Share

Bab 5

last update Last Updated: 2024-12-22 08:34:35

Sore itu, setelah selesai kerjaan di hotel, aku dihampiri langsung oleh Revan. Lelaki berwajah oriental itu menyentuh tanganku di depan lobi. Sontak, aku pun langsung menghempaskannya. Kutarik napas dalam-dalam lalu bertanya, "Aku enggak punya banyak waktu."

Dia hanya tersenyum awalnya. Setelah itu menatap ke depan dan tiba-tiba menarik tanganku. "Masuk mobil dulu, Sayang! Aku mau kasih kejutan enggak di sini."

Tubuhku dia paksa masuk ke dalam mobilnya. Lalu dia masuk dan menyalakan mobil. Kendaraan roda empat ini kini melaju ke depan. Rasa-rasanya perasaanku mendadak tak enak. Apalagi melihat gelagat lelaki itu. Tatapannya agak aneh karena sejak tadi senyam-senyum tidak jelas.

"Sebenarnya kita mau ke mana, sih? Jangan jauh-jauh! Sekarang aku bukan lagi calon istri kamu!" Aku berusaha mengingatkan dia lagi.

Namun, reaksi Revan malah diam saja. Dia fokus pada kemudinya dan menambah kecepatan laju kendaraan yang kami naiki. Kanan kiri kulihat tampak asing jalanan ini. Aku menatap jam tangan beberapa kali dan perasaan tak sampai-sampai juga kendaraan sejak tadi melaju. Beberapa kali juga protes pada lelaki di sampingku ini tapi dia hanya menjawab kalau aku mengantuk, disuruhnya tidur.

Tak lama setelah percakapan itu, mobil berhenti di depan sebuah apartemen. Gedung tinggi ini baru kali pertama kulihat. "Ngapain kita ke sini, Van?"

Aku dan dia turun dari mobil. Mataku masih memastikan tempat ini mulai dari semua sudutnya. "Sayang, kejutannya ada di dalam. Aku lupa membawanya tadi. Oh ya, sekarang di sini tempat tinggalku. Ayo kita masuk!"

"Hah? Enggak ah, kamu aja! Aku tunggu di lobi."

"Di dalam aman. Aku cuman mau ngasih sesuatu. Sebagai permintaan maafku padamu yang sudah membuatmu kecewa saat itu."

Entah setan mana yang membuatku bisa tunduk pada perintah lelaki itu. Aku pun melangkah bersamanya ke dalam lift. Dan, akhirnya sampai juga di kamarnya, lantai 13 nomor 431. Aku diminta masuk dan duduk menunggu.

"Duduk dulu, ya!" Tiba-tiba dia berjongkok sambil menggenggam tanganku. "Demi apa pun, aku adalah lelaki yang paling mencintaimu. Aku tidak ingin kamu salah paham lagi. Semua itu aku lakukan karena terpaksa."

"Kalau kamu butuh uang, tidak dengan cara begitu juga. Kamu bisa pinjam dari perusahaan atau atasan kita." Tapi, kamu malah memfitnahku."

Revan menghela napas panjang. Dia berdiri lalu berjalan ke dekat meja makan. "Tidak semudah itu, Nisa. Atasan kita udah enggak percaya lagi sama aku. Setelah ini aku berencana untuk resign."

"Apa? Terus kamu mau kerja di mana?" Aku langsung berdiri.

Akan tetapi, lelaki itu segera memintaku duduk lagi. Dia menyodorkan segelas minuman berwarna merah padaku. "Minum dulu, ya! Aku akan cerita banyak sama kamu. Aku akan jujur semuanya."

"Aku sudah minum tadi." Kutolak dengan halus.

"Minumlah lagi! Aku hanya punya ini." Dia ikut duduk di sebelahku. Lelaki itu terlihat agak beda dari sebelumnya. Terlalu memaksaku untuk meminumnya. Padahal, biasanya juga tidak peduli saat aku lapar maupun kehausan.

Sampai tangannya sendiri yang menegukkan minuman itu ke mulutku. Aku tak bisa menolak dan mulai terteguk setengah air dari gelas itu. Kulihat Revan senyam-senyum sendiri sambil terus menatapku. Tiba-tiba saja lama kelamaan kulihat wajahnya semakin memburam. Sudah kuulang beberapa kali mengerjapkan mata, memperjelas tatapan tapi kepalaku juga mendadak berat.

"Jadi, sebenarnya aku masih sangat mencintaimu. Aku akan memberikan kejutan manis untukmu hari ini. Sampai kamu tidak akan pernah lupa, Sayang."

"Van, kepalaku pusing. Tolong antar aku pulang!"

Terdengar suara tawanya. "Di sini tempat kamu sekarang, Sayang. Kita akan bersenang-senang sebentar lagi!"

"Aku mau pulang ...."

Aku masih mendengar Revan bicara. Tapi mata sudah tak bisa kubuka. Berat sekali rasanya dan tenaga juga hilang seketika. Dering ponsel terdengar dari dalam tas, tapi aku sudah tak bisa apa-apa lagi.

Entah sejak kapan, suara gaduh itu bermula. Kepalaku masih sakit, tapi saat kubuka mata terdengar suara orang tertengkar. Seperti benda-benda berjatuhan atau dilempar. "Pulang ...." Suaraku pelan, meminta tolong. Tapi, entah ada yang mendengar atau tidak.

"Sekali lagi kamu mengganggu Nisa, tidak akan kubiarkan kamu hidup!"

Suara itu sepertinya aku kenal. Tapi tidak terlihat siapa dia karena remang-remang. Mengangkat kepala saja aku tak kuat, tapi rasanya setelah itu tubuhmu terangkat dan aku terpejam lagi.

***

Entah sudah berapa lama aku tidur, saat membuka mata, terlihat jam dinding yang menunjuk pukul 11 malam. Kepalaku masih saja berat, tapi aku sudah bisa melihat kanan kiri yang tampak sunyi. Tiba-tiba pintu kamar ini terbuka, muncul seorang lelaki yang membawa cangkir di tangannya.

Dia menatapku dengan wajah muram. Tapi, tetap mendekat dan menyerahkan cangkir yang ternyata isinya teh hangat. "Minum!"

Aku bingung harus bilang apa karena Bang Juned sepertinya marah. Aku segera meneguk teh darinya itu. Lalu memberikannya lagi sisanya pada dia. "Makasih, Bang."

"Tidurlah! Aku akan tidur di sofa," ucapnya tanpa melihatku. Dia lantas menata bantal di sofa lalu merebahkan tubuhnya yang kekar menjiplak kaus putih itu ke sana.

"Bang, aku boleh tanya sesuatu?" Sebelum lampu tidur kumatikan, aku memberanikan diri untuk bertanya.

"Hem." Dia tetap memejamkan matanya dengan satu tangan di atas kening.

"Aku tadi kenapa deh? Perasaan aku lagi sama ...."

"Besok aja bahasnya! Aku lagi malas."

"Eh, aku serius, Bang. Aku ...."

"Ck." Dia berdecak lalu bangkit dan membuatku seketika deg-degan. "Kamu keluar-keluar sama laki-laki lain tanpa izinku! Itu yang pertama. Yang kedua, kamu sudah tau Revan, mantan kamu itu brengs*k tapi kamu masih saja mau dibohongi. Mau aja kamu diajak ke apartemen dia. Sadar enggak tadi kamu diapain aja sama dia?"

Aku langsung ternganga. Mencoba memutar kembali serpihan ingatan yang berat sekali kudapatkan. Apa? Aku sudah diapakan? Dasar Revan! Aku tidak akan memaafkan dia lagi. Ternyata semua itu hanya bujuk rayuannya saja? Apakah dia ingin membuatku makin hancur lagi?

Astaga, kenapa bisa aku dibutakan oleh ucapan Revan? Tapi, bagaimana bisa Bang Juned menemukan aku? Aku hendak bertanya lagi, tapi dia sudah kembali merebahkan diri dengan posisi memunggungiku. Semalam suntuk aku tak bisa tidur lagi karena kepikiran. Apa saja yang sudah lelaki bej4t itu lakukan?

Mataku sembab karena menangisi yang sudah berlalu. Pagi itu aku menggosok seluruh tubuh saat mandi meskipun keadaan pagi itu begitu dingin. Pikiranku terus saja mengarah pada hal-hal menjij1kan.

"Nisa! Kamu ngapain? Lama banget." teriak Bang Juned dari luar.

"Buruan! Aku juga mau ke kamar mandi."

"Iya," jawabku singkat.

Dalam keadaan kepala terbungkus handuk dan badan sudah memakai pakaian lagi, aku keluar. Aku terus menunduk melewati lelaki itu. Aku malu. Dia pasti marah besar dan menganggapku perempuan murahan.

Related chapters

  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 6

    Pagi itu Bang Juned sudah keluar kamar lebih dulu. Sementara aku masih berpikir bagaimana caranya agar dia mau bicara denganku. Maksudku, mengatakan apa saja yang sudah dia ketahui soal aku dan Revan waktu itu. Ah, mengingat nama itu aku rasanya ingin mvntah. Menjij1kan sekali dan aku bersumpah jika bertemu dengannya lagi nanti, kupastikan akan memukulnya. "Ck, aku harus bilang gimana sama Bang Juned?" gumamku sendiri sambil mondar-mandir di depan meja rias. Tak lama setelah itu aku mencium aroma makanan yang begitu lezat. Sampai-sampai perutku pun langsung berbunyi. Aku lupa kalau sejak kemarin sore, perut belum diisi. Pintu kamar pun segera kubuka dan aroma makanan di atas kompor semakin kuat. Aroma smoky seperti daging panggang dan nasi goreng. Kepalaku menyembul dari balik dinding dapur. Kulihat memang lelaki itu sedang sibuk mengaduk masakan. Tapi, aku tak berani mendekatinya. Sampai ludah pun serasa ingin keluar karena aroma kelezatan makanan di atas meja yang sudah terlihat

    Last Updated : 2025-01-10
  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 7

    "Cieee, nungguin suami, ya?" Aku terkejut mendengar sindiran yang terdengar tiba-tiba dari belakang. Aku pun langsung mengulas senyuman pada pemilik hotel tempatku kerja itu. "Bisa aja, Buk." "Selamat ya, Nis. Oh ya, jadi sekarang yang kamu nikahin itu bukan si Revan, ya?" Duh, kepo banget ini atasan. "Bukan, Buk. Ceritanya kan panjang. Kan, Bu Rizkia ada di sana waktu itu." Aku meringis kuda. "Ya udah deh, yang penting kalian bahagia. Masalah rumah tangga atau pribadi kamu, Ibu enggak mau ikut-ikutan. Cuman mau doain aja, ya." Wanita dengan penampilan feminim itu mengulas senyum padaku. Baguslah kalau dia tidak banyak tanya. Mau jawab apa nanti aku kalau begini ceritanya. Dapat suami yang katanya mau jemput, tapi malah telat setengah jam. "Makasih, Bu." Aku kembali melebarkan senyuman padanya. "Duluan ya, Nis."Aku mengangguk pada wanita yang sudah masuk ke dalam mobil mewah itu. Masih di depan lobi, aku berkali-kali menatap jam tangan yang sudah menunjukkan waktu hampir Maghr

    Last Updated : 2025-01-10
  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 8

    Suara ketukannya makin kencang. Sekujur tubuhku berubah panas dingin. Aku memutuskan untuk meraih bantal dan bersiap memukulnya. Tidak. Bantal ini tidak akan membuat dia kapok. Aku harus cari alat yang bisa digunakan untuk membela diri nanti. Setelah kutemukan sebuah sapu di pojok ruangan dapur, aku pun mengendap-endap ke arah pintu utama. Tiba-tiba saja tanpa aba-aba pintu itu terbuka karena dorongan dari luar. Sontak dengan refleks pun aku memukul sosok pria yang masuk tanpa permisi itu. "Rasain, tuh! Maling!""Maling!""Rampok!" Aku sudah sekuat tenaga memukulinya sambil berteriak kencang. Namun, sepertinya hujan deras telah menelan suaraku hingga tak satu pun ada orang yang datang untuk menolong. "Maling kamu, ya! Rasakan ini!" "Eh! Nisa!""Nisa, jangan!""Jangan! Ini aku!" Tunggu! Sepertinya aku kenal dengan suara itu. Lampu segera kunyalakan semua dan menatap lelaki yang terlihat memakai mantel hujan itu. Dia ambruk di lantai sambil merintih kesakitan. "Aduh, ya Allah. Saki

    Last Updated : 2025-01-10
  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 1

    "Jangan, Mas! Nanti ketahuan sama calon istri kamu," lirih seorang wanita yang tak lain adalah sahabatku sendiri. Dia mendorong sedikit dada bidang lelaki yang harusnya kini duduk di depan penghulu bersamaku. "Dia tidak akan tau. Sudahlah, ikuti saja apa yang kumau! Lagi pula, dia tidak akan ke sini. Bahkan, dia tidak akan berani membantah setiap ucapanku," balas seorang pria berjas hitam lengkap dengan bunga mawar di bagian sakunya. Dadaku perih melihat dua orang yang tengah bersembunyi di balik dinding dalam gedung ini. Teganya mereka bermain api di belakangku, di saat akad sebentar lagi akan berlangsung. Air mata sudah menganak sungai, gaun pengantin menjuntai ingin segera kulepas dan pergi saja dari sini. Namun, sayangnya aku teringat dengan kedua orang tuaku yang sudah pasti panik di dalam sana karena aku tak kunjung kembali. "Jadi, kamu akan tetap menikahi dia?" tanya April, gadis itu membelai wajah Mas Revan, lelaki yang tadi alasan ingin ke toilet. Tapi, kenyataannya malah

    Last Updated : 2024-12-22
  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 2

    "Udah, jangan nangis! Udah terlanjur juga," ucap Bang Juned saat aku sesenggukan di atas tempat tidurnya. "Kita jalani aja dulu." Enak sekali dia bicara. "Bukan itu. Aku cuma masih sakit hati aja ngeliat Mas Revan sama April. Tega sekali mereka," balasku tanpa menatap lelaki yang duduk di depan cermin rias itu. "Papa juga tadi kaget, aku takut kumat aja penyakit jantungnya.""Oh, mereka. Buat apa dipikirkan? Harusnya kamu bersyukur. Enggak jadi nikah sama laki-laki model kayak dia," balas Bang Juned lagi. "Tapi malah nikah sama Bang Juned. Sama aja apes." "Juna, bukan Juned! Kamu kira aku pacarnya Mumun apa?""Ya emang namanya Juned, kan?""Junaid, Nisa! J u n a i d. Jangan sembarangan diganti-ganti nama orang! Oh ya, aku ada penerbangan lagi nanti jam sebelas malam. Kamu di sini sendirian berani, kan?" katanya lagi. "Enggak, ah. Aku pulang aja.""Kamu kan enggak boleh pulang kata papa kamu. Kamu harus ikut aku terus."Aku terdiam lagi. Memang benar apa kata lelaki itu. Kulihat la

    Last Updated : 2024-12-22
  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 3

    Haduh, bagaimana ini? Aku tidak punya stok pembalut lagi. Mana Bang Juned lama sekali. Aku harus menyuruh siapa? Malu lah kalau harus minta tolong pelayan hotel. Kan mereka kebanyakan laki-laki. Saat aku berjalan ke kamar mandi sambil menahan kaki yang sakit, tiba-tiba suara ketukan pada pintu membuatku kaget. Siapa yang mengetuk? Mungkinkah Bang Juned? Katanya jam sembilan baru sampai. Perlahan kuintip dari lubang pintu setelah melangkah dengan merayap. Ternyata benar, lelaki itu yang datang. Syukurlah kalau dia sudah kembali. Pintu pun langsung kubuka dan dia masuk dengan wajah berkeringat. Lelaki itu menarik kopernya lalu meletakkan topi kerjanya di atas meja. "Kamu butuh apa, sih? Sampai buat aku enggak tenang kerjanya. Kamu tau enggak, saat aku di pesawat tadi, aku jadi enggak fokus tau!" Mengomel saja terus! Rasanya ingin aku jitak kepalanya. Pulang-pulang malah bicara panjang lebar. Bukannya tanya baik-baik, butuh apa istrinya ini. Eh, malah merembet ke mana-mana. Memangnya

    Last Updated : 2024-12-22
  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 4

    "Kenapa enggak diangkat?" tanya lelaki itu. "Dari manusia paling menyebalkan." Malas sekali menyebut nama lelaki di seberang sana itu. "Revan, kan?" tanyanya lagi. Orang ini punya Kodam apa, ya? Kenapa dia bisa tahu apa pun yang aku pikirkan. Kenapa juga dia bisa peka saat aku butuh apa-apa? "Ck, biasa. Malas aku bicara tentang dia. Aku blok aja nanti.""Angkat, gih! Siapa tau penting," jawabnya lagi. "Abang enggak masalahin kalau aku angkat telpon dari mantan aku?""Ya, sebenarnya masalah. Cuman, siapa tau aja penting. Atau, biar aku saja yang angkat."Aku tak membalas dan membiarkan Bang Juned yang mengangkatnya. "Assalamualaikum?""Assalamualaikum?" Kening Bang Juned berkerut sambil menatap layar ponsel yang masih menyala itu berkali-kali. "Kenapa enggak ada suaranya, ya? Hp kamu enggak eror kan ini, Nis?" "Ck, ya enggak lah, Bang. Itu hp baru. Enak aja eror. Kayaknya yang nelpon yang eror.""Oh, mungkin saja." Dia meletakkan ponselku di atas meja dan kami kembali menikmati

    Last Updated : 2024-12-22

Latest chapter

  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 8

    Suara ketukannya makin kencang. Sekujur tubuhku berubah panas dingin. Aku memutuskan untuk meraih bantal dan bersiap memukulnya. Tidak. Bantal ini tidak akan membuat dia kapok. Aku harus cari alat yang bisa digunakan untuk membela diri nanti. Setelah kutemukan sebuah sapu di pojok ruangan dapur, aku pun mengendap-endap ke arah pintu utama. Tiba-tiba saja tanpa aba-aba pintu itu terbuka karena dorongan dari luar. Sontak dengan refleks pun aku memukul sosok pria yang masuk tanpa permisi itu. "Rasain, tuh! Maling!""Maling!""Rampok!" Aku sudah sekuat tenaga memukulinya sambil berteriak kencang. Namun, sepertinya hujan deras telah menelan suaraku hingga tak satu pun ada orang yang datang untuk menolong. "Maling kamu, ya! Rasakan ini!" "Eh! Nisa!""Nisa, jangan!""Jangan! Ini aku!" Tunggu! Sepertinya aku kenal dengan suara itu. Lampu segera kunyalakan semua dan menatap lelaki yang terlihat memakai mantel hujan itu. Dia ambruk di lantai sambil merintih kesakitan. "Aduh, ya Allah. Saki

  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 7

    "Cieee, nungguin suami, ya?" Aku terkejut mendengar sindiran yang terdengar tiba-tiba dari belakang. Aku pun langsung mengulas senyuman pada pemilik hotel tempatku kerja itu. "Bisa aja, Buk." "Selamat ya, Nis. Oh ya, jadi sekarang yang kamu nikahin itu bukan si Revan, ya?" Duh, kepo banget ini atasan. "Bukan, Buk. Ceritanya kan panjang. Kan, Bu Rizkia ada di sana waktu itu." Aku meringis kuda. "Ya udah deh, yang penting kalian bahagia. Masalah rumah tangga atau pribadi kamu, Ibu enggak mau ikut-ikutan. Cuman mau doain aja, ya." Wanita dengan penampilan feminim itu mengulas senyum padaku. Baguslah kalau dia tidak banyak tanya. Mau jawab apa nanti aku kalau begini ceritanya. Dapat suami yang katanya mau jemput, tapi malah telat setengah jam. "Makasih, Bu." Aku kembali melebarkan senyuman padanya. "Duluan ya, Nis."Aku mengangguk pada wanita yang sudah masuk ke dalam mobil mewah itu. Masih di depan lobi, aku berkali-kali menatap jam tangan yang sudah menunjukkan waktu hampir Maghr

  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 6

    Pagi itu Bang Juned sudah keluar kamar lebih dulu. Sementara aku masih berpikir bagaimana caranya agar dia mau bicara denganku. Maksudku, mengatakan apa saja yang sudah dia ketahui soal aku dan Revan waktu itu. Ah, mengingat nama itu aku rasanya ingin mvntah. Menjij1kan sekali dan aku bersumpah jika bertemu dengannya lagi nanti, kupastikan akan memukulnya. "Ck, aku harus bilang gimana sama Bang Juned?" gumamku sendiri sambil mondar-mandir di depan meja rias. Tak lama setelah itu aku mencium aroma makanan yang begitu lezat. Sampai-sampai perutku pun langsung berbunyi. Aku lupa kalau sejak kemarin sore, perut belum diisi. Pintu kamar pun segera kubuka dan aroma makanan di atas kompor semakin kuat. Aroma smoky seperti daging panggang dan nasi goreng. Kepalaku menyembul dari balik dinding dapur. Kulihat memang lelaki itu sedang sibuk mengaduk masakan. Tapi, aku tak berani mendekatinya. Sampai ludah pun serasa ingin keluar karena aroma kelezatan makanan di atas meja yang sudah terlihat

  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 5

    Sore itu, setelah selesai kerjaan di hotel, aku dihampiri langsung oleh Revan. Lelaki berwajah oriental itu menyentuh tanganku di depan lobi. Sontak, aku pun langsung menghempaskannya. Kutarik napas dalam-dalam lalu bertanya, "Aku enggak punya banyak waktu." Dia hanya tersenyum awalnya. Setelah itu menatap ke depan dan tiba-tiba menarik tanganku. "Masuk mobil dulu, Sayang! Aku mau kasih kejutan enggak di sini."Tubuhku dia paksa masuk ke dalam mobilnya. Lalu dia masuk dan menyalakan mobil. Kendaraan roda empat ini kini melaju ke depan. Rasa-rasanya perasaanku mendadak tak enak. Apalagi melihat gelagat lelaki itu. Tatapannya agak aneh karena sejak tadi senyam-senyum tidak jelas."Sebenarnya kita mau ke mana, sih? Jangan jauh-jauh! Sekarang aku bukan lagi calon istri kamu!" Aku berusaha mengingatkan dia lagi. Namun, reaksi Revan malah diam saja. Dia fokus pada kemudinya dan menambah kecepatan laju kendaraan yang kami naiki. Kanan kiri kulihat tampak asing jalanan ini. Aku menatap jam

  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 4

    "Kenapa enggak diangkat?" tanya lelaki itu. "Dari manusia paling menyebalkan." Malas sekali menyebut nama lelaki di seberang sana itu. "Revan, kan?" tanyanya lagi. Orang ini punya Kodam apa, ya? Kenapa dia bisa tahu apa pun yang aku pikirkan. Kenapa juga dia bisa peka saat aku butuh apa-apa? "Ck, biasa. Malas aku bicara tentang dia. Aku blok aja nanti.""Angkat, gih! Siapa tau penting," jawabnya lagi. "Abang enggak masalahin kalau aku angkat telpon dari mantan aku?""Ya, sebenarnya masalah. Cuman, siapa tau aja penting. Atau, biar aku saja yang angkat."Aku tak membalas dan membiarkan Bang Juned yang mengangkatnya. "Assalamualaikum?""Assalamualaikum?" Kening Bang Juned berkerut sambil menatap layar ponsel yang masih menyala itu berkali-kali. "Kenapa enggak ada suaranya, ya? Hp kamu enggak eror kan ini, Nis?" "Ck, ya enggak lah, Bang. Itu hp baru. Enak aja eror. Kayaknya yang nelpon yang eror.""Oh, mungkin saja." Dia meletakkan ponselku di atas meja dan kami kembali menikmati

  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 3

    Haduh, bagaimana ini? Aku tidak punya stok pembalut lagi. Mana Bang Juned lama sekali. Aku harus menyuruh siapa? Malu lah kalau harus minta tolong pelayan hotel. Kan mereka kebanyakan laki-laki. Saat aku berjalan ke kamar mandi sambil menahan kaki yang sakit, tiba-tiba suara ketukan pada pintu membuatku kaget. Siapa yang mengetuk? Mungkinkah Bang Juned? Katanya jam sembilan baru sampai. Perlahan kuintip dari lubang pintu setelah melangkah dengan merayap. Ternyata benar, lelaki itu yang datang. Syukurlah kalau dia sudah kembali. Pintu pun langsung kubuka dan dia masuk dengan wajah berkeringat. Lelaki itu menarik kopernya lalu meletakkan topi kerjanya di atas meja. "Kamu butuh apa, sih? Sampai buat aku enggak tenang kerjanya. Kamu tau enggak, saat aku di pesawat tadi, aku jadi enggak fokus tau!" Mengomel saja terus! Rasanya ingin aku jitak kepalanya. Pulang-pulang malah bicara panjang lebar. Bukannya tanya baik-baik, butuh apa istrinya ini. Eh, malah merembet ke mana-mana. Memangnya

  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 2

    "Udah, jangan nangis! Udah terlanjur juga," ucap Bang Juned saat aku sesenggukan di atas tempat tidurnya. "Kita jalani aja dulu." Enak sekali dia bicara. "Bukan itu. Aku cuma masih sakit hati aja ngeliat Mas Revan sama April. Tega sekali mereka," balasku tanpa menatap lelaki yang duduk di depan cermin rias itu. "Papa juga tadi kaget, aku takut kumat aja penyakit jantungnya.""Oh, mereka. Buat apa dipikirkan? Harusnya kamu bersyukur. Enggak jadi nikah sama laki-laki model kayak dia," balas Bang Juned lagi. "Tapi malah nikah sama Bang Juned. Sama aja apes." "Juna, bukan Juned! Kamu kira aku pacarnya Mumun apa?""Ya emang namanya Juned, kan?""Junaid, Nisa! J u n a i d. Jangan sembarangan diganti-ganti nama orang! Oh ya, aku ada penerbangan lagi nanti jam sebelas malam. Kamu di sini sendirian berani, kan?" katanya lagi. "Enggak, ah. Aku pulang aja.""Kamu kan enggak boleh pulang kata papa kamu. Kamu harus ikut aku terus."Aku terdiam lagi. Memang benar apa kata lelaki itu. Kulihat la

  • Bang Juna (Izinkan Aku Memilikimu)   Bab 1

    "Jangan, Mas! Nanti ketahuan sama calon istri kamu," lirih seorang wanita yang tak lain adalah sahabatku sendiri. Dia mendorong sedikit dada bidang lelaki yang harusnya kini duduk di depan penghulu bersamaku. "Dia tidak akan tau. Sudahlah, ikuti saja apa yang kumau! Lagi pula, dia tidak akan ke sini. Bahkan, dia tidak akan berani membantah setiap ucapanku," balas seorang pria berjas hitam lengkap dengan bunga mawar di bagian sakunya. Dadaku perih melihat dua orang yang tengah bersembunyi di balik dinding dalam gedung ini. Teganya mereka bermain api di belakangku, di saat akad sebentar lagi akan berlangsung. Air mata sudah menganak sungai, gaun pengantin menjuntai ingin segera kulepas dan pergi saja dari sini. Namun, sayangnya aku teringat dengan kedua orang tuaku yang sudah pasti panik di dalam sana karena aku tak kunjung kembali. "Jadi, kamu akan tetap menikahi dia?" tanya April, gadis itu membelai wajah Mas Revan, lelaki yang tadi alasan ingin ke toilet. Tapi, kenyataannya malah

DMCA.com Protection Status