Para pengikut setia Grand Duke Erbish menunggu dengan tegang. Belasan pasang mata itu tak lepas dari lingkaran sihir teleportasi di tengah-tengah ruangan. Mereka memang telah mendapatkan pesan dari Grand Duke Erbish yang akan segera tiba dengan teleportasi."Yang Mulia tiba!" seru pimpinan penyihir wilayah utara saat lingkaran sihir teleportasi bercahaya.Semua pengikut menunduk takzim. Cahaya di lingkaran sihir semakin menyilaukan. Embusan angin yang kencang menerpa. Beberapa pengikut setia sampai terlempar karena kurang siaga.Angin kencang berhenti mendadak. Pendar cahaya perlahan memudar. Ketika cahaya sudah raib sepenuhnya, tampaklah tujuh orang dengan pakaian dan rambut berantakan berdiri tegak di lingkaran sihir."Teleportasinya sangat tidak nyaman! Apa kalian tidak melakukan perawatan secara berkala!" gerutu Pangeran Sallac sambil merapikan rambutnya.Grand Duke Erbish melotot. Belum apa-apa keponakannya itu sudah protes dan menuduh. Grand Duke Erbish tentu melakukan perawatan
Sentuhan lembut di pipi membuat Lady Neenash tersadar. Dia membuka mata perlahan. Wajah tak asing membuatnya seketika bangkit dari posisi berbaring sembari melotot."Kau! Kenapa kau bisa ada di sini!" serunya sambil menunjuk-nunjuk wajah sosok familiar itu.Dadanya naik turun dengan napas tersengal. Wajah cantik Lady Neenash kini merah padam dan terasa panas. Api amarah berkobar dalam hati. Bagaimana tidak? Kini, Lady Cherrie duduk di hadapannya. Sorot mata yang polos dan lembut itu membuatnya muak mengingat banyak sandiwara yang terkandung di dalamnya. "Kau menculikku, 'kan? Apa lagi yang kaurencanakan, hah? Mau membunuhku secara langsung?" cecar Lady Neenash.Lady Cherrie menatap sendu. Tangannya tampak gemetar. Namun, Lady Neenash tak menyadari. Tumpukan emosi dan beban mental tumpah ruah. Lady Neenash bahkan lupa sebelumnya tengah berada di kuil suci utara. Keamanan wilayah Grand Duchy tak bisa diragukan, terutama kuil sucinya. Ada tujuh lapis pelindung khusus yang dibentuk den
Saat mengingat nama Lady Hazel, Lady Neenash tersentak. Seberkas ingatan melintas. Tepatnya, ingatan tentang awal-awal pertemuan dengan Lady Hazel. Obrolan mereka di malam itu kembali terngiang...."Dulu, dia anak yang manis dan polos. Bahkan ketika Count Searaby menyiksanya dan saya menangis, dia akan selalu menghibur saya.""Cherrie yang saya kenal berubah drastis dan seperti menjadi orang lain. Tapi, saya yang begitu bodoh ini masih tak bisa membuang kenangan kami dan terus menyimpan kalung peninggalan ibu Cherrie.""Kemungkinan Lady Cherrie terkena pengaruh sihir hitam. Dia membuang kalung yang memiliki kekuatan suci. Apakah ada hal aneh pada tubuh adik Anda saat sikapnya berubah?"Ah iya, saya ingat! Ada hal aneh selain perubahan sikapnya, saya sempat melihat matanya menjadi keruh seperti dilapisi awan kelabu. Tapi, kejadian itu sangat singkat. Saya pikir salah lihat saja waktu itu.""Awan kelabu ... adik Anda benar terkena pengaruh sihir hitam.""Jika memang pengaruh sihir hita
Rasa hangat tak lagi dirasa. Lady Neenash perlahan membuka mata. Panorama alam nan indah terpampang di depan mata. Ya, mereka tengah berada di suatu desa yang masih asri. Sungai jernih dengan aneka ikan warna-warni membelah pedesaan. Sementara bukit menghijau mengelilingi desa seperti perisai dari zamrud. Ladang-ladang penduduk yang subur juga memanjakan mata. "Ini ... indah sekali ...," gumam Lady Neenash dengan mata berbinar. "Terima kasih pujiannya, Lady. Ini adalah kampung halaman ibu saya di wilayah timur, tempat saya dilahirkan dan tumbuh besar selama ini," jelas Lady Cherrie. "Ayo kita ke rumah saya!" ajaknya lagi. Lady Neenash tak banyak bicara. Dia mengekori langkah Lady Cherrie yang entah kenapa terasa sangat cepat. Akhirnya, mereka sampai di sebuah rumah mungil, tetapi terasa hangat. Meskipun tampak sederhana, rumah itu dikelilingi ladang subur. Lady Cherrie membawa Lady Neenash ke ladang di sebelah kanan rumah. "Hei, itu, kan, kamu?" seru Lady Neenash refleks saat me
Suara cicit burung menyentak kesadaran Lady Neenash. Dia cepat-cepat membuka mata. Ladang dengan tanaman-tanaman yang baru bertunas terpampang di depan mata. Cukup lama hingga Lady Neenash menyadari dirinya sudah berada di masa yang berbeda.Tawa familiar terdengar dari tengah-tengah ladang. Lady Neenash pun memutuskan untuk mencari sumber suara. Dia bisa berjalan lurus saja tanpa perlu menghindari tanaman karena bisa menembus.Pada bagian tengah ladang, terlihat Lady Cherrie tengah tertawa sambil mencabuti rumput liar. Sementara itu, Sasha membantu dengan mengumpulkan rumput-rumput liar yang sudah dicabut ke suatu keranjang. Keduanya tampak asyik mengobrol dan sesekali melempar canda. Jika tidak melihat seringai licik Sasha yang sebelumnya, Lady Neenash pasti juga akan tertipu."Terima kasih, Sasha. Sejak kamu tinggal di sini, aku jadi tidak kesepian lagi. Pekerjaan di ladang juga menjadi lebih cepat selesai," ungkap Lady Cherrie tulus setelah mereka menyelesaikan pekerjaan.Keduanya
Jeritan Lady Neenash berakhir sia-sia. Lady Cherrie telah meneguk tehnya. Sasha menyeringai, membuat Lady Cherrie mengerutkan kening. "Ada apa, Sasha? Kenapa kau tersenyum aneh–"Lady Cherrie tak bisa melanjutkan ucapannya. Dia terbelalak sambil memegangi dada. Eranganya terdengar menyayat. Lady Neenash refleks mendekat hendak menopang tubuh Lady Cherrie yang mendadak oleng. Tentu saja, usaha itu juga berakhir dengan kesia-siaan. Lady Cherrie tetap ambruk dan menghempas lantai. Kening gadis itu sampai mengucurkan darah segar karena benturan yang cukup kuat. Namun, rasa sakit di kening rupanya masih kalah jauh dengan racun mematikan Sasha. Dibandingkan memegangi kening, Lady Cherrie tetap mencengkeram dada sambil berguling-guling. Matanya melotot seperti seseorang yang tengah tercekik. "Arghhh! Aduh! Sakit sekali! Panas! Panas!" jerit Lady Cherrie dengan air mata bercucuran. Sasha terbahak-bahak. Setelah puas tertawa, dia berjongkok. "Bagaimana rasanya, Cherrie? Menyenangkan sekal
Lady Neenash perlahan membuka mata. langit-langit berwarna putih polos tertangkap pandangan. Dia baru saja hendak mencerna keadaan ketika tarikan kuat membuat wajahnya terbenam di dada bidang yang berdebar kencang. "Neenash, syukurlah kau sadar. Aku takut sekali kehilanganmu. Kalung sial*n itu selalu menjadi masalah," cerocos Pangeran Sallac.Dia memeluk sang kekasih dengan sangat erat. Akibatnya, Lady Neenash malah menjadi susah bernapas. Gadis itu pun memberontak berusaha melepaskan diri."Tolong lepas dulu, Sallac! Aku tidak bisa bernapas," keluhnya sembari berusaha menyingkirkan lengan kokoh Pangeran Sallac.Namun, Pangeran Sallac terlalu haru sehingga tidak mendengar. Untunglah, Grand Duke Erbish menyadari kesulitan adik angkatnya itu. Dia memukul Pangeran Sallac tanpa aba-aba. Pelukan yang erat pun terlepas. Lady Neenash cepat-cepat menjauhkan diri. Sementara Pangeran Sallac memelototi Grand Duke Erbish. Namun, sang paman malah menggetok kepalanya."Kau ingin membunuh, Neenash
Tak hanya sekali tendang, Lady Hazel terus melakukannya secara beruntun. Rasa kaget bercampur luapan amarah setelah mendengar kondisi sebenarnya sang adik membuatnya kehilangan akal sehat. Dia bahkan tak lagi memeriksa siapa yang sedang ditendang.Sementara itu, Grand Duke Erbish yang menjadi korban hanya bisa melindungi wajahnya dengan tangan. Sebenarnya, dia tentu bisa membalikkan keadaan dengan mudah. Namun, Grand Duke Erbish tidak ingin menyerang balik Lady Hazel yang tengah terguncang."Lady, hentikan! Tolong hentikan! Ini aku!" seru Grand Duke Erbish setelah intensitas tendangan Lady Hazel sedikit berkurang.Awalnya, Lady Hazel tidak bisa mendengarkan teriakan Grand Duke Erbish. Namun, lama-kelamaan dia kelelahan sehingga tak lagi fokus menendang. Suara erangan sang grand duke pun bisa terdengar. Lady Hazel seketika memucat."Ah, maafkan saya, Yang Mulia Grand Duke! Saya kaget dan refleks menyerang Anda!" serunya panik.Grand Duke Erbish berdiri sambil mengusap bahunya yang tera