Bukannya menjawab, Sir Datte malah membawa lelaki bertubuh kurus ke hadapan Grand Duke Erbish. Sang tuan langsung mengerutkan kening."Siapa dia, Datte?" "Dia Tuan Manno dari Desa Osyran, Yang Mulia. Dia ingin mengadukan masalah di desanya," sahut Datte.Grand Duke Erbish berdeham. "Silakan, apa yang ingin kau sampaikan, Tuan Manno?""Iblis yang mengerikan muncul di desa kami, Yang Mulia. Dia menculik anak-anak. Dua putra saya juga menjadi korban," lapor Manno."Argggh!" Grand Duke Erbish memukul dinding kastil. Dia mengepalkan tangan dengan mata yang melotot. Manno langsung ciut dan terduduk lemas. Sir Datte terpaksa meminta pengawal lain untuk mengamankan lelaki itu.Grand Duke Erbish memijat-mijat kening yang mendadak berdenyut. Sekali lagi, mereka harus menunda rencana pemberontakan. Penculikan anak-anak tak berdosa oleh iblis tentu harus menjadi prioritas.Sementara itu, Lady Neenash menggeram. Dia tiba-tiba menggunakan kekuatan suci untuk pelacakan. Namun, tubuhnya masih tak
Lady Neenash dan Lady Hazel telah selesai memeriksa bagian mereka. Keduanya segera kembali ke penginapan untuk menunggu Louvi. Namun, pendeta muda itu tak jua kembali meskipun waktu makan siang sudah sangat terlewat."Kenapa Tuan Louvi tidak juga kembali? Bukankah kita berjanji akan berkumpul lagi saat waktu makan siang?" celetuk Lady Neenash."Mungkin masih ada bagian yang belum selesai diperiksa," sahut Lady Hazel mencoba berpikir positif.Lady Neenash menghela napas berat. "Tapi, ini sudah terlalu lama. Dan juga ... entah kenapa perasaanku tak nyaman.""Kau benar juga, Lady. Apa sebaiknya kita coba susul dia ke bagian belakang desa?" "Ya, kupikir lebih baik begitu."Lady Neenash bangkit dari kasur. Dia keluar kamar lebih dulu. Lady Hazel sedikit terlambat karena harus memeriksa beberapa peralatan di tas serbaguna. Selanjutnya, mereka pergi menuju sungai di belakang desa yang berbatasan langsung dengan hutan perawan."Lady, ini jejak sepatu Louvi! Dia mengarah ke hutan itu!" seru L
"Aku akan menerima syarat darimu," jawab Lady Neenash mantap."Lady! Apa yang kau lakukan? "protes Lady Hazel.Dia menggeleng sembari memegangi lengan Lady Neenash. Lady Hazel tak mungkin sampai hati melihat pengorbanan sang kawan. Dia tak akan membiarkannya. Gadis itu juga berpikir Louvi yang begitu taat pasti tidak ingin seorang saintess sampai berkorban untuknya."Tenanglah, Lady. Aku akan baik-baik saja," bisik Lady Neenash. "Lady ....""Percayalah padaku."Iblis berdeham. Lady Neenash dan Lady Hazel kompak menoleh. Iblis itu mengepalkan tangan. Akibatnya, Louvi dan anak-anak merintih karena tercekik sulur-sulur kabut hitam. Lady Neenash mendelik. "Hei, apa yang kau lakukan!""Semakin lama kau membuat keputusan, nyawa mereka akan semakin terancam.""Bukankah sudah kubilang aku akan menerima syarat darimu!""Kalau begitu, kenapa kau malah asyik berbicara di sana? Apakah kalian sedang merencanakan sesuatu untuk menyerangku? Bukankah aku harus waspada?"Iblis itu kembali mengepalka
Sesuai perintah tuannya, Satty segera pergi ke wilayah utara. Dia menghubungi rekan mereka yang telah menjadi mata-mata di kastil utara begitu tiba di depan perisai raksasa buatan Lady Hazel dan para oreon. Satty memang tak bisa melewatinya karena ada penghalang dengan kekuatan suci. Waktu berlalu seperti merangkak, hingga sosok berjubah hitam melesat keluar dari kastil. Dia menghampiri salah seorang kesatria yang bertugas sebagai penjaga pengendali perisai. Sosok itu mengalirkan kabut hitam. Tatapan sang kesatria berubah menjadi hampa. Boneka manusia telah didapatkannya."Pergilah ke pusat kontrol perisai pelindung kota dan matikan sistemnya!" titahnya. Kesatria penjaga mengangguk. Masih dengan tatapan kosong, dia melangkah cepat menuju pusat pengendalian perisai raksasa. Sosok berjubah hitam mengekori sambil terus mengalirkan sihir hitamnya. Ketika mereka telah tiba di pusat pengendalian perisai, sosok berjubah hitam segera mengalirkan sihir hitam penidur. Semua penjaga lain tert
Duar!Ledakan terjadi saat panah sihir hitam menghantam tameng keabadian. Satty menggeram. Dia tak menyangka ternyata Lady Neenash masih bisa bertahan.Satty memusatkan sihir hitamnya. Kali ini, dia melesatkan panah api yang lebih kuat. Sayangnya, senjata itu juga bukan tandingan tameng keabadian. Terlebih, Lady Neenash sempat meminum air suci sehingga perisainya menjadi jauh lebih stabil. "Sial! Bagiamana ini bisa terjadi?" geram Satty.Dia terus menyerang dengan membabi buta. Tak ayal, energinya sendirilah yang terkuras. Saat Satty sudah di titik terendah. Lady Neenash mengaktifkan sepatunya dan melesat cepat dengan tombak cahaya yang terhunus."Tidaaak!"Teriakan penuh amarah Satty tertelan ledakan akibat tubunya yang tertusuk tombak cahaya. Lady Neenash kembali mendarat di tanah, juga menyimpan tombaknya. Dia tersenyum sinis."Aku memang lebih lemah saat melakukan pemurnian. Tapi, jangan remehkan aku soal kekuatan suci penyerangan, Iblis bodoh!" ejek Lady Neenash pada Satty yang
Iblis berwujud pemuda tampan itu berbalik. Dia melangkah santai menuju rombongan Lady Neenash. Pangeran Sallac beberapa kali melepaskan serangan, tetapi ditepis dengan mudah. Si iblis sudah semakin dekat. "Tenanglah, saya tidak akan menyakiti kalian," ucapnya setelah hampir tak ada jarak di antara mereka."Kau pikir kami akan tertipu, hah?" tantang Pangeran Sallac.Iblis tampan menghela napas berat. Dia menjentikkan jari. Tak menunggu waktu lama hingga Lady Neenash dan rombongan terkulai lemas. Tubuh mereka sama sekali tak bisa digerakkan. Grand Duke Erbish yang baru pulih seketika mengumpat bersama Pangeran Sallac.Namun, si iblis tak peduli. Dia mengangkat tangan. Hanya dalam sekejap, mereka semua berpindah ke dalam kastil dengan ornamen yang mengerikan. Pemuda tampan itu juga membawa mereka ke sebuah kamar."Ini istana saya. Kalian bisa beristirahat dengan nyaman dulu. Setelah kalian benar-benar pulih, saya akan menunjukkan pintu keluar," tukas si iblis.Dia hampir keluar. Namun,
Byur!Air sungai menyembur ke atas saat Lady Neenash dan Pangeran Sallac jatuh ke dalamnya. Mereka terombang ambing dan timbul tenggelam. Pangeran Sallac mendekap erat tubuh sang istri, membiarkan punggungnya saja yang harus membentur bebatuan.Arus yang deras terus menyeret mereka ke hilir sungai. Rinai hujan perlahan menjadi deras, menambah buruk keadaan. Bibir Lady Neenash sudah semakin pucat. Wanita itu juga mulai kesulitan bernapas karena beberapa kali mereka masuk ke air."Bertahanlah, Neenash! Bertahanlah!" seru Pangeran Sallac.Saat istrinya sudah sangat sesak napas, dia memberikan bantuan napas. Bibir yang bertemu memberikan sedikit kehangatan. Air mata menuruni pipi Lady Neenash karena merasa kurang berguna dalam situasi tersebut. "Neenash, kumohon bertahanlah!" Pangeran Sallac semakin panik.Sementara itu, Lady Neenash perlahan kehilangan kesadaran. Beruntung, Pangeran Sallac melihat akar pohon menjuntai ke sungai. Dia segera meraihnya dan susah payah naik ke dataran.Pang
Belum sempat Louvi menjawab, Lady Hazel dan Grand Duke Erbish datang. Lady Hazel langsung memeluk Lady Neenash dengan air mata bercucuran. Dia mengungkapkan kecemasannya sembari sesekali terisak. Namun, Pangeran Sallac tiba-tiba menarik Lady Neenash ke pelukannya. "Ingusmu mengotori baju Neenash," ketusnya.Lady Hazel mencibir. "Bilang saja kau cemburu. Dasar pencemburu buta!"Pangeran Sallac mendelik tajam. "Apa kau bilang?""Sudah, sudah, daripada kalian bertengkar, bukankah lebih baik Lady Hazel menceritakan apa yang terjadi di antara Lady dan Kak Erbish," lerai Lady Neenash sebelum Lady Hazel semakin memancing emosi Pangeran Sallac.Wajah Lady Hazel seketika merona. Dia mencoba menghindar. Namun, sorot mata Lady Neenash yang terus menodong membuatnya menyerah."Baiklah, bagaimana kalau kita bicara soal itu sambil duduk dengan santai?" tawar Lady Hazel.Lady Neenash mengangguk. Mereka pun pergi ke ruang tamu. Di sana, telah tersedia aneka kue dan teh berkualitas tinggi. Lady Hazel