Malam telah larut ketika kapal Johan merapat di sebuah dermaga rahasia di luar kota Varestia. Sejumlah pria bersenjata sudah menunggu di sana—mereka adalah anak buah Johan yang telah lebih dulu menyusup ke dalam jaringan bisnis Keluarga Moreau. Seorang pria berpakaian gelap mendekat dan memberi hormat kepada Johan. “Tuan, kami sudah menyiapkan semuanya. Moreau tidak punya tempat untuk lari.” Johan mengangguk pelan. “Bagaimana dengan aset mereka?” Pria itu tersenyum tipis. “Sudah berada di bawah kendali kita. Senjata, jalur distribusi, dan sebagian besar pasukan bayaran mereka sekarang bekerja untuk kita atau telah dimusnahkan.” Darius bersiul kagum. “Kau benar-benar tidak memberi mereka kesempatan bernapas.” Johan menatap kota yang mulai sunyi dari atas bukit kecil dekat pelabuhan. “Moreau telah menghancurkan terlalu banyak orang. Mereka memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentingan mereka sendiri. Kita bukan hanya mengambil alih aset mereka, kita membersihkan sampah yang men
Langit malam di Varestia yang seharusnya tenang mendadak diwarnai letusan senjata dan suara bentrokan senjata tajam. Johan dan timnya baru saja bersiap meninggalkan kota ketika serangan mendadak terjadi. Dari atap-atap bangunan dan gang-gang sempit, sosok-sosok berpakaian hitam muncul, mengepung mereka dalam diam. Evelyn, yang berjalan di samping Johan, langsung merasakan keanehan. "Kita disergap," bisiknya tajam. Johan mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada pasukannya untuk tetap tenang. Matanya menyapu ke sekeliling, memperhatikan musuh yang muncul satu per satu dari kegelapan. Kemudian, langkah-langkah berat terdengar mendekat. Dari bayangan, seorang pria berambut panjang keperakan dengan jubah hitam mewah berjalan dengan angkuh. Di belakangnya, puluhan prajurit berpakaian serupa berbaris rapi. Pria itu menatap Johan dengan ekspresi mencemooh. "Johan… sudah lama sekali," katanya dengan nada rendah yang sarat kebencian. Johan mengenali suara itu seketika. Matanya menyipit
Angin dingin menerpa wajah Johan saat ia berdiri di dek kapal, menatap cakrawala yang perlahan menampakkan kota Granz, tempat Keluarga Wilhelm berkuasa. Kota itu besar, dengan pelabuhan yang selalu sibuk, menandakan perannya sebagai salah satu pusat perdagangan terbesar di Astvaria. Namun, di balik gemerlapnya, Johan tahu ada kegelapan yang bersembunyi. Darius mendekat dengan ekspresi serius. "Kita hampir sampai. Informasi dari tim bayangan mengatakan bahwa Wilhelm telah memperketat keamanan sejak kita mengambil alih Varestia. Mereka pasti tahu kita datang." Evelyn menyesap tehnya dengan tenang. "Mereka bisa memperketat keamanan sesuka mereka. Pada akhirnya, itu hanya akan menunda yang tak terhindarkan." Johan hanya tersenyum tipis. "Mereka boleh bersiap. Tapi mereka tidak akan bisa menghindari kehancuran jika mereka telah menyimpang terlalu jauh." Di sisi lain kota, di dalam sebuah vila mewah, Erich Wilhelm, kepala Keluarga Wilhelm, menatap laporan dari anak buahnya dengan ekspre
Kapal patroli Wilhelm yang tersisa berusaha mundur dengan kecepatan penuh, tetapi Johan tidak memberi mereka kesempatan. Darius mengendalikan kapal dengan lincah, menyalip satu kapal musuh yang berusaha kabur. "Kalau mereka berhasil melapor ke Granz, kita akan berhadapan dengan lebih banyak pasukan!" Evelyn tidak membuang waktu. Dengan sniper di tangannya, ia mengamati kapal musuh dan memilih target dengan cepat. Dor! Peluru menembus kepala kapten kapal musuh, menyebabkan kapal itu kehilangan kendali dan meluncur ke arah bebatuan di tepi laut. Brak! Kapal itu hancur, sementara para kru berteriak panik sebelum terjun ke laut. Johan, yang masih berada di atas kapal patroli pertama yang telah ia kuasai, mengangkat pedangnya dan menunjuk ke kapal terakhir yang masih tersisa. "Habisi mereka," ujarnya dingin. Anak buahnya yang berada di kapal mereka sendiri segera mengangkat senjata dan menembak tanpa ampun. —BOOM! Ledakan terjadi di kapal terakhir Wilhelm, api membumbung tinggi. Da
BZZZT! Dengungan listrik memenuhi udara saat robot-robot tempur Wilhelm mulai bergerak. Mata merah mereka bersinar ganas, menargetkan Johan dan pasukannya dengan senjata otomatis yang terpasang di lengan mereka. Klik! Klik! Klik! Laras senjata mereka berputar cepat, mengeluarkan suara ancaman. Dor! Dor! Dor! Dalam sekejap, hujan peluru ditembakkan dari berbagai arah. Peluru-peluru itu meluncur dengan kecepatan tinggi, menerjang ke arah Johan dan pasukannya. Evelyn dan Darius langsung berlindung di balik reruntuhan dermaga. Anak buah Johan bergerak cepat mencari tempat berlindung, sementara beberapa orang yang kurang beruntung terkena tembakan dan tumbang di tempat. Namun, di tengah hujan peluru itu, Johan tidak bergerak sedikit pun. Ia berdiri tegap, matanya menatap lurus ke depan. Frederick Wilhelm menyeringai. "Kali ini, kau tidak bisa sekadar mengandalkan kecepatanmu, Johan." Tapi senyuman Frederick langsung pudar ketika melihat sesuatu yang aneh. Swish! Swish! Johan ha
Kubah energi di tengah kota Granz terus berkedip, menciptakan riak gelombang yang menyelimuti sebagian besar wilayah inti kota. Kilatan cahaya biru yang menguar dari struktur itu menunjukkan bahwa ini bukan sekadar penghalang biasa. Evelyn mengamati dari kejauhan dengan ekspresi tegang. "Kau mengenali ini, Darius?" Darius mengangguk, rahangnya mengeras. "Ini bukan sembarang teknologi pertahanan. Ini adalah Kubah Omega—sistem perlindungan tingkat tinggi yang dikembangkan Wilhelm. Biasanya hanya digunakan untuk melindungi fasilitas militer paling penting atau… sesuatu yang sangat berbahaya." Johan masih berdiri di dekat Frederick Wilhelm yang terbaring lemah di tanah. Matanya menatap lurus ke arah kota, menilai situasi dengan tenang. Frederick tertawa kecil meski kesakitan. "Apa kau tahu, Johan… dari semua keluarga yang ingin menyingkirkanmu, Wilhelm-lah yang membencimu sejak awal." Johan menoleh ke arahnya, ekspresinya tetap dingin. "Dan kenapa begitu?" Frederick menyeringai, dar
Frederick Wilhelm terengah-engah, tubuhnya masih bergetar setelah melihat bagaimana Johan merobohkan Kriegsturm dalam waktu kurang dari satu menit. Mecha kebanggaan keluarga Wilhelm, hancur begitu saja. Sementara itu, Johan berdiri di hadapannya dengan tatapan dingin. Pilihannya jelas: hidup atau mati. Evelyn dan Darius berdiri di belakang Johan, mengamati situasi dengan waspada. Para pasukan Wilhelm yang masih hidup di sekitar mereka pun mulai goyah. Beberapa sudah menjatuhkan senjata mereka. Frederick menggertakkan giginya. "Kau pikir aku akan menyerah begitu saja, Johan?" Johan tidak menjawab. Ia hanya menatap Frederick dengan ekspresi yang sulit ditebak. Frederick tertawa miris. "Kau memang monster… Aku bisa mengerti kenapa keluargamu sendiri ingin menyingkirkanmu." Mata Johan sedikit menyipit. Namun, ia tetap diam, menunggu jawaban. Frederick melirik ke arah reruntuha
Malam di Kota Granz tak lagi tenang. Johan dan pasukannya tidak bisa langsung bergerak ke kota lain sebelum memastikan bahwa Granz benar-benar bersih dari sisa-sisa perlawanan Keluarga Wilhelm. Di dalam markas Wilhelm yang kini telah menjadi pusat operasi, Frederick Wilhelm duduk dengan ekspresi serius. Ia telah bersumpah setia kepada Johan setelah kekalahan keluarganya, tapi ia tahu tidak semua orang di bawah Wilhelm akan melakukan hal yang sama. Evelyn memasuki ruangan dengan langkah cepat. "Johan, laporan dari intelijen kita. Masih ada tiga kelompok militan yang aktif di dalam kota. Mereka terdiri dari mantan loyalis Wilhelm yang menolak tunduk dan beberapa pedagang yang ingin mempertahankan kepentingan mereka." Johan mengambil laporan itu dan membacanya sekilas. "Di mana mereka?" Darius, yang berdiri di dekat jendela, menjawab. "Yang pertama bersembunyi di distrik industri. Mereka mengendalikan sebagian jalur distri
Hari itu, Eisenwald menjadi pusat perhatian seluruh Astvaria. Bursa saham yang biasanya stabil kini bergejolak liar. Para investor panik setelah membaca berita tentang kemungkinan krisis finansial yang mengancam perusahaan-perusahaan di bawah kendali Keluarga Albrecht. Di dalam gedung megah Albrecht Financial Group, Leon Albrecht berdiri di depan jendela kantornya yang luas. Matanya menatap ke kejauhan, namun pikirannya penuh dengan kemarahan. "Siapa yang berani mengguncang pasarku seperti ini?" suaranya terdengar dingin. Asisten pribadinya, Friedrich Hahn, melangkah masuk dengan wajah serius. "Tuan Muda, kami telah melacak sumber pergerakan saham yang tidak biasa ini. Tampaknya beberapa investor besar mulai menarik dana mereka secara tiba-tiba." Leon berbalik, matanya menyala dengan kemarahan yang tertahan. "Investor mana saja?" Friedrich membuka tablet di tangannya dan membacakan lapora
Velmoria kini berada dalam kendali Johan. Keluarga Hohenberg telah tumbang, meninggalkan kekosongan kekuasaan yang langsung diisi oleh Arthura Trade & Co. Dengan jatuhnya keluarga ini, pengaruh jahat mereka dalam politik dan ekonomi mulai terkikis. Namun, Johan belum selesai. Di dalam sebuah ruang pertemuan rahasia di bekas markas Hohenberg, Johan berdiri di depan sebuah peta besar Astvaria yang penuh dengan tanda dan catatan. Evelyn, Darius, dan beberapa orang kepercayaannya duduk di sekeliling meja. "Hohenberg sudah lenyap," Evelyn membuka pembicaraan. "Siapa target kita berikutnya?" Johan menatap ke arah barat, kota Eisenwald, tempat markas Keluarga Albrecht. "Albrecht," ujar Johan dengan nada datar namun penuh makna. Darius bersiul pelan. "Jadi, kita akan menargetkan sumber keuangan mereka?" Evelyn menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Mereka bukan pejuang seperti Wilhelm a
Udara malam di Velmoria masih terasa tegang setelah pertempuran singkat di dalam markas Hohenberg. Johan, Evelyn, dan Darius bergerak cepat melalui gang-gang gelap, menghindari patroli yang mulai menyebar ke seluruh kota. "Dimana titik pertemuan?" tanya Evelyn sambil tetap waspada. "Di distrik industri," jawab Darius. "Rangga dan anak buahnya sudah menunggu di sana." Johan tetap diam, matanya tajam mengamati setiap sudut jalan. Ia tahu pertempuran ini belum selesai. Pemburuan Dimulai Tak lama kemudian, sirene berbunyi di seluruh Velmoria. Hohenberg telah menyadari bahwa ada penyusup, dan mereka tidak akan membiarkan Johan serta timnya pergi begitu saja. "Darius, seberapa penting informasi yang kita ambil?" tanya Johan sambil tetap berjalan. Darius tersenyum sinis. "Cukup untuk menjatuhkan beberapa cabang bisnis Hohenberg dan mengungkap operasi kotor mereka di Astvaria."
Kabut tipis menyelimuti kota Velmoria saat fajar mulai menyingsing. Kota ini adalah pusat informasi dan mata-mata Astvaria, dipenuhi oleh agen rahasia, tentara bayaran, dan para penguasa bayangan yang setia pada Keluarga Hohenberg. Jika ada satu tempat di mana informasi bisa menjadi senjata mematikan, itu adalah di sini. Johan dan timnya sudah memasuki kota dengan cara yang paling aman—melalui jaringan bawah tanah. Sejak beberapa waktu lalu, anak buahnya telah menyusup ke dalam Velmoria, mempersiapkan jalur aman dan mengamati pergerakan musuh. Darius membuka sebuah peta kecil dan menunjukkannya pada Johan. "Kita punya beberapa tempat yang bisa kita gunakan sebagai titik aman. Tapi ingat, Hohenberg punya mata-mata di mana-mana. Kita harus bergerak dengan sangat hati-hati." Johan mengangguk. "Target pertama kita adalah pusat intelijen mereka. Jika kita bisa melumpuhkan sistem komunikasi mereka, kita bisa mengendalikan informasi di kota i
Johan berdiri di atas balkon gedung utama di Granz, menatap ke arah cakrawala yang jauh. Kota Velmoria yang dikuasai Keluarga Hohenberg sudah mulai mengalami guncangan akibat serangkaian sabotase yang diperintahkan olehnya. Tapi ini baru awal. Darius berjalan mendekat, berdiri di sampingnya. "Johan, aku sudah lama ingin bertanya," katanya, suaranya serius. "Kenapa kau begitu gigih ingin menghancurkan kejahatan dalam 12 Keluarga Teratas dan juga 6 Keluarga Kuno?" Johan tetap diam beberapa saat, lalu berbicara tanpa menoleh. "Karena mereka adalah akar dari kegelapan di Astvaria." Darius mengerutkan dahi. "Apa maksudmu?" Johan menutup matanya sejenak, mengingat masa lalu yang tidak pernah bisa ia lupakan. Luka Lama dan Pengkhianatan Dulu, Astvaria adalah negara yang lebih kuat dan bersatu, tetapi kekuatan itu hanya bertahan di permukaan. Di balik layar, 12 Keluarga Teratas da
Granz telah jatuh ke tangan Johan dan sekutunya. Keluarga Wilhelm telah kehilangan pengaruh mereka, dan sisa-sisa loyalis mereka tersebar tanpa arah. Namun, pekerjaan Johan belum selesai. Malam itu, Johan berdiri di balai kota Granz, tempat para pemimpin dan komandan Wilhelm yang tersisa dikumpulkan. Mereka semua berlutut di lantai, tangan terikat, wajah mereka penuh ketakutan. Di sisi lain ruangan, Frederick Wilhelm duduk tenang, menatap mereka dengan ekspresi kosong. Ini adalah keluarganya sendiri—orang-orang yang pernah mendukungnya sebelum akhirnya mengkhianatinya. Sidang Singkat, Hukuman Cepat Johan melangkah maju, menatap para tahanan dengan dingin. "Aku tidak akan membuang waktu kalian," katanya. "Granz kini ada di bawah kendaliku. Dan kalian semua memiliki dua pilihan." Ruangan sunyi. Para tahanan menahan napas. "Pilihan pertama," Johan melanjutkan, "adalah bergabu
Malam di Kota Granz tak lagi tenang. Johan dan pasukannya tidak bisa langsung bergerak ke kota lain sebelum memastikan bahwa Granz benar-benar bersih dari sisa-sisa perlawanan Keluarga Wilhelm. Di dalam markas Wilhelm yang kini telah menjadi pusat operasi, Frederick Wilhelm duduk dengan ekspresi serius. Ia telah bersumpah setia kepada Johan setelah kekalahan keluarganya, tapi ia tahu tidak semua orang di bawah Wilhelm akan melakukan hal yang sama. Evelyn memasuki ruangan dengan langkah cepat. "Johan, laporan dari intelijen kita. Masih ada tiga kelompok militan yang aktif di dalam kota. Mereka terdiri dari mantan loyalis Wilhelm yang menolak tunduk dan beberapa pedagang yang ingin mempertahankan kepentingan mereka." Johan mengambil laporan itu dan membacanya sekilas. "Di mana mereka?" Darius, yang berdiri di dekat jendela, menjawab. "Yang pertama bersembunyi di distrik industri. Mereka mengendalikan sebagian jalur distri
Frederick Wilhelm terengah-engah, tubuhnya masih bergetar setelah melihat bagaimana Johan merobohkan Kriegsturm dalam waktu kurang dari satu menit. Mecha kebanggaan keluarga Wilhelm, hancur begitu saja. Sementara itu, Johan berdiri di hadapannya dengan tatapan dingin. Pilihannya jelas: hidup atau mati. Evelyn dan Darius berdiri di belakang Johan, mengamati situasi dengan waspada. Para pasukan Wilhelm yang masih hidup di sekitar mereka pun mulai goyah. Beberapa sudah menjatuhkan senjata mereka. Frederick menggertakkan giginya. "Kau pikir aku akan menyerah begitu saja, Johan?" Johan tidak menjawab. Ia hanya menatap Frederick dengan ekspresi yang sulit ditebak. Frederick tertawa miris. "Kau memang monster… Aku bisa mengerti kenapa keluargamu sendiri ingin menyingkirkanmu." Mata Johan sedikit menyipit. Namun, ia tetap diam, menunggu jawaban. Frederick melirik ke arah reruntuha
Kubah energi di tengah kota Granz terus berkedip, menciptakan riak gelombang yang menyelimuti sebagian besar wilayah inti kota. Kilatan cahaya biru yang menguar dari struktur itu menunjukkan bahwa ini bukan sekadar penghalang biasa. Evelyn mengamati dari kejauhan dengan ekspresi tegang. "Kau mengenali ini, Darius?" Darius mengangguk, rahangnya mengeras. "Ini bukan sembarang teknologi pertahanan. Ini adalah Kubah Omega—sistem perlindungan tingkat tinggi yang dikembangkan Wilhelm. Biasanya hanya digunakan untuk melindungi fasilitas militer paling penting atau… sesuatu yang sangat berbahaya." Johan masih berdiri di dekat Frederick Wilhelm yang terbaring lemah di tanah. Matanya menatap lurus ke arah kota, menilai situasi dengan tenang. Frederick tertawa kecil meski kesakitan. "Apa kau tahu, Johan… dari semua keluarga yang ingin menyingkirkanmu, Wilhelm-lah yang membencimu sejak awal." Johan menoleh ke arahnya, ekspresinya tetap dingin. "Dan kenapa begitu?" Frederick menyeringai, dar