaruh dengan kekesalan Rizal. Wajahnya malah mengeras. Berkata lagi dengan gigi gemeretak."Zal...seharusnya kau itu mendukungku, bukannya malah menyalahkanku seperti itu! Seharusnya kau itu bisa memahami posisiku saat ini. Aku dikhianati oleh orang kepercayaanku. Aku tidak bisa menerima hal itu, Zal!" Kening Rizal berkerut, menatap Pak Harry lagi.Belum sempat Rizal menimpali, Pak Harry sudah bicara lagi dengan emosi yang membara. "Aku harus membuat Gading mati di tanganku!"Rizal mendengus, ia benar-benar sudah jengah menghadapi Harry. Bebal se
Muka Pak Harry jadi semakin tertekuk, pasti saat ini ia terlihat sangat mengenasakan di mata Pak Damar. "Setelah kau menyuruh anak buahmu untuk membuatku babak belur dan sampai masuk rumah sakit. Sekarang, aku melihatmu dalam keadaan cacat begini karna kau mengalami kecelakaan? Itu adalah balasan yang sangat setimpal, Harry." Lanjut Pak Damar. Seringaian lebar kembali menghiasi bibirnya. Bukannya dia senang melihat orang lain kesusahan, tapi apa yang dialami oleh Pak Harry itu tentu saja adalah sebuah pengecualian, karena dia memang pantas mendapatkannya."Ya...sepertinya itu adalah karma untukku, Pak Damar...aku baru menyesali perbuatanku kepada Pak Damar sekarang...maafkan aku ya, Pak Damar karna dulu aku sudah buatmu sengsara dan sampai masuk rumah sakit...sekali lagi...aku minta maaf..." Jawab Pak Harry dalam tundukan kepala. Saat ini ia merasa kerdil di hadapan Pak Damar. Berbeda sekali dengan dulu. Pak Harry langsung bisa mencerna situasi dengan cepat, dengan hanya melihat da
Pak Harry dan Raisa tersentak secara bersamaan begitu mendengarnya, mencerna dalam sepersekian detik.Kemudian, saling bertukar pandang satu sama lain, tengah menyamakan frequensi.Ruang tamu mendadak lengang. Raisa dan Pak Harry terdiam. Tengah memikirkan syarat yang diajukan oleh Pak Damar tersebut. Sementara Pak Damar menunggu keputusan mereka berdua sembari menenggak minuman di atas meja yang sedari tadi belum tersentuh sama sekali. Air minum itu terasa segar saat melewati tenggorokannya, sebab ia juga baru saja marah-marah, meluapkan emosi yang membuat energinya terkuras habis.Pak Damar yakin sekali jika Pak Harry setuju akan memberikan saham perusahaan miliknya sebesar 50 persen kepada dirinya. Ia sudah mendengar semua keluhan, keputusasaan dan ketidakmampuan mereka berdua dalam merebut hak mereka kembali dari tangan seseorang yang telah mengkhianati mereka. Pak Damar melihat hal itu sebagai peluang bisnis, bisa untuk menambah sumber penghasilan dan sekalian untuk memberi
Dion dan Dimas lalu menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh Anggia. Memperjelas apa yang telah dijelaskan oleh Dimas sebelumnya.Anggia tersentak, sesekali keningnya berkerut, sesekali rahangnya mengeras, sesekali juga mengangguk-angguk. Anggia terdiam untuk beberapa saat setelah keduanya telah selesai menjelaskan. Selagi menunggu Anggia merespon, kedua orang itu kembali saling menenggak minuman di tangan masing-masing sambil menahan senyumnya. Sudah tidak sabar. "Orang itu kaya raya, Mbak Anggia. Kamu dan anakmu akan hidup bahagia nantinya kalau kamu berhasil meyakinkan lelaki itu!" Kata Dion. Mencoba mempengaruhi pikiran Anggia supaya mau diajak bekerja sama. "Dan selain itu, kamu juga akan mendapat bayaran yang tinggi dari kami berdua kalau kamu berhasil melaksanakan tugasmu dengan baik." Sambung Dimas setelah itu. Anggia menatap Dion dan Dimas bergantian, tapi tidak kunjung bersuara. Tiba-tiba rahang Anggia menggeras, tampak berpikir. Ia memperbaiki posisi duduk lebih
Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, senyum dan tawa yang tengah menyertai obrolan diantara anggota keluarga Aryaprasaja mendadak pudar begitu saja. Detik berikutnya, tatapan mereka berubah sinis. Juga dingin. Di saat yang sama, terbit senyum penuh kemenangan di bibir mereka masing-masing. Rasakan pembalasan dari keluarga Aryaprasaja! Sementara Tuan Aryaprasaja mendengus dingin, ekspresi wajahnya buruk, entah kenapa, masih muak melihat melihat wajah-wajah anggota keluarga Sadewa. Akan tetapi, tiba-tiba ia menyeringai kala teringat keluarga mereka yang kini telah hancur! Dengan segala sisa-sisa tenaga, keberanian, Reno segera menjatuhkan diri di lantai diikuti yang lain setelahnya. Bersimpuh di hadapan Tuan Besar Arya dan Nyonya Kartika. "Tu ... tuan Aryaprasaja ... " ucap Reno dengan suara terbata selagi kepalanya tertunduk. "Ma ... maafkan keluarga kami karna selama ini keluarga kami telah berbuat jahat kepada Tuan Muda Aliando, kepada putra Anda ... kami mohon,
Setelah Aliando resmi diumumkan ke publik, Tuan Besar Aryaprasaja menggelar pesta besar-besar an. Pesta itu digelar sebagai bentuk rasa syukur dan bahagia atas anak laki-laki, satu-satunya keluarga mereka yang telah lama menghilang—yang tidak lain dan tidak bukan adalah Aliando—akhirnya ditemukan juga dan telah kembali ke keluarga mereka. Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari juga ingin mengenalkan Aliando kepada semua kerabat, kolega dan kenalan mereka. Serta mengumumkan Aliando sebagai pewaris tunggal keluarga Aryaprasaja. Kerajaan bisnis keluarga Aryaprasaja. Juga sebagai Presiden Direktur perusahaan milik keluarga mereka yang baru. Tidak hanya Aliando saja yang akan dikenalkan, keluarga Aryaprasaja juga akan mengenalkan Nadine, sang istri sekaligus menantu mereka, yang kini resmi menjadi bagian dari keluarga mereka. Selain itu, untuk merayakan kebahagiaan atas hamilnya Nadine, yang mana, itu berarti mereka akan segera dikaruniai cucu. Anggota keluarga Arya
Tiba di ruangan Presiden Direktur perusahaan milik keluarga Aryaprasaja, semua anggota keluarga Sadewa kompak membelakakan mata saat melihat Aliando yang sedang duduk di kursi kebesarannya dengan balutan jas mahal nan elegan. Tampan sekali. Berbeda jauh dengan tampilan Aliando yang selama ini mereka kenal. Selama sesaat, tubuh mereka membeku di tempat. Mulut-mulut terbuka lebar, terpelongo. Jadi benar jika Aliando adalah Presiden Direktur Prasaja Group! Pewaris tunggal keluarga kaya raya—keluarga Aryaprasaja! Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, Aliando tersenyum kecut di kursi, lalu bangkit dari tempat duduk, keluar dari tempat kerjanya. Berjalan mendekat ke arah mereka dengan santai dan penuh wibawa. Nadine yang sedang duduk di sofa tengah menyesap teh, segera meletakan teh di atas meja, lantas berdiri dan ikutan berjalan mendekat ke arah anggota keluarganya. Melihat Aliando tampak sedang berjalan menghampiri mereka, membuat semua anggota keluarga Sadewa tersada
Reno dan Mayang yang sedang sarapan langsung tidak selera melanjutkan sarapannya setelah mengetahui bahwa Aliando beneran anaknya Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari. Keluarga konglomerat di Jakarta. Salah satu keluarga terkaya di Indonesia. Pemilik Prasaja Group—perusahaan multinasional terbesar di negara ini. Raut muka mereka berdua langsung memancarkan aura ketakutan luar biasa. Pun pucat pasi bak mayat hidup. Di saat bersamaan, jantung mereka berdua berdetak kencang. Keringat dingin membahasi wajah mereka masing-masing. Sebab teringat akan kejahatan yang pernah mereka lakukan dulu kepada Aliando. Dalam waktu lama, mereka berdua membeku di tempat duduk masing-masing. Tengah mencerna fakta gila yang baru saja mereka berdua ketahui. Walau sebelumnya mereka sudah menduga, menebak, menerka-nerka bahwa kemungkinannya Aliando adalah putra tunggal dari pasangan salah satu keluarga terkaya di Indonesia itu, begitu tebakan mereka seratus persen benar, mere
Terduduk di kursi ruangan rapat gedung kantor perusahan keluarga Sadewa, tampilan sang presdir itu kini benar-benar kacau. "Ini ... pasti perbuatan keluarga aslinya suamimu, 'kan, Nad? Mereka yang telah membuat perusahaan kita bangkrut?" tebak Reno. Suara dan bibirnya bergetar. Pun melemah di ujung kalimat. Serta dengan pandangan lurus ke depan, kentara lemas tak berdaya. Sementara semua peserta rapat sudah keluar dari ruangan tersebut, menyisakan dirinya, Nadine dan Arjuna. Reno tidak bisa menyelamatkan perusahaannya. Benar-benar telah bangkrut. Hancur lebur dalam sekejab! Nadine menoleh dan menatap sang paman diikuti Arjuna setelahnya. Akan tetapi, mereka berdua tidak langsung menjawab, terdiam untuk beberapa saat. Setelah menghembuskan napas berat, Nadine mengangguk pelan. Membenarkan. Alhasil, ekspresi wajah Reno langsung berubah murung. Seketika lemas sejadi-jadinya. Di titik ini, Reno menyadari kesalahan dan kejahatannya yang pernah ia perbuat kepada Aliando.
Di dalam kamar, Aliando dan Nadine terlihat sedang bersiap hendak tidur. "Aku mau memberitahu sesuatu sama kamu, sayang." Ucap Aliando dengan punggung bersandar pada tepi ranjang. Setelah mengatakan hal itu, pandangan pria tampan itu yang sebelumnya menatap lurus ke depan, berganti menoleh ke arah sang istri di sampingnya. Nadine yang sedang memposisikan diri di ranjang seketika balas menoleh. "Soal apa, Mas?" tanya Nadine setelah terdiam sebentar, lantas ikutan menyenderkan punggung ke tepi ranjang. Aliando menghela napas lebih dulu sebelum kemudian melanjutkan bicara. "Tapi aku mohon sama kamu untuk enggak menjadikan bahan pikiran dengan apa yang akan aku katakan ini sama kamu, ya, sayang karena kamu dan kedua orang tuamu enggak akan dibawa-bawa, enggak akan menjadi target, kalian adalah pengecualian. Okay?" Lipatan di kening Nadine semakin bertambah. Ia dan kedua orang tuanya tidak akan dibawa-bawa? Tidak akan menjadi target? Adalah pengecualian? Nadine mencerna perk
Pukul empat sore, mobil yang ditumpangi Aliando dan Nadine berhenti di depan halaman rumah mereka. Di dalam mobil, mereka melihat ada mobil yang tak asing terparkir di halaman rumah. Itu adalah mobilnya Lidya. Aliando dan Nadine sudah tahu jika kakaknya itu datang ke rumah sore ini karena Lidya memberitahu Nadine sebelumnya. Ditambah mendapat laporan dari satpam rumah pula. Akan tetapi, Nadine tidak tahu apa tujuan sang kakak ke rumahnya. Lidya tidak memberitahukannya di telepon. Namun keduanya menduga jika Lidya hendak memohon supaya sang suami dibebaskan dari penjara, memohon supaya keduanya mencabut laporannya. Lalu, keduanya turun dari mobil, segera membawa langkahnya masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya satpam rumah sempat melapor perihal kedatangan Lidya. Tiba di ruang tamu, Aliando dan Nadine langsung disambut Lidya dan kedua anaknya. Melihat kedatangan Aliando dan Nadine, mereka bertiga refleks berdiri. "Al ... Nadine ... " panggil Lidya dengan suara lirih, me
Pagi hari. Di rumah keluarga Aryprasaja ruangan kerja sang kepala keluarga... Tampak Pak Irawan memasuki ruangan tersebut, berjalan mendekat ke arah Tuan Besar Arya yang saat ini sedang duduk di kursi meja kerjanya. Beberapa menit yang lalu, ia mendapat pesan dari Tuan Besar Arya yang menyuruhnya untuk datang ke rumahnya. Sepertinya ada hal penting yang mau dibicarakan atau ada tugas yang akan diberikan kepadanya. Tiba di hadapan sang Tuan Besarnya, Pak Irawan langsung membungkukan badan dengan hormat lebih dulu sebelum kemudian menegapkan tubuhnya kembali. Kemudian, Tuan Besar Arya menyuruh Pak Irawan untuk duduk. Mendapati hal itu, Pak Irawan pun segera menjatuhkan diri di kursi dihadapan sang tuan besar dan duduk di sana. Memperbaiki posisi duduk lebih dulu, telah siap mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh majikannya itu. Tuan Besar Arya menatap Pak Irawan untuk beberapa saat sebelum kemudian menarik punggung dari sandaran kursi. Di saat bersamaan, rahangnya men
"Asal Kak Lidya tau aja ya ... aku itu masih kecewa sama Kakak karna tindakan Kakak yang waktu itu enggak langsung memihakku ... dan tindakan Kakak waktu itu ... keputusan Kakak waktu itu ... menandakan ... kalau Kakak sepertinya senang melihat aku dan Mas Al ribut." Lidya buru-buru menggeleng dengan isak tangis yang terdengar semakin keras begitu mendengar hal itu, kini ia benar-benar menyesal dengan tindakannya waktu di pesta itu. Seharusnya ia bersikap semestinya. Bukannya malah ikut mengompor-ngompori. Selagi Lidya bungkam, Nadine lanjut berkata. "Dan soal masalah yang sedang terjadi ... semua keputusan ada di tangan Mas Al."Mendengar itu, semua orang langsung memasang wajah tak berdaya. Begitu juga dengan Lidya. "Kami akan melakukan apa saja, Al ... asalkan kamu mau memaafkan Dion dan Dimas ... asalkan kamu mau mencabut tuntutanmu." Reno kembali bersuara setelah agak lama terdiam. Ternyata dia belum menyerah juga. Aliando menoleh dan menatap Reno. Tertarik mendengar ucapa