Share

Part 15

last update Last Updated: 2025-02-28 12:28:12

Johan berdiri di tengah ruangan remang-remang di Grand Hotel. Udara di sekitarnya terasa menekan, sementara beberapa pria berbadan kekar mulai mengepungnya dengan tatapan tajam penuh kebencian.

Salah satu dari mereka melangkah maju. “Johan, kau benar-benar berani datang ke tempat ini. Sayang sekali, kau tidak akan bisa keluar dengan selamat.”

Johan hanya tersenyum tipis. “Jadi ini jebakan? Aku sudah menduganya.”

Pria itu tertawa kasar. “Kalau sudah tahu, kenapa tetap datang?”

Johan tidak menjawab. Matanya meneliti sekeliling, menghafal posisi setiap orang. Meskipun mereka membawa senjata, mereka tidak tahu dengan siapa mereka berhadapan.

Tanpa peringatan, salah satu pria menyerang lebih dulu. Dengan kecepatan tinggi, tinjunya meluncur ke arah wajah Johan.

Namun, Johan hanya sedikit menggeser kepalanya, menghindari serangan itu dengan mudah. Lalu, dengan satu gerakan cepat, ia menangkis serangan berikutnya dan menghantam dada lawannya.

Tubuh pria itu terpental ke belakang, jatuh
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Bangkitnya Johan   Part 16

    Malam itu, Johan duduk di balkon kamar hotelnya, memandangi langit kota Ardell yang diterangi lampu-lampu. Pikirannya masih dipenuhi kejadian di Grand Hotel tadi. Lawan yang menyerangnya bukan sekadar preman biasa—mereka adalah petarung terlatih. "Siapa yang menginginkanku mati?" pikir Johan. Ia tahu, sebagai seseorang yang pernah berada di medan perang, tidak sedikit musuh yang ingin membungkamnya. Namun, selama ini ia telah hidup dalam bayang-bayang, menahan diri agar tidak menarik perhatian. Tapi malam ini membuktikan satu hal—seseorang telah mengetahui keberadaannya. Johan mengepalkan tangannya. Sudah cukup. Jika musuhnya mulai bergerak, maka ia tidak bisa lagi berdiam diri. Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Nama yang tertera di layar adalah Butra Wijaya, pria kaya raya yang sempat menawarkan pekerjaan padanya beberapa waktu lalu. Johan mengangkat telepon. “Johan, ada sesuatu yang harus kau tahu. Bisa kita bertemu sekarang?” Nada suara Butra terdengar serius. Tanpa banyak b

    Last Updated : 2025-02-28
  • Bangkitnya Johan   Part 17

    Johan berjalan keluar dari gedung perkantoran Butra Wijaya dengan langkah tenang. Udara malam yang dingin terasa menyegarkan setelah hari yang panjang di perusahaan logistik tempatnya bekerja. Namun, pikirannya tetap fokus—Leonard Hartono, nama yang disebut oleh anggota Serigala Hitam, kini menjadi target utamanya. Ia mengeluarkan ponsel dan menghubungi Butra Wijaya. “Aku sudah mendapatkan nama yang kita cari.” Di ujung telepon, Butra terdengar menarik napas panjang. “Jadi benar Leonard?” Johan mengangguk meski tahu Butra tidak bisa melihatnya. “Ya. Sepertinya dia tidak tahan melihatku berdiri di atas kaki sendiri.” Butra terdiam sejenak, lalu berkata, “Kalau begitu, kita harus lebih berhati-hati. Leonard bukan orang sembarangan dalam keluarga Hartono. Jika dia sampai menggunakan Serigala Hitam, artinya dia benar-benar ingin menyingkirkanmu.” Johan tersenyum tipis. “Aku tahu. Dan aku tidak akan tinggal diam.” Ia menutup telepon dan memasukkan ponselnya ke saku. Malam ini,

    Last Updated : 2025-02-28
  • Bangkitnya Johan   Part 18

    Malam semakin larut ketika Johan akhirnya meninggalkan kantor. Udara dingin menusuk kulitnya saat ia berjalan menuju mobil yang terparkir di basement. Ia sudah terbiasa dengan ancaman, tetapi kali ini, firasatnya mengatakan bahwa sesuatu yang lebih besar sedang menunggunya. Ia membuka pintu mobil, namun sebelum sempat masuk, suara langkah kaki cepat terdengar dari belakang. Johan berbalik, matanya tajam menangkap sosok pria berjas hitam yang melompat ke arahnya dengan pisau di tangan. Dengan refleks cepat, Johan menepis serangan itu, lalu menyikut dagu pria tersebut hingga mundur beberapa langkah. Tapi serangan belum berakhir—tiga pria lain muncul dari balik pilar, mengelilinginya dengan posisi siap menyerang. Salah satu dari mereka adalah Hadi. "Johan," kata Hadi dengan suara rendah. "Aku sudah mendengar banyak tentangmu." Johan tersenyum tipis. "Dan aku belum pernah mendengar tentangmu. Sepertinya kamu tidak cukup penting." Hadi menyeringai. “Mari kita lihat apakah kau masih b

    Last Updated : 2025-03-04
  • Bangkitnya Johan   Part 19

    Johan menghabiskan sisa malam itu dengan berjaga-jaga. Ia tahu bahwa setelah pertemuan dengan Hadi di basement, Leonard tidak akan berhenti begitu saja. Ditambah dengan fakta bahwa keluarga Gunawan berada di belakangnya, Johan kini harus berpikir dua langkah lebih maju. Pagi harinya, ia kembali ke kantor seperti biasa, menjaga rutinitas agar tidak memancing kecurigaan. Namun, perasaannya tetap waspada. Ia bisa merasakan ada mata-mata yang mengawasinya. Setibanya di kantornya, Butra Wijaya sudah menunggunya dengan ekspresi serius. "Kita harus bicara," kata Butra begitu Johan masuk ke ruangannya. Johan menutup pintu dan duduk. "Apa yang terjadi?" Butra menyerahkan sebuah map tebal ke tangannya. "Aku menyelidiki lebih dalam tentang koneksi Leonard dan Keluarga Gunawan. Sepertinya mereka sudah mulai bergerak untuk menyingkirmu dari perusahaan ini." Johan membuka map tersebut. Di dalamnya terdapat dokumen-dokumen yang menunjukkan adanya transaksi mencurigakan—pengalihan saham, manipu

    Last Updated : 2025-03-04
  • Bangkitnya Johan   Part 20

    Johan tahu bahwa kesalahan terbesar musuh yang terlalu percaya diri adalah meremehkan lawannya. Jika Raditya dan Leonard berpikir bahwa ia hanya seekor anak serigala di tengah kawanan singa, maka ia akan membuat mereka menyesali anggapan itu.Malam itu, Johan kembali ke apartemennya. Ia duduk di meja kerja, menyusun peta strategi yang tersimpan di dalam pikirannya. Langkah pertama sudah jelas—buat Leonard dan Raditya merasa bahwa ia semakin terpojok.Namun, untuk menjalankan rencana ini, ia butuh umpan.Ia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. Orang yang selama ini tidak pernah terlibat langsung dalam konflik ini, tapi memiliki akses penting ke dalam sistem hukum.Setelah beberapa detik, panggilan tersambung.“Johan?” suara di seberang terdengar terkejut.“Daniel,” ujar Johan pelan. “Aku butuh bantuanmu.”Daniel Prasetyo adalah seorang jaksa muda yang dikenal bersih dan berintegritas. Ia bukan bagian dari permainan kotor yang dijalankan Raditya, tapi ia punya akses ke dokumen

    Last Updated : 2025-03-04
  • Bangkitnya Johan   Part 21

    Di ruangannya yang luas dan megah, Raditya Gunawan menatap layar televisi dengan ekspresi tak terbaca. Pernyataan Johan dalam wawancara tadi siang masih terngiang di telinganya. "Karena ada sesuatu yang jauh lebih besar yang sedang disembunyikan." Raditya mengetuk meja kayu mahoninya perlahan, lalu menghela napas panjang. Johan bukan sekadar pemain kecil yang bisa disingkirkan begitu saja. Seorang pria bersetelan hitam masuk ke ruangan, membungkuk sedikit sebelum berbicara. “Pak, Leonard ingin bertemu dengan Anda malam ini. Dia khawatir Johan akan menggali sesuatu yang bisa membahayakan kita.” Raditya hanya tersenyum tipis. “Leonard mulai panik?” Pria itu mengangguk. “Sepertinya begitu. Johan berhasil membuatnya gelisah.” Raditya menyandarkan tubuhnya ke kursi. “Bagus. Itu artinya Johan mulai mengungkap sesuatu. Dan itu justru memberi kita keuntungan.” Pria itu tampak bingung. “Maksud Anda?” Raditya menyeringai. “Orang yang terlalu percaya diri akan membuka lebih banyak celah.

    Last Updated : 2025-03-04
  • Bangkitnya Johan   Part 22

    Di dalam mobilnya yang melaju tenang, Raditya Gunawan menatap keluar jendela dengan ekspresi dingin. Jalanan ibu kota yang ramai tidak mampu mengalihkan pikirannya dari apa yang baru saja terjadi di ruang sidang.Leonard yang duduk di sebelahnya tampak tegang. Gugatan mereka gagal total. Johan tidak hanya berhasil membuktikan adanya manipulasi data, tetapi juga membalikkan permainan dalam sekejap.“Kita harus segera bertindak,” kata Leonard, suaranya penuh frustrasi. “Johan baru saja mempermalukan kita di depan publik. Kalau kita tidak segera membalas, kita akan terlihat lemah.”Raditya tidak langsung menjawab. Ia hanya mengetuk-ngetukkan jarinya di sandaran tangan kursi mobil, seperti sedang berpikir keras.Akhirnya, ia membuka suara. “Leonard, kau terlalu gegabah. Itulah kenapa kau selalu kalah.”Leonard mengepalkan tangannya, tetapi tidak berani membantah.Raditya melanjutkan dengan nada lebih tenang, tetapi sarat dengan ancaman.“Kita tidak akan membalasnya sekarang. Kita akan mem

    Last Updated : 2025-03-04
  • Bangkitnya Johan   Part 23

    Malam itu, di ruang kerjanya, Johan menatap dinding besar yang dipenuhi diagram dan foto-foto koneksi bisnis Raditya Gunawan. Butra dan Gilang berdiri di belakangnya, menunggu dengan sabar saat Johan menyusun strateginya. “Raditya ingin menghancurkan kita dari dalam dengan menarik klien dan investor,” ujar Johan pelan. “Tapi dia lupa satu hal…” Gilang menyipitkan mata. “Apa itu?” Johan menoleh dan tersenyum tipis. “Dia pikir aku hanya bisa bermain di dalam sistem, padahal aku sudah menyiapkan jalur keluar.” Butra melipat tangan. “Kau punya rencana?” Johan mengangguk. “Kita tidak bisa mengandalkan bisnis biasa untuk bertahan. Tapi kita bisa menggoyahkan fondasi bisnis Raditya dengan cara yang tidak dia duga.” Ia berjalan ke meja, mengambil marker, lalu menandai beberapa perusahaan yang terhubung dengan Raditya. “Kita akan membuat mereka saling menghancurkan.” — Keesokan Harinya – Markas Rahasia Johan Di sebuah lokasi tersembunyi, Johan bertemu dengan beberapa tokoh bisnis yan

    Last Updated : 2025-03-04

Latest chapter

  • Bangkitnya Johan   Part 112

    Pertarungan di dalam klub Abyss meledak seperti badai yang tak terbendung. Suara tembakan bercampur dengan dentingan logam, teriakan, dan amukan para petarung bayaran Falken yang kini satu per satu tumbang di hadapan Evelyn dan Darius. Namun di tengah hiruk-pikuk itu, perhatian semua orang tertuju pada satu titik—pertarungan antara Johan dan Vladimir. Johan menghindari ayunan brutal dari palu besar Vladimir, lalu membalas dengan tendangan keras ke arah rusuk. Vladimir terguncang tapi tetap berdiri, tertawa gila. “Ayolah! Tunjukkan kau bukan hanya simbol keadilan bodoh!” Namun tepat sebelum Johan menyerang kembali, suara berdesing terdengar dari atas—dan atap klub tiba-tiba runtuh sebagian. Semua orang berhenti. Debu dan reruntuhan jatuh, dan dari lubang yang terbuka… muncul sosok bertudung gelap, dengan lambang Seekor Serigala Bersayap di punggungnya. Evelyn menegang. “Itu… bukan lambang Falken.” Darius segera menarik pistolnya. “Itu... lambang keluarga Nacht.” Johan tak bergemi

  • Bangkitnya Johan   Part 111

    Malam menjelang di Zeigrad, namun kota itu tidak pernah benar-benar tidur. Lampu-lampu neon berkelap-kelip di distrik hitam, tempat hukum bergantung pada siapa yang memegang lebih banyak peluru. Klub malam Abyss berdiri di tengahnya, mewah dan menjulang, menjadi jantung kehidupan gelap kota. Tepat pukul dua dini hari, sebuah mobil lapis baja berhenti beberapa blok dari klub. Johan melangkah keluar dengan Darius dan Evelyn di belakangnya. Pakaian mereka hitam, menyatu dengan malam, tetapi aura Johan tetap terpancar—dingin, tajam, dan penuh amarah yang terpendam. “Menurut laporan, lantai bawah tanah klub itu dipakai Vladimir sebagai ruang pertemuan dan penyiksaan,” ujar Darius sambil menunjukkan denah digital. Evelyn menambahkan, “Keamanan di dalam dijaga oleh unit elit Falken. Petarung jalanan, tentara bayaran, dan mesin tempur modifikasi.” Johan hanya mengangguk. “Bagus. Aku ingin melihat siapa saja yang cukup bodoh untuk melindungi Vladimir.” Mereka berjalan melewati lorong semp

  • Bangkitnya Johan   Part 110

    Zeigrad, ibu kota Astvaria, adalah kota yang tidak pernah benar-benar tidur. Di balik megahnya gedung-gedung pemerintahan dan cahaya lampu istana malam hari, jaringan kekuasaan dan pengaruh bekerja seperti nadi yang tak terlihat. Di sanalah keluarga-keluarga terkuat—Castello, Falken, Nacht, dan Voss—menanamkan cengkeramannya paling dalam. Namun, sejak kabar tentang kejatuhan keluarga Ludger dan Rangga tersebar secara diam-diam, ketegangan mulai terasa. Terutama bagi keluarga Castello dan Falken, yang selama ini merasa kebal terhadap ancaman. Di salah satu ruang bawah tanah kastil Castello, Lady Selene Castello duduk bersandar, membaca laporan intel dari agen rahasia mereka. “Johan sebentar lagi akan tiba di Zeigrad.” Matanya menyipit. "Jadi anak itu akhirnya menantang kami secara langsung?" Di sisinya, salah satu penasihat keluarga menjawab pelan. “Dan dia tidak datang sendirian. Perusahaannya, Arthura Trade & Co, telah mengirimkan tim penyusup ke distrik perdagangan. Mereka diam

  • Bangkitnya Johan   Part 109

    Zeigrad. Jantung kekuasaan Astvaria. Kota dengan menara perak menjulang dan lorong-lorong kelam yang penuh konspirasi. Saat malam turun, cahaya lampu neon menciptakan siluet tajam di balik kaca-kaca gedung pemerintahan dan markas keluarga bangsawan. Di salah satu distrik kelas atas yang dijaga ketat, Keluarga Castello sedang mengadakan perjamuan. Para pejabat, bangsawan, dan pengusaha asing terlihat tertawa dan bersulang, seolah tidak ada perubahan apa pun di dunia luar. Tapi di bawah tanah, jauh dari hingar-bingar pesta, bayangan mulai bergerak. Salah satu agen Arthura Trade & Co menyusup ke dalam jaringan intel keluarga Falken. Mereka menyampaikan laporan melalui jalur komunikasi rahasia ke Johan yang masih berada di Riefenstadt. “Johan,” suara Evelyn terdengar dari alat komunikasi. “Kita dapat akses. Salah satu penjaga arsip keluarga Falken bersedia bicara. Tapi kita harus segera kirim tim penyusup ke Zeigrad.” Johan menatap peta besar yang terbentang di mejanya. Beberapa titi

  • Bangkitnya Johan   Part 108

    Api dan baja menghujani laut. Gelombang tinggi berubah menjadi merah saat dua armada raksasa saling bertabrakan di Teluk Treius. Kapal-kapal meledak satu per satu, serpihan kayu dan baja beterbangan di udara. Namun di tengah semua itu, dua sosok berdiri tenang di jantung pertempuran: Johan dan Sebastian Ludger. Arthura Prime menabrak sisi kapal utama Ludger, menciptakan gemuruh keras yang mengguncang seluruh dek. Anak buah Johan menyerbu ke kapal lawan lewat jembatan baja yang diturunkan. Johan sendiri melompat lebih dulu. Tubuhnya mendarat tepat di depan Sebastian. Sebastian menarik pedangnya yang bersinar biru, terbuat dari logam laut dalam. “Akhirnya kau datang juga.” Johan memasang sarung tangan perangnya. “Aku tidak suka membuang waktu.” “Begitu juga aku.” Tanpa aba-aba, duel pun dimulai. Pedang Sebastian berputar cepat, memotong angin dan baja. Tapi Johan membaca gerakannya dengan dingin, menangkis dan melawan balik dengan pukulan-pukulan berat yang membuat gelad

  • Bangkitnya Johan   Part 107

    Pagi menyelimuti kota Levantine dengan ketenangan yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Tidak ada lagi suara siaran propaganda dari istana keluarga Levant, tak ada lagi rapat rahasia dengan para pejabat bayangan. Kota itu kini dalam kendali penuh Johan dan pasukannya. Di sebuah ruangan taktis di pusat administrasi, Johan berdiri diam menghadap jendela, memperhatikan matahari yang terbit perlahan. Peta besar Astvaria terhampar di belakangnya, merah pada setiap nama keluarga yang telah tumbang. Evelyn melangkah masuk membawa dokumen. “Auren sudah dipindahkan ke sel isolasi. Pasukan keluarga Levant yang tersisa sudah menyerah. Tak ada perlawanan berarti.” Johan menoleh sedikit. “Penjabat tuan muda?” “Selene Levant,” jawab Evelyn. “Sepupu jauh Gregoire. Latar belakangnya diplomatik, tidak ambisius, dan—sejauh ini—tidak terlibat dalam skema politik jahat keluarga Levant.” Darius ikut menimpali, “Kami juga mengkonfirmasi bahwa jaringan luar negeri Gregoire telah runtuh. Koneksi

  • Bangkitnya Johan   Part 106

    Dari atas menara observasi Kota Levantine, Johan berdiri bersama Evelyn dan Darius, mengamati hiruk pikuk ibu kota politik itu. Meski kota itu tampak tenang, Johan tahu, di balik ketenangan itu tersembunyi kekuatan yang berbahaya—kekuatan Keluarga Levant yang kini dipimpin oleh Auren. Darius menatap ke arah kantor pusat keluarga. “Kita yakin Auren akan muncul?" Johan mengangguk pelan. “Dia bukan seperti Gregoire. Dia lebih licik. Tapi dia pasti sedang menunggu. Mereka yang terlalu percaya pada bayang-bayang, biasanya lupa kalau bayangan bisa ditelan kegelapan.” Evelyn menambahkan dengan dingin, “Kita perlu pukul pusat pengaruh mereka. Bukan hanya fisik. Kita harus potong akar jaringan politik mereka.” Johan menyeringai kecil. “Sudah aku kirim orang ke tiga negara yang pernah tunduk pada Levant. Di Lusitania, Indrasia, dan Hollstein. Mereka akan buka kembali luka yang ditanam keluarga Levant selama ini.” Sementara itu, di kedalaman markas rahasia keluarga Levant, Auren membac

  • Bangkitnya Johan   Part 105

    Malam mulai turun saat Johan tiba di markas intel Arthura yang tersembunyi di sudut kota Drakenfeld. Di sana, Darius telah menunggu bersama Evelyn dan beberapa agen kepercayaannya. "Ini laporan terakhir," ucap Darius sambil menyerahkan dokumen. "Setelah kekalahan keluarga Rangga, hanya tersisa enam keluarga dari 12 Teratas. Tapi ini bukan kemenangan mutlak—mereka yang tersisa jauh lebih kuat… dan lebih berbahaya." Evelyn menyela, "Terutama Keluarga Levant. Mereka tidak bergerak secara terang-terangan, tapi jejak mereka ada di mana-mana—dari parlemen negara tetangga sampai dalam tubuh pemerintahan Astvaria sendiri." Johan membuka berkas itu dan melihat foto lama Gregoire Levant, tuan muda dari keluarga tersebut. Meski pria itu telah tewas di Varestia, bayang-bayang kekuasaan Levant masih terasa. Pasalnya, Gregoire bukan satu-satunya yang berperan. Di balik kematiannya, masih ada para tangan kanan, boneka politik, dan jaringan kekuasaan yang tersebar di berbagai wilayah. "Mereka

  • Bangkitnya Johan   Part 104

    Ruangan itu dipenuhi ketegangan yang tak terlihat, tetapi Johan tetap berdiri dengan tenang di hadapan Tristan Rangga dan Rendra Rangga. Keduanya memimpin keluarga yang terkenal dengan pasukan bayangan dan pengawal elit Astvaria. Tristan akhirnya bersandar di kursinya, menghela napas perlahan sebelum berbicara. "Johan, kau datang untuk memastikan kesetiaan keluargaku, tapi aku ingin tahu satu hal lebih dulu." Johan mengangguk, menunggu pertanyaan yang akan diajukan. Tristan menatap matanya dalam-dalam. "Apa yang akan kau lakukan jika aku menolak tunduk padamu? Jika aku memutuskan bahwa Keluarga Rangga tetap berdiri sendiri, tidak berpihak pada siapa pun?" Johan tersenyum kecil. "Aku tidak meminta kalian tunduk. Aku hanya meminta kalian memilih. Apakah kalian tetap berpegang pada tugas kalian untuk melindungi negara, ataukah kalian akan menjadi bagian dari mereka yang melupakan kewajibannya?" Rendra, yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Kami bukan pengkhianat, Joha

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status