Share

Part 4

last update Last Updated: 2025-02-13 13:58:44

Setelah melalui serangkaian tantangan yang mengguncang, Johan mulai merasa bahwa dia benar-benar berada di jalur yang benar. Proyek besar yang dia kelola berhasil diselesaikan dengan hasil yang memuaskan, meskipun ada beberapa hambatan di sepanjang jalan. Namun, dia tahu bahwa ini hanyalah awal dari perjalanan panjangnya. Kepercayaan Butra terhadap dirinya kini semakin kuat, dan itu membuka banyak kesempatan baru.

Pagi itu, Johan memasuki kantor dengan langkah yang lebih mantap. Namun, saat dia membuka pintu ruang kerjanya, dia terkejut. Butra Wijaya sudah menunggunya di sana, tampak lebih serius daripada biasanya.

"Johan," Butra memulai, suaranya penuh arti. "Kamu telah menunjukkan kemampuan luar biasa dalam proyek terakhir. Aku percaya kamu siap untuk tantangan yang lebih besar."

Johan menatap Butra dengan rasa penasaran. "Apa yang Anda maksud, Pak?"

Butra tersenyum tipis. "Aku ingin kamu menjadi bagian dari tim manajemen senior. Aku ingin kamu mengelola lebih banyak proyek besar, yang melibatkan berbagai divisi dalam perusahaan. Ini kesempatan besar, dan aku yakin kamu bisa melakukannya."

Johan terdiam sejenak. Menjadi bagian dari tim manajemen senior bukanlah hal yang mudah, terutama bagi seseorang seperti dirinya yang masih baru di dunia ini. Namun, ada satu hal yang dia pelajari dalam perjalanan hidupnya: ketika kesempatan datang, dia harus siap menghadapinya, tidak peduli seberapa besar tantangannya.

"Terima kasih, Pak. Saya akan berusaha sebaik mungkin," jawab Johan dengan penuh tekad.

Setelah pertemuan itu, Johan merasa terbesit rasa cemas, namun juga semangat yang menggelora. Ini adalah kesempatan yang bisa mengubah hidupnya—membuka jalan menuju kesuksesan yang lebih besar. Namun, di balik kegembiraan itu, ada tantangan baru yang harus dia hadapi. Menjadi bagian dari tim manajemen berarti dia harus berhadapan dengan orang-orang yang jauh lebih berpengalaman darinya.

Hari-hari berikutnya di kantor menjadi lebih sibuk dan penuh dengan pertemuan yang harus dihadiri Johan. Dia mulai bekerja lebih dekat dengan tim lain, mengawasi proyek-proyek yang lebih besar, dan berusaha memahami lebih dalam lagi tentang bisnis ini. Meskipun rasa cemas masih menghantui dirinya, dia berusaha menghadapinya dengan kepala tegak.

Namun, semakin lama berada di posisi ini, semakin banyak tekanan yang datang. Rekan-rekannya mulai mengamati Johan dengan pandangan yang berbeda. Beberapa dari mereka mulai meragukan kemampuannya, karena mereka merasa bahwa Johan hanya mendapatkan posisi ini karena keberuntungan atau karena kedekatannya dengan Butra Wijaya.

Pada suatu rapat besar, salah seorang anggota tim yang lebih berpengalaman, Satrio, menatap Johan dengan tatapan meremehkan. “Johan, apakah kamu yakin bisa menangani proyek ini? Ini bukan pekerjaan yang bisa diselesaikan hanya dengan semangat. Dibutuhkan pengalaman.”

Johan merasakan darahnya mendidih. Dia tahu bahwa kata-kata Satrio itu hanya upaya untuk menjatuhkannya, untuk membuatnya merasa kecil. Namun, dia tidak ingin terprovokasi. Dia tahu, dalam dunia seperti ini, kesabaran dan ketenangan adalah kunci.

Dengan suara tenang, Johan menjawab, “Saya mengerti, Satrio. Saya baru di sini, tetapi saya akan belajar dari setiap kesempatan. Jika saya salah, saya akan memperbaikinya. Tapi saya yakin, kita semua di sini bekerja untuk tujuan yang sama—kesuksesan perusahaan ini.”

Suasana ruang rapat menjadi hening. Semua orang terdiam, tidak ada yang berani menyanggah atau menyatakan ketidaksetujuan. Johan tahu, meskipun Satrio dan beberapa orang lainnya meragukannya, dia harus menunjukkan bahwa dia bukanlah orang yang mudah terpengaruh.

Namun, saat rapat itu selesai, Butra Wijaya memanggil Johan untuk berbicara secara pribadi.

“Kamu telah menunjukkan sikap yang tepat, Johan. Sabar dan penuh keyakinan. Tapi ingat, ini bukan hanya tentang mempertahankan posisi. Ini tentang membuktikan bahwa kamu pantas ada di sini.”

Johan mengangguk, merasa semakin yakin dengan langkahnya. “Saya akan terus berusaha, Pak. Terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan.”

Hari demi hari, Johan terus melangkah maju. Meskipun banyak yang meragukannya, dia tahu bahwa dia harus terus membuktikan diri—tidak hanya kepada orang lain, tetapi juga kepada dirinya sendiri. Ini bukan hanya tentang pekerjaan atau kesuksesan material. Ini adalah perjalanan panjang untuk membuktikan bahwa dia lebih dari sekadar menantu yang diremehkan, lebih dari sekadar orang yang dipandang sebelah mata.

Dan meskipun jalan yang harus dilalui penuh rintangan, Johan merasa bahwa dia semakin dekat dengan tujuannya. Setiap langkahnya menuju posisi yang lebih tinggi adalah bukti dari kebangkitannya—dan dia tidak akan berhenti sampai dia mencapai puncak.

Hari demi hari, Johan semakin merasa bahwa beban tanggung jawab yang dia pikul semakin berat. Meskipun dia berhasil membuktikan dirinya di depan Butra dan beberapa rekan sejawatnya, tetap saja ada banyak hal yang harus dia hadapi. Tekanan di tempat kerja semakin besar, dan dia tahu, semakin tinggi posisi yang dia raih, semakin besar pula tantangan yang harus dia selesaikan.

Hari itu, Johan mendapat perintah untuk menangani sebuah presentasi besar dengan klien internasional yang sangat penting. Klien tersebut memiliki reputasi tinggi dan tidak segan-segan untuk membatalkan kontrak jika mereka merasa tidak puas dengan hasil yang ditawarkan. Ini bukan hanya tentang reputasi perusahaan, tetapi juga tentang masa depan kariernya.

“Johan, aku tahu ini bukan tugas yang mudah, tapi aku percaya kamu bisa melakukannya,” kata Butra saat menghadapinya di kantor. “Klien ini sangat memperhatikan detail dan kualitas. Pastikan semuanya sempurna.”

Johan mengangguk. “Saya akan pastikan semuanya siap, Pak.”

Selama beberapa hari ke depan, Johan dan timnya bekerja keras untuk menyiapkan presentasi terbaik. Setiap detail diperiksa, setiap angka dihitung ulang, dan setiap keputusan dipertimbangkan dengan cermat. Namun, semakin mendekati hari presentasi, semakin kuat ketegangan yang dirasakan Johan. Rasa cemas mulai menghantuinya. Bagaimana jika dia gagal? Apa yang akan terjadi jika klien tidak puas?

Pada malam sebelum presentasi, Johan pulang dengan perasaan cemas yang semakin memuncak. Nadya melihat wajah suaminya yang tampak lelah dan penuh kecemasan.

“Ada apa, Johan? Kamu terlihat seperti terbebani,” tanya Nadya, menggenggam tangan suaminya.

Johan menghela napas. “Besok adalah presentasi besar. Klien ini sangat penting bagi perusahaan, dan aku merasa kalau aku gagal, semuanya akan berantakan.”

Nadya tersenyum lembut. “Kamu sudah bekerja keras. Aku yakin kamu akan berhasil. Ingat, tidak ada yang bisa meraih kesuksesan tanpa sedikit kegelisahan. Tapi kamu lebih dari mampu, Johan.”

Mendengar kata-kata Nadya, Johan merasa sedikit lebih tenang. Dia tahu bahwa meskipun banyak orang meragukannya, Nadya selalu ada untuk memberikan dukungan yang tak ternilai.

Pagi harinya, Johan berangkat ke kantor dengan perasaan campur aduk. Timnya sudah siap, dan presentasi akan dimulai dalam beberapa jam. Semua persiapan telah dilakukan, dan kini tinggal menunggu hasilnya.

Saat tiba di ruang konferensi, Johan merasakan ketegangan yang jelas di udara. Para eksekutif dan klien internasional duduk di meja besar, menunggu presentasi yang akan menentukan apakah mereka akan melanjutkan kerjasama atau tidak. Johan berdiri di depan layar besar, menatap audiens yang penuh perhatian.

Dia memulai presentasi dengan suara yang tegas, menjelaskan setiap detail dengan percaya diri. Selama beberapa menit pertama, semuanya berjalan dengan lancar. Namun, saat dia masuk ke bagian teknis yang lebih kompleks, salah satu klien tiba-tiba menginterupsi.

“Maaf, Johan, tapi angka-angka yang Anda sebutkan di sini tidak sesuai dengan data yang kami terima sebelumnya. Apa yang terjadi dengan perhitungan ini?” tanya seorang klien dengan nada yang tajam.

Johan merasakan tekanan semakin meningkat. Dia bisa merasakan tatapan tajam dari klien-klien lainnya yang mulai ragu. Namun, dia tidak panik. Dengan tenang, dia menjawab, “Terima kasih atas perhatian Anda. Saya akan segera memeriksa kembali data tersebut dan memberikan penjelasan lebih rinci.”

Johan segera meminta timnya untuk memeriksa ulang data yang dipermasalahkan, dan dalam beberapa menit yang penuh ketegangan, dia menemukan kesalahan kecil dalam perhitungan yang terjadi karena faktor teknis. Setelah memperbaiki angka-angka tersebut, dia kembali melanjutkan presentasi dengan lancar.

Tapi ketegangan yang ada di ruangan itu masih terasa. Para klien tampaknya belum sepenuhnya yakin. Johan menyadari bahwa meskipun dia bisa memperbaiki kesalahan itu, dia harus lebih dari sekadar menyelesaikan masalah—dia harus meyakinkan mereka bahwa dia adalah orang yang tepat untuk bekerja sama dalam jangka panjang.

Dengan tenang, Johan menutup presentasi dengan kalimat yang penuh keyakinan, “Saya percaya bahwa meskipun ada beberapa kendala, kami memiliki solusi yang tidak hanya memenuhi kebutuhan Anda, tetapi juga memberikan nilai lebih dalam kerjasama ini. Kami siap untuk bekerja bersama Anda untuk mencapai hasil terbaik.”

Suasana menjadi hening sejenak, sebelum salah satu klien akhirnya berbicara. “Kami menghargai usaha Anda, Johan. Meskipun ada kekurangan kecil dalam presentasi, kami melihat potensi besar dalam kerjasama ini. Kami akan melanjutkan kontrak dengan perusahaan Anda.”

Johan merasa lega, meskipun rasa cemas dan kelelahan masih membekas. Saat presentasi berakhir, dia kembali ke ruang kerjanya, merasa sedikit lebih tenang, meskipun tahu bahwa tantangan berikutnya pasti akan datang.

Namun, sebelum dia bisa benar-benar merayakan kemenangan kecil ini, Butra Wijaya memanggilnya untuk berbicara.

“Johan, aku ingin mengucapkan selamat atas presentasi yang sukses. Kamu telah menunjukkan bahwa kamu siap untuk tantangan yang lebih besar,” kata Butra dengan bangga. “Tetapi ingat, kesuksesan ini hanya langkah awal. Jangan berhenti di sini.”

Johan mengangguk, merasa semakin termotivasi. “Terima kasih, Pak. Saya akan terus berusaha untuk lebih baik.”

Meskipun baru saja mengatasi tantangan besar, Johan tahu bahwa perjalanan ini masih panjang. Masih ada banyak cobaan yang harus dihadapi, dan masih banyak orang yang meragukannya. Tapi satu hal yang pasti—dia tidak akan berhenti sampai dia mencapai puncak, dan dia akan terus membuktikan bahwa dia lebih dari sekadar menantu yang diremehkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Bangkitnya Johan   Part 5

    Setelah berhasil melewati tantangan besar dengan presentasi yang sukses, Johan merasa bahwa dia semakin dekat dengan tujuannya. Namun, di balik rasa lega yang dia rasakan, dia tahu bahwa ini hanyalah langkah kecil dari perjalanan panjang yang harus dilalui. Dunia bisnis yang dia masuki bukanlah dunia yang mudah. Setiap kemenangan membawa tantangan baru, dan semakin tinggi dia melangkah, semakin besar tekanan yang datang. Hari itu, setelah minggu yang penuh dengan pekerjaan yang menumpuk, Johan menerima undangan dari Butra Wijaya untuk bertemu di luar kantor. Dia merasa ada sesuatu yang penting yang akan dibicarakan. “Johan, duduklah,” kata Butra dengan nada serius saat mereka bertemu di sebuah restoran mewah. “Aku sudah memperhatikan perkembanganmu sejak kamu bergabung dengan perusahaan ini. Kamu sudah menunjukkan banyak potensi, dan aku ingin memberikan kesempatan lebih besar lagi. Tapi aku harus memberitahumu satu hal: dunia ini tidak hanya tentang kemampuan, tetapi juga tentang ba

    Last Updated : 2025-02-13
  • Bangkitnya Johan   Part 6

    Keesokan harinya, Johan merasa seperti ada beban baru yang mengganjal di dadanya. Setelah berbicara dengan Nadya dan mendapat dukungan penuh darinya, dia merasa sedikit lebih ringan, namun pekerjaan dan tantangan yang menanti di luar sana tetap tidak bisa diabaikan. Kontrak besar yang sedang diperebutkan masih berada di ujung mata, dan setiap keputusan yang dia buat akan mempengaruhi nasib karier dan masa depan perusahaan tempat dia bekerja. Hari itu, Johan memutuskan untuk menemui Butra Wijaya lagi. Meskipun dia telah mendapatkan beberapa petunjuk tentang dunia politik perusahaan dari pertemuan mereka sebelumnya, dia merasa masih banyak yang perlu dia pelajari. Butra, sebagai mentor yang sudah berpengalaman, adalah orang yang tepat untuk memberinya wawasan lebih dalam. Di ruang kerja Butra, suasana terasa lebih serius daripada biasanya. Butra duduk di mejanya dengan wajah serius, sementara Johan duduk di hadapannya, menunggu untuk diberikan arahan lebih lanjut. “Johan, aku ingin ka

    Last Updated : 2025-02-13
  • Bangkitnya Johan   Part 7

    Setelah beberapa minggu berlalu, Johan semakin merasakan tekanan yang datang bersama dengan tanggung jawab yang semakin besar. Proyek besar yang sedang dia kerjakan bersama Butra Wijaya menjadi ujian terberat dalam kariernya. Tidak hanya masalah teknis yang harus diselesaikan, tetapi juga politik perusahaan dan hubungan antar rekan kerja yang semakin rumit. Johan menyadari bahwa untuk berhasil, dia harus bermain dengan hati-hati, tetapi juga tidak bisa terlalu mengorbankan prinsipnya.Hari itu, Butra mengundang Johan untuk berbicara di kantornya. “Johan, aku ingin berbicara denganmu tentang kontrak besar yang akan kita ambil. Kita perlu mempersiapkan diri sebaik mungkin. Pesaing kita bukan sembarangan. Mereka memiliki jaringan yang kuat, dan mereka pasti akan menggunakan segala cara untuk memenangkan proyek ini.”Johan mendengarkan dengan seksama, menyadari bahwa ini adalah peluang terbesar yang pernah datang dalam hidupnya. “Apa yang harus saya lakukan, Pak?” tanya Johan, merasa cema

    Last Updated : 2025-02-27
  • Bangkitnya Johan   Part 8

    Keesokan harinya, Johan tiba di kantor lebih awal dari biasanya. Udara pagi yang sejuk sedikit menenangkan pikirannya, tetapi tekanan besar masih membebani hatinya. Kontrak besar yang sedang ia perjuangkan bersama Butra Wijaya akan segera mencapai titik krusial. Semua mata tertuju padanya, baik dari pihak perusahaan maupun pesaing-pesaing yang ingin menjatuhkannya.Saat Johan masuk ke ruang rapat, dia melihat beberapa eksekutif senior sudah duduk dengan ekspresi serius. Butra Wijaya menatapnya sekilas sebelum memulai pertemuan. “Johan, hari ini kita akan menghadapi presentasi terakhir di depan pemegang keputusan utama. Ini momen penentu,” kata Butra dengan nada tegas.Johan mengangguk mantap. “Saya sudah menyiapkan semuanya, Pak.”Namun, sebelum presentasi dimulai, seorang pria dengan jas mahal memasuki ruangan. Itu adalah Adrian, seorang pengusaha licik yang dikenal memiliki cara-cara kotor dalam mendapatkan proyek. Dia tersenyum tipis ke arah Johan, lalu duduk dengan santai.“Butra,

    Last Updated : 2025-02-28
  • Bangkitnya Johan   Part 9

    Johan dan Nadya berjalan tanpa tujuan setelah meninggalkan rumah keluarga Hartono. Hawa malam terasa dingin, namun tidak lebih menusuk daripada tatapan penuh penghinaan yang mereka terima tadi. “Apa yang akan kita lakukan sekarang, Johan?” tanya Nadya dengan suara lirih. Johan menggenggam tangan istrinya erat. “Kita mulai dari awal. Aku akan membuktikan bahwa kita tidak butuh mereka untuk bertahan.” Mereka akhirnya menemukan sebuah penginapan kecil di pinggiran kota. Tempat itu jauh dari kemewahan rumah keluarga Hartono, tetapi setidaknya memberi mereka tempat untuk berlindung sementara. Kesempatan Baru Keesokan harinya, Johan kembali menemui Butra Wijaya. Setelah insiden dengan keluarga Hartono, dia sadar bahwa satu-satunya jalan untuk maju adalah dengan membangun kariernya sendiri tanpa campur tangan siapa pun. Saat Johan tiba di kantor Butra, pria paruh baya itu sudah menunggunya dengan ekspresi serius. “Kudengar kau akhirnya meninggalkan rumah keluarga Hartono,” kata Butra

    Last Updated : 2025-02-28
  • Bangkitnya Johan   Part 10

    Johan bangun dengan tubuh yang masih terasa sakit akibat serangan semalam. Namun, dia tidak punya waktu untuk mengeluh. Ini bukan pertama kalinya dia diperlakukan seperti ini, dan dia yakin bukan yang terakhir. Nadya duduk di sampingnya, mengompres wajahnya yang bengkak dengan kain basah. “Johan, siapa yang melakukan ini padamu?” tanyanya khawatir. Johan menggenggam tangan istrinya. “Seseorang ingin memperingatkanku, tapi aku tidak akan mundur.” Kembali ke Kantor Meski tubuhnya masih terasa nyeri, Johan tetap datang ke kantor. Dia tidak ingin terlihat lemah di depan orang-orang yang berharap dia gagal. Saat dia masuk, Dika menatapnya dengan senyum mengejek. “Kau terlihat berantakan, Johan. Jangan-jangan, ada yang tidak senang denganmu?” Johan tidak menggubrisnya. Dia langsung menuju ruangannya dan mulai bekerja. Tak lama kemudian, Butra Wijaya memanggilnya. “Johan, proyek ekspansi kita menghadapi masalah. Salah satu mitra utama tiba-tiba menarik diri.” Johan mengernyit. “Apaka

    Last Updated : 2025-02-28
  • Bangkitnya Johan   Part 11

    Setelah berhasil menyingkirkan Dika, Johan tahu bahwa pertempuran belum berakhir. Justru, ini baru permulaan. Ia sadar bahwa masih ada pihak-pihak yang ingin menjatuhkannya. Sebuah Undangan Misterius Pagi itu, Johan menerima sebuah undangan makan malam dari seseorang yang tak dikenal. Isinya singkat: "Datanglah ke Restoran Bintang Lima, pukul 20.00. Kita perlu berbicara." Johan memandangi undangan itu dengan curiga. Namun, nalurinya mengatakan bahwa ini bukan jebakan biasa. Saat malam tiba, ia tiba di restoran tersebut dengan hati-hati. Saat masuk, ia melihat seorang pria tua dengan pakaian elegan menunggunya di meja VIP. Johan mengenali pria itu. Dia adalah Tuan Arman, salah satu pengusaha berpengaruh di kota ini. “Silakan duduk, Johan,” kata Arman dengan senyum kecil. Johan tetap waspada. “Apa tujuan Anda mengundang saya?” Arman tertawa kecil. “Langsung ke inti, ya? Bagus. Aku mengundangmu karena aku melihat potensimu. Kau berhasil menyingkirkan Dika, dan itu mengesankan.”

    Last Updated : 2025-02-28
  • Bangkitnya Johan   Part 12

    Setelah menerima proyek besar dari Butra Wijaya, Johan menyadari bahwa ini bukan hanya sekadar tugas biasa. Ini adalah kesempatan sekaligus ujian. Jika ia berhasil, maka tidak ada lagi yang bisa meremehkannya. Strategi Johan Johan menghabiskan malamnya membaca dokumen proyek dengan teliti. Ini adalah kerja sama dengan perusahaan asing yang memiliki standar tinggi. Ia tahu, jika ia melakukan satu kesalahan saja, semuanya bisa berantakan. Keesokan harinya, ia langsung membentuk tim kecil yang terdiri dari beberapa karyawan terbaik di perusahaan. Ia memilih orang-orang yang selama ini diremehkan, seperti dirinya. “Mulai hari ini, kita akan membuktikan bahwa kita lebih dari sekadar bayangan di perusahaan ini,” kata Johan dengan penuh semangat. Timnya mengangguk. Mereka tahu Johan bukan orang biasa, dan mereka bersedia bertaruh pada kepemimpinannya. Rintangan di Tengah Jalan Namun, tidak semua orang senang dengan kemajuan Johan. Satrio, adik Nadya, yang juga bekerja di perusahaan te

    Last Updated : 2025-02-28

Latest chapter

  • Bangkitnya Johan   Part 88

    Kubah energi di tengah kota Granz terus berkedip, menciptakan riak gelombang yang menyelimuti sebagian besar wilayah inti kota. Kilatan cahaya biru yang menguar dari struktur itu menunjukkan bahwa ini bukan sekadar penghalang biasa. Evelyn mengamati dari kejauhan dengan ekspresi tegang. "Kau mengenali ini, Darius?" Darius mengangguk, rahangnya mengeras. "Ini bukan sembarang teknologi pertahanan. Ini adalah Kubah Omega—sistem perlindungan tingkat tinggi yang dikembangkan Wilhelm. Biasanya hanya digunakan untuk melindungi fasilitas militer paling penting atau… sesuatu yang sangat berbahaya." Johan masih berdiri di dekat Frederick Wilhelm yang terbaring lemah di tanah. Matanya menatap lurus ke arah kota, menilai situasi dengan tenang. Frederick tertawa kecil meski kesakitan. "Apa kau tahu, Johan… dari semua keluarga yang ingin menyingkirkanmu, Wilhelm-lah yang membencimu sejak awal." Johan menoleh ke arahnya, ekspresinya tetap dingin. "Dan kenapa begitu?" Frederick menyeringai, dar

  • Bangkitnya Johan   Part 87

    BZZZT! Dengungan listrik memenuhi udara saat robot-robot tempur Wilhelm mulai bergerak. Mata merah mereka bersinar ganas, menargetkan Johan dan pasukannya dengan senjata otomatis yang terpasang di lengan mereka. Klik! Klik! Klik! Laras senjata mereka berputar cepat, mengeluarkan suara ancaman. Dor! Dor! Dor! Dalam sekejap, hujan peluru ditembakkan dari berbagai arah. Peluru-peluru itu meluncur dengan kecepatan tinggi, menerjang ke arah Johan dan pasukannya. Evelyn dan Darius langsung berlindung di balik reruntuhan dermaga. Anak buah Johan bergerak cepat mencari tempat berlindung, sementara beberapa orang yang kurang beruntung terkena tembakan dan tumbang di tempat. Namun, di tengah hujan peluru itu, Johan tidak bergerak sedikit pun. Ia berdiri tegap, matanya menatap lurus ke depan. Frederick Wilhelm menyeringai. "Kali ini, kau tidak bisa sekadar mengandalkan kecepatanmu, Johan." Tapi senyuman Frederick langsung pudar ketika melihat sesuatu yang aneh. Swish! Swish! Johan ha

  • Bangkitnya Johan   Part 86

    Kapal patroli Wilhelm yang tersisa berusaha mundur dengan kecepatan penuh, tetapi Johan tidak memberi mereka kesempatan. Darius mengendalikan kapal dengan lincah, menyalip satu kapal musuh yang berusaha kabur. "Kalau mereka berhasil melapor ke Granz, kita akan berhadapan dengan lebih banyak pasukan!" Evelyn tidak membuang waktu. Dengan sniper di tangannya, ia mengamati kapal musuh dan memilih target dengan cepat. Dor! Peluru menembus kepala kapten kapal musuh, menyebabkan kapal itu kehilangan kendali dan meluncur ke arah bebatuan di tepi laut. Brak! Kapal itu hancur, sementara para kru berteriak panik sebelum terjun ke laut. Johan, yang masih berada di atas kapal patroli pertama yang telah ia kuasai, mengangkat pedangnya dan menunjuk ke kapal terakhir yang masih tersisa. "Habisi mereka," ujarnya dingin. Anak buahnya yang berada di kapal mereka sendiri segera mengangkat senjata dan menembak tanpa ampun. —BOOM! Ledakan terjadi di kapal terakhir Wilhelm, api membumbung tinggi. Da

  • Bangkitnya Johan   Part 85

    Angin dingin menerpa wajah Johan saat ia berdiri di dek kapal, menatap cakrawala yang perlahan menampakkan kota Granz, tempat Keluarga Wilhelm berkuasa. Kota itu besar, dengan pelabuhan yang selalu sibuk, menandakan perannya sebagai salah satu pusat perdagangan terbesar di Astvaria. Namun, di balik gemerlapnya, Johan tahu ada kegelapan yang bersembunyi. Darius mendekat dengan ekspresi serius. "Kita hampir sampai. Informasi dari tim bayangan mengatakan bahwa Wilhelm telah memperketat keamanan sejak kita mengambil alih Varestia. Mereka pasti tahu kita datang." Evelyn menyesap tehnya dengan tenang. "Mereka bisa memperketat keamanan sesuka mereka. Pada akhirnya, itu hanya akan menunda yang tak terhindarkan." Johan hanya tersenyum tipis. "Mereka boleh bersiap. Tapi mereka tidak akan bisa menghindari kehancuran jika mereka telah menyimpang terlalu jauh." Di sisi lain kota, di dalam sebuah vila mewah, Erich Wilhelm, kepala Keluarga Wilhelm, menatap laporan dari anak buahnya dengan ekspre

  • Bangkitnya Johan   Part 84

    Langit malam di Varestia yang seharusnya tenang mendadak diwarnai letusan senjata dan suara bentrokan senjata tajam. Johan dan timnya baru saja bersiap meninggalkan kota ketika serangan mendadak terjadi. Dari atap-atap bangunan dan gang-gang sempit, sosok-sosok berpakaian hitam muncul, mengepung mereka dalam diam. Evelyn, yang berjalan di samping Johan, langsung merasakan keanehan. "Kita disergap," bisiknya tajam. Johan mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada pasukannya untuk tetap tenang. Matanya menyapu ke sekeliling, memperhatikan musuh yang muncul satu per satu dari kegelapan. Kemudian, langkah-langkah berat terdengar mendekat. Dari bayangan, seorang pria berambut panjang keperakan dengan jubah hitam mewah berjalan dengan angkuh. Di belakangnya, puluhan prajurit berpakaian serupa berbaris rapi. Pria itu menatap Johan dengan ekspresi mencemooh. "Johan… sudah lama sekali," katanya dengan nada rendah yang sarat kebencian. Johan mengenali suara itu seketika. Matanya menyipit

  • Bangkitnya Johan   Part 83

    Malam telah larut ketika kapal Johan merapat di sebuah dermaga rahasia di luar kota Varestia. Sejumlah pria bersenjata sudah menunggu di sana—mereka adalah anak buah Johan yang telah lebih dulu menyusup ke dalam jaringan bisnis Keluarga Moreau. Seorang pria berpakaian gelap mendekat dan memberi hormat kepada Johan. “Tuan, kami sudah menyiapkan semuanya. Moreau tidak punya tempat untuk lari.” Johan mengangguk pelan. “Bagaimana dengan aset mereka?” Pria itu tersenyum tipis. “Sudah berada di bawah kendali kita. Senjata, jalur distribusi, dan sebagian besar pasukan bayaran mereka sekarang bekerja untuk kita atau telah dimusnahkan.” Darius bersiul kagum. “Kau benar-benar tidak memberi mereka kesempatan bernapas.” Johan menatap kota yang mulai sunyi dari atas bukit kecil dekat pelabuhan. “Moreau telah menghancurkan terlalu banyak orang. Mereka memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentingan mereka sendiri. Kita bukan hanya mengambil alih aset mereka, kita membersihkan sampah yang men

  • Bangkitnya Johan   Part 82

    Malam di pantai Varestia semakin kelam. Ombak menghantam batuan di sepanjang pesisir, seakan menggema ketegangan yang melingkupi medan pertempuran. Di kejauhan, Johan dan Lucien masih bertarung sengit, kilatan senjata mereka beradu di bawah cahaya bulan. Sementara itu, Evelyn dan Darius berdiri di dekat kapal kecil, napas mereka masih memburu setelah pertempuran sebelumnya. Tubuh Gregoire tergeletak tak bernyawa di pasir, darahnya terserap oleh tanah yang dingin. Peluru yang menembus dadanya telah mengakhiri permainan politiknya lebih cepat dari yang diharapkan. Evelyn menatap tubuh Gregoire dengan tatapan kosong, tetapi hanya sebentar. Kini, fokusnya tertuju pada Johan yang masih bertarung dengan Lucien, pemimpin pasukan elite musuh yang terkenal kejam dan tak kenal ampun. Lucien melompat mundur, mengangkat pedangnya dengan kedua tangan. “Johan, kau selalu jadi batu sandungan. Tapi malam ini, semuanya akan berakhir!” Johan hanya tersenyum kecil. “Kau sudah mengatakannya berkali-k

  • Bangkitnya Johan   Part 81

    Gregoire menghela napas panjang sebelum akhirnya mulai berbicara. Matanya menatap laut yang bergelombang, seakan mencari ketenangan sebelum mengungkap rahasia besar yang ia simpan. "Kesepakatan Akhir... bukan hanya tentang perdagangan atau aliansi. Ini tentang mengubah keseimbangan dunia." Evelyn menyipitkan mata. "Jelaskan." Gregoire menatapnya sejenak sebelum melanjutkan. "Keluarga Moreau dan sekutu mereka tidak hanya ingin memperkuat posisi mereka di dunia perdagangan dan politik. Mereka ingin menggulingkan enam keluarga kuno dan mengambil alih seluruh tatanan lama." Johan yang sejak tadi diam akhirnya bersuara. "Mereka sudah terlalu berani." Gregoire tersenyum sinis. "Mereka tidak sekadar berani. Mereka sudah siap." Darius melangkah maju. "Apa maksudmu?" Gregoire menatap mereka satu per satu, lalu berkata dengan nada berat, "Mereka telah mengumpulkan pasukan bayangan selama bertahun-tahun. Orang-orang yang bahkan keluarga kuno pun tidak sadari keberadaannya. Pembunuh, tenta

  • Bangkitnya Johan   Part 80

    Malam masih pekat ketika Johan berdiri di atas bukit, mengamati pergerakan pasukan lawan di bawahnya. Angin dingin bertiup kencang, membuat jubahnya berkibar. Dari kejauhan, Evelyn dan Darius sudah berhasil membawa Gregoire menuju pantai. Namun, Johan masih punya urusan yang harus diselesaikan. Di bawah sana, sisa pasukan musuh, termasuk para petarung terbaik dari Keluarga Moreau, bersiap mengejarnya. Beberapa dari mereka adalah veteran pertempuran, tetapi wajah mereka menunjukkan sedikit ketakutan. Mereka tahu siapa yang mereka hadapi. Johan tersenyum tipis. "Sudah lama sejak aku terakhir kali benar-benar bertarung... Mari kita lihat apakah kalian bisa bertahan lebih dari sepuluh menit." Seorang pria besar bertubuh kekar maju dari barisan musuh. Armor hitamnya berkilat di bawah cahaya bulan. Gerard Moreau, salah satu petarung terkuat di keluarganya, menatap Johan dengan ekspresi serius. "Johan... Kau mungkin kuat, tapi kau sendirian. Kami ada puluhan di sini. Serahkan dirimu, da

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status