"Apa yang terjadi?"
Seorang pria dalam balutan jas rapi berjalan menerobos kerumunan para siswa dan siswi Sekolah Menengah Pertama itu dengan langkah tegas dan suara berat yang membuatnya nampak berwibawa.Esther yang melihat kedatangan pria itu pun segera berlari seraya merentangkan kedua tangannya dan memasang wajah sedih yang membuat pria itu mengernyit bingung."Papa!"Asteria mengernyit bingung sambil terus memegang lengannya saat mendengar Esther berteriak nyaring sambil berlari ke arah seorang pria gagah berwajah tampan yang baru saja tiba.Ia memandangi pria itu dari atas hingga ke bawah. Asteria semakin dibuat bingung, wajah pria itu memiliki sedikit kesamaan dengan dirinya meski tidak 100% membuat mereka terlihat sama."Lihatlah dia, bersikap seperti korban meski pada kenyataannya dia adalah penjahatnya.""Benar. Itulah kenapa aku membencinya. Jika Om Tobi sampai membela dia, aku akan mencakar wajah menggelikannya itu," gerutu Luna dengan wajah kesal.Ah, rupanya pria itu adalah ayah kandung Esther dan ayah angkat Asteria. Kini ia tau, mengapa Esther bisa begitu cepat merubah sikapnya. Gadis itu sepertinya ingin mencari muka di depan ayah mereka, Tobias Yasefa."Ada apa, Esther? Apakah terjadi sesuatu padamu?" tanya Tobias sambil mengusap rambut panjang Esther. Esther menyeringai saat mendengar nada khawatir terselip dalam ucapan sang ayah. Ia segera menunjuk rekan-rekan sekolahnya dengan wajah sedih yang begitu kentara jika itu dibuat-buat."Mereka semua menghakimi Esther, Papa. Esther tidak melakukan kesalahan apapun."Tobias mengerutkan keningnya saat mendengar penuturan dari sang putri. Ia mengamati wajah-wajah teman sekolah Esther yang memang tengah mengelilingi putrinya itu. Tobias sadar jika di wajah mereka memang menampakkan ketidaksukaan, mereka juga menatap Esther dengan sinis.Namun saat Tobias terus mengedarkan pandangannya, ia dikejutkan dengan kehadiran Asteria, putri dari mendiang kakaknya yang berdiri diapit oleh kedua sahabatnya sambil memegangi lengannya sendiri.Tobias sontak mendorong Esther ke samping dan berjalan mendekati Asteria. Ia menatap gadis itu dengan pandangan sendu saat sadar jika kedua mata Asteria tampak basah serta memerah."Apa yang terjadi padamu, Sayang?" tanya Tobias dengan lembut pada Asteria. Saat Asteria hendak membuka mulut untuk menjawab pertanyaan sang ayah, Luna justru lebih dulu menyelanya."Itu perbuatan Esther, Om! Dia memukul lengan Asteria dengan keras saat dia memaksa Asteria mengajaknya untuk ikut ke timezone bersama kita."Ivory menganggukkan kepalanya untuk menyetujui perkataan Luna. Tobias pun memandangi teman-teman Esther dan Asteria yang kini berbisik-bisik tepat setelah Luna menyampaikan apa yang terjadi di sana.Pria itu menghela napas saat sadar jika apa yang terjadi di sana memang berdasar dari tingkah Esther, putri kandungnya. Tobias pun tersenyum pada Luna dan Ivory kemudian dengan lembut menarik Asteria agar mendekat padanya."Terima kasih karena kalian sudah menjaga Asteria. Maaf jika Esther membuat kegaduhan. Dia memang terkadang berbuat sembrono."Esther menganga tak percaya saat melihat sikap ayahnya itu. Tobias justru lebih memilih memihak Asteria ketimbang membela dia, putri kandung Tobias sendiri dari cibiran rekan-rekan sekolahnya."Papa! Esther tidak bersalah, kenapa Papa har-""Diam! Kau sudah jelas berbuat kesalahan dengan menyakiti kakakmu. Tidakkah kau merasa bersalah untuk itu?" tanya Tobias dengan penuh penekanan pada Esther sambil menatap putrinya itu dengan tatapan tajam.Esther yang ditatap begitu dingin oleh sang ayah pun memilih untuk melangkah mundur. Ia mengepalkan kedua tangannya karena merasa jika sekali lagi Asteria telah mencuri perhatian dan kasih sayang ayah kandungnya dari dirinya."Esther tidak melakukan itu dengan sengaja. Esther hanya bergurau dengan kakak, Esther tidak tau jika kakak ternyata merasa sakit," ujar Esther dengan nada bicara yang terdengar lirih.Asteria yang mendengar itu diam-diam menghela napas jengah. Ia sudah cukup sering melihat segala bentuk kebusukan dalam hidupnya. Bukan hal baru lagi jika seseorang bisa mengubah ekspresinya begitu cepat. Lagipula Esther yang menjadi adiknya kini tidak jauh berbeda dengan Esther yang telah menghancurkan hidupnya di kehidupan sebelumnya."Tidak peduli itu bercanda atau serius, kau tetap bersalah karena sudah menyakiti kakakmu. Apa kau sudah meminta maaf padanya?" Esther tampak terkesiap mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Tobias. Asteria yang melihat wajah menggelikan Esther itu justru ingin sekali tertawa. Gadis itu pun tersenyum tipis sebelum akhirnya menatap sang ayah dengan raut wajah sedih."Papa, tidak perlu melakukan itu. Esther memang tidak bersalah. Ini semua terjadi karena Asteria yang terlalu lemah," ujar Asteria dengan sendu. Tobias yang melihat sikap sang putri sulung pun menghela napas pelan."Jangan terus mengabaikan kesalahannya, Asteria! Tidakkah kau ingat jika ini bahkan bukan kali pertama Esther berusaha menyakitimu!" Esther melotot dan mengepalkan kedua tangannya saat mendengar sergahan Luna.Sahabat Asteria yang satu itu memang seperti kembang api. Dia tidak pernah bisa menahan mulutnya untuk bicara. Gadis cerewet itu merupakan salah satu orang yang paling tidak disukai Esther setelah Asteria."Luna benar, biarkan Esther meminta maaf dan bertanggung jawab untuk kesalahannya. Papa tau, Asteria adalah orang yang sangat baik dan begitu peduli pada saudari Asteria, hanya saja, Esther memang bersalah. Jadi biar dia meminta maaf padamu, Nak."Asteria yang sebenarnya memang sudah mengarahkan alur kejadian ini pun mau tak mau mengangguk lemah sambil menatap Esther dengan wajah sendu. Esther menatap Asteria dengan kedua mata memicing tajam yang sarat akan kobaran permusuhan. Gadis itu hanya tidak tau jika Asteria telah sejak tadi diam-diam mengulum senyum."Cepat minta maaf kepada kakakmu, Esther!"Esther mengepalkan kedua tangannya dengan kuat hingga buku tangannya memutih seraya berjalan mendekati Asteria yang kini tengah dirangkul oleh Tobias. Gadis itu dengan tajam memandang Asteria sedangkan Asteria masih mempertahankan wajah sendunya."K-kakak, ma-maafkan aku," tutur Esther terbata-bata. Asteria menundukkan kepalanya untuk tersenyum, gadis itu lantas mendongak sambil pelan-pelan bertingkah seolah ia tengah mengusap air matanya."Tidak apa-apa, Esther. Kakak memaafkanmu, jangan merasa bersalah untuk ini, okay?" Esther tersenyum kaku mendengar ucapan Asteria kemudian ia mengangguk-anggukkan kepalanya pelan.Tobias tersenyum setelah melihat Esther meminta maaf pada Asteria. Ia merasa sedikit lega dan tenang karena kedua putrinya masih bisa akur berkat sikap Asteria yang begitu pemaaf."Ingat, jangan pernah lagi melakukan hal buruk pada kakakmu." Esther mengangguk mendengar peringatan dari sang ayah dan segera mendekat ke arah Tobias."Ayo kita pulang. Mama sudah memasak banyak makanan kesukaan kalian untuk merayakan berakhirnya masa ujian kalian."Asteria tersenyum manis pada Tobias sedangkan Esther justru merengut tepat setelah mendengar ucapan sang ayah. Ia menatap Tobias dengan wajah yang menampakkan kekesalan."Kenapa kita tidak makan di luar saja? Esther ingin makan di restoran mahal."Tobias dibuat kembali menghela napas oleh apa yang dikatakan oleh Esther setelah sebelumnya sudah sempat merasa senang melihat sikap Esther dan Asteria yang mau saling memaafkan, Asteria yang melihat perubahan wajah Tobias pun hanya menggigit bibir berusaha menahan tawanya sendiri.Esther turun dari mobil mewah sang ayah dengan wajah tertekuk kesal. Ia bahkan dengan kasar membanting pintu mobil di kursi penumpang begitu Tobias menghentikan mobil yang ia kendarai dan memarkirkannya di halaman rumah megah milik keluarga Yasefa itu.Perilaku Esther justru berbanding terbalik dengan Asteria, kakak tirinya. Tobias melirik Asteria yang tengah duduk di sampingnya sambil melihat sikap buruk Esther barusan dengan wajah melongo.Saat Tobias hendak memulai pembicaraan dengan gadis itu, Asteria lebih dulu menghadap kepadanya sembari membuka sabuk pengamannya dengan lembut. Senyuman yang muncul di wajah Asteria membuat Tobias mau tak mau ikut tersenyum."Maafkan Esther, Papa. Mungkin dia masih kesal dengan sikap teman-teman yang tadi menghakiminya." Tobias mengulurkan tangannya dan mengusap rambut panjang Asteria dengan lembut seraya terkekeh pelan."Tidak apa-apa, Sayang. Lagipula ini bukan pertama kalinya kita melihat sikap Esther yang seperti itu kan?"Asteria tertawa kec
"Kau itu memang tidak berguna! Seharusnya kau mati, dasar miskin!" Seorang wanita menyeringai puas melihat wanita lain yang tak bukan adalah adik tirinya sendiri tengah dirundung oleh hampir seluruh siswa dan siswi di sekolah mereka. Ia adalah Esther Yasefa, si cantik putri bungsu keluarga Yasefa. Jika Esther adalah seorang tuan putri di dunia nyata yang begitu dipuja, maka hal itu sangat berbanding terbalik dengan sang adik tiri yang merupakan putri sulung keluarga Yasefa. Dia adalah Asteria Yasefa. Asteria Yasefa adalah putri sulung dalam keluarga Yasefa. Asteria disebut sebagai putri yang terbuang dalam keluarga Yasefa. Bukan tanpa alasan, selain karena ia bukanlah putri kandung dari Bella Hardy dan Tobias Yasefa, Asteria selalu dianggap tertinggal. Ia dikenal sebagai seorang wanita bodoh yang tidak memiliki bakat sedikitpun. Jika Esther bersinar begitu terang, maka Asteria adalah api lilin yang nyaris padam. Meski namanya berarti bintang, Asteria tidak pernah memiliki cahayany
"Asteria sangat bodoh!" Seorang gadis dalam balutan gaun merah berenda dan dihiasi bordir itu menutup buku berukuran cukup besar dan tebal di tangannya dengan kasar. Ia meletakkan buku itu di atas sebuah meja rias yang dicat berwarna emas dengan hati-hati. "Kenapa Anda mengatakan itu, Yang Mulia? Bukankah Yang Mulia Edith sangat menyukai buku tentang manusia itu?" Gadis bernama Edith itu menghela napas berat dan kembali melihat buku yang ia letakkan di atas meja riasnya. Ia kemudian mengalihkan pandangannya dan menatap seorang pelayan wanita yang kini tengah mengambil sebuah gaun baru untuk Edith dengan kedua matanya yang berwarna merah menyala. "Aku kesal pada Asteria. Kenapa dia harus bunuh diri dengan cara seperti itu? Apa semua manusia bertindak sebodoh itu?" Lilianne terkekeh pelan kemudian berjalan menuju sang tuan putri sembari membawa sebuah gaun megah berwarna biru cerah dibantu oleh dua rekan lainnya yang bernama Rosseta dan Zaryne. "Anda tidak akan tau bagaimana rasan
"Asteria? Asteria bangun!"Edith mengerutkan keningnya saat ia merasakan pening yang begitu hebat mendera kepalanya. Ia sadar jika kini tubuhnya sedang diguncang dengan kuat oleh seseorang yang tidak ia ketahui. Edith samar-samar mendengar suara riuh di sekitarnya, tubuhnya terasa begitu kaku dan sakit.Mungkinkah Esther sudi mendekat dan mencoba menyelematkannya? Edith ingat betul bagaimana sakit yang ia rasakan di sekujur tubuhnya tepat setelah ia jatuh menghantam tanah. Apakah orang tuanya kini sudah mengetahui keadaannya?Tulang-tulang Edith terasa remuk dan hancur berkeping-keping. Kepalanya terasa pecah dan pandangannya gelap hingga perlahan semua rasa sakit itu menghilang. Edith yang sebelumnya merasakan sakit luar biasa menjadi nyaman dalam gelapnya.Tetapi tak lama, rasa sakit itu justru kembali. Ia merasakan pusing yang teramat sangat bersamaan dengan suara seorang gadis yang terdengar sedikit cempreng di telinganya."Asteria bangun! Kelas Miss Vivianne sebentar lagi dimulai
Luna tersenyum kecil pada Edith saat gadis itu sudah duduk di tepian ranjang ruang kesehatan. Edith hanya membalas senyuman kecil Luna itu dengan senyum sederhana.Gadis itu masih merasa begitu asing dengan tempat yang ia diami sekarang. Edith mengedarkan pandangannya dan melihat ke seliling ruangan bernuansa putih itu dengan kedua mata bulatnya."Aku akan memanggil seorang perawat untukmu, Asteria."Edith yang mendengar itu pun sontak menggeleng dengan ribut dan menatap Luna dengan wajah sedikit panik. Ia bahkan hendak turun dari ranjang ruang kesehatan jika Luna tidak menahannya."Tidak perlu. Aku, aku hanya butuh waktu untuk sendirian dan istirahat."Luna menghela napas panjang mendengar jawaban Edith. Ia pun hanya bisa mengangguk pasrah dan menepuk bahu Edith dengan lembut untuk sekedar memberikan dukungan pada gadis itu."Lekaslah sembuh. Aku akan meninggalkanmu, aku juga akan meminta ijin untukmu pada Miss Vivianne."Edith mengangguk kecil sebagai tanggapan atas perkataan Luna.
Asteria membaca lembaran surat di tangannya dengan senyum kecil. Setelah Vivianne menyebarkan undangan pada semua murid dalam kelas akselerasi yang didiami oleh Asteria, ia memerintahkan murid-muridnya untuk pulang karena waktu pembelajaran diselesaikan lebih awal.Asteria berjalan berdua dengan Luna menuju halaman depan Yu Zhorn Junior High School yang merupakan salah satu sekolah menengah pertama paling terkenal di kota Arone. Kota Arone adalah ibukota dari negara Bjorn yang ditinggali oleh Asteria."Aku yakin jika kau pasti akan mendapatkan nilai terbaik secara paralel seperti tahun lalu, Asteria!"Asteria menoleh pada Luna setelah mendengar ucapan penuh semangat dari kawannya itu. Ia tertawa kecil sembari memasukkan surat yang diberikan Vivianne padanya setelah melipat surat itu dengan rapi.Asteria tersenyum seraya menatap lurus ke depan. Senyuman di wajahnya begitu lebar yang membuat gadis itu tampak begitu ayu. Bukan tanpa alasan, Asteria tersenyum karena ia memang sudah tau ji
Esther turun dari mobil mewah sang ayah dengan wajah tertekuk kesal. Ia bahkan dengan kasar membanting pintu mobil di kursi penumpang begitu Tobias menghentikan mobil yang ia kendarai dan memarkirkannya di halaman rumah megah milik keluarga Yasefa itu.Perilaku Esther justru berbanding terbalik dengan Asteria, kakak tirinya. Tobias melirik Asteria yang tengah duduk di sampingnya sambil melihat sikap buruk Esther barusan dengan wajah melongo.Saat Tobias hendak memulai pembicaraan dengan gadis itu, Asteria lebih dulu menghadap kepadanya sembari membuka sabuk pengamannya dengan lembut. Senyuman yang muncul di wajah Asteria membuat Tobias mau tak mau ikut tersenyum."Maafkan Esther, Papa. Mungkin dia masih kesal dengan sikap teman-teman yang tadi menghakiminya." Tobias mengulurkan tangannya dan mengusap rambut panjang Asteria dengan lembut seraya terkekeh pelan."Tidak apa-apa, Sayang. Lagipula ini bukan pertama kalinya kita melihat sikap Esther yang seperti itu kan?"Asteria tertawa kec
"Apa yang terjadi?"Seorang pria dalam balutan jas rapi berjalan menerobos kerumunan para siswa dan siswi Sekolah Menengah Pertama itu dengan langkah tegas dan suara berat yang membuatnya nampak berwibawa.Esther yang melihat kedatangan pria itu pun segera berlari seraya merentangkan kedua tangannya dan memasang wajah sedih yang membuat pria itu mengernyit bingung."Papa!"Asteria mengernyit bingung sambil terus memegang lengannya saat mendengar Esther berteriak nyaring sambil berlari ke arah seorang pria gagah berwajah tampan yang baru saja tiba.Ia memandangi pria itu dari atas hingga ke bawah. Asteria semakin dibuat bingung, wajah pria itu memiliki sedikit kesamaan dengan dirinya meski tidak 100% membuat mereka terlihat sama."Lihatlah dia, bersikap seperti korban meski pada kenyataannya dia adalah penjahatnya.""Benar. Itulah kenapa aku membencinya. Jika Om Tobi sampai membela dia, aku akan mencakar wajah menggelikannya itu," gerutu Luna dengan wajah kesal.Ah, rupanya pria itu ad
Asteria membaca lembaran surat di tangannya dengan senyum kecil. Setelah Vivianne menyebarkan undangan pada semua murid dalam kelas akselerasi yang didiami oleh Asteria, ia memerintahkan murid-muridnya untuk pulang karena waktu pembelajaran diselesaikan lebih awal.Asteria berjalan berdua dengan Luna menuju halaman depan Yu Zhorn Junior High School yang merupakan salah satu sekolah menengah pertama paling terkenal di kota Arone. Kota Arone adalah ibukota dari negara Bjorn yang ditinggali oleh Asteria."Aku yakin jika kau pasti akan mendapatkan nilai terbaik secara paralel seperti tahun lalu, Asteria!"Asteria menoleh pada Luna setelah mendengar ucapan penuh semangat dari kawannya itu. Ia tertawa kecil sembari memasukkan surat yang diberikan Vivianne padanya setelah melipat surat itu dengan rapi.Asteria tersenyum seraya menatap lurus ke depan. Senyuman di wajahnya begitu lebar yang membuat gadis itu tampak begitu ayu. Bukan tanpa alasan, Asteria tersenyum karena ia memang sudah tau ji
Luna tersenyum kecil pada Edith saat gadis itu sudah duduk di tepian ranjang ruang kesehatan. Edith hanya membalas senyuman kecil Luna itu dengan senyum sederhana.Gadis itu masih merasa begitu asing dengan tempat yang ia diami sekarang. Edith mengedarkan pandangannya dan melihat ke seliling ruangan bernuansa putih itu dengan kedua mata bulatnya."Aku akan memanggil seorang perawat untukmu, Asteria."Edith yang mendengar itu pun sontak menggeleng dengan ribut dan menatap Luna dengan wajah sedikit panik. Ia bahkan hendak turun dari ranjang ruang kesehatan jika Luna tidak menahannya."Tidak perlu. Aku, aku hanya butuh waktu untuk sendirian dan istirahat."Luna menghela napas panjang mendengar jawaban Edith. Ia pun hanya bisa mengangguk pasrah dan menepuk bahu Edith dengan lembut untuk sekedar memberikan dukungan pada gadis itu."Lekaslah sembuh. Aku akan meninggalkanmu, aku juga akan meminta ijin untukmu pada Miss Vivianne."Edith mengangguk kecil sebagai tanggapan atas perkataan Luna.
"Asteria? Asteria bangun!"Edith mengerutkan keningnya saat ia merasakan pening yang begitu hebat mendera kepalanya. Ia sadar jika kini tubuhnya sedang diguncang dengan kuat oleh seseorang yang tidak ia ketahui. Edith samar-samar mendengar suara riuh di sekitarnya, tubuhnya terasa begitu kaku dan sakit.Mungkinkah Esther sudi mendekat dan mencoba menyelematkannya? Edith ingat betul bagaimana sakit yang ia rasakan di sekujur tubuhnya tepat setelah ia jatuh menghantam tanah. Apakah orang tuanya kini sudah mengetahui keadaannya?Tulang-tulang Edith terasa remuk dan hancur berkeping-keping. Kepalanya terasa pecah dan pandangannya gelap hingga perlahan semua rasa sakit itu menghilang. Edith yang sebelumnya merasakan sakit luar biasa menjadi nyaman dalam gelapnya.Tetapi tak lama, rasa sakit itu justru kembali. Ia merasakan pusing yang teramat sangat bersamaan dengan suara seorang gadis yang terdengar sedikit cempreng di telinganya."Asteria bangun! Kelas Miss Vivianne sebentar lagi dimulai
"Asteria sangat bodoh!" Seorang gadis dalam balutan gaun merah berenda dan dihiasi bordir itu menutup buku berukuran cukup besar dan tebal di tangannya dengan kasar. Ia meletakkan buku itu di atas sebuah meja rias yang dicat berwarna emas dengan hati-hati. "Kenapa Anda mengatakan itu, Yang Mulia? Bukankah Yang Mulia Edith sangat menyukai buku tentang manusia itu?" Gadis bernama Edith itu menghela napas berat dan kembali melihat buku yang ia letakkan di atas meja riasnya. Ia kemudian mengalihkan pandangannya dan menatap seorang pelayan wanita yang kini tengah mengambil sebuah gaun baru untuk Edith dengan kedua matanya yang berwarna merah menyala. "Aku kesal pada Asteria. Kenapa dia harus bunuh diri dengan cara seperti itu? Apa semua manusia bertindak sebodoh itu?" Lilianne terkekeh pelan kemudian berjalan menuju sang tuan putri sembari membawa sebuah gaun megah berwarna biru cerah dibantu oleh dua rekan lainnya yang bernama Rosseta dan Zaryne. "Anda tidak akan tau bagaimana rasan
"Kau itu memang tidak berguna! Seharusnya kau mati, dasar miskin!" Seorang wanita menyeringai puas melihat wanita lain yang tak bukan adalah adik tirinya sendiri tengah dirundung oleh hampir seluruh siswa dan siswi di sekolah mereka. Ia adalah Esther Yasefa, si cantik putri bungsu keluarga Yasefa. Jika Esther adalah seorang tuan putri di dunia nyata yang begitu dipuja, maka hal itu sangat berbanding terbalik dengan sang adik tiri yang merupakan putri sulung keluarga Yasefa. Dia adalah Asteria Yasefa. Asteria Yasefa adalah putri sulung dalam keluarga Yasefa. Asteria disebut sebagai putri yang terbuang dalam keluarga Yasefa. Bukan tanpa alasan, selain karena ia bukanlah putri kandung dari Bella Hardy dan Tobias Yasefa, Asteria selalu dianggap tertinggal. Ia dikenal sebagai seorang wanita bodoh yang tidak memiliki bakat sedikitpun. Jika Esther bersinar begitu terang, maka Asteria adalah api lilin yang nyaris padam. Meski namanya berarti bintang, Asteria tidak pernah memiliki cahayany