Aliando berdecih, memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana.Mendongakan kepala tinggi-tinggi, menatap orang-orang yang ada di hadapannya tanpa terlihat gentar sedikit pun. "Kenapa aku yang harus meminta maaf sama dia, Pa?" Aliando malah balik bertanya. Melirik ke arah Dimas sebentar sebelum kembali menatap Arjuna dengan ekspresi wajah datar. Arjuna melotot begitu mendengarnya. Juga Kinanti. Kini mereka berdua semakin heran dengan Aliando karena dia sudah mulai berani membangkang sekarang. Berbeda dengan dirinya yang dulu."Tinggal nurut dengan perintah Papamu apa susahnya sih, Al. Tinggal melakukan apa yang diperintah sama Papamu kenapa sih? Tidak usah membangkang. Jangan buat kesabaran kami habis ya!" Kinanti berseru sambil menuding muka Aliando. "Kamu sudah mengacaukan semuanya tadi. Jadi jangan banyak tingkah. Lakukan perintah Papa sekarang. Cepat!" Tambah Arjuna. Masih mendesak Aliando. Aliando mendecakan lidahnya, tidak sudi dia meminta maaf kepada Dimas, karena dia t
Kemudian, Aliando merogoh saku celana dan mengeluarkan kunci mobilnya Dimas dari dalam sana."Oh ya ...ini kunci mobilmu, Dim ...makasih ya karna kamu udah mau meminjamkan mobil untukku ..." Aliando menyeringai sambil melemparkan kunci mobil itu dengan sembarang ke arah Dimas. Kunci mobil itu terjatuh di samping Dimas. Dimas langsung menggeram. Sikap Aliando kini jadi semakin menjadi-jadi. Tidak ada takut-takutnya sama sekali. Arjuna dan Kinanti melotot. Tidak seharusnya Aliando bersikap demikian kepada Dimas.Mereka berdua sedang berusaha mati-mati an, supaya hatinya Dimas melunak, tapi Aliando malah menyulut emosi Dimas lagi. ARG! Terserah si sampah itu lah! Mereka sudah capek! Mereka sudah tidak urus! Mereka sudah capek dan setres! "Oh ya ...aku enggak takut kok kalau seandainya kamu mau adukan hal ini sama Papa kamu, Dim. Adukan saja. Silahkan saja. Aku tunggu ya." Aliando kembali menyeringai.Hal itu membuat Dimas mengerjap. Mencerna dalam waktu sepersekian detik. Kemudia
Aliando menggeram, ekspresi wajahnya mendadak jadi serius, seketika itu otot-ototnya juga langsung menegang. Aliando langsung merasa tak karuan, dia memutuskan menghubungi nomor baru itu dengan tidak sabaran. Tak butuh waktu lama untuk sang pemilik nomor baru itu mengangkat panggilannya. "Jangan coba bermain-main denganku kau ya. Jangan coba-coba kau sentuh istriku barang sehelai rambut sedikit pun! Atau ...aku akan menghabisimu!""Tenang-tenang, Bung. Jangan emosi dulu. Tahan dulu. Kita ...bisa bicara baik-baik."Kedua alis Aliando bertaut saat mendengarnya. Si berengsek ini menyuruhnya untuk tenang? Saat mengetahui istrinya diculik? Aliando mendecakan lidahnya. Tenang-tenang pala kau peang! Jelas saja dia akan gelisah, bergerak dengan cepat untuk menyelamatkan sang istri, dia juga tidak akan kasih ampun pada orang yang telah menculik istrinya, apalagi jika sampai terjadi apa-apa dengannya. "Jika kau ingin istrimu tidak kami apa-apakan...datang lah ke lokasi yang akan aku ki
"Cepat juga ya kau datang." Kata salah satu dari mereka sambil tergelak. Aliando menoleh ke arah lelaki yang baru saja bicara itu. Menatapnya dengan tajam. Dia ingat betul dengan suara itu. Suaranya orang itu sangat mirip dengan yang tadi menelfon dirinya. Sepertinya orang itu lah yang tadi menelfon dirinya.Aliando juga bergantian menatap yang lainnya, dengan emosi yang secara perlahan mulai bangkit. Pasti dari mereka semua yang telah membuat Nadine seperti itu. Tapi Aliando tidak mempedulikan mereka, perhatiannya kini terfokus pada Nadine yang tengah mengisyaratkan kalau dirinya minta segera dilepaskan dari tali yang tengah mengikat tubuhnya dan lakban yang membekap mulutnya. Tanpa pikir panjang, Aliando bergegas menghampiri Nadine. Aliando agak waspada dengan enam laki-laki itu, tapi dari mereka tidak ada yang bergerak sama sekali saat dirinya sedang berjalan menghampiri Nadine. Ah, bagus lah. Sepertinya mereka memang hanya mau menggunakan Nadine sebagai umpan. Jelas dalang
Aliando menghembuskan nafas kasar. "Bukan begitu ...aku mengakui ...kalau Nona memiliki kemampuan bela diri yang bagus...aku tahu betul sejak kecil pasti Nona sudah berlatih bagimana caranya menjadi wanita tangguh."Bukannya senang mendapat pujian dari Aliando, Raisa malah jadi tambah kesal. Karena Raisa sudah terlanjur benci dengan Aliando.Itu sebabnya, apa pun yang dikatakan oleh lelaki itu, akan selalu salah di matanya. Mungkin sampai dirinya berhasil membalaskan perbuatan Aliando yang dilakukan kepada Ayahnya dulu, baru, dia akan melunak. "Cih. Aku enggak butuh pujian darimu!" Aliando mengedikan bahunya. Juga tidak peduli melihat respon Raisa. Yang penting, dia sudah bicara apa adanya. Jujur. "Seharusnya kita itu udah impas bukan, Nona? Bahkan, Ayah Nona yang lebih duluan memukuli Ayahku sampai masuk rumah sakit." "Itu karna Ayahmu berhutang sama Ayahku! Kalau enggak, mana mungkin Ayahku menyuruh anak buahnya untuk mengajar Ayahmu!" Sela Raisa. "Tapi, aku tidak terima
Disaat Raisa tengah dilanda kegelisahan dikarenakan sehabis menerima panggilan dari Ayahnya, Aliando memutuskan balik badan dan berjalan menghampiri Nadine. "Kamu...beneran enggak apa-apa, sayang?" Aliando mengamati Nadine dari atas sampai bawah. "Sebelum aku datang ke sini, mereka enggak ngapa-ngapain kamu, kan?" Tanya Aliando lagi. Hendak memastikan.Nadine menggeleng. Tersenyum. "Aku enggak apa-apa kok. Mereka cuma nyekap aku, terus mereka membawa aku ke sini, terus tubuhku diikat dan mulutku ditempelin lakban. Udah. Hanya itu aja. Mereka enggak sampai ngapa-ngapain aku yang gimana-gimana sih." Jelas Nadine. Aliando boleh merasa lega sebab Nadine tidak sampai diapakan-apakan oleh mereka. Ternyata ucapan Raisa memang benar adanya jika dia hanya menggunakan Nadine sebagai pancingan agar dirinya datang ke sini. Kalau seandainya sampai ada luka atau pun terjadi sesuatu pada Nadine, maka, Aliando tidak akan segan-segan membereskan orang-orang yang terlibat dalam penculikan Nadin
Raisa menatap Nadine. Dahinya langsung berkerut. Tertarik setelah mendengar ucapannya barusan."Maaf. Kamu belum tahu kalau suami kamu itu punya black card? Bagimana mungkin? Kamu kan ...istrinya..." Tanya Raisa. Heran. Tapi lagi-lagi intonasi suara di ujung kalimatnya jadi lirih. Tentu saja karena dia sudah agak mulai takut jika Aliando ternyata beneran bukan orang sembarangan. Nadine terdiam sebentar. Mendengus. Tak kunjung langsung menjawab.Dia agak merasa kurang nyaman mendapat pertanyaan seperti itu dari perempuan asing yang berani sekali mencari gara-gara dengan suaminya.Sebenarnya Nadine juga masih shock karena perempuan itu main menyerang Aliando begitu saja tadi."Iya. Aku belum tahu." Jawab Nadine setelah terdiam untuk beberapa saat dengan nada agak ogah-ogah an. Aliando memilin keningnya, berfikir dengan keras, tapi sepertinya dia harus berkata jujur kepada Nadine.Dia tidak bisa menyembunyikan identitasnya lagi kepada Nadine. Sudah saatnya Nadine tahu. Ya. Dia harus s
"Tuan Aliando...tolong jangan pergi dulu ya...saya mohon...karena Ayah saya meminta saya untuk menahan Tuan Aliando supaya tidak pergi dulu...Ayah saya sedang dalam perjalanan menuju ke mari dan sebentar lagi akan sampai...mohon ditunggu sebentar..." Kata Raisa. Raisa boleh merasa lega sekarang sebab ternyata Aliando belum pergi dari sini. Dia kira, Aliando beserta istrinya sudah pergi tadi. Aliando mengerutkan kening. Terdiam sejenak. Mau apa Pak Harry ke sini? Ada perlu apa dia dengan dirinya? "Ada perlu apa Ayahmu itu datang ke sini? Dan mau bertemu denganku?" Tanya Aliando. Raisa menggeleng. "Saya juga kurang tahu, Tuan. Ayah saya hanya berpesan seperti itu kepada saya." Aliando mengeraskan rahangnya, lantas mangguk-mangguk. "Baik lah. Aku akan menunggunya.""Terima kasih, Tuan."Aliando mendadak teringat sesuatu. Dia kembali menatap Raisa. Dia sampai melupakan soal ucapannya di atas tadi. "Nona mengenal Pak Irawan, bukan?" Tanya Aliando sambil menuding muka Raisa. R
Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, senyum dan tawa yang tengah menyertai obrolan diantara anggota keluarga Aryaprasaja mendadak pudar begitu saja. Detik berikutnya, tatapan mereka berubah sinis. Juga dingin. Di saat yang sama, terbit senyum penuh kemenangan di bibir mereka masing-masing. Rasakan pembalasan dari keluarga Aryaprasaja! Sementara Tuan Aryaprasaja mendengus dingin, ekspresi wajahnya buruk, entah kenapa, masih muak melihat melihat wajah-wajah anggota keluarga Sadewa. Akan tetapi, tiba-tiba ia menyeringai kala teringat keluarga mereka yang kini telah hancur! Dengan segala sisa-sisa tenaga, keberanian, Reno segera menjatuhkan diri di lantai diikuti yang lain setelahnya. Bersimpuh di hadapan Tuan Besar Arya dan Nyonya Kartika. "Tu ... tuan Aryaprasaja ... " ucap Reno dengan suara terbata selagi kepalanya tertunduk. "Ma ... maafkan keluarga kami karna selama ini keluarga kami telah berbuat jahat kepada Tuan Muda Aliando, kepada putra Anda ... kami mohon,
Setelah Aliando resmi diumumkan ke publik, Tuan Besar Aryaprasaja menggelar pesta besar-besar an. Pesta itu digelar sebagai bentuk rasa syukur dan bahagia atas anak laki-laki, satu-satunya keluarga mereka yang telah lama menghilang—yang tidak lain dan tidak bukan adalah Aliando—akhirnya ditemukan juga dan telah kembali ke keluarga mereka. Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari juga ingin mengenalkan Aliando kepada semua kerabat, kolega dan kenalan mereka. Serta mengumumkan Aliando sebagai pewaris tunggal keluarga Aryaprasaja. Kerajaan bisnis keluarga Aryaprasaja. Juga sebagai Presiden Direktur perusahaan milik keluarga mereka yang baru. Tidak hanya Aliando saja yang akan dikenalkan, keluarga Aryaprasaja juga akan mengenalkan Nadine, sang istri sekaligus menantu mereka, yang kini resmi menjadi bagian dari keluarga mereka. Selain itu, untuk merayakan kebahagiaan atas hamilnya Nadine, yang mana, itu berarti mereka akan segera dikaruniai cucu. Anggota keluarga Arya
Tiba di ruangan Presiden Direktur perusahaan milik keluarga Aryaprasaja, semua anggota keluarga Sadewa kompak membelakakan mata saat melihat Aliando yang sedang duduk di kursi kebesarannya dengan balutan jas mahal nan elegan. Tampan sekali. Berbeda jauh dengan tampilan Aliando yang selama ini mereka kenal. Selama sesaat, tubuh mereka membeku di tempat. Mulut-mulut terbuka lebar, terpelongo. Jadi benar jika Aliando adalah Presiden Direktur Prasaja Group! Pewaris tunggal keluarga kaya raya—keluarga Aryaprasaja! Melihat kedatangan anggota keluarga Sadewa, Aliando tersenyum kecut di kursi, lalu bangkit dari tempat duduk, keluar dari tempat kerjanya. Berjalan mendekat ke arah mereka dengan santai dan penuh wibawa. Nadine yang sedang duduk di sofa tengah menyesap teh, segera meletakan teh di atas meja, lantas berdiri dan ikutan berjalan mendekat ke arah anggota keluarganya. Melihat Aliando tampak sedang berjalan menghampiri mereka, membuat semua anggota keluarga Sadewa tersada
Reno dan Mayang yang sedang sarapan langsung tidak selera melanjutkan sarapannya setelah mengetahui bahwa Aliando beneran anaknya Tuan Besar Aryaprasaja dan Nyonya Besar Kartika Sari. Keluarga konglomerat di Jakarta. Salah satu keluarga terkaya di Indonesia. Pemilik Prasaja Group—perusahaan multinasional terbesar di negara ini. Raut muka mereka berdua langsung memancarkan aura ketakutan luar biasa. Pun pucat pasi bak mayat hidup. Di saat bersamaan, jantung mereka berdua berdetak kencang. Keringat dingin membahasi wajah mereka masing-masing. Sebab teringat akan kejahatan yang pernah mereka lakukan dulu kepada Aliando. Dalam waktu lama, mereka berdua membeku di tempat duduk masing-masing. Tengah mencerna fakta gila yang baru saja mereka berdua ketahui. Walau sebelumnya mereka sudah menduga, menebak, menerka-nerka bahwa kemungkinannya Aliando adalah putra tunggal dari pasangan salah satu keluarga terkaya di Indonesia itu, begitu tebakan mereka seratus persen benar, mere
Terduduk di kursi ruangan rapat gedung kantor perusahan keluarga Sadewa, tampilan sang presdir itu kini benar-benar kacau. "Ini ... pasti perbuatan keluarga aslinya suamimu, 'kan, Nad? Mereka yang telah membuat perusahaan kita bangkrut?" tebak Reno. Suara dan bibirnya bergetar. Pun melemah di ujung kalimat. Serta dengan pandangan lurus ke depan, kentara lemas tak berdaya. Sementara semua peserta rapat sudah keluar dari ruangan tersebut, menyisakan dirinya, Nadine dan Arjuna. Reno tidak bisa menyelamatkan perusahaannya. Benar-benar telah bangkrut. Hancur lebur dalam sekejab! Nadine menoleh dan menatap sang paman diikuti Arjuna setelahnya. Akan tetapi, mereka berdua tidak langsung menjawab, terdiam untuk beberapa saat. Setelah menghembuskan napas berat, Nadine mengangguk pelan. Membenarkan. Alhasil, ekspresi wajah Reno langsung berubah murung. Seketika lemas sejadi-jadinya. Di titik ini, Reno menyadari kesalahan dan kejahatannya yang pernah ia perbuat kepada Aliando.
Di dalam kamar, Aliando dan Nadine terlihat sedang bersiap hendak tidur. "Aku mau memberitahu sesuatu sama kamu, sayang." Ucap Aliando dengan punggung bersandar pada tepi ranjang. Setelah mengatakan hal itu, pandangan pria tampan itu yang sebelumnya menatap lurus ke depan, berganti menoleh ke arah sang istri di sampingnya. Nadine yang sedang memposisikan diri di ranjang seketika balas menoleh. "Soal apa, Mas?" tanya Nadine setelah terdiam sebentar, lantas ikutan menyenderkan punggung ke tepi ranjang. Aliando menghela napas lebih dulu sebelum kemudian melanjutkan bicara. "Tapi aku mohon sama kamu untuk enggak menjadikan bahan pikiran dengan apa yang akan aku katakan ini sama kamu, ya, sayang karena kamu dan kedua orang tuamu enggak akan dibawa-bawa, enggak akan menjadi target, kalian adalah pengecualian. Okay?" Lipatan di kening Nadine semakin bertambah. Ia dan kedua orang tuanya tidak akan dibawa-bawa? Tidak akan menjadi target? Adalah pengecualian? Nadine mencerna perk
Pukul empat sore, mobil yang ditumpangi Aliando dan Nadine berhenti di depan halaman rumah mereka. Di dalam mobil, mereka melihat ada mobil yang tak asing terparkir di halaman rumah. Itu adalah mobilnya Lidya. Aliando dan Nadine sudah tahu jika kakaknya itu datang ke rumah sore ini karena Lidya memberitahu Nadine sebelumnya. Ditambah mendapat laporan dari satpam rumah pula. Akan tetapi, Nadine tidak tahu apa tujuan sang kakak ke rumahnya. Lidya tidak memberitahukannya di telepon. Namun keduanya menduga jika Lidya hendak memohon supaya sang suami dibebaskan dari penjara, memohon supaya keduanya mencabut laporannya. Lalu, keduanya turun dari mobil, segera membawa langkahnya masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya satpam rumah sempat melapor perihal kedatangan Lidya. Tiba di ruang tamu, Aliando dan Nadine langsung disambut Lidya dan kedua anaknya. Melihat kedatangan Aliando dan Nadine, mereka bertiga refleks berdiri. "Al ... Nadine ... " panggil Lidya dengan suara lirih, me
Pagi hari. Di rumah keluarga Aryprasaja ruangan kerja sang kepala keluarga... Tampak Pak Irawan memasuki ruangan tersebut, berjalan mendekat ke arah Tuan Besar Arya yang saat ini sedang duduk di kursi meja kerjanya. Beberapa menit yang lalu, ia mendapat pesan dari Tuan Besar Arya yang menyuruhnya untuk datang ke rumahnya. Sepertinya ada hal penting yang mau dibicarakan atau ada tugas yang akan diberikan kepadanya. Tiba di hadapan sang Tuan Besarnya, Pak Irawan langsung membungkukan badan dengan hormat lebih dulu sebelum kemudian menegapkan tubuhnya kembali. Kemudian, Tuan Besar Arya menyuruh Pak Irawan untuk duduk. Mendapati hal itu, Pak Irawan pun segera menjatuhkan diri di kursi dihadapan sang tuan besar dan duduk di sana. Memperbaiki posisi duduk lebih dulu, telah siap mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh majikannya itu. Tuan Besar Arya menatap Pak Irawan untuk beberapa saat sebelum kemudian menarik punggung dari sandaran kursi. Di saat bersamaan, rahangnya men
"Asal Kak Lidya tau aja ya ... aku itu masih kecewa sama Kakak karna tindakan Kakak yang waktu itu enggak langsung memihakku ... dan tindakan Kakak waktu itu ... keputusan Kakak waktu itu ... menandakan ... kalau Kakak sepertinya senang melihat aku dan Mas Al ribut." Lidya buru-buru menggeleng dengan isak tangis yang terdengar semakin keras begitu mendengar hal itu, kini ia benar-benar menyesal dengan tindakannya waktu di pesta itu. Seharusnya ia bersikap semestinya. Bukannya malah ikut mengompor-ngompori. Selagi Lidya bungkam, Nadine lanjut berkata. "Dan soal masalah yang sedang terjadi ... semua keputusan ada di tangan Mas Al."Mendengar itu, semua orang langsung memasang wajah tak berdaya. Begitu juga dengan Lidya. "Kami akan melakukan apa saja, Al ... asalkan kamu mau memaafkan Dion dan Dimas ... asalkan kamu mau mencabut tuntutanmu." Reno kembali bersuara setelah agak lama terdiam. Ternyata dia belum menyerah juga. Aliando menoleh dan menatap Reno. Tertarik mendengar ucapa