Semalaman Maira tak bisa terpejam karena selama hidupnya, inilah kali pertama dia satu kasur dengan seorang pria. Sementara Farel tak peduli. Lelaki itu masih mendengkur bahkan hingga pagi. Sehingga, kini tubuhnya merasa sangat bugar saat berolahraga.Maira dan Farel baru saja masuk kembali ke kamar setelah berolahraga di gym yang ada di hotel.Meskipun seorang wanita, tetapi Miara rajin berlatih sehingga tubuhnya sangat bugar dan seksi. Andai ia tak berhijab, pastilau lekukan tubuhnya nampak menggoda kaum adam yang melihatnya. Terlebih wajahnya memang memesona, mungkin saja akan mengundang berbagai macam kejahatan jika ia tak bisa menjaga dirinya.Setelah bersih-bersih. Mereka berjalan ke arah restoran untuk breakfast. Meskipun tak suka dengan pernikahannya, tetapi dua insan itu tetap berjalan berdampingan. Setelah sarapan. Mereka sepakat checkout karena tak ingin berlama-lama di hotel."Ke rumah nyokap gue dulu, katanya lagi diobati," pinta Farel saat mobil yang dikendarainya keluar
Sesampainya di rumah sang mertua, Maira mencium tangan Beni dengan takzim. Begitupun Farel, ia mencium tangan Indira, Dian dan Sarah bergantian. Lelaki itu langsung duduk di samping Abizar yang berwajah sendu sebab ibunya muntah darah berkali-kali."Bizar, Mama kenapa?" tanya Farel saat melihat mata Nengsih melotot seakan-akan bukanlah ibunya.Ustaz Yusuf menghentikan sejenak aktivitas ruqyahnya. Ia merasa kasihan dengan Nengsih yang semakin lemah lantaran tubuhnya dikuasai oleh jin di dalam tubuhnya."Assalamu'alaikum," sapa Syadea dan Citra berbarengan. Mereka sudah tahu rumah Farel karena pernah mengantarkan sesuatu sebelum pernikahan sepupunya."Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu ...." Semua orang yang berada di dalam rumah Beni menjawab salam berbarengan.Menginjakkan kaki di rumah lelaki yang diharapkan menjadi masa depannya, hati Syadea kembali terasa perih. Hanya saja, ia berusaha menekan semua rasa itu. Kini, keadaan sudah sangat berbeda. Mau tak mau dirinya harus ikh
Dua Minggu berlalu, sejak ruqyah hari itu Nengsih belum diruqyah lagi. Tetapi kondisinya masih terus dipantau oleh ustaz Yusuf melalui saluran telepon. Semakin hari, kondisi Nengsih semakin membaik. Kini, wanita itu sudah bisa perlahan-lahan menggerakkan kaki dan tangannya. Sungguh, sebuah keajaiban yang sebelumnya sulit keluarganya percaya.Ustaz Yusuf menyuruh keluarga Beni terus memutar surat Al-baqarah di rumahnya agar energi negatif menjauh. Sebab, jin akan lari tunggang langgang dari rumah yang dibacakan dengan surat Al-baqarah.Hari ini, Nengsih yang tengah beristirahat itu terperanjat. Ia merasa sakit perut yang sangat hebat. Sementara Beni tengah pergi ke luar kota untuk mengurus sebuah kasus. Di rumah itu hanya ada Abizar dan asisten rumah tangganya saja.Meskipun dalam keadaan tak berdaya, Nengsih menyuruh Farel tinggal di rumah mereka yang sudah disediakan oleh Mega agar saling mengenal. Biasanya, sepulang dari kampus keduanya akan datang untuk melihat kondisi Nengsih lalu
"Bagaimana Maira, boleh Papa sama Mama ikut kalian?"Maira menoleh ke arah suaminya, ia tak bisa memutuskan khawatir Farel melarang."Boleh, Pa, kalau memang gak keberatan ayo ke sana bersama-sama." Farel mengajak dua orang yang dianggap layaknya mertua.Keempat orang itu pergi bersama-sama menggunakan mobil Farel. Di sepanjang perjalanan, wajah lelaki itu sangat gusar dan terus memikirkan ibunya.Ponselnya berdering, Abizar kembali menghubunginya untuk memberi informasi terkait ibu mereka. Namun, karena Farel tengah menyetir, Maira lah yang menerimanya."Kenapa, Bizar?" tanya Maira."Kak, udah di jalan belum? Mama sekarang gak sadarkan diri. Pihak rumah sakit langsung membawanya ke ruang ICU." Suara Abizar di seberang sana terdengar sangat gusar."Ini kita lagi di perjalanan, kamu sama siapa di sana?" tanya Maira."tanya Papa udah pulang belum?" Farel berbisik, sementara Maira menganggukkan kepala, siap untuk menjadi penyalur antara pertanyaan suami dan adik iparnya."Aku sama Bibi,
"Oh, Mama sama Papa sudah kenal sama keluargaku?" tanya Farel takjub."Iya, kalau Papa dulu memang pernah meminta Papamu menjadi pengacara, kalau Mama Firda katanya pernah kenal sama Papa kamu di kampus, ya?"Radit memberi jawaban. Ucapan lelaki itu penuh penekanan saat menyatakan kalimat terakhir. Ia pun menatap istrinya dengan menahan rasa cemburu."Oh, seperti itu," balas Farel sembari menganggukkan kepala.Seperti halnya sang suami, Maira yang telah selesai menelpon Dian pun merasa terkejut karena seluruh keluarganya sudah begitu akrab dengan keluarga suaminya. Padahal, keduanya menikah disebabkan oleh ketidaksengajaan."Dunia yang luas ini terasa sangat sempit, ya?" gerutu Maira, ia menatap suaminya dengan memutar bola mata malas.Sementara Firda merasa sangat tak enak dan merasa bersalah pada suaminya lantaran harus bertemu lagi dengan lelaki yang selama ini sangat dicintainya.Firda takut, Radit yang memiliki sifat cemburuan itu akan salah faham saat dirinya bertemu dengan Beni
Sarah menghembuskan napas berat saat cucu satu-satunya itu menatapnya. Meski waktu sudah berlalu lama, tetapi kepedihan hati lantaran kepergian Stella yang tragis masih membuatnya trauma. Hanya saja, kini cucunya bukanlah anak kecil lagi. Sarah tahu inilah waktu yang tepat mengatakan semuanya pada Boy."Ayo masuk dulu, Nak." Sarah membuka pintu kamarnya lebar, ia melangkah lebih dulu dan duduk di kasur, sementara Boy mengikuti langkahnya lalu duduk di kursi tempat neneknya merias wajah."Oma, aku tadi iseng cari-cari tentang Citra di internet, tapi yang aku dapatkan malah informasi tentang kematian Mama," terang Boy. Wajah lelaki itu nampak gelisah, keingintahuan tentang masa lalu membuatnya semakin gusar.Sarah merasa aneh sebab akhir-akhir ini cucunya sering membicarakan Citra, tetapi semua rasa penasaran itu ia pendam saat melihat wajah Boy yang sangat berambisi ingin tahu."Oma, tolong ceritakan semua tentang Mama dengan sedetail-detailnya. Juga tolong ceritakan apa hubungan Mama
Beni melirik sekilas ke arah Ustaz Yusuf. Hati dan pikirannya tak karuan mendengar perkataan dokter Fattah."Mari, kita bicarakan di ruangan," ajak dokter Fattah.Dengan langkah penuh tanya Beni mengekor di belakang dokter Fattah dan berjalan di sampingmu Ustaz Yusuf. Lelaki itu terus merapalkan doa dalam hati agar tak terjadi sesuatu pada istrinya. Sungguh, entah akan seperti apa hidupnya tanpa sang istri.Sesampainya di ruangan, dokter Fattah memperlihatkan hasil pemeriksaan Nengsih pada suaminya yang duduk bersebelahan bersama Ustaz Yusuf."Pak Beni, melihat dari hasil pemeriksaan, ternyata Bu Nengsih mengalami varises esofagus, atau adanya pembuluh darah abnormal di bawah tenggorokan dan perut. Ini yang menyebabkan aliran darah ke hati sedikit terhambat. Jadi, saya menyimpulkan seringnya muntah darah disebabkan oleh varises ini," jelas dokter Fattah sembari menunjukkan gambar tenggorokan Nengsih yang mengerikan."Oh, tapi setahu saya penyakit itu gak membuat darah keluar begitu ba
Nengsih sudah dibawa ke ruang operasi. Di luar, Beni bersama anak-anak dan kerabat lainnya menunggu dengan perasaan gelisah.Indira berdoa untuk kesembuhan besannya. Pun Dian bersama dua anaknya turut hadir di rumah sakit untuk menunjukkan kepedulian pada mertuanya Maira.Lebih dari tiga jam Ibunya Abizar berada di ruang operasi. Dokter mengatakan paku-paku itu terus bermunculan. Sehingga, membuat tim medis harus bekerja lebih ekstra.Ustaz Yusuf dan Adi menenangkan Beni yang nampak gusar akan keselamatan istrinya. Begitupun Farel, ia bersama sang adik mendoakan ibunya yang tengah berjuang untuk kesembuhannya.Tak lama kemudian dokter Fattah keluar dari ruang operasi dan mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan pada Nengsih berhasil.Mendengar pernyataan itu, Beni sujud syukur karena istrinya mampu melewati masa-masa sulitnya, lelaki itupun menangis penuh keharuan.Meski sudah berhasil dan dipastikan Nengsih bisa kembali normal, tetapi istrinya Beni itu masih harus diawasi dan dikontr