Share

2. Beda Hurufnya

Author: Nurja
last update Last Updated: 2023-06-09 00:48:09

BAKU HANTAM DENGAN MERTUA

Bab 2

Aku tersenyum membayangkan.

Pasti nanti mas Irfan bakalan seneng banget kalau aku ngomong itu ke dia.

*

Selepas mandi sore. Aku berdandan cantik dan bersiap untuk menunggu kepulangan belahan jiwa di seberang sana. Meskipun dia orang kampung, tapi ketampanannya mengalahkan oppa-oppa Korea. Mirip sekali dengan Kim Soo Hyun. Ah, lagi-lagi hatiku bermekaran kalau membayangkan betapa tampannya mas Irfan.

"Assalamualaikum." Lamunanku terbuyar saat terdengar ucapan salam dan terbukanya pintu kamar.

Rupanya itu mas Irfan. Tumben sekali dia pulangnya cepat. Ah iya, aku lupa, mas Irfan kan bos di kantornya sendiri. Aku menyebutnya kantor, kandang kotor. Karena memang suamiku kerjanya di peternakan sapi.

"Waalaikumsalam. Tumben pulang cepet?" tanyaku, tak lupa mencium takzim tangannya yang beraroma khas sapi.

"Tangan Mas bau kan? Karena Mas belum mandi. Kamu tumben dandan cantik begini, mau ke mana?" Mas Irfan melepas jaketnya dan duduk di tepi ranjang.

"Emangnya aku nggak boleh cantik ya? Aku dandan begini 'kan buat kamu Mas," ujarku sembari melangkah mengambil sesuatu dari meja rias.

"Boleh dong, istri Mas mah nggak usah dandan juga udah cantik."

"Nih, hadiah buat, Mas." Kuberikan kotak persegi ini padanya. "aku koyo wedhus, Mas." tambahku tersenyum lebar.

"Hah! Kamu ngomong apa tadi?" Kedua matanya melebar sempurna.

"Aku koyo wedhus. Emangnya kenapa, Mas? Apa ada yang lucu? Aku seharian ngehafalin bahasa Jawa ini loh Mas. Buat nyatain sayang ke kamu."

"Hahah … Dek, Dek, kamu belajar bahasa Jawa sama siapa?" Mas Irfan malah terbahak. Emangnya ada yang salah apa?

"Aku belajarnya sama Ibu. Kenapa Mas?"

"Dek, Dek, kamu mau aja dikibulin sama Ibu." Tak hentinya mas Irfan menyemburkan tawa.

"Dibohongin gimana, Mas?" Aku yang masih tak paham berekspresi datar.

"Adek tahu apa artinya itu?"

"Artinya aku koyo wedhus itu?" Aku bertanya balik.

"Iya."

"Taulah, artinya aku sayang kamu 'kan Mas?"

"Bukan Adek, itu artinya, kamu kayak kambing." Tak ada angin tak ada hujan. Mas Irfan malah menghinaku kayak kambing.

"Kok kamu malah ngehina aku sih, Mas?"

"Mas nggak lagi hina kamu, Dek. Memang itu arti kata yang kamu pelajari dari Ibu."

Wah sial. Ternyata aku dikerjain sama ibu. Duh, malunya setengah mati. Awas aja akan kubalas nanti ibu.

Aku nyengir kuda karena malu.

"Udah ya, Mas mau mandi dulu," pamit mas Irfan ke luar dari kamar. Karena letak kamar mandi berada di luar kamar.

*

Sepeninggal mas Irfan. Mataku menyisir ke seluruh penjuru ruang tamu. Tentu untuk mencari ibu.

Ke mana sih orang itu. Bikin jengkel aja. Bisa-bisanya dia ngerjain aku, pakai bilang kambing segala lagi. Hih! Awas aja kalau ketemu, tak bejek-bejek ntar.

Sreng!

Sreng!

Kudengar bunyi orang memasak di dapur. Pasti ibu di sana. Pikirku.

Secepat kilat kuayunkan langkah menuju dapur.

Benar saja. Wanita berusia enam puluh tahun itu sedang sibuk berkutat dengan peralatan masak.

"Hai Bu," sapaku ramah. Aku berdiri di samping ibu sembari turut menatap ikan yang tengah di goreng di wajan.

"Eh, Yeni, tumben nyusul ke dapur?" tanya ibu sesekali melirikku dengan ekor mata.

"Enggak, Bu. Aku mau ambil minum kok." tukasku lantas menuangkan air di teko ke dalam gelas.

"Oh."

"Bu, Yeni mau tanya sesuatu nih,"

"Tanya aja, Yen."

"Sebagai menantu Ibu yang lumayan lama. Ibu tuh sayang nggak sih sama aku?" cetusku menatap ibu yang sibuk mengupas bawang.

"Ya jelas sayang dong, Yen."

"Kalau Ibu sayang sama aku, berarti Ibu koyo wedhus dong." Ibu langsung terperanjat. Hingga menghentikan aktivitasnya.

Kira-kira ibu bakalan ngejawab apa ya? Rasain, emangya aku nggak bisa ngebales apa?

Ibu lantas menatapku tak berkedip.

"Kenapa, Bu? Ibu koyo wedhus 'kan? Aku juga loh, Bu. Aku tuh juga sayang banget sama Ibu." Aku tersenyum lebar mengatakan.

Ibu tak berkutik. Ia malah menyunggingkan senyum paksa. Ya, aku melihatnya senyum paksa. Lagian, mana ada orang yang mau sama kayak kambing. Rasain tuh Bu!

"Hehe, iya, Yen. Oya Yen, makan malam nanti, kamu mau Ibu masakin nasi goreng tanpa nasi 'kan?" kata ibu mengalihkan topik pembicaraan.

"Iya, dong, Bu. Aku tuh penasaran banget sama menu satu itu. Bisa menghemat beras ya, sesuai sama judulnya, nasi goreng tanpa nasi." Dikalimat terakhir, kutekan nada bicaraku.

"Iya, dong." jawabnya enteng. Kedua tangannya cekatan sekali membalik ikan bandeng yang hampir kering.

"Cie akrab banget. Lagi ngomongin apa?" Mas Irfan tiba-tiba muncul di belakang kami.

"Lagi ngomongin wedhus, Mas," tukasku lantas menyenggol lengan ibu. "iya 'kan, Bu?"

"Iya, Fan. Ibu sama Yeni lagi bahas wedhus," sahut ibu pada anak lelakinya.

"Oh …," tanggap mas Irfan hanya ber-oh ria.

"Kalian sana istirahat di kamar aja. Biar Ibu konsen masaknya," celetuk ibu padaku dan mas Irfan.

"Nggak mau aku bantuin masak nih, Bu?"

"Nggak usah, Ibu malah seneng masak sendiri. Berasa kayak chef profesional."

"Oke, aku pergi." Kusambar tangan mas Irfan untuk membawanya ke kamar.

Sesampainya di kamar.

"Mas, aku tuh capek deh serumah sama Ibu." Aku menghela napas gusar.

"Kenapa Dek? Bukannya kalian tuh akrab banget ya?" Kedua tangan mas Irfan menangkup wajahku.

"Ya, capek aja, Mas. Pengennya aku tuh hidup bahagia sama kamu di rumah kita sendiri."

"Aku pun pengennya juga gitu, Dek. Kita punya anak yang lucu-lucu." Napas berat mas Irfan berhembus menerpa wajahku. Dapat kulihat raut wajahnya yang terulas kecewa.

"Mas, kamu kecewa ya sama aku? Karena aku belum bisa kasih kamu anak." Mataku memanas mengatakan hal itu. Serasa setitik bulir air meluncur dari pelupuk mataku.

"Kenapa nangis, Dek?" Usapan lembut menyeka pipi ini. "Mas nggak kecewa kok sama kamu, mungkin Allah belum percaya sama kita. Kamu sabar ya,"

"Tapi, Mas ...."

"Dek, dengerin, Mas. Mas tuh sekarang aja udah bahagia sama kamu. Jadi, jangan mikir yang aneh-aneh lagi ya. Kita usaha, kita berdoa, supaya Allah segera memberikan kita keturunan." jelas lelaki di depanku membuat tubuh ini tercelos dan bersandar di dada bidangnya.

Aku tak dapat berkata apa-apa. Memang benar selama ini aku memiliki sifat yang riang dan suka bercanda. Tetapi, kadangkala saat sendiri aku begitu rapuh.

*

Makan malam pun tiba. Kini, semua anggota keluarga ibu sudah berkumpul di meja makan. Ada mbak Mira dan suaminya, Ibu, dan juga aku sama mas Irfan.

Aku dan mbak Mira sama-sama belum punya anak. Namun, usia pernikahanku lebih tua dari mbak Mira. Karena memang mas Irfan menikah lebih dulu dari pada kakak lelakinya.

"Yeni sini," Ibu memanggilku. Baru saja kudaratkan bokong ini. Ia sudah bikin ulah. Nggak bisa apa, lihat mantunya yang cantik jelita ini santai sebentar.

"Ya, Bu. Apa?" jawabku seraya menghampirinya yang masih berdiri di dekat kompor.

"Ini nih, nasi goreng spesial buat kamu."

Aku langsung menatap ke arah wajan.

"Katanya nasi goreng tanpa nasi. Tapi itu, kenapa pakai nasi?" Dahiku mengernyit. Pasalnya memang benar kalau nasi goreng itu pakai nasi.

"Itu bukan pakai nasi. Tapi pakai sego." Ibu tertawa cekikikan.

Halah, emangnya aku nggak tahu apa itu sego. Sego itu artinya nasi. Karena aku sering beli sego gudeg. Jadi aku tahu apa artinya sego.

"Sego sama nasi sama ajalah Bu," protesku.

"Bedalah."

"Apa bedanya?"

"Beda hurufnya." Aku langsung mendelik menatap ibu. Wah, ngajak perang nih orang gegara wedhus tadi.

***

Related chapters

  • Baku Hantam Dengan Mertua   3. Test-pack

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUABab 3"Sama ajalah, Bu!" cebikku kesal. "Emangnya kamu tahu sego itu apa?" Ibu menggelontor pertanyaan yang bagiku mudah dijawab. "Tahulah, aku kan sering beli sego gudeg punyanya Haji Taslim, yang itu tempatnya di deket alun-alun," jelasku lantas berbalik hendak kembali duduk bersama mas Irfan. Kami makan seperi biasa, sambil mengobrol hangat. Meski entah bagaimana kondisi perasaan masing-masing. *"Dek, kenapa belum tidur?" tanya mas Irfan yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya. "Nggak pa-pa, Mas. Mas lanjut tidur aja. Aku belum ngantuk." tukasku sibuk dengan gawai yang kupegang dengan kedua tangan."Kamu nggak capek ya?" tanyanya lagi. Kini posisi lelaki itu menatap wajahku lama. Meski ia tengah berbaring dan aku terduduk, posisi yang berbeda ini tak menghalangi tatap netra kami yang semakin mendalam. Segera kutepis pikiran menyebalkan dalam otakku. Biasanya kalau mas Irfan ada manis-manisnya gini, bau-baunya dia mau minta ronde ke dua. "Ngapain Mas

    Last Updated : 2023-06-09
  • Baku Hantam Dengan Mertua   4. Kentut Ibu

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUABab 4"Huek!"Hampir saja aku muntah, bukan karena bau pete yang barusan aku terima. Namun, bau ini agak lain. Mirip bau bangkai yang membuat aku bergidik sembari menahan guncangan dalam perut."Yeni kamu kenapa?" tanya ibu was-was. "Ibu kentut ya?" cetusku to the point. Tak lupa, kujepit ujung hidungku dengan kedua jari. "Ih iya, bau banget lagi." Mbak Mira yang duduk di sana pun turut mencium aroma khas gas oksigen yang baru keluar dari sarangnya tersebut. Ibu meringis. "duh, maaf ya, Ibu kelepasan," ujarnya tanpa sungkan. Padahal, aku sama mbak Mira tuh menantu ibu. Tapi, dia biasa begini. Suka buang angin sembarangan. Ibu sih lega, udah kehilangan kentut itu. Lah kita yang nemu, pasti nggak mungkin menganggap itu rezeki nomplok. Tentu aku hanya membatin. Mana berani aku nyeletuk kayak gitu. Ya, meskipun aku menantu yang kadang suka dibilang kurang waras. Tapi setidaknya aku masih punya etika kesopanan, dan kekurangajaran. Hanya sedikit. "Aku ke kamar

    Last Updated : 2023-06-09
  • Baku Hantam Dengan Mertua   5. Apa Hamil?

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUA PART 5 CHEKRupanya, hewan yang merembet ke kakiku itu luwing. Ya, orang sini menyebutnya luwing. Kalau bahasa Indonesianya kaki seribu. Aku tahu nama hewan ini karena memang sering sekali ia bergerilnya di area pekarangan rumah. Membuatku bergidik geli saja. Kalau ibu malah membuang hewan itu tanpa takut. Ia pernah bilang, kalau luwing itu nggak berbahaya, orang disentuh aja melingkar atau menggulung tubuhnya. Pasti dia takut lihat wajah ibu yang garang bak peran antagonis. "Tuh 'kan, Mas bilang juga apa? Kamu sama hewan kecil aja takut." cetus mas Irfan membuatku lekas tersadar dan segera turun dari pangkuannya. "Enggak, aku nggak takut kok Mas. Aku cuma geli aja," elakku tak terima. "ya udah, Mas cari rumput aja. Aku mau menikmati ciptaan Tuhan yang indah ini." Mas Irfan menangguk dan segera mencari rumput hijau di sebelah sana. Kuhirup udara sejuk hingga rongga dadaku terasa penuh. Lalu menghembuskannya perlahan. Ah, lega sekali rasanya. Jemariku l

    Last Updated : 2023-07-19
  • Baku Hantam Dengan Mertua   6. Noda di Rok

    NASI GORENG GOSONG DARI MERTUA Bab 6"Tapi, aku takut kalau hasilnya negatif, Mbak." cetusku pada mbak Mira yang tadi memberi saran padaku. "Coba aja, Yen. Siapa tahu kamu hamil. Kan malah bagus, kita kalau hamil barengan."Meski ragu, berulang kali kupikirkan hal ini. Tak ada salahnya juga saran mbak Mira. Bismillah, semoga tidak mengecewakan. "Ayo, Yen." Ia menarik tanganku menuju ruangan. Sesampainya dalam ruang periksa. Wanita berkacamata bening menyambut dengan ramah. Tak salah lagi, itu Lina mantan mas Irfan. Tapi, dia lumayan baik. Tidak ketus seperti mantan-mantan lainnya."Ini siapa yang mau periksa?" tanya Lina sopan. "Yeni aja dulu, Lin. Tadi dia mual-mual soalnya." kata mbak Mira tanpa menyebut Lina dengan sebutan Dokter atau sebagainya."Oh, udah berapa hari mualnya, Yen?" Lina bertanya sembari memapahku untuk berbaring di bangsal. "Baru tadi pas nyium bau obat." jelasku biasa saja. "Oh …." Kedua tangan Lina sibuk menata alat untuk USG di atas perut datarku. "oya,

    Last Updated : 2023-07-26
  • Baku Hantam Dengan Mertua   7. Gara-gara Bakso

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUA PART 7 CHEK"Noda apa, Bu?" Aku reflek berhenti. Dan menoleh ke rok belakang. Astaga! Iya, tadi aku habis makan es krim sama anak tetangga. Lupa, bekas es krim itu ada di kursi teras dan aku mendudukinya. Kukira noda apaan. "Oalah, ini noda es krim, Bu. Tadi aku jajan es krim sama Naura anaknya Bu Mimin. Karena dia geletakin es-nya di kursi, jadi nggak sengaja aku dudukin karena tak tinggal ambil tissu ke dalam." "Oh, aku kira apaaan Yen. Ya udah, sana mandi. Mumpung belum antri." "Woke, Bu. Siap!" jawabku santai, sesantai pas lagi pinjam duit ke temen. *"Hai Sayang. Baru pulang ya?" tanyaku manja sambil bergelendotan di tubuh mas Irfan. "Iya, udah tahu baru pulang. Masih nanya lagi. Sana! Mas bau belum mandi. Masih bau sapi ini." elaknya mendorong lenganku pelan. "Bagiku kamu wangi, Mas. Sewangi kembang raflesia." Aku tersenyum kecil."Hih, sama aja ngeledek kamu ya, bunga raflesia mah bau. Jadi, Mas baunya kayak bangkai dong," cetusnya menoel daguk

    Last Updated : 2023-08-01
  • Baku Hantam Dengan Mertua   8. Kejutan apa?

    Baku Hantam Dengan MertuaBab 8Sumpah demi apa pun. Mulutku langsung menganga mendengar kalimat dari Ibu. Jadi … itu uang Mas Irfan yang buat traktir orang-orang?Aku bergegas lari masuk ke dalam rumah. Mencari sosok lelaki bergelar suami tersebut."Mas Irfan!" panggilku menggema di ruangan tengah. "Lagi di kamar," suara sahutan dari arah sana.Cepat kaki ini melangkah ke bilik berpintu kayu itu.Setelah terbuka. Kulihat Mas Irfan baru saja selesai memakai baju. Seperti biasa, kaos oblong warna putih dengan celana pendek selutut favoritnya."Ada apa Dek? Kok teriak-teriak?" tanyanya padaku."Mas Irfan kasih uang lima ratus ribu ke Ibu?" ucapku to the point. Coba mau ngaku nggak dia."Iya, Dek. Sebagai rasa syukur atas kehamilan kamu," jawabnya tak lupa dengan senyuman lebar."Kenapa Mas nggak bilang ke aku dulu sih kalau mau ngasih uang Ibu. Mas tahu apa, yang udah Ibu lakuin? Ibu ntraktir orang-orang makan bakso tiga ratus ribu. Terus yang sisanya dua ratus ribu diambil sama dia. In

    Last Updated : 2023-08-10
  • Baku Hantam Dengan Mertua   1. Pekara Nasi Goreng

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUABab 1"Nih makan!""Kenapa gosong lagi sih nasi gorengnya?" desisku seusai membolak-balik gumpalan nasi goreng berwarna hitam kecokelatan yang barusan disodorkan ibu mertuaku. "Makan aja apa yang ada! Nggak usah ngomel. Kamu aja bangunnya selalu siang, masih bersyukur Ibu masih sisihin nasi goreng buat kamu!" gertak ibu melemparkan tatapan mencemooh. "Lah ... itu, nasi goreng Mbak Mira kenapa nggak gosong kayak punyaku?!" Kutatap lekat makanan yang tengah ditata ibu itu dalam wadah bekal. "Punya Mira beda sama kamu. Mira kerja, sedangkan kamu cuma enak-enakan di rumah. Tiap hari kamu selalu ngurung diri di kamar, kadang Ibu panggil juga nggak nyahut," kata Ibu sibuk dengan benda-benda di depannya. Aku mendengus pelan. Dasar, mertua tak berperikemanusiaan. Masa sesama menantu harus dibedakan. Padahal, selama ini yang selalu mengurus pekerjaan rumah 'kan aku bukan dia. Siapa suruh dia masak nasi goreng ambaradul begini. "Cepetan makan! Anggap aja nasi gore

    Last Updated : 2023-06-09

Latest chapter

  • Baku Hantam Dengan Mertua   8. Kejutan apa?

    Baku Hantam Dengan MertuaBab 8Sumpah demi apa pun. Mulutku langsung menganga mendengar kalimat dari Ibu. Jadi … itu uang Mas Irfan yang buat traktir orang-orang?Aku bergegas lari masuk ke dalam rumah. Mencari sosok lelaki bergelar suami tersebut."Mas Irfan!" panggilku menggema di ruangan tengah. "Lagi di kamar," suara sahutan dari arah sana.Cepat kaki ini melangkah ke bilik berpintu kayu itu.Setelah terbuka. Kulihat Mas Irfan baru saja selesai memakai baju. Seperti biasa, kaos oblong warna putih dengan celana pendek selutut favoritnya."Ada apa Dek? Kok teriak-teriak?" tanyanya padaku."Mas Irfan kasih uang lima ratus ribu ke Ibu?" ucapku to the point. Coba mau ngaku nggak dia."Iya, Dek. Sebagai rasa syukur atas kehamilan kamu," jawabnya tak lupa dengan senyuman lebar."Kenapa Mas nggak bilang ke aku dulu sih kalau mau ngasih uang Ibu. Mas tahu apa, yang udah Ibu lakuin? Ibu ntraktir orang-orang makan bakso tiga ratus ribu. Terus yang sisanya dua ratus ribu diambil sama dia. In

  • Baku Hantam Dengan Mertua   7. Gara-gara Bakso

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUA PART 7 CHEK"Noda apa, Bu?" Aku reflek berhenti. Dan menoleh ke rok belakang. Astaga! Iya, tadi aku habis makan es krim sama anak tetangga. Lupa, bekas es krim itu ada di kursi teras dan aku mendudukinya. Kukira noda apaan. "Oalah, ini noda es krim, Bu. Tadi aku jajan es krim sama Naura anaknya Bu Mimin. Karena dia geletakin es-nya di kursi, jadi nggak sengaja aku dudukin karena tak tinggal ambil tissu ke dalam." "Oh, aku kira apaaan Yen. Ya udah, sana mandi. Mumpung belum antri." "Woke, Bu. Siap!" jawabku santai, sesantai pas lagi pinjam duit ke temen. *"Hai Sayang. Baru pulang ya?" tanyaku manja sambil bergelendotan di tubuh mas Irfan. "Iya, udah tahu baru pulang. Masih nanya lagi. Sana! Mas bau belum mandi. Masih bau sapi ini." elaknya mendorong lenganku pelan. "Bagiku kamu wangi, Mas. Sewangi kembang raflesia." Aku tersenyum kecil."Hih, sama aja ngeledek kamu ya, bunga raflesia mah bau. Jadi, Mas baunya kayak bangkai dong," cetusnya menoel daguk

  • Baku Hantam Dengan Mertua   6. Noda di Rok

    NASI GORENG GOSONG DARI MERTUA Bab 6"Tapi, aku takut kalau hasilnya negatif, Mbak." cetusku pada mbak Mira yang tadi memberi saran padaku. "Coba aja, Yen. Siapa tahu kamu hamil. Kan malah bagus, kita kalau hamil barengan."Meski ragu, berulang kali kupikirkan hal ini. Tak ada salahnya juga saran mbak Mira. Bismillah, semoga tidak mengecewakan. "Ayo, Yen." Ia menarik tanganku menuju ruangan. Sesampainya dalam ruang periksa. Wanita berkacamata bening menyambut dengan ramah. Tak salah lagi, itu Lina mantan mas Irfan. Tapi, dia lumayan baik. Tidak ketus seperti mantan-mantan lainnya."Ini siapa yang mau periksa?" tanya Lina sopan. "Yeni aja dulu, Lin. Tadi dia mual-mual soalnya." kata mbak Mira tanpa menyebut Lina dengan sebutan Dokter atau sebagainya."Oh, udah berapa hari mualnya, Yen?" Lina bertanya sembari memapahku untuk berbaring di bangsal. "Baru tadi pas nyium bau obat." jelasku biasa saja. "Oh …." Kedua tangan Lina sibuk menata alat untuk USG di atas perut datarku. "oya,

  • Baku Hantam Dengan Mertua   5. Apa Hamil?

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUA PART 5 CHEKRupanya, hewan yang merembet ke kakiku itu luwing. Ya, orang sini menyebutnya luwing. Kalau bahasa Indonesianya kaki seribu. Aku tahu nama hewan ini karena memang sering sekali ia bergerilnya di area pekarangan rumah. Membuatku bergidik geli saja. Kalau ibu malah membuang hewan itu tanpa takut. Ia pernah bilang, kalau luwing itu nggak berbahaya, orang disentuh aja melingkar atau menggulung tubuhnya. Pasti dia takut lihat wajah ibu yang garang bak peran antagonis. "Tuh 'kan, Mas bilang juga apa? Kamu sama hewan kecil aja takut." cetus mas Irfan membuatku lekas tersadar dan segera turun dari pangkuannya. "Enggak, aku nggak takut kok Mas. Aku cuma geli aja," elakku tak terima. "ya udah, Mas cari rumput aja. Aku mau menikmati ciptaan Tuhan yang indah ini." Mas Irfan menangguk dan segera mencari rumput hijau di sebelah sana. Kuhirup udara sejuk hingga rongga dadaku terasa penuh. Lalu menghembuskannya perlahan. Ah, lega sekali rasanya. Jemariku l

  • Baku Hantam Dengan Mertua   4. Kentut Ibu

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUABab 4"Huek!"Hampir saja aku muntah, bukan karena bau pete yang barusan aku terima. Namun, bau ini agak lain. Mirip bau bangkai yang membuat aku bergidik sembari menahan guncangan dalam perut."Yeni kamu kenapa?" tanya ibu was-was. "Ibu kentut ya?" cetusku to the point. Tak lupa, kujepit ujung hidungku dengan kedua jari. "Ih iya, bau banget lagi." Mbak Mira yang duduk di sana pun turut mencium aroma khas gas oksigen yang baru keluar dari sarangnya tersebut. Ibu meringis. "duh, maaf ya, Ibu kelepasan," ujarnya tanpa sungkan. Padahal, aku sama mbak Mira tuh menantu ibu. Tapi, dia biasa begini. Suka buang angin sembarangan. Ibu sih lega, udah kehilangan kentut itu. Lah kita yang nemu, pasti nggak mungkin menganggap itu rezeki nomplok. Tentu aku hanya membatin. Mana berani aku nyeletuk kayak gitu. Ya, meskipun aku menantu yang kadang suka dibilang kurang waras. Tapi setidaknya aku masih punya etika kesopanan, dan kekurangajaran. Hanya sedikit. "Aku ke kamar

  • Baku Hantam Dengan Mertua   3. Test-pack

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUABab 3"Sama ajalah, Bu!" cebikku kesal. "Emangnya kamu tahu sego itu apa?" Ibu menggelontor pertanyaan yang bagiku mudah dijawab. "Tahulah, aku kan sering beli sego gudeg punyanya Haji Taslim, yang itu tempatnya di deket alun-alun," jelasku lantas berbalik hendak kembali duduk bersama mas Irfan. Kami makan seperi biasa, sambil mengobrol hangat. Meski entah bagaimana kondisi perasaan masing-masing. *"Dek, kenapa belum tidur?" tanya mas Irfan yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya. "Nggak pa-pa, Mas. Mas lanjut tidur aja. Aku belum ngantuk." tukasku sibuk dengan gawai yang kupegang dengan kedua tangan."Kamu nggak capek ya?" tanyanya lagi. Kini posisi lelaki itu menatap wajahku lama. Meski ia tengah berbaring dan aku terduduk, posisi yang berbeda ini tak menghalangi tatap netra kami yang semakin mendalam. Segera kutepis pikiran menyebalkan dalam otakku. Biasanya kalau mas Irfan ada manis-manisnya gini, bau-baunya dia mau minta ronde ke dua. "Ngapain Mas

  • Baku Hantam Dengan Mertua   2. Beda Hurufnya

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUABab 2Aku tersenyum membayangkan. Pasti nanti mas Irfan bakalan seneng banget kalau aku ngomong itu ke dia. *Selepas mandi sore. Aku berdandan cantik dan bersiap untuk menunggu kepulangan belahan jiwa di seberang sana. Meskipun dia orang kampung, tapi ketampanannya mengalahkan oppa-oppa Korea. Mirip sekali dengan Kim Soo Hyun. Ah, lagi-lagi hatiku bermekaran kalau membayangkan betapa tampannya mas Irfan. "Assalamualaikum." Lamunanku terbuyar saat terdengar ucapan salam dan terbukanya pintu kamar. Rupanya itu mas Irfan. Tumben sekali dia pulangnya cepat. Ah iya, aku lupa, mas Irfan kan bos di kantornya sendiri. Aku menyebutnya kantor, kandang kotor. Karena memang suamiku kerjanya di peternakan sapi. "Waalaikumsalam. Tumben pulang cepet?" tanyaku, tak lupa mencium takzim tangannya yang beraroma khas sapi. "Tangan Mas bau kan? Karena Mas belum mandi. Kamu tumben dandan cantik begini, mau ke mana?" Mas Irfan melepas jaketnya dan duduk di tepi ranjang. "Em

  • Baku Hantam Dengan Mertua   1. Pekara Nasi Goreng

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUABab 1"Nih makan!""Kenapa gosong lagi sih nasi gorengnya?" desisku seusai membolak-balik gumpalan nasi goreng berwarna hitam kecokelatan yang barusan disodorkan ibu mertuaku. "Makan aja apa yang ada! Nggak usah ngomel. Kamu aja bangunnya selalu siang, masih bersyukur Ibu masih sisihin nasi goreng buat kamu!" gertak ibu melemparkan tatapan mencemooh. "Lah ... itu, nasi goreng Mbak Mira kenapa nggak gosong kayak punyaku?!" Kutatap lekat makanan yang tengah ditata ibu itu dalam wadah bekal. "Punya Mira beda sama kamu. Mira kerja, sedangkan kamu cuma enak-enakan di rumah. Tiap hari kamu selalu ngurung diri di kamar, kadang Ibu panggil juga nggak nyahut," kata Ibu sibuk dengan benda-benda di depannya. Aku mendengus pelan. Dasar, mertua tak berperikemanusiaan. Masa sesama menantu harus dibedakan. Padahal, selama ini yang selalu mengurus pekerjaan rumah 'kan aku bukan dia. Siapa suruh dia masak nasi goreng ambaradul begini. "Cepetan makan! Anggap aja nasi gore

DMCA.com Protection Status