แชร์

Part 112

ผู้เขียน: Penjelajah Kata
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-04-09 19:07:19

Pertarungan di dalam klub Abyss meledak seperti badai yang tak terbendung. Suara tembakan bercampur dengan dentingan logam, teriakan, dan amukan para petarung bayaran Falken yang kini satu per satu tumbang di hadapan Evelyn dan Darius. Namun di tengah hiruk-pikuk itu, perhatian semua orang tertuju pada satu titik—pertarungan antara Johan dan Vladimir.

Johan menghindari ayunan brutal dari palu besar Vladimir, lalu membalas dengan tendangan keras ke arah rusuk. Vladimir terguncang tapi tetap berdiri, tertawa gila. “Ayolah! Tunjukkan kau bukan hanya simbol keadilan bodoh!”

Namun tepat sebelum Johan menyerang kembali, suara berdesing terdengar dari atas—dan atap klub tiba-tiba runtuh sebagian.

Semua orang berhenti. Debu dan reruntuhan jatuh, dan dari lubang yang terbuka… muncul sosok bertudung gelap, dengan lambang Seekor Serigala Bersayap di punggungnya.

Evelyn menegang. “Itu… bukan lambang Falken.”

Darius segera menarik pistolnya. “Itu... lambang keluarga Nacht.”

Johan tak bergemi
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Bangkitnya Johan   Part 1

    Di kota Ardell, di sebuah rumah besar milik keluarga Hartono, pesta ulang tahun ke-70 Pak Surya Hartono sedang berlangsung meriah. Seluruh anggota keluarga berkumpul, mengenakan pakaian terbaik mereka, membawa hadiah mahal sebagai tanda bakti. “Semoga Pak Surya panjang umur dan selalu diberkati!” Semua anggota keluarga bersorak sambil menyerahkan hadiah mereka. Pak Surya tersenyum puas. “Hari ini aku bahagia. Aku akan mengabulkan satu permintaan dari kalian. Katakan, apa yang kalian inginkan?” “Pak, saya ingin mobil sport terbaru,” kata Rico, cucu kesayangannya. “Saya ingin jam tangan emas merek Swiss!” tambah Clara, salah satu keponakannya. Pak Surya tertawa dan mengangguk. “Baik, semua akan aku kabulkan!” Namun, suasana berubah ketika Johan, menantu dari anak sulungnya, maju perlahan dan berkata, “Pak, bisakah saya mendapatkan motor untuk pergi bekerja?” Tiba-tiba ruangan itu menjadi sunyi. Semua mata tertuju padanya. Beberapa orang mulai tertawa kecil. “Kau serius, Johan?” e

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-13
  • Bangkitnya Johan   Part 2

    Keesokan harinya, Johan merasa penuh harapan ketika melangkah menuju perusahaan milik Butra Wijaya. Perasaan cemas dan tidak pasti masih menyelimuti dirinya, tetapi jauh di dalam hatinya, dia tahu ini adalah kesempatan yang tak boleh disia-siakan. Saat tiba di kantor Butra Wijaya, ia terpesona dengan betapa megahnya gedung tersebut. Bangunan itu menjulang tinggi, mencerminkan kekuatan dan keberhasilan perusahaan yang dipimpin oleh Butra. Johan menarik napas panjang dan menguatkan hatinya. “Aku harus bisa,” gumamnya pada diri sendiri. Setelah melapor ke resepsionis, Johan diminta untuk menunggu beberapa saat. Tidak lama kemudian, seorang pria berpakaian rapi keluar dari ruangannya. Pria itu adalah Butra Wijaya. Butra tersenyum saat melihat Johan. “Ah, ini dia. Johan, kan? Masuklah,” katanya, menunjukkan arah ke ruangannya. Johan mengikuti Butra ke ruang kerja yang luas dan mewah. Butra duduk di belakang meja kerjanya, mempersilakan Johan duduk di kursi yang ada di depannya. “Jadi,

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-13
  • Bangkitnya Johan   Part 3

    Johan duduk termenung di meja kerjanya, menatap tumpukan dokumen yang harus dia selesaikan untuk proyek pertamanya. Meski perasaan kecewa masih mengganggunya akibat kegagalan dalam presentasi beberapa hari yang lalu, dia tidak menyerah. Ujian yang dia hadapi bersama Butra Wijaya menjadi titik balik yang membangkitkan tekadnya. Selama beberapa hari terakhir, Johan terus berusaha keras untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Setiap masalah yang datang, ia hadapi dengan kepala tegak. Setiap kesulitan yang ia temui, ia pecahkan dengan cara yang berbeda. Meski hasilnya belum sempurna, dia merasa bahwa dirinya semakin berkembang. Namun, suasana di kantor tidak selalu mendukung. Beberapa kolega Butra mulai mengamati kehadiran Johan dengan pandangan meremehkan. Mereka berbisik di sudut-sudut ruangan, memandangnya dengan tatapan sinis. Sebagai menantu keluarga Hartono yang tidak dihargai, mereka melihatnya hanya sebagai orang yang tidak berkompeten, hanya beruntung bisa bekerja di perusahaan

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-13
  • Bangkitnya Johan   Part 4

    Setelah melalui serangkaian tantangan yang mengguncang, Johan mulai merasa bahwa dia benar-benar berada di jalur yang benar. Proyek besar yang dia kelola berhasil diselesaikan dengan hasil yang memuaskan, meskipun ada beberapa hambatan di sepanjang jalan. Namun, dia tahu bahwa ini hanyalah awal dari perjalanan panjangnya. Kepercayaan Butra terhadap dirinya kini semakin kuat, dan itu membuka banyak kesempatan baru. Pagi itu, Johan memasuki kantor dengan langkah yang lebih mantap. Namun, saat dia membuka pintu ruang kerjanya, dia terkejut. Butra Wijaya sudah menunggunya di sana, tampak lebih serius daripada biasanya. "Johan," Butra memulai, suaranya penuh arti. "Kamu telah menunjukkan kemampuan luar biasa dalam proyek terakhir. Aku percaya kamu siap untuk tantangan yang lebih besar." Johan menatap Butra dengan rasa penasaran. "Apa yang Anda maksud, Pak?" Butra tersenyum tipis. "Aku ingin kamu menjadi bagian dari tim manajemen senior. Aku ingin kamu mengelola lebih banyak proyek besar

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-13
  • Bangkitnya Johan   Part 5

    Setelah berhasil melewati tantangan besar dengan presentasi yang sukses, Johan merasa bahwa dia semakin dekat dengan tujuannya. Namun, di balik rasa lega yang dia rasakan, dia tahu bahwa ini hanyalah langkah kecil dari perjalanan panjang yang harus dilalui. Dunia bisnis yang dia masuki bukanlah dunia yang mudah. Setiap kemenangan membawa tantangan baru, dan semakin tinggi dia melangkah, semakin besar tekanan yang datang. Hari itu, setelah minggu yang penuh dengan pekerjaan yang menumpuk, Johan menerima undangan dari Butra Wijaya untuk bertemu di luar kantor. Dia merasa ada sesuatu yang penting yang akan dibicarakan. “Johan, duduklah,” kata Butra dengan nada serius saat mereka bertemu di sebuah restoran mewah. “Aku sudah memperhatikan perkembanganmu sejak kamu bergabung dengan perusahaan ini. Kamu sudah menunjukkan banyak potensi, dan aku ingin memberikan kesempatan lebih besar lagi. Tapi aku harus memberitahumu satu hal: dunia ini tidak hanya tentang kemampuan, tetapi juga tentang ba

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-13
  • Bangkitnya Johan   Part 6

    Keesokan harinya, Johan merasa seperti ada beban baru yang mengganjal di dadanya. Setelah berbicara dengan Nadya dan mendapat dukungan penuh darinya, dia merasa sedikit lebih ringan, namun pekerjaan dan tantangan yang menanti di luar sana tetap tidak bisa diabaikan. Kontrak besar yang sedang diperebutkan masih berada di ujung mata, dan setiap keputusan yang dia buat akan mempengaruhi nasib karier dan masa depan perusahaan tempat dia bekerja. Hari itu, Johan memutuskan untuk menemui Butra Wijaya lagi. Meskipun dia telah mendapatkan beberapa petunjuk tentang dunia politik perusahaan dari pertemuan mereka sebelumnya, dia merasa masih banyak yang perlu dia pelajari. Butra, sebagai mentor yang sudah berpengalaman, adalah orang yang tepat untuk memberinya wawasan lebih dalam. Di ruang kerja Butra, suasana terasa lebih serius daripada biasanya. Butra duduk di mejanya dengan wajah serius, sementara Johan duduk di hadapannya, menunggu untuk diberikan arahan lebih lanjut. “Johan, aku ingin ka

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-13
  • Bangkitnya Johan   Part 7

    Setelah beberapa minggu berlalu, Johan semakin merasakan tekanan yang datang bersama dengan tanggung jawab yang semakin besar. Proyek besar yang sedang dia kerjakan bersama Butra Wijaya menjadi ujian terberat dalam kariernya. Tidak hanya masalah teknis yang harus diselesaikan, tetapi juga politik perusahaan dan hubungan antar rekan kerja yang semakin rumit. Johan menyadari bahwa untuk berhasil, dia harus bermain dengan hati-hati, tetapi juga tidak bisa terlalu mengorbankan prinsipnya.Hari itu, Butra mengundang Johan untuk berbicara di kantornya. “Johan, aku ingin berbicara denganmu tentang kontrak besar yang akan kita ambil. Kita perlu mempersiapkan diri sebaik mungkin. Pesaing kita bukan sembarangan. Mereka memiliki jaringan yang kuat, dan mereka pasti akan menggunakan segala cara untuk memenangkan proyek ini.”Johan mendengarkan dengan seksama, menyadari bahwa ini adalah peluang terbesar yang pernah datang dalam hidupnya. “Apa yang harus saya lakukan, Pak?” tanya Johan, merasa cema

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-27
  • Bangkitnya Johan   Part 8

    Keesokan harinya, Johan tiba di kantor lebih awal dari biasanya. Udara pagi yang sejuk sedikit menenangkan pikirannya, tetapi tekanan besar masih membebani hatinya. Kontrak besar yang sedang ia perjuangkan bersama Butra Wijaya akan segera mencapai titik krusial. Semua mata tertuju padanya, baik dari pihak perusahaan maupun pesaing-pesaing yang ingin menjatuhkannya.Saat Johan masuk ke ruang rapat, dia melihat beberapa eksekutif senior sudah duduk dengan ekspresi serius. Butra Wijaya menatapnya sekilas sebelum memulai pertemuan. “Johan, hari ini kita akan menghadapi presentasi terakhir di depan pemegang keputusan utama. Ini momen penentu,” kata Butra dengan nada tegas.Johan mengangguk mantap. “Saya sudah menyiapkan semuanya, Pak.”Namun, sebelum presentasi dimulai, seorang pria dengan jas mahal memasuki ruangan. Itu adalah Adrian, seorang pengusaha licik yang dikenal memiliki cara-cara kotor dalam mendapatkan proyek. Dia tersenyum tipis ke arah Johan, lalu duduk dengan santai.“Butra,

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-28

บทล่าสุด

  • Bangkitnya Johan   Part 112

    Pertarungan di dalam klub Abyss meledak seperti badai yang tak terbendung. Suara tembakan bercampur dengan dentingan logam, teriakan, dan amukan para petarung bayaran Falken yang kini satu per satu tumbang di hadapan Evelyn dan Darius. Namun di tengah hiruk-pikuk itu, perhatian semua orang tertuju pada satu titik—pertarungan antara Johan dan Vladimir. Johan menghindari ayunan brutal dari palu besar Vladimir, lalu membalas dengan tendangan keras ke arah rusuk. Vladimir terguncang tapi tetap berdiri, tertawa gila. “Ayolah! Tunjukkan kau bukan hanya simbol keadilan bodoh!” Namun tepat sebelum Johan menyerang kembali, suara berdesing terdengar dari atas—dan atap klub tiba-tiba runtuh sebagian. Semua orang berhenti. Debu dan reruntuhan jatuh, dan dari lubang yang terbuka… muncul sosok bertudung gelap, dengan lambang Seekor Serigala Bersayap di punggungnya. Evelyn menegang. “Itu… bukan lambang Falken.” Darius segera menarik pistolnya. “Itu... lambang keluarga Nacht.” Johan tak bergemi

  • Bangkitnya Johan   Part 111

    Malam menjelang di Zeigrad, namun kota itu tidak pernah benar-benar tidur. Lampu-lampu neon berkelap-kelip di distrik hitam, tempat hukum bergantung pada siapa yang memegang lebih banyak peluru. Klub malam Abyss berdiri di tengahnya, mewah dan menjulang, menjadi jantung kehidupan gelap kota. Tepat pukul dua dini hari, sebuah mobil lapis baja berhenti beberapa blok dari klub. Johan melangkah keluar dengan Darius dan Evelyn di belakangnya. Pakaian mereka hitam, menyatu dengan malam, tetapi aura Johan tetap terpancar—dingin, tajam, dan penuh amarah yang terpendam. “Menurut laporan, lantai bawah tanah klub itu dipakai Vladimir sebagai ruang pertemuan dan penyiksaan,” ujar Darius sambil menunjukkan denah digital. Evelyn menambahkan, “Keamanan di dalam dijaga oleh unit elit Falken. Petarung jalanan, tentara bayaran, dan mesin tempur modifikasi.” Johan hanya mengangguk. “Bagus. Aku ingin melihat siapa saja yang cukup bodoh untuk melindungi Vladimir.” Mereka berjalan melewati lorong semp

  • Bangkitnya Johan   Part 110

    Zeigrad, ibu kota Astvaria, adalah kota yang tidak pernah benar-benar tidur. Di balik megahnya gedung-gedung pemerintahan dan cahaya lampu istana malam hari, jaringan kekuasaan dan pengaruh bekerja seperti nadi yang tak terlihat. Di sanalah keluarga-keluarga terkuat—Castello, Falken, Nacht, dan Voss—menanamkan cengkeramannya paling dalam. Namun, sejak kabar tentang kejatuhan keluarga Ludger dan Rangga tersebar secara diam-diam, ketegangan mulai terasa. Terutama bagi keluarga Castello dan Falken, yang selama ini merasa kebal terhadap ancaman. Di salah satu ruang bawah tanah kastil Castello, Lady Selene Castello duduk bersandar, membaca laporan intel dari agen rahasia mereka. “Johan sebentar lagi akan tiba di Zeigrad.” Matanya menyipit. "Jadi anak itu akhirnya menantang kami secara langsung?" Di sisinya, salah satu penasihat keluarga menjawab pelan. “Dan dia tidak datang sendirian. Perusahaannya, Arthura Trade & Co, telah mengirimkan tim penyusup ke distrik perdagangan. Mereka diam

  • Bangkitnya Johan   Part 109

    Zeigrad. Jantung kekuasaan Astvaria. Kota dengan menara perak menjulang dan lorong-lorong kelam yang penuh konspirasi. Saat malam turun, cahaya lampu neon menciptakan siluet tajam di balik kaca-kaca gedung pemerintahan dan markas keluarga bangsawan. Di salah satu distrik kelas atas yang dijaga ketat, Keluarga Castello sedang mengadakan perjamuan. Para pejabat, bangsawan, dan pengusaha asing terlihat tertawa dan bersulang, seolah tidak ada perubahan apa pun di dunia luar. Tapi di bawah tanah, jauh dari hingar-bingar pesta, bayangan mulai bergerak. Salah satu agen Arthura Trade & Co menyusup ke dalam jaringan intel keluarga Falken. Mereka menyampaikan laporan melalui jalur komunikasi rahasia ke Johan yang masih berada di Riefenstadt. “Johan,” suara Evelyn terdengar dari alat komunikasi. “Kita dapat akses. Salah satu penjaga arsip keluarga Falken bersedia bicara. Tapi kita harus segera kirim tim penyusup ke Zeigrad.” Johan menatap peta besar yang terbentang di mejanya. Beberapa titi

  • Bangkitnya Johan   Part 108

    Api dan baja menghujani laut. Gelombang tinggi berubah menjadi merah saat dua armada raksasa saling bertabrakan di Teluk Treius. Kapal-kapal meledak satu per satu, serpihan kayu dan baja beterbangan di udara. Namun di tengah semua itu, dua sosok berdiri tenang di jantung pertempuran: Johan dan Sebastian Ludger. Arthura Prime menabrak sisi kapal utama Ludger, menciptakan gemuruh keras yang mengguncang seluruh dek. Anak buah Johan menyerbu ke kapal lawan lewat jembatan baja yang diturunkan. Johan sendiri melompat lebih dulu. Tubuhnya mendarat tepat di depan Sebastian. Sebastian menarik pedangnya yang bersinar biru, terbuat dari logam laut dalam. “Akhirnya kau datang juga.” Johan memasang sarung tangan perangnya. “Aku tidak suka membuang waktu.” “Begitu juga aku.” Tanpa aba-aba, duel pun dimulai. Pedang Sebastian berputar cepat, memotong angin dan baja. Tapi Johan membaca gerakannya dengan dingin, menangkis dan melawan balik dengan pukulan-pukulan berat yang membuat gelad

  • Bangkitnya Johan   Part 107

    Pagi menyelimuti kota Levantine dengan ketenangan yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Tidak ada lagi suara siaran propaganda dari istana keluarga Levant, tak ada lagi rapat rahasia dengan para pejabat bayangan. Kota itu kini dalam kendali penuh Johan dan pasukannya. Di sebuah ruangan taktis di pusat administrasi, Johan berdiri diam menghadap jendela, memperhatikan matahari yang terbit perlahan. Peta besar Astvaria terhampar di belakangnya, merah pada setiap nama keluarga yang telah tumbang. Evelyn melangkah masuk membawa dokumen. “Auren sudah dipindahkan ke sel isolasi. Pasukan keluarga Levant yang tersisa sudah menyerah. Tak ada perlawanan berarti.” Johan menoleh sedikit. “Penjabat tuan muda?” “Selene Levant,” jawab Evelyn. “Sepupu jauh Gregoire. Latar belakangnya diplomatik, tidak ambisius, dan—sejauh ini—tidak terlibat dalam skema politik jahat keluarga Levant.” Darius ikut menimpali, “Kami juga mengkonfirmasi bahwa jaringan luar negeri Gregoire telah runtuh. Koneksi

  • Bangkitnya Johan   Part 106

    Dari atas menara observasi Kota Levantine, Johan berdiri bersama Evelyn dan Darius, mengamati hiruk pikuk ibu kota politik itu. Meski kota itu tampak tenang, Johan tahu, di balik ketenangan itu tersembunyi kekuatan yang berbahaya—kekuatan Keluarga Levant yang kini dipimpin oleh Auren. Darius menatap ke arah kantor pusat keluarga. “Kita yakin Auren akan muncul?" Johan mengangguk pelan. “Dia bukan seperti Gregoire. Dia lebih licik. Tapi dia pasti sedang menunggu. Mereka yang terlalu percaya pada bayang-bayang, biasanya lupa kalau bayangan bisa ditelan kegelapan.” Evelyn menambahkan dengan dingin, “Kita perlu pukul pusat pengaruh mereka. Bukan hanya fisik. Kita harus potong akar jaringan politik mereka.” Johan menyeringai kecil. “Sudah aku kirim orang ke tiga negara yang pernah tunduk pada Levant. Di Lusitania, Indrasia, dan Hollstein. Mereka akan buka kembali luka yang ditanam keluarga Levant selama ini.” Sementara itu, di kedalaman markas rahasia keluarga Levant, Auren membac

  • Bangkitnya Johan   Part 105

    Malam mulai turun saat Johan tiba di markas intel Arthura yang tersembunyi di sudut kota Drakenfeld. Di sana, Darius telah menunggu bersama Evelyn dan beberapa agen kepercayaannya. "Ini laporan terakhir," ucap Darius sambil menyerahkan dokumen. "Setelah kekalahan keluarga Rangga, hanya tersisa enam keluarga dari 12 Teratas. Tapi ini bukan kemenangan mutlak—mereka yang tersisa jauh lebih kuat… dan lebih berbahaya." Evelyn menyela, "Terutama Keluarga Levant. Mereka tidak bergerak secara terang-terangan, tapi jejak mereka ada di mana-mana—dari parlemen negara tetangga sampai dalam tubuh pemerintahan Astvaria sendiri." Johan membuka berkas itu dan melihat foto lama Gregoire Levant, tuan muda dari keluarga tersebut. Meski pria itu telah tewas di Varestia, bayang-bayang kekuasaan Levant masih terasa. Pasalnya, Gregoire bukan satu-satunya yang berperan. Di balik kematiannya, masih ada para tangan kanan, boneka politik, dan jaringan kekuasaan yang tersebar di berbagai wilayah. "Mereka

  • Bangkitnya Johan   Part 104

    Ruangan itu dipenuhi ketegangan yang tak terlihat, tetapi Johan tetap berdiri dengan tenang di hadapan Tristan Rangga dan Rendra Rangga. Keduanya memimpin keluarga yang terkenal dengan pasukan bayangan dan pengawal elit Astvaria. Tristan akhirnya bersandar di kursinya, menghela napas perlahan sebelum berbicara. "Johan, kau datang untuk memastikan kesetiaan keluargaku, tapi aku ingin tahu satu hal lebih dulu." Johan mengangguk, menunggu pertanyaan yang akan diajukan. Tristan menatap matanya dalam-dalam. "Apa yang akan kau lakukan jika aku menolak tunduk padamu? Jika aku memutuskan bahwa Keluarga Rangga tetap berdiri sendiri, tidak berpihak pada siapa pun?" Johan tersenyum kecil. "Aku tidak meminta kalian tunduk. Aku hanya meminta kalian memilih. Apakah kalian tetap berpegang pada tugas kalian untuk melindungi negara, ataukah kalian akan menjadi bagian dari mereka yang melupakan kewajibannya?" Rendra, yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Kami bukan pengkhianat, Joha

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status