Share

Balas Dendam Istri Rahasia Sang Presdir
Balas Dendam Istri Rahasia Sang Presdir
Penulis: Secilia Abigail Hariono

TERENGUTNYA KESUCIAN CLARISSA

TERENGGUTNYA KESUCIAN CLARISSA

"Kak Devan," gumam Clarissa sambil memandang ke arah lelaki yang sekarang berada di atasnya.

Clarissa memegang kepalanya, dia merasakan pusing luar biasa. Clarissa mencoba mengingat lagi, terakhir kali dia bersama Nara dan makan di sebuah restoran. Kakaknya Nara mengatakan bahwa seorang yang mencintainya sedang menunggu di dalam kamar ini. Clarissa mengira itu adalah Devan kekasihnya.

"Apakah ini dirimu? Sungguh ini kau?" sambungnya. Lelaki itu tak menjawab.

'Cup' bibir mereka saling beradu, awalnya hanya sekedar saling menempel namun lama- lama menjadi lumatan. Dengan beraninya Clarissa langsung memeluknya, antara sadar dan tidak. Sebuah mimpi rasanya bisa ada di posisi ini dengan Devan, kekasih nya. Dia menduduki perut lelaki itu kemudian melumat bibirnya dengan ganas.

"Ahhhh, mmmmhhh," desahan keluar dari bibir mereka.

"Kau tidak menyuruhku untuk tidak melakukannya kan?" tanya lelaki tampan itu.

"Suara itu...." gumam Clarissa langsung berusaha mengumpulkan semua kesadarannya. Dia menyepitkan matanya, melihat siapa lelaki yang sedang ada diatasnya.

"Hentikan! Kau siapa, hentikan! Tolong jangan melakukan ini lagi padaku! Tolong! Tolong, hentikan semua ini," teriak Clarissa sambil terus berusaha melepaskan pelukan lelaki asing.

Dengan sekuat tenaga Clarisa mencoba memberontak dengan cara memukul dada bidang lelaki di hadapannya itu menggunakan semua kemampuan dan seluruh tenaganya, tentu saja hasilnya sia-sia. Tenaga lelaki berkali- kali lipat lebih kuat daripadanya. Lelaki yang sudah terlanjur tak bisa menahan diri diatas tubuh Clarissa tu justru makin menjadi dan menggila saat mendapatkan perlawanan seperti itu darinya.

Entah mengapa semakin Clarissa berteriak maka membuat lelaki itu makin merapatkan tubuhnya dengan menindih badan kecil Clarissa dengan kuat. Bahkan sekarang dia mengunci kedua tangan Clarissa ke atas. Dengan posisi tersebut membuat tubuh Clarissa terpampang di hadapannya, memudahkannya untuk menjilati leher Clarissa sambil sesekali memberikan cupangan dan kecupan ganas yang membuatnya berbekas berwarna merah kehitaman.

"Saya mohon! Hentikan!" teriak Clarisa sambil menangis. Dia benar-benar tak mengenak lelaki itu.

"Tolong hentikan, dengarkan. Papaku seorang pengusaha, dia bisa memberimu banyak uang. Tapi tolong lepaskan saya! Tolong! Huhuhu. Jangan sampai seperti ini, saya masih suci! Huhu," pecah sudha tangis Clarissa,

"Awww! Sialan!" pekik lelaki itu terkejut saat Clarissa menggigit lengannya.

Dia melihat tangannya memerah bekas darah yang menimbulkan luka. Lelaki itu tersenyum menyeringai penuh arti. Tatapannya seperti iblis. Dia tak memperdulikan rengekan Clarissa itu. Dengan menggunakan satu tanga, dia mulai melepaskan jas dan hem yang dipakainya dengan sekali sentakan. Membiarkan kancingnya terlepas dan berceceran.

Clarissa tak tinggal diam, dia mencoba memanfaatkan kesempatan dengan meloloskan diri ke bawah turun dari bed. Baru saya berdiri, dengan sigap lelaki itu segera menangkapnya, membuat Clarissa jauh terjengkang.

"Arggghhhh!" teriak Clarissa kaget saat jatuh membuatnya benar- benar merasakan nyeri luar biasan.

Dia langsung menggendong tubuh mungil itu dan melemparnya ke ranjang beseprai putih itu.

"Ampun! Jangan lakukan ini! Tolong, ini tidak benar," teriak Clarissa dengan nada suara bergetar menahan tangisnya sambil terus menjauhkan tubuhnya dari lelaki tak di kenal yang siap menerkam.

Melihat wanita di hadapannya yang ketakutan justru membuat gairahnya semakin meningkat. Dia langsung membungkam mulut Clarissa menggunakan bibirnya, lalu mengikat kedua tangannya dengan seprei bantal hotel agar dia tak banyak bertingkah lagi. Tubuhnya yang tinggi besar, langsung menindih badan mungil Clarissa. Membuat wanita itu tak bisa berbuat apapun.

Sekuat tenaga dan sebisa mungkin Clarissa terus memberontak, namun tak bisa. Dengan kasar dia melucuti satu persatu baju Clarissa sampai dia bertelanjang di depan nya.

"Terlihat sempurna. Apakah kau masih benar-benar suci?" tanya lelaki itu.

Clarisa tak dapat mengelak lagi sekarang. Lelaki itu terus melakukan perbuatan itu dengan santainya. Clarissa hanya bisa terdiam pasrah, air matanya meleleh membasahi bantal. Tubuhnya sekarang remuk redam, sakit, perih, menjadi satu. Namun tak sebanding dengan sakit hati yang harus dia rasakan.

"Arggghhhhh!!" erang lelaki itu saat puas melepaskan syahwatnya. Tepat saat itu, Clarissa kehilangan kesadarannya.

***

"Argggh! Kepalaku sakit sekali," gumam Clarissa sambil mengambil hpnya. Dia melihat ke arah jam ternyata sudah pukul sembilan pagi. Dia sedang mecoba memulihkan kesadarannya.

Dia merasakan silaunya sinar matahari yang menerobos masuk lewat celah-celah gorden jendela hotel.

"Aku di mana ini? Kepalaku masih pusing sekali," keluhnya lagi sambil meregangkan lehernya, saat itu dia melihat tubuh seorang lelaki tidur di sampingnya.

"Astaga siapa dia," pekik Clarissa tertahan.

Dia mengusap matanya, mencoba mengenalinya tapi dia tak mengenalnya. Sepersekian detik Clarissa juga menyadari sekarang dia tak mengenakan pakaian apapun bahkan di tubuhnya banyak bekas cupangan. Dia langsung menutup mulutnya, air matanya menetes, rasa jijik, marah, sedih, bercampur aduk menjadi satu.

Pria itu masih tampak begitu tenang dalam mimpinya, wajah tampan itu terlihat tanpa dosa setelah memusnahkan masa depannya. Clarissa langsung berusaha untuk pergi, dia berdiri dan merakan ngilu hebat di kakinya.

"Awww," teriaknya tertahan. Kedua kakinya bergetar hebat.

Clarissa mendongakkan kepalanya, dia menguatkan dirinya sendiri sambil berdiri dna berpegangan pada dinding. Dia memunguti pakaian yang berserakan di lantai sambil berjalan tertatih, lalu segera memakainya. Dia segera mencuci muka di wastafel dan memesan taksi online. Dia segera pergi meninggalkan hotel laknat itu.

"Siapa lelaki asing tadi?" gumam Clarisa.

"Aku tidak salah. Kamarnya juga tidak salah tapi kenapa orangnya bisa salah? Apa yang terjadi sebenarnya. Kalau lelaki itu bukan Kak Devan lalu siapa?" monolog Clarissa.

"Jelas-jelas semalam Kak Nara yang mengantarku ke sini. Apa yang salah? Apakah semalam aku terlalu mabuk? Argggh, aku benar-benar tak bisa mengingat apapun," gumamnya.

Clarissa pun sudah tak mau ambil pusing, setidaknya sekarang dia harus pulang. Kalau tidak pasti ibunya akan marah, dia segera memesan taksi online untuk pulang ke rumahnya.

"Aku pulang! Selamat pagi," sapa Clarissa dengan ceria seolah tak terjadi apa-apa.

"Dasar perempuan tak tahu malu!" teriak seorang perempuan yang berdiri di balik pintu.

'Plakkk' satu tamparan langsung mendarat di pipi Clarissa. Dia pun sampai jatuh dan terduduk dan memegangi pipinya.

"Dasar anak tak tahu diuntung! Perempuan gila! Kau menggoda calon Kakak iparmu! Dan tak hanya itu, kau bermain dengan laki-laki lain di dalam hotel! Bangsattt! Murahan! Wanita laknat! Kau sudah memperlakukan keluarga Jansen!" teriaknya memaki.

"Apa sebenarnya yang ada dalam otakmu? Hah? Pelayan! Pelayan!" panggil seorang wanita setengah baya yang masih sangat cantik. Wanita itu adalah nyonya Lula, istri Tuan Jansen, Ibu dari Clarissa.

"Ambilkan gagang pel untukku! Cepat!" perintahnya lagi.

"Baik Nyonya," sahutnya tanpa banyak bicara.

Pelayanan itu mengambil gagang pel yang sepertinya sudah disiapkan di dekat pintu. Tanpa aba-aba dia langsung memukulnya di bahu Clarissa hingga gagang itu patah menjadi dua.

'Plakkk'

"Arggggg! Ampun, Ma! Ampun!" teriak Clarissa.

"Sungguh aku tidak mengerti apa maksud Mama. Aku tak paham," pekik Clarissa berusaha melindungi dirinya dari amukan sang Ibu.

"Bedebah! Omong kosong, kamu benar-benar wanita yang tak tahu malu dan tak punya harga diri. Gila, kamu bahkan mengirim pesan kepada Devan dan menggodanya. Sekarang kau masih berani mengelak? Biadab!" bentak Nyonya Lula.

BERSAMBUNG

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status