"Asteria? Asteria bangun!"
Edith mengerutkan keningnya saat ia merasakan pening yang begitu hebat mendera kepalanya. Ia sadar jika kini tubuhnya sedang diguncang dengan kuat oleh seseorang yang tidak ia ketahui. Edith samar-samar mendengar suara riuh di sekitarnya, tubuhnya terasa begitu kaku dan sakit.Mungkinkah Esther sudi mendekat dan mencoba menyelematkannya? Edith ingat betul bagaimana sakit yang ia rasakan di sekujur tubuhnya tepat setelah ia jatuh menghantam tanah. Apakah orang tuanya kini sudah mengetahui keadaannya?Tulang-tulang Edith terasa remuk dan hancur berkeping-keping. Kepalanya terasa pecah dan pandangannya gelap hingga perlahan semua rasa sakit itu menghilang. Edith yang sebelumnya merasakan sakit luar biasa menjadi nyaman dalam gelapnya.Tetapi tak lama, rasa sakit itu justru kembali. Ia merasakan pusing yang teramat sangat bersamaan dengan suara seorang gadis yang terdengar sedikit cempreng di telinganya."Asteria bangun! Kelas Miss Vivianne sebentar lagi dimulai!"Edith perlahan mencoba mengerjapkan kedua matanya saat ia samar-samar mendengar suara gadis itu memanggil namanya seseorang yang begitu familiar di telinga Edith."Astaga, Asteria!"Edith sepenuhnya membuka kedua mata dalam kondisi terperenjat kaget setelah mendengar teriakan seorang gadis yang duduk tepat di sampingnya itu. Ia menoleh dan menatap gadis itu dengan wajah bingung.Edith tidak pernah melihat gadis ini di istananya. Edith pun mengedarkan pandangannya dan melihat sekitarnya. Kedua matanya membelalak kaget saat melihat dimana ia berada.Hal terakhir yang Edith lihat sebelum semua berubah menjadi gelap adalah halaman luas dari paviliun milik perdana menteri. Tetapi apa yang dilihat matanya kini justru sangat berbeda dengan apa yang dilihatnya terakhir kali.Edith kini berapa di dalam sebuah ruangan yang amat sangat mirip dengan ruangan yang ada di dalam istana, ruangan itu selalu digunakan oleh Edith dan anak-anak lain dari raja dan ratu kerajaan lain untuk mempelajari sihir."Asteria? Apa yang terjadi padamu?" tanya seorang gadis dengan sebuah tanda nama kecil tersemat di dada kirinya yang bertuliskan Lulamoon Jayana dengan wajah panik serta penuh kekhawatiran.Edith yang mendengar itu hanya diam dan mengamati gadis di sampingnya dengan wajah kebingungan. Kening Edith berkerut dalam saat melihat kedua mata gadis dengan nama Lunamoon itu berwarna coklat dan bukannya merah seperti dirinya.Luna yang melihat sikap aneh dari gadis di depannya itu pun berinisiatif untuk menyadarkannya dengan cara mengguncang bahunya. Edith yang masih merasakan pusing di kepalanya tentu saja meringis dengan apa yang baru saja dilakukan oleh Luna."Sebenarnya ada apa denganmu, Asteria? Apa kau sakit? Haruskah kita ke klinik?" tanya Luna dengan wajah khawatir yang membuat Edith justru semakin kebingungan.Edith yang sudah mulai membaik setelah diam selama beberapa saat pun sontak menatap Luna dengan kedua mata membulat. Ia baru saja sadar jika gadis aneh di depannya itu tidak memanggilnya dengan Yang Mulia ataupun Edith.Luna justru memanggilnya dengan nama lain yang bukan namanya. Edith kembali mengedarkan pandangannya dan melihat orang-orang yang berada di dalam ruangan yang sama dengannya.Mereka semua tampak muda dengan pakaian yang seragam. Mereka asik bercengkrama serta bersenda gurau dengan satu sama lain. Edith menatap bingung pada mereka karena tak satupun dari mereka terlihat mirip dengan vampir yang biasa ia lihat di Land Of Most.Edith yang masih bertanya-tanya tentang kondisi aneh dari dirinya pun hanya menunduk dengan pandangan kosong hingga kedua matanya secara tidak sengaja mengarah pada sebuah cermin kecil di atas meja yang berada di depannya.Edith pun meraih cermin kecil itu dan mengarahkan benda itu ke wajahnya sendiri. Tepat setelah pantulan wajahnya muncul di cermin, Edith menjatuhkan cermin itu ke lantai hingga hancur berkeping-keping.Bukan hanya mereka yang berada di sekitar Edith yang tampak berbeda, dirinya pun juga sama. Edith ingat jika wajahnya tidak seperti ini, namun kini Edith justru berubah menjadi orang lain dengan wajah yang berbeda.Ia kehilangan mata merahnya yang menyala. Edith juga tak menemukan kedua taringnya yang runcing. Rambut pirangnya berubah warna menjadi kecoklatan. Edith terkesiap dengan kondisinya sendiri.Apa yang sebenarnya terjadi setelah kejadian di balkon kamar Esther itu? Edith ingat betul jika tubuhnya jatuh menghantam tanah, bukan pergi ke tempat lain. Tetapi setelah membuka mata, Edith justru berada di tempat asing dan juga berubah menjadi orang asing."Asteria! Ada apa denganmu?!" teriak Luna saat Edith dengan kaget menjatuhkan cermin miliknnya ke lantai. Hal itu mengundang tanya dari semua teman-temannya. Mereka pun berbondong-bondong mendekati meja yang diduduki oleh Edith dan Luna untuk melihat keadaan Edith.Saat Edith kembali mendengar nama itu disebutkan, tubuhnya tiba-tiba menegang kaku. Sebuah ingatan berputar di kepalanya tentang ia yang selalu dengan rajin membaca sebuah buku kemana pun dia pergi. Kedua mata Edith membelalak ketika ia ingat jika Asteria adalah nama tokoh utama dari buku favoritnya.Buku yang juga sempat melukai kepalanya cukup parah sebelum akhirnya ia memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan melompat dari balkon kamar Esther Mafalda, sahabatnya sendiri.Edith dengan shock menutup mulutnya sendiri. Ia tak bisa mempercayai apa yang kini ia alami. Edith melihat orang-orang di sekelilingnya dengan pandangan kaget, kini ia yakin, mereka semua adalah manusia.Apakah ini benar-benar nyata? Edith masih tak percaya, ia justru terbangun sebagai tokoh utama dari buku favoritnya sendiri setelah mencoba bunuh diri. Tokoh utama yang juga memiliki kisah menyedihkan seperti dirinya."Asteria?"Edith terkesiap saat Luna kembali memanggil dirinya dengan nama Asteria sambil bertanya dengan wajah khawatir padanya. Edith pun berdeham pelan dan berusaha untuk tersenyum dengan kaku kepada Luna."A-aku Asteria, ak-aku ba-baik-baik saja. Kepalaku hanya sakit setelah terbangun dari tidurku."Jawaban Edith membuat Luna menghela napas lega. Gadis itu mengusap dadanya sendiri dan tersenyum pada Edith sebelum akhirnya memerintahkan teman-temannya untuk pergi meninggalkan meja yang ia dan Edith tempati."Aku akan mengantarmu ke ruang kesehatan, ayo Asteria."Edith pun mengangguk dan berdiri untuk menerima tawaran Luna. Ia tersenyum sembari meraih tangan Luna yang terulur padanya. Luna pun mengantarkan Edith menuju ruang kesehatan seperti yang ia katakan.Di sepanjang jalan, Edith dibuat berdecak kagum sekaligus tercengang. Dunia manusia sungguh jauh berbeda dengan dunianya. Land Of Most memiliki bangunan tua yang megah dan tertata begitu apik.Namun, tempat yang ia singgahi kini justru berbanding terbalik, tembok bangunan tampak dipoles begitu halus. Cahaya terang dari sinar matahari dibiarkan masuk melalui jendela-jendela besar yang terbuka.Beberapa orang yang kebetulan berpapasan dengan Edith dan Luna tampak tersenyum dan menyapa mereka dengan ramah. Edith mau tak mau pun membalas sapaan mereka dengan senyuman.Ia ingat, dalam buku yang ia baca, Asteria memang menjadi kesayangan semua orang. Gadis itu begitu terkenal di sekolahnya, ya, sekolah. Edith ingat dengan jelas jika halaman awal di buku itu menceritakan tentang kisah masa sekolah Asteria yang begitu bahagia di Sekolah Menengah Pertama.Melihat bagaimana baiknya semua orang bersikap padanya, Edith yakin jika kini ia berada di tubuh Asteria pada masa Sekolah Menengah Pertama gadis malang itu. Edith menghela napas pelan-pelan, jika benar ia berada di tubuh Asteria pada masa Sekolah Menengah Pertama, bukankah setelah ini akan banyak segudang masalah menantinya?Luna tersenyum kecil pada Edith saat gadis itu sudah duduk di tepian ranjang ruang kesehatan. Edith hanya membalas senyuman kecil Luna itu dengan senyum sederhana.Gadis itu masih merasa begitu asing dengan tempat yang ia diami sekarang. Edith mengedarkan pandangannya dan melihat ke seliling ruangan bernuansa putih itu dengan kedua mata bulatnya."Aku akan memanggil seorang perawat untukmu, Asteria."Edith yang mendengar itu pun sontak menggeleng dengan ribut dan menatap Luna dengan wajah sedikit panik. Ia bahkan hendak turun dari ranjang ruang kesehatan jika Luna tidak menahannya."Tidak perlu. Aku, aku hanya butuh waktu untuk sendirian dan istirahat."Luna menghela napas panjang mendengar jawaban Edith. Ia pun hanya bisa mengangguk pasrah dan menepuk bahu Edith dengan lembut untuk sekedar memberikan dukungan pada gadis itu."Lekaslah sembuh. Aku akan meninggalkanmu, aku juga akan meminta ijin untukmu pada Miss Vivianne."Edith mengangguk kecil sebagai tanggapan atas perkataan Luna.
Asteria membaca lembaran surat di tangannya dengan senyum kecil. Setelah Vivianne menyebarkan undangan pada semua murid dalam kelas akselerasi yang didiami oleh Asteria, ia memerintahkan murid-muridnya untuk pulang karena waktu pembelajaran diselesaikan lebih awal.Asteria berjalan berdua dengan Luna menuju halaman depan Yu Zhorn Junior High School yang merupakan salah satu sekolah menengah pertama paling terkenal di kota Arone. Kota Arone adalah ibukota dari negara Bjorn yang ditinggali oleh Asteria."Aku yakin jika kau pasti akan mendapatkan nilai terbaik secara paralel seperti tahun lalu, Asteria!"Asteria menoleh pada Luna setelah mendengar ucapan penuh semangat dari kawannya itu. Ia tertawa kecil sembari memasukkan surat yang diberikan Vivianne padanya setelah melipat surat itu dengan rapi.Asteria tersenyum seraya menatap lurus ke depan. Senyuman di wajahnya begitu lebar yang membuat gadis itu tampak begitu ayu. Bukan tanpa alasan, Asteria tersenyum karena ia memang sudah tau ji
"Apa yang terjadi?"Seorang pria dalam balutan jas rapi berjalan menerobos kerumunan para siswa dan siswi Sekolah Menengah Pertama itu dengan langkah tegas dan suara berat yang membuatnya nampak berwibawa.Esther yang melihat kedatangan pria itu pun segera berlari seraya merentangkan kedua tangannya dan memasang wajah sedih yang membuat pria itu mengernyit bingung."Papa!"Asteria mengernyit bingung sambil terus memegang lengannya saat mendengar Esther berteriak nyaring sambil berlari ke arah seorang pria gagah berwajah tampan yang baru saja tiba.Ia memandangi pria itu dari atas hingga ke bawah. Asteria semakin dibuat bingung, wajah pria itu memiliki sedikit kesamaan dengan dirinya meski tidak 100% membuat mereka terlihat sama."Lihatlah dia, bersikap seperti korban meski pada kenyataannya dia adalah penjahatnya.""Benar. Itulah kenapa aku membencinya. Jika Om Tobi sampai membela dia, aku akan mencakar wajah menggelikannya itu," gerutu Luna dengan wajah kesal.Ah, rupanya pria itu ad
Esther turun dari mobil mewah sang ayah dengan wajah tertekuk kesal. Ia bahkan dengan kasar membanting pintu mobil di kursi penumpang begitu Tobias menghentikan mobil yang ia kendarai dan memarkirkannya di halaman rumah megah milik keluarga Yasefa itu.Perilaku Esther justru berbanding terbalik dengan Asteria, kakak tirinya. Tobias melirik Asteria yang tengah duduk di sampingnya sambil melihat sikap buruk Esther barusan dengan wajah melongo.Saat Tobias hendak memulai pembicaraan dengan gadis itu, Asteria lebih dulu menghadap kepadanya sembari membuka sabuk pengamannya dengan lembut. Senyuman yang muncul di wajah Asteria membuat Tobias mau tak mau ikut tersenyum."Maafkan Esther, Papa. Mungkin dia masih kesal dengan sikap teman-teman yang tadi menghakiminya." Tobias mengulurkan tangannya dan mengusap rambut panjang Asteria dengan lembut seraya terkekeh pelan."Tidak apa-apa, Sayang. Lagipula ini bukan pertama kalinya kita melihat sikap Esther yang seperti itu kan?"Asteria tertawa kec
"Kau itu memang tidak berguna! Seharusnya kau mati, dasar miskin!" Seorang wanita menyeringai puas melihat wanita lain yang tak bukan adalah adik tirinya sendiri tengah dirundung oleh hampir seluruh siswa dan siswi di sekolah mereka. Ia adalah Esther Yasefa, si cantik putri bungsu keluarga Yasefa. Jika Esther adalah seorang tuan putri di dunia nyata yang begitu dipuja, maka hal itu sangat berbanding terbalik dengan sang adik tiri yang merupakan putri sulung keluarga Yasefa. Dia adalah Asteria Yasefa. Asteria Yasefa adalah putri sulung dalam keluarga Yasefa. Asteria disebut sebagai putri yang terbuang dalam keluarga Yasefa. Bukan tanpa alasan, selain karena ia bukanlah putri kandung dari Bella Hardy dan Tobias Yasefa, Asteria selalu dianggap tertinggal. Ia dikenal sebagai seorang wanita bodoh yang tidak memiliki bakat sedikitpun. Jika Esther bersinar begitu terang, maka Asteria adalah api lilin yang nyaris padam. Meski namanya berarti bintang, Asteria tidak pernah memiliki cahayany
"Asteria sangat bodoh!" Seorang gadis dalam balutan gaun merah berenda dan dihiasi bordir itu menutup buku berukuran cukup besar dan tebal di tangannya dengan kasar. Ia meletakkan buku itu di atas sebuah meja rias yang dicat berwarna emas dengan hati-hati. "Kenapa Anda mengatakan itu, Yang Mulia? Bukankah Yang Mulia Edith sangat menyukai buku tentang manusia itu?" Gadis bernama Edith itu menghela napas berat dan kembali melihat buku yang ia letakkan di atas meja riasnya. Ia kemudian mengalihkan pandangannya dan menatap seorang pelayan wanita yang kini tengah mengambil sebuah gaun baru untuk Edith dengan kedua matanya yang berwarna merah menyala. "Aku kesal pada Asteria. Kenapa dia harus bunuh diri dengan cara seperti itu? Apa semua manusia bertindak sebodoh itu?" Lilianne terkekeh pelan kemudian berjalan menuju sang tuan putri sembari membawa sebuah gaun megah berwarna biru cerah dibantu oleh dua rekan lainnya yang bernama Rosseta dan Zaryne. "Anda tidak akan tau bagaimana rasan
Esther turun dari mobil mewah sang ayah dengan wajah tertekuk kesal. Ia bahkan dengan kasar membanting pintu mobil di kursi penumpang begitu Tobias menghentikan mobil yang ia kendarai dan memarkirkannya di halaman rumah megah milik keluarga Yasefa itu.Perilaku Esther justru berbanding terbalik dengan Asteria, kakak tirinya. Tobias melirik Asteria yang tengah duduk di sampingnya sambil melihat sikap buruk Esther barusan dengan wajah melongo.Saat Tobias hendak memulai pembicaraan dengan gadis itu, Asteria lebih dulu menghadap kepadanya sembari membuka sabuk pengamannya dengan lembut. Senyuman yang muncul di wajah Asteria membuat Tobias mau tak mau ikut tersenyum."Maafkan Esther, Papa. Mungkin dia masih kesal dengan sikap teman-teman yang tadi menghakiminya." Tobias mengulurkan tangannya dan mengusap rambut panjang Asteria dengan lembut seraya terkekeh pelan."Tidak apa-apa, Sayang. Lagipula ini bukan pertama kalinya kita melihat sikap Esther yang seperti itu kan?"Asteria tertawa kec
"Apa yang terjadi?"Seorang pria dalam balutan jas rapi berjalan menerobos kerumunan para siswa dan siswi Sekolah Menengah Pertama itu dengan langkah tegas dan suara berat yang membuatnya nampak berwibawa.Esther yang melihat kedatangan pria itu pun segera berlari seraya merentangkan kedua tangannya dan memasang wajah sedih yang membuat pria itu mengernyit bingung."Papa!"Asteria mengernyit bingung sambil terus memegang lengannya saat mendengar Esther berteriak nyaring sambil berlari ke arah seorang pria gagah berwajah tampan yang baru saja tiba.Ia memandangi pria itu dari atas hingga ke bawah. Asteria semakin dibuat bingung, wajah pria itu memiliki sedikit kesamaan dengan dirinya meski tidak 100% membuat mereka terlihat sama."Lihatlah dia, bersikap seperti korban meski pada kenyataannya dia adalah penjahatnya.""Benar. Itulah kenapa aku membencinya. Jika Om Tobi sampai membela dia, aku akan mencakar wajah menggelikannya itu," gerutu Luna dengan wajah kesal.Ah, rupanya pria itu ad
Asteria membaca lembaran surat di tangannya dengan senyum kecil. Setelah Vivianne menyebarkan undangan pada semua murid dalam kelas akselerasi yang didiami oleh Asteria, ia memerintahkan murid-muridnya untuk pulang karena waktu pembelajaran diselesaikan lebih awal.Asteria berjalan berdua dengan Luna menuju halaman depan Yu Zhorn Junior High School yang merupakan salah satu sekolah menengah pertama paling terkenal di kota Arone. Kota Arone adalah ibukota dari negara Bjorn yang ditinggali oleh Asteria."Aku yakin jika kau pasti akan mendapatkan nilai terbaik secara paralel seperti tahun lalu, Asteria!"Asteria menoleh pada Luna setelah mendengar ucapan penuh semangat dari kawannya itu. Ia tertawa kecil sembari memasukkan surat yang diberikan Vivianne padanya setelah melipat surat itu dengan rapi.Asteria tersenyum seraya menatap lurus ke depan. Senyuman di wajahnya begitu lebar yang membuat gadis itu tampak begitu ayu. Bukan tanpa alasan, Asteria tersenyum karena ia memang sudah tau ji
Luna tersenyum kecil pada Edith saat gadis itu sudah duduk di tepian ranjang ruang kesehatan. Edith hanya membalas senyuman kecil Luna itu dengan senyum sederhana.Gadis itu masih merasa begitu asing dengan tempat yang ia diami sekarang. Edith mengedarkan pandangannya dan melihat ke seliling ruangan bernuansa putih itu dengan kedua mata bulatnya."Aku akan memanggil seorang perawat untukmu, Asteria."Edith yang mendengar itu pun sontak menggeleng dengan ribut dan menatap Luna dengan wajah sedikit panik. Ia bahkan hendak turun dari ranjang ruang kesehatan jika Luna tidak menahannya."Tidak perlu. Aku, aku hanya butuh waktu untuk sendirian dan istirahat."Luna menghela napas panjang mendengar jawaban Edith. Ia pun hanya bisa mengangguk pasrah dan menepuk bahu Edith dengan lembut untuk sekedar memberikan dukungan pada gadis itu."Lekaslah sembuh. Aku akan meninggalkanmu, aku juga akan meminta ijin untukmu pada Miss Vivianne."Edith mengangguk kecil sebagai tanggapan atas perkataan Luna.
"Asteria? Asteria bangun!"Edith mengerutkan keningnya saat ia merasakan pening yang begitu hebat mendera kepalanya. Ia sadar jika kini tubuhnya sedang diguncang dengan kuat oleh seseorang yang tidak ia ketahui. Edith samar-samar mendengar suara riuh di sekitarnya, tubuhnya terasa begitu kaku dan sakit.Mungkinkah Esther sudi mendekat dan mencoba menyelematkannya? Edith ingat betul bagaimana sakit yang ia rasakan di sekujur tubuhnya tepat setelah ia jatuh menghantam tanah. Apakah orang tuanya kini sudah mengetahui keadaannya?Tulang-tulang Edith terasa remuk dan hancur berkeping-keping. Kepalanya terasa pecah dan pandangannya gelap hingga perlahan semua rasa sakit itu menghilang. Edith yang sebelumnya merasakan sakit luar biasa menjadi nyaman dalam gelapnya.Tetapi tak lama, rasa sakit itu justru kembali. Ia merasakan pusing yang teramat sangat bersamaan dengan suara seorang gadis yang terdengar sedikit cempreng di telinganya."Asteria bangun! Kelas Miss Vivianne sebentar lagi dimulai
"Asteria sangat bodoh!" Seorang gadis dalam balutan gaun merah berenda dan dihiasi bordir itu menutup buku berukuran cukup besar dan tebal di tangannya dengan kasar. Ia meletakkan buku itu di atas sebuah meja rias yang dicat berwarna emas dengan hati-hati. "Kenapa Anda mengatakan itu, Yang Mulia? Bukankah Yang Mulia Edith sangat menyukai buku tentang manusia itu?" Gadis bernama Edith itu menghela napas berat dan kembali melihat buku yang ia letakkan di atas meja riasnya. Ia kemudian mengalihkan pandangannya dan menatap seorang pelayan wanita yang kini tengah mengambil sebuah gaun baru untuk Edith dengan kedua matanya yang berwarna merah menyala. "Aku kesal pada Asteria. Kenapa dia harus bunuh diri dengan cara seperti itu? Apa semua manusia bertindak sebodoh itu?" Lilianne terkekeh pelan kemudian berjalan menuju sang tuan putri sembari membawa sebuah gaun megah berwarna biru cerah dibantu oleh dua rekan lainnya yang bernama Rosseta dan Zaryne. "Anda tidak akan tau bagaimana rasan
"Kau itu memang tidak berguna! Seharusnya kau mati, dasar miskin!" Seorang wanita menyeringai puas melihat wanita lain yang tak bukan adalah adik tirinya sendiri tengah dirundung oleh hampir seluruh siswa dan siswi di sekolah mereka. Ia adalah Esther Yasefa, si cantik putri bungsu keluarga Yasefa. Jika Esther adalah seorang tuan putri di dunia nyata yang begitu dipuja, maka hal itu sangat berbanding terbalik dengan sang adik tiri yang merupakan putri sulung keluarga Yasefa. Dia adalah Asteria Yasefa. Asteria Yasefa adalah putri sulung dalam keluarga Yasefa. Asteria disebut sebagai putri yang terbuang dalam keluarga Yasefa. Bukan tanpa alasan, selain karena ia bukanlah putri kandung dari Bella Hardy dan Tobias Yasefa, Asteria selalu dianggap tertinggal. Ia dikenal sebagai seorang wanita bodoh yang tidak memiliki bakat sedikitpun. Jika Esther bersinar begitu terang, maka Asteria adalah api lilin yang nyaris padam. Meski namanya berarti bintang, Asteria tidak pernah memiliki cahayany