Share

Part 9

last update Last Updated: 2025-02-28 10:20:25

Johan dan Nadya berjalan tanpa tujuan setelah meninggalkan rumah keluarga Hartono. Hawa malam terasa dingin, namun tidak lebih menusuk daripada tatapan penuh penghinaan yang mereka terima tadi.

“Apa yang akan kita lakukan sekarang, Johan?” tanya Nadya dengan suara lirih.

Johan menggenggam tangan istrinya erat. “Kita mulai dari awal. Aku akan membuktikan bahwa kita tidak butuh mereka untuk bertahan.”

Mereka akhirnya menemukan sebuah penginapan kecil di pinggiran kota. Tempat itu jauh dari kemewahan rumah keluarga Hartono, tetapi setidaknya memberi mereka tempat untuk berlindung sementara.

Kesempatan Baru

Keesokan harinya, Johan kembali menemui Butra Wijaya. Setelah insiden dengan keluarga Hartono, dia sadar bahwa satu-satunya jalan untuk maju adalah dengan membangun kariernya sendiri tanpa campur tangan siapa pun.

Saat Johan tiba di kantor Butra, pria paruh baya itu sudah menunggunya dengan ekspresi serius.

“Kudengar kau akhirnya meninggalkan rumah keluarga Hartono,” kata Butra
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Bangkitnya Johan   Part 10

    Johan bangun dengan tubuh yang masih terasa sakit akibat serangan semalam. Namun, dia tidak punya waktu untuk mengeluh. Ini bukan pertama kalinya dia diperlakukan seperti ini, dan dia yakin bukan yang terakhir. Nadya duduk di sampingnya, mengompres wajahnya yang bengkak dengan kain basah. “Johan, siapa yang melakukan ini padamu?” tanyanya khawatir. Johan menggenggam tangan istrinya. “Seseorang ingin memperingatkanku, tapi aku tidak akan mundur.” Kembali ke Kantor Meski tubuhnya masih terasa nyeri, Johan tetap datang ke kantor. Dia tidak ingin terlihat lemah di depan orang-orang yang berharap dia gagal. Saat dia masuk, Dika menatapnya dengan senyum mengejek. “Kau terlihat berantakan, Johan. Jangan-jangan, ada yang tidak senang denganmu?” Johan tidak menggubrisnya. Dia langsung menuju ruangannya dan mulai bekerja. Tak lama kemudian, Butra Wijaya memanggilnya. “Johan, proyek ekspansi kita menghadapi masalah. Salah satu mitra utama tiba-tiba menarik diri.” Johan mengernyit. “Apaka

    Last Updated : 2025-02-28
  • Bangkitnya Johan   Part 11

    Setelah berhasil menyingkirkan Dika, Johan tahu bahwa pertempuran belum berakhir. Justru, ini baru permulaan. Ia sadar bahwa masih ada pihak-pihak yang ingin menjatuhkannya. Sebuah Undangan Misterius Pagi itu, Johan menerima sebuah undangan makan malam dari seseorang yang tak dikenal. Isinya singkat: "Datanglah ke Restoran Bintang Lima, pukul 20.00. Kita perlu berbicara." Johan memandangi undangan itu dengan curiga. Namun, nalurinya mengatakan bahwa ini bukan jebakan biasa. Saat malam tiba, ia tiba di restoran tersebut dengan hati-hati. Saat masuk, ia melihat seorang pria tua dengan pakaian elegan menunggunya di meja VIP. Johan mengenali pria itu. Dia adalah Tuan Arman, salah satu pengusaha berpengaruh di kota ini. “Silakan duduk, Johan,” kata Arman dengan senyum kecil. Johan tetap waspada. “Apa tujuan Anda mengundang saya?” Arman tertawa kecil. “Langsung ke inti, ya? Bagus. Aku mengundangmu karena aku melihat potensimu. Kau berhasil menyingkirkan Dika, dan itu mengesankan.”

    Last Updated : 2025-02-28
  • Bangkitnya Johan   Part 12

    Setelah menerima proyek besar dari Butra Wijaya, Johan menyadari bahwa ini bukan hanya sekadar tugas biasa. Ini adalah kesempatan sekaligus ujian. Jika ia berhasil, maka tidak ada lagi yang bisa meremehkannya. Strategi Johan Johan menghabiskan malamnya membaca dokumen proyek dengan teliti. Ini adalah kerja sama dengan perusahaan asing yang memiliki standar tinggi. Ia tahu, jika ia melakukan satu kesalahan saja, semuanya bisa berantakan. Keesokan harinya, ia langsung membentuk tim kecil yang terdiri dari beberapa karyawan terbaik di perusahaan. Ia memilih orang-orang yang selama ini diremehkan, seperti dirinya. “Mulai hari ini, kita akan membuktikan bahwa kita lebih dari sekadar bayangan di perusahaan ini,” kata Johan dengan penuh semangat. Timnya mengangguk. Mereka tahu Johan bukan orang biasa, dan mereka bersedia bertaruh pada kepemimpinannya. Rintangan di Tengah Jalan Namun, tidak semua orang senang dengan kemajuan Johan. Satrio, adik Nadya, yang juga bekerja di perusahaan te

    Last Updated : 2025-02-28
  • Bangkitnya Johan   Part 13

    Keesokan harinya, Johan kembali ke pekerjaannya seperti biasa, seolah tidak ada yang terjadi. Namun, di dalam hatinya, ia tahu bahwa insiden semalam bukanlah kebetulan. Saat ia berjalan masuk ke kantor, beberapa karyawan mulai berbisik-bisik sambil mencuri pandang ke arahnya. Johan tidak terlalu memedulikannya, tetapi firasatnya mengatakan ada sesuatu yang sedang terjadi. Tak lama kemudian, seorang pria berpakaian rapi dengan wajah penuh kesombongan berjalan ke arahnya. “Kau Johan, bukan?” tanya pria itu dengan nada merendahkan. Johan mengangguk santai. “Ya, ada yang bisa saya bantu?” Pria itu menyeringai. “Namaku Adrian. Aku ingin memberimu peringatan. Jangan berpikir bahwa hanya karena kau diterima bekerja di sini, kau bisa naik kelas. Aku tahu kau hanya menumpang hidup dari istrimu.” Beberapa orang di sekitar mulai tertawa kecil. Johan hanya tersenyum tipis. “Kalau sudah selesai bicara, aku harus kembali bekerja.” Ia melangkah pergi tanpa memperdulikan tatapan Adrian yang m

    Last Updated : 2025-02-28
  • Bangkitnya Johan   Part 14

    Suasana di ruang tamu keluarga Hartono terasa tegang. Mata semua orang tertuju pada pria asing yang baru saja masuk. Dia berjalan santai, mengenakan jas hitam rapi dengan tatapan penuh arti. Johan tetap tenang, meskipun matanya menyipit, mengenali sosok itu. Pria itu tersenyum tipis. “Sudah lama, Johan.” Pak Surya menatap Johan dengan curiga. “Siapa dia?” Johan tidak langsung menjawab. Dia tahu, jika berbicara terlalu banyak, keluarganya bisa terlibat dalam sesuatu yang lebih besar. “Orang yang salah alamat,” jawab Johan singkat. Namun, pria itu tertawa pelan. “Salah alamat? Kurasa tidak. Aku ke sini karena ada urusan denganmu.” Sebelum Johan bisa merespons, pria itu tiba-tiba melayangkan pukulan cepat ke arahnya. Serangan Mendadak Johan menghindar ke samping dengan refleks luar biasa, membuat pukulan itu hanya mengenai udara. Semua orang di ruangan terkejut. “Apa-apaan ini?!” seru Nadya panik. Rico dan beberapa anggota keluarga lainnya bangkit berdiri, tetapi mereka hanya

    Last Updated : 2025-02-28
  • Bangkitnya Johan   Part 15

    Johan berdiri di tengah ruangan remang-remang di Grand Hotel. Udara di sekitarnya terasa menekan, sementara beberapa pria berbadan kekar mulai mengepungnya dengan tatapan tajam penuh kebencian. Salah satu dari mereka melangkah maju. “Johan, kau benar-benar berani datang ke tempat ini. Sayang sekali, kau tidak akan bisa keluar dengan selamat.” Johan hanya tersenyum tipis. “Jadi ini jebakan? Aku sudah menduganya.” Pria itu tertawa kasar. “Kalau sudah tahu, kenapa tetap datang?” Johan tidak menjawab. Matanya meneliti sekeliling, menghafal posisi setiap orang. Meskipun mereka membawa senjata, mereka tidak tahu dengan siapa mereka berhadapan. Tanpa peringatan, salah satu pria menyerang lebih dulu. Dengan kecepatan tinggi, tinjunya meluncur ke arah wajah Johan. Namun, Johan hanya sedikit menggeser kepalanya, menghindari serangan itu dengan mudah. Lalu, dengan satu gerakan cepat, ia menangkis serangan berikutnya dan menghantam dada lawannya. Tubuh pria itu terpental ke belakang, jatuh

    Last Updated : 2025-02-28
  • Bangkitnya Johan   Part 16

    Malam itu, Johan duduk di balkon kamar hotelnya, memandangi langit kota Ardell yang diterangi lampu-lampu. Pikirannya masih dipenuhi kejadian di Grand Hotel tadi. Lawan yang menyerangnya bukan sekadar preman biasa—mereka adalah petarung terlatih. "Siapa yang menginginkanku mati?" pikir Johan. Ia tahu, sebagai seseorang yang pernah berada di medan perang, tidak sedikit musuh yang ingin membungkamnya. Namun, selama ini ia telah hidup dalam bayang-bayang, menahan diri agar tidak menarik perhatian. Tapi malam ini membuktikan satu hal—seseorang telah mengetahui keberadaannya. Johan mengepalkan tangannya. Sudah cukup. Jika musuhnya mulai bergerak, maka ia tidak bisa lagi berdiam diri. Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Nama yang tertera di layar adalah Butra Wijaya, pria kaya raya yang sempat menawarkan pekerjaan padanya beberapa waktu lalu. Johan mengangkat telepon. “Johan, ada sesuatu yang harus kau tahu. Bisa kita bertemu sekarang?” Nada suara Butra terdengar serius. Tanpa banyak b

    Last Updated : 2025-02-28
  • Bangkitnya Johan   Part 17

    Johan berjalan keluar dari gedung perkantoran Butra Wijaya dengan langkah tenang. Udara malam yang dingin terasa menyegarkan setelah hari yang panjang di perusahaan logistik tempatnya bekerja. Namun, pikirannya tetap fokus—Leonard Hartono, nama yang disebut oleh anggota Serigala Hitam, kini menjadi target utamanya. Ia mengeluarkan ponsel dan menghubungi Butra Wijaya. “Aku sudah mendapatkan nama yang kita cari.” Di ujung telepon, Butra terdengar menarik napas panjang. “Jadi benar Leonard?” Johan mengangguk meski tahu Butra tidak bisa melihatnya. “Ya. Sepertinya dia tidak tahan melihatku berdiri di atas kaki sendiri.” Butra terdiam sejenak, lalu berkata, “Kalau begitu, kita harus lebih berhati-hati. Leonard bukan orang sembarangan dalam keluarga Hartono. Jika dia sampai menggunakan Serigala Hitam, artinya dia benar-benar ingin menyingkirkanmu.” Johan tersenyum tipis. “Aku tahu. Dan aku tidak akan tinggal diam.” Ia menutup telepon dan memasukkan ponselnya ke saku. Malam ini,

    Last Updated : 2025-02-28

Latest chapter

  • Bangkitnya Johan   Part 88

    Kubah energi di tengah kota Granz terus berkedip, menciptakan riak gelombang yang menyelimuti sebagian besar wilayah inti kota. Kilatan cahaya biru yang menguar dari struktur itu menunjukkan bahwa ini bukan sekadar penghalang biasa. Evelyn mengamati dari kejauhan dengan ekspresi tegang. "Kau mengenali ini, Darius?" Darius mengangguk, rahangnya mengeras. "Ini bukan sembarang teknologi pertahanan. Ini adalah Kubah Omega—sistem perlindungan tingkat tinggi yang dikembangkan Wilhelm. Biasanya hanya digunakan untuk melindungi fasilitas militer paling penting atau… sesuatu yang sangat berbahaya." Johan masih berdiri di dekat Frederick Wilhelm yang terbaring lemah di tanah. Matanya menatap lurus ke arah kota, menilai situasi dengan tenang. Frederick tertawa kecil meski kesakitan. "Apa kau tahu, Johan… dari semua keluarga yang ingin menyingkirkanmu, Wilhelm-lah yang membencimu sejak awal." Johan menoleh ke arahnya, ekspresinya tetap dingin. "Dan kenapa begitu?" Frederick menyeringai, dar

  • Bangkitnya Johan   Part 87

    BZZZT! Dengungan listrik memenuhi udara saat robot-robot tempur Wilhelm mulai bergerak. Mata merah mereka bersinar ganas, menargetkan Johan dan pasukannya dengan senjata otomatis yang terpasang di lengan mereka. Klik! Klik! Klik! Laras senjata mereka berputar cepat, mengeluarkan suara ancaman. Dor! Dor! Dor! Dalam sekejap, hujan peluru ditembakkan dari berbagai arah. Peluru-peluru itu meluncur dengan kecepatan tinggi, menerjang ke arah Johan dan pasukannya. Evelyn dan Darius langsung berlindung di balik reruntuhan dermaga. Anak buah Johan bergerak cepat mencari tempat berlindung, sementara beberapa orang yang kurang beruntung terkena tembakan dan tumbang di tempat. Namun, di tengah hujan peluru itu, Johan tidak bergerak sedikit pun. Ia berdiri tegap, matanya menatap lurus ke depan. Frederick Wilhelm menyeringai. "Kali ini, kau tidak bisa sekadar mengandalkan kecepatanmu, Johan." Tapi senyuman Frederick langsung pudar ketika melihat sesuatu yang aneh. Swish! Swish! Johan ha

  • Bangkitnya Johan   Part 86

    Kapal patroli Wilhelm yang tersisa berusaha mundur dengan kecepatan penuh, tetapi Johan tidak memberi mereka kesempatan. Darius mengendalikan kapal dengan lincah, menyalip satu kapal musuh yang berusaha kabur. "Kalau mereka berhasil melapor ke Granz, kita akan berhadapan dengan lebih banyak pasukan!" Evelyn tidak membuang waktu. Dengan sniper di tangannya, ia mengamati kapal musuh dan memilih target dengan cepat. Dor! Peluru menembus kepala kapten kapal musuh, menyebabkan kapal itu kehilangan kendali dan meluncur ke arah bebatuan di tepi laut. Brak! Kapal itu hancur, sementara para kru berteriak panik sebelum terjun ke laut. Johan, yang masih berada di atas kapal patroli pertama yang telah ia kuasai, mengangkat pedangnya dan menunjuk ke kapal terakhir yang masih tersisa. "Habisi mereka," ujarnya dingin. Anak buahnya yang berada di kapal mereka sendiri segera mengangkat senjata dan menembak tanpa ampun. —BOOM! Ledakan terjadi di kapal terakhir Wilhelm, api membumbung tinggi. Da

  • Bangkitnya Johan   Part 85

    Angin dingin menerpa wajah Johan saat ia berdiri di dek kapal, menatap cakrawala yang perlahan menampakkan kota Granz, tempat Keluarga Wilhelm berkuasa. Kota itu besar, dengan pelabuhan yang selalu sibuk, menandakan perannya sebagai salah satu pusat perdagangan terbesar di Astvaria. Namun, di balik gemerlapnya, Johan tahu ada kegelapan yang bersembunyi. Darius mendekat dengan ekspresi serius. "Kita hampir sampai. Informasi dari tim bayangan mengatakan bahwa Wilhelm telah memperketat keamanan sejak kita mengambil alih Varestia. Mereka pasti tahu kita datang." Evelyn menyesap tehnya dengan tenang. "Mereka bisa memperketat keamanan sesuka mereka. Pada akhirnya, itu hanya akan menunda yang tak terhindarkan." Johan hanya tersenyum tipis. "Mereka boleh bersiap. Tapi mereka tidak akan bisa menghindari kehancuran jika mereka telah menyimpang terlalu jauh." Di sisi lain kota, di dalam sebuah vila mewah, Erich Wilhelm, kepala Keluarga Wilhelm, menatap laporan dari anak buahnya dengan ekspre

  • Bangkitnya Johan   Part 84

    Langit malam di Varestia yang seharusnya tenang mendadak diwarnai letusan senjata dan suara bentrokan senjata tajam. Johan dan timnya baru saja bersiap meninggalkan kota ketika serangan mendadak terjadi. Dari atap-atap bangunan dan gang-gang sempit, sosok-sosok berpakaian hitam muncul, mengepung mereka dalam diam. Evelyn, yang berjalan di samping Johan, langsung merasakan keanehan. "Kita disergap," bisiknya tajam. Johan mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada pasukannya untuk tetap tenang. Matanya menyapu ke sekeliling, memperhatikan musuh yang muncul satu per satu dari kegelapan. Kemudian, langkah-langkah berat terdengar mendekat. Dari bayangan, seorang pria berambut panjang keperakan dengan jubah hitam mewah berjalan dengan angkuh. Di belakangnya, puluhan prajurit berpakaian serupa berbaris rapi. Pria itu menatap Johan dengan ekspresi mencemooh. "Johan… sudah lama sekali," katanya dengan nada rendah yang sarat kebencian. Johan mengenali suara itu seketika. Matanya menyipit

  • Bangkitnya Johan   Part 83

    Malam telah larut ketika kapal Johan merapat di sebuah dermaga rahasia di luar kota Varestia. Sejumlah pria bersenjata sudah menunggu di sana—mereka adalah anak buah Johan yang telah lebih dulu menyusup ke dalam jaringan bisnis Keluarga Moreau. Seorang pria berpakaian gelap mendekat dan memberi hormat kepada Johan. “Tuan, kami sudah menyiapkan semuanya. Moreau tidak punya tempat untuk lari.” Johan mengangguk pelan. “Bagaimana dengan aset mereka?” Pria itu tersenyum tipis. “Sudah berada di bawah kendali kita. Senjata, jalur distribusi, dan sebagian besar pasukan bayaran mereka sekarang bekerja untuk kita atau telah dimusnahkan.” Darius bersiul kagum. “Kau benar-benar tidak memberi mereka kesempatan bernapas.” Johan menatap kota yang mulai sunyi dari atas bukit kecil dekat pelabuhan. “Moreau telah menghancurkan terlalu banyak orang. Mereka memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentingan mereka sendiri. Kita bukan hanya mengambil alih aset mereka, kita membersihkan sampah yang men

  • Bangkitnya Johan   Part 82

    Malam di pantai Varestia semakin kelam. Ombak menghantam batuan di sepanjang pesisir, seakan menggema ketegangan yang melingkupi medan pertempuran. Di kejauhan, Johan dan Lucien masih bertarung sengit, kilatan senjata mereka beradu di bawah cahaya bulan. Sementara itu, Evelyn dan Darius berdiri di dekat kapal kecil, napas mereka masih memburu setelah pertempuran sebelumnya. Tubuh Gregoire tergeletak tak bernyawa di pasir, darahnya terserap oleh tanah yang dingin. Peluru yang menembus dadanya telah mengakhiri permainan politiknya lebih cepat dari yang diharapkan. Evelyn menatap tubuh Gregoire dengan tatapan kosong, tetapi hanya sebentar. Kini, fokusnya tertuju pada Johan yang masih bertarung dengan Lucien, pemimpin pasukan elite musuh yang terkenal kejam dan tak kenal ampun. Lucien melompat mundur, mengangkat pedangnya dengan kedua tangan. “Johan, kau selalu jadi batu sandungan. Tapi malam ini, semuanya akan berakhir!” Johan hanya tersenyum kecil. “Kau sudah mengatakannya berkali-k

  • Bangkitnya Johan   Part 81

    Gregoire menghela napas panjang sebelum akhirnya mulai berbicara. Matanya menatap laut yang bergelombang, seakan mencari ketenangan sebelum mengungkap rahasia besar yang ia simpan. "Kesepakatan Akhir... bukan hanya tentang perdagangan atau aliansi. Ini tentang mengubah keseimbangan dunia." Evelyn menyipitkan mata. "Jelaskan." Gregoire menatapnya sejenak sebelum melanjutkan. "Keluarga Moreau dan sekutu mereka tidak hanya ingin memperkuat posisi mereka di dunia perdagangan dan politik. Mereka ingin menggulingkan enam keluarga kuno dan mengambil alih seluruh tatanan lama." Johan yang sejak tadi diam akhirnya bersuara. "Mereka sudah terlalu berani." Gregoire tersenyum sinis. "Mereka tidak sekadar berani. Mereka sudah siap." Darius melangkah maju. "Apa maksudmu?" Gregoire menatap mereka satu per satu, lalu berkata dengan nada berat, "Mereka telah mengumpulkan pasukan bayangan selama bertahun-tahun. Orang-orang yang bahkan keluarga kuno pun tidak sadari keberadaannya. Pembunuh, tenta

  • Bangkitnya Johan   Part 80

    Malam masih pekat ketika Johan berdiri di atas bukit, mengamati pergerakan pasukan lawan di bawahnya. Angin dingin bertiup kencang, membuat jubahnya berkibar. Dari kejauhan, Evelyn dan Darius sudah berhasil membawa Gregoire menuju pantai. Namun, Johan masih punya urusan yang harus diselesaikan. Di bawah sana, sisa pasukan musuh, termasuk para petarung terbaik dari Keluarga Moreau, bersiap mengejarnya. Beberapa dari mereka adalah veteran pertempuran, tetapi wajah mereka menunjukkan sedikit ketakutan. Mereka tahu siapa yang mereka hadapi. Johan tersenyum tipis. "Sudah lama sejak aku terakhir kali benar-benar bertarung... Mari kita lihat apakah kalian bisa bertahan lebih dari sepuluh menit." Seorang pria besar bertubuh kekar maju dari barisan musuh. Armor hitamnya berkilat di bawah cahaya bulan. Gerard Moreau, salah satu petarung terkuat di keluarganya, menatap Johan dengan ekspresi serius. "Johan... Kau mungkin kuat, tapi kau sendirian. Kami ada puluhan di sini. Serahkan dirimu, da

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status