Share

6. Noda di Rok

Author: Nurja
last update Last Updated: 2023-07-26 03:42:55

NASI GORENG GOSONG DARI MERTUA

Bab 6

"Tapi, aku takut kalau hasilnya negatif, Mbak." cetusku pada mbak Mira yang tadi memberi saran padaku.

"Coba aja, Yen. Siapa tahu kamu hamil. Kan malah bagus, kita kalau hamil barengan."

Meski ragu, berulang kali kupikirkan hal ini. Tak ada salahnya juga saran mbak Mira.

Bismillah, semoga tidak mengecewakan.

"Ayo, Yen." Ia menarik tanganku menuju ruangan.

Sesampainya dalam ruang periksa. Wanita berkacamata bening menyambut dengan ramah. Tak salah lagi, itu Lina mantan mas Irfan. Tapi, dia lumayan baik. Tidak ketus seperti mantan-mantan lainnya.

"Ini siapa yang mau periksa?" tanya Lina sopan.

"Yeni aja dulu, Lin. Tadi dia mual-mual soalnya." kata mbak Mira tanpa menyebut Lina dengan sebutan Dokter atau sebagainya.

"Oh, udah berapa hari mualnya, Yen?" Lina bertanya sembari memapahku untuk berbaring di bangsal.

"Baru tadi pas nyium bau obat." jelasku biasa saja.

"Oh …." Kedua tangan Lina sibuk menata alat untuk USG di atas perut datarku. "oya, Mas Irfan kok nggak nganterin kamu?" tambahnya membuat dahiku berkerut sesaat.

"Dia lagi sibuk, Mbak." jawabku enteng.

"Oh, pasti dia masih di peternakan 'kan?" tanyanya lagi. Kali ini, alat itu mulai menari di perutku. Gel dingin bening juga semakin meluber seiring bergeraknya entah benda apa itu namanya. Maklum, aku tak pernah sekolah kedokteran. Jadi, aku tak paham namanya alat medis yang agak susah disebut.

"Iya, Mbak. Emangnya, mau kerja apalagi dia, toh di peternakan juga hidup kami bahagia saja."

Lina samar menghela napas. Kenapa? Cemburukah? Batinku tersenyum jahat.

Wanita berkulit putih itu sibuk memperhatikan layar monitor di depannya.

"Gimana hasilnya?" Mbak Mira nyeletuk. Ia membungkuk untuk turut melihat layar alat USG.

"Iya, Yen. Kamu hamil." ujar Lina. Aku memiringkan wajah dan ikut melihat gambar yang menurutku membingungkan. Iya, membingungkan, pasalnya di sana hanya guratan gambar berwarna hitam. Mana gambar janinnya?

"Selamat ya, Yen. Akhirnya kamu hamil juga." sorak senang mbak Mira ucapkan padaku. Meski aku masih bingung, pura-pura saja sok paham. Toh, aku juga sangat senang dengan kehamilan tak terduga ini.

"Alhamdulillah, makasih, Mbak. Aku beneran nggak nyangka kalau Allah ngasihnya nggak terduga. Padahal aku nyaris putus asa." Aku bangkit dari bangsal dan turun. "sekarang giliranmu, Mbak."

"Iya, Yen. Semoga hasilnya juga sama kayak kamu ya," Kini giliran mbak Mira yang berbaring. Ia perlahan menyingsing bajunya bersiap untuk USG.

Lina mendadak diam, dia sibuk menyiapkan peralatan di sekitarnya.

Wajahku pun antusias saat menyaksikan hal yang sama denganku tadi. Tinggal menunggu Lina menjelaskan, apakah mbak Mira positif hamil atau tidak.

"Gimana hasilnya?" tanyaku pada Lina yang masih sibuk.

"Iya, selamat. Kamu juga positif hamil, Mir." Akhirnya, setelah menunggu kata itu tercetus dari bibir dokter ini. Kami berdua amat sangat puas mendengarnya. Mbak Mira tentu sama bahagianya sepertiku.

"Aaaa! Alhamdulillah, duh aku terharu banget. Kita bisa hamil barengan. Padahal bikinnya nggak janjian lebih dulu," gelak tawa tersembur dari iparku itu. Dia memang sedikit agak konslet kalau lagi seneng.

"Namanya juga rezeki, Mbak." ucapku lantas memegang lengan mbak Mira untuk turun dari pembaringan.

*

"Yen, pasti Ibu seneng banget dapet dua cucu sekaligus." sepanjang perjalanan pulang, tak hentinya mbak Mira nyerocos yang kadang entah aku tak mendengarnya dengan jelas.

"Ya jelas seneng dong, Mbak." jawabku bersaing dengan deru mesin motor.

"Yen, kita langsung pulang aja ya? Mataharinya udah terasa di ubun-ubun nih, mana panas banget kayak mulut tetangga." cetus wanita yang kubonceng di jok belakang.

"Iya, Mbak. Aku juga udah kepanasan nih rasanya. Mana lupa nggak pakai jaket lagi."

Kupacu kuda besi secepat mungkin agar segera sampai di rumah. Tak sabar juga untuk segera memberitahu ibu kabar bahagia ini. Agar ibu tak mengecapku sebagai wanita yang nggak bisa hamil lagi.

*

"Assalamualaikum!" Aku dan mbak Mira kompak mengucap salam selepas membuka pintu rumah.

Ibu tersenyum menyambut. Mertuaku itu duduk di depan TV dengan santai.

"Udah nggak pusing Bu, kepalanya?" tanyaku lalu duduk di sampingnya. Mbak Mira pun duduk di sisi ibu. Sekarang posisi ibu berada di tengah.

"Wa'alaikumsalam, Ibu udah sembuh kok. Oya Mira, gimana hasilnya? Kamu beneran hamil 'kan?" Seketika ibu langsung menggeser duduknya menghadap ke mbak Mira. Kedua tangan ibu memegang punggung mbak Mira erat. Terlihat sekali kalau ibu sangat mengharapkan hasilnya.

"Bukan cuma aku Bu, yang hamil. Yeni juga," kata mbak Mira menatapku sembari tersenyum.

"Kamu beneran hamil Yen?" Ibu nampak tak percaya.

Jemari mbak Mira merogoh sesuatu dari dalam tasnya. Itu hasil USG tadi. Karena aku tak membawa tas, jadi hasil USG milikku kutitipkan di tasnya mbak Mira.

"Lihat aja, Bu. Ini hasil USG-ku sama punyanya Yeni, kami berdua sama-sama mengandung cucu ibu." Mbak Mira terus mengemban senyum bahagia.

Dalam sekejap, ibu juga lantas menatapku dan memeluku erat.

"Alhamdulillah kalian hamilnya barengan." kata ibu seraya menarik dirinya.

Binar bahagia terpancar sekali dari wajah mertuakum. Ronanya berbeda, ia yang sering memasang wajah garang, kini melempem bak kerupuk yang terkena air. Sudahkah luluh hatimu, Bu? Tanyaku dalam hati. Rasanya aku juga sudah tak sabar untuk memberitahu mas Irfan kalau aku hamil. Pasti ia sangat bahagia.

*

Gawai dalam genggaman terus memperlihatkan kata-demi kata yang kutulis. Hari ini moodku bagus, jadi aku berencana menulis satu bab lagi dan ingin mengadakan give away berupa uang untuk para pembaca setia. Ya, sekadar untuk merayakan kebahagiaanku hari ini.

[Ada hadiah uang tunai 200 ribu rupiah untuk satu pemenang. Syaratnya gampang, cukup tekan love serta komentar di bab ini. Maka akan saya undi pemenangnya besok. Selamat mengikuti, semoga beruntung.] tulisku di pengujung bab cerita yang usai kutulis.

Kumatikan HP dan menoleh ke arah jam. Ternyata sudah sore, mas Irfan sebentar lagi pulang. Dan penampilanku masih kacau begini. Nggak! Nggak bisa dibiarin ini. Segera kuayunkan kaki ke luar kamar untuk mandi.

Tumben hari ini ibu nggak ngomel. Bahkan ia selalu tersenyum saat berpapasan denganku. Aku yang tadi hendak menyapu pun tak diperbolehkan olehnya. Ya ya, mungkin ini efek aku hamil kali, ibu jadi sayang sama aku. Baguslah, aku jadi punya banyak waktu untuk menulis dan bermalas-malasan. Asyik!

"Bumil mau ke mana?" tanya seseorang membuat langkah ini terhenti.

Aku berbalik mencari sumber suara itu.

"Ibu ngagetin aja ah," sungutku cemberut.

"Jangan marah! Nggak baik buat kesehatan. Lagian, ngapain sih kamu jalannya mengendap-ngendap gitu? Terus, kenapa juga sambil celingukan ke sana sini. Nyari apa?" Ibu berjalan dan mengambil sesuatu dalam lemari pendingin.

Benarkah aku tadi jalannya ngendap? Entahlah, karena aku tadi sibuk bermonolog tentang ibu.

"Enggak kok, Bu. Aku biasa aja jalannya. Udah ya, aku mau mandi." Kubalik badan hendak meneruskan perjalanan ke kamar mandi.

"Tunggu! Itu di rokmu ada noda apa? Kok merah begitu?"

Bersambung….

Related chapters

  • Baku Hantam Dengan Mertua   7. Gara-gara Bakso

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUA PART 7 CHEK"Noda apa, Bu?" Aku reflek berhenti. Dan menoleh ke rok belakang. Astaga! Iya, tadi aku habis makan es krim sama anak tetangga. Lupa, bekas es krim itu ada di kursi teras dan aku mendudukinya. Kukira noda apaan. "Oalah, ini noda es krim, Bu. Tadi aku jajan es krim sama Naura anaknya Bu Mimin. Karena dia geletakin es-nya di kursi, jadi nggak sengaja aku dudukin karena tak tinggal ambil tissu ke dalam." "Oh, aku kira apaaan Yen. Ya udah, sana mandi. Mumpung belum antri." "Woke, Bu. Siap!" jawabku santai, sesantai pas lagi pinjam duit ke temen. *"Hai Sayang. Baru pulang ya?" tanyaku manja sambil bergelendotan di tubuh mas Irfan. "Iya, udah tahu baru pulang. Masih nanya lagi. Sana! Mas bau belum mandi. Masih bau sapi ini." elaknya mendorong lenganku pelan. "Bagiku kamu wangi, Mas. Sewangi kembang raflesia." Aku tersenyum kecil."Hih, sama aja ngeledek kamu ya, bunga raflesia mah bau. Jadi, Mas baunya kayak bangkai dong," cetusnya menoel daguk

    Last Updated : 2023-08-01
  • Baku Hantam Dengan Mertua   8. Kejutan apa?

    Baku Hantam Dengan MertuaBab 8Sumpah demi apa pun. Mulutku langsung menganga mendengar kalimat dari Ibu. Jadi … itu uang Mas Irfan yang buat traktir orang-orang?Aku bergegas lari masuk ke dalam rumah. Mencari sosok lelaki bergelar suami tersebut."Mas Irfan!" panggilku menggema di ruangan tengah. "Lagi di kamar," suara sahutan dari arah sana.Cepat kaki ini melangkah ke bilik berpintu kayu itu.Setelah terbuka. Kulihat Mas Irfan baru saja selesai memakai baju. Seperti biasa, kaos oblong warna putih dengan celana pendek selutut favoritnya."Ada apa Dek? Kok teriak-teriak?" tanyanya padaku."Mas Irfan kasih uang lima ratus ribu ke Ibu?" ucapku to the point. Coba mau ngaku nggak dia."Iya, Dek. Sebagai rasa syukur atas kehamilan kamu," jawabnya tak lupa dengan senyuman lebar."Kenapa Mas nggak bilang ke aku dulu sih kalau mau ngasih uang Ibu. Mas tahu apa, yang udah Ibu lakuin? Ibu ntraktir orang-orang makan bakso tiga ratus ribu. Terus yang sisanya dua ratus ribu diambil sama dia. In

    Last Updated : 2023-08-10
  • Baku Hantam Dengan Mertua   1. Pekara Nasi Goreng

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUABab 1"Nih makan!""Kenapa gosong lagi sih nasi gorengnya?" desisku seusai membolak-balik gumpalan nasi goreng berwarna hitam kecokelatan yang barusan disodorkan ibu mertuaku. "Makan aja apa yang ada! Nggak usah ngomel. Kamu aja bangunnya selalu siang, masih bersyukur Ibu masih sisihin nasi goreng buat kamu!" gertak ibu melemparkan tatapan mencemooh. "Lah ... itu, nasi goreng Mbak Mira kenapa nggak gosong kayak punyaku?!" Kutatap lekat makanan yang tengah ditata ibu itu dalam wadah bekal. "Punya Mira beda sama kamu. Mira kerja, sedangkan kamu cuma enak-enakan di rumah. Tiap hari kamu selalu ngurung diri di kamar, kadang Ibu panggil juga nggak nyahut," kata Ibu sibuk dengan benda-benda di depannya. Aku mendengus pelan. Dasar, mertua tak berperikemanusiaan. Masa sesama menantu harus dibedakan. Padahal, selama ini yang selalu mengurus pekerjaan rumah 'kan aku bukan dia. Siapa suruh dia masak nasi goreng ambaradul begini. "Cepetan makan! Anggap aja nasi gore

    Last Updated : 2023-06-09
  • Baku Hantam Dengan Mertua   2. Beda Hurufnya

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUABab 2Aku tersenyum membayangkan. Pasti nanti mas Irfan bakalan seneng banget kalau aku ngomong itu ke dia. *Selepas mandi sore. Aku berdandan cantik dan bersiap untuk menunggu kepulangan belahan jiwa di seberang sana. Meskipun dia orang kampung, tapi ketampanannya mengalahkan oppa-oppa Korea. Mirip sekali dengan Kim Soo Hyun. Ah, lagi-lagi hatiku bermekaran kalau membayangkan betapa tampannya mas Irfan. "Assalamualaikum." Lamunanku terbuyar saat terdengar ucapan salam dan terbukanya pintu kamar. Rupanya itu mas Irfan. Tumben sekali dia pulangnya cepat. Ah iya, aku lupa, mas Irfan kan bos di kantornya sendiri. Aku menyebutnya kantor, kandang kotor. Karena memang suamiku kerjanya di peternakan sapi. "Waalaikumsalam. Tumben pulang cepet?" tanyaku, tak lupa mencium takzim tangannya yang beraroma khas sapi. "Tangan Mas bau kan? Karena Mas belum mandi. Kamu tumben dandan cantik begini, mau ke mana?" Mas Irfan melepas jaketnya dan duduk di tepi ranjang. "Em

    Last Updated : 2023-06-09
  • Baku Hantam Dengan Mertua   3. Test-pack

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUABab 3"Sama ajalah, Bu!" cebikku kesal. "Emangnya kamu tahu sego itu apa?" Ibu menggelontor pertanyaan yang bagiku mudah dijawab. "Tahulah, aku kan sering beli sego gudeg punyanya Haji Taslim, yang itu tempatnya di deket alun-alun," jelasku lantas berbalik hendak kembali duduk bersama mas Irfan. Kami makan seperi biasa, sambil mengobrol hangat. Meski entah bagaimana kondisi perasaan masing-masing. *"Dek, kenapa belum tidur?" tanya mas Irfan yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya. "Nggak pa-pa, Mas. Mas lanjut tidur aja. Aku belum ngantuk." tukasku sibuk dengan gawai yang kupegang dengan kedua tangan."Kamu nggak capek ya?" tanyanya lagi. Kini posisi lelaki itu menatap wajahku lama. Meski ia tengah berbaring dan aku terduduk, posisi yang berbeda ini tak menghalangi tatap netra kami yang semakin mendalam. Segera kutepis pikiran menyebalkan dalam otakku. Biasanya kalau mas Irfan ada manis-manisnya gini, bau-baunya dia mau minta ronde ke dua. "Ngapain Mas

    Last Updated : 2023-06-09
  • Baku Hantam Dengan Mertua   4. Kentut Ibu

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUABab 4"Huek!"Hampir saja aku muntah, bukan karena bau pete yang barusan aku terima. Namun, bau ini agak lain. Mirip bau bangkai yang membuat aku bergidik sembari menahan guncangan dalam perut."Yeni kamu kenapa?" tanya ibu was-was. "Ibu kentut ya?" cetusku to the point. Tak lupa, kujepit ujung hidungku dengan kedua jari. "Ih iya, bau banget lagi." Mbak Mira yang duduk di sana pun turut mencium aroma khas gas oksigen yang baru keluar dari sarangnya tersebut. Ibu meringis. "duh, maaf ya, Ibu kelepasan," ujarnya tanpa sungkan. Padahal, aku sama mbak Mira tuh menantu ibu. Tapi, dia biasa begini. Suka buang angin sembarangan. Ibu sih lega, udah kehilangan kentut itu. Lah kita yang nemu, pasti nggak mungkin menganggap itu rezeki nomplok. Tentu aku hanya membatin. Mana berani aku nyeletuk kayak gitu. Ya, meskipun aku menantu yang kadang suka dibilang kurang waras. Tapi setidaknya aku masih punya etika kesopanan, dan kekurangajaran. Hanya sedikit. "Aku ke kamar

    Last Updated : 2023-06-09
  • Baku Hantam Dengan Mertua   5. Apa Hamil?

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUA PART 5 CHEKRupanya, hewan yang merembet ke kakiku itu luwing. Ya, orang sini menyebutnya luwing. Kalau bahasa Indonesianya kaki seribu. Aku tahu nama hewan ini karena memang sering sekali ia bergerilnya di area pekarangan rumah. Membuatku bergidik geli saja. Kalau ibu malah membuang hewan itu tanpa takut. Ia pernah bilang, kalau luwing itu nggak berbahaya, orang disentuh aja melingkar atau menggulung tubuhnya. Pasti dia takut lihat wajah ibu yang garang bak peran antagonis. "Tuh 'kan, Mas bilang juga apa? Kamu sama hewan kecil aja takut." cetus mas Irfan membuatku lekas tersadar dan segera turun dari pangkuannya. "Enggak, aku nggak takut kok Mas. Aku cuma geli aja," elakku tak terima. "ya udah, Mas cari rumput aja. Aku mau menikmati ciptaan Tuhan yang indah ini." Mas Irfan menangguk dan segera mencari rumput hijau di sebelah sana. Kuhirup udara sejuk hingga rongga dadaku terasa penuh. Lalu menghembuskannya perlahan. Ah, lega sekali rasanya. Jemariku l

    Last Updated : 2023-07-19

Latest chapter

  • Baku Hantam Dengan Mertua   8. Kejutan apa?

    Baku Hantam Dengan MertuaBab 8Sumpah demi apa pun. Mulutku langsung menganga mendengar kalimat dari Ibu. Jadi … itu uang Mas Irfan yang buat traktir orang-orang?Aku bergegas lari masuk ke dalam rumah. Mencari sosok lelaki bergelar suami tersebut."Mas Irfan!" panggilku menggema di ruangan tengah. "Lagi di kamar," suara sahutan dari arah sana.Cepat kaki ini melangkah ke bilik berpintu kayu itu.Setelah terbuka. Kulihat Mas Irfan baru saja selesai memakai baju. Seperti biasa, kaos oblong warna putih dengan celana pendek selutut favoritnya."Ada apa Dek? Kok teriak-teriak?" tanyanya padaku."Mas Irfan kasih uang lima ratus ribu ke Ibu?" ucapku to the point. Coba mau ngaku nggak dia."Iya, Dek. Sebagai rasa syukur atas kehamilan kamu," jawabnya tak lupa dengan senyuman lebar."Kenapa Mas nggak bilang ke aku dulu sih kalau mau ngasih uang Ibu. Mas tahu apa, yang udah Ibu lakuin? Ibu ntraktir orang-orang makan bakso tiga ratus ribu. Terus yang sisanya dua ratus ribu diambil sama dia. In

  • Baku Hantam Dengan Mertua   7. Gara-gara Bakso

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUA PART 7 CHEK"Noda apa, Bu?" Aku reflek berhenti. Dan menoleh ke rok belakang. Astaga! Iya, tadi aku habis makan es krim sama anak tetangga. Lupa, bekas es krim itu ada di kursi teras dan aku mendudukinya. Kukira noda apaan. "Oalah, ini noda es krim, Bu. Tadi aku jajan es krim sama Naura anaknya Bu Mimin. Karena dia geletakin es-nya di kursi, jadi nggak sengaja aku dudukin karena tak tinggal ambil tissu ke dalam." "Oh, aku kira apaaan Yen. Ya udah, sana mandi. Mumpung belum antri." "Woke, Bu. Siap!" jawabku santai, sesantai pas lagi pinjam duit ke temen. *"Hai Sayang. Baru pulang ya?" tanyaku manja sambil bergelendotan di tubuh mas Irfan. "Iya, udah tahu baru pulang. Masih nanya lagi. Sana! Mas bau belum mandi. Masih bau sapi ini." elaknya mendorong lenganku pelan. "Bagiku kamu wangi, Mas. Sewangi kembang raflesia." Aku tersenyum kecil."Hih, sama aja ngeledek kamu ya, bunga raflesia mah bau. Jadi, Mas baunya kayak bangkai dong," cetusnya menoel daguk

  • Baku Hantam Dengan Mertua   6. Noda di Rok

    NASI GORENG GOSONG DARI MERTUA Bab 6"Tapi, aku takut kalau hasilnya negatif, Mbak." cetusku pada mbak Mira yang tadi memberi saran padaku. "Coba aja, Yen. Siapa tahu kamu hamil. Kan malah bagus, kita kalau hamil barengan."Meski ragu, berulang kali kupikirkan hal ini. Tak ada salahnya juga saran mbak Mira. Bismillah, semoga tidak mengecewakan. "Ayo, Yen." Ia menarik tanganku menuju ruangan. Sesampainya dalam ruang periksa. Wanita berkacamata bening menyambut dengan ramah. Tak salah lagi, itu Lina mantan mas Irfan. Tapi, dia lumayan baik. Tidak ketus seperti mantan-mantan lainnya."Ini siapa yang mau periksa?" tanya Lina sopan. "Yeni aja dulu, Lin. Tadi dia mual-mual soalnya." kata mbak Mira tanpa menyebut Lina dengan sebutan Dokter atau sebagainya."Oh, udah berapa hari mualnya, Yen?" Lina bertanya sembari memapahku untuk berbaring di bangsal. "Baru tadi pas nyium bau obat." jelasku biasa saja. "Oh …." Kedua tangan Lina sibuk menata alat untuk USG di atas perut datarku. "oya,

  • Baku Hantam Dengan Mertua   5. Apa Hamil?

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUA PART 5 CHEKRupanya, hewan yang merembet ke kakiku itu luwing. Ya, orang sini menyebutnya luwing. Kalau bahasa Indonesianya kaki seribu. Aku tahu nama hewan ini karena memang sering sekali ia bergerilnya di area pekarangan rumah. Membuatku bergidik geli saja. Kalau ibu malah membuang hewan itu tanpa takut. Ia pernah bilang, kalau luwing itu nggak berbahaya, orang disentuh aja melingkar atau menggulung tubuhnya. Pasti dia takut lihat wajah ibu yang garang bak peran antagonis. "Tuh 'kan, Mas bilang juga apa? Kamu sama hewan kecil aja takut." cetus mas Irfan membuatku lekas tersadar dan segera turun dari pangkuannya. "Enggak, aku nggak takut kok Mas. Aku cuma geli aja," elakku tak terima. "ya udah, Mas cari rumput aja. Aku mau menikmati ciptaan Tuhan yang indah ini." Mas Irfan menangguk dan segera mencari rumput hijau di sebelah sana. Kuhirup udara sejuk hingga rongga dadaku terasa penuh. Lalu menghembuskannya perlahan. Ah, lega sekali rasanya. Jemariku l

  • Baku Hantam Dengan Mertua   4. Kentut Ibu

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUABab 4"Huek!"Hampir saja aku muntah, bukan karena bau pete yang barusan aku terima. Namun, bau ini agak lain. Mirip bau bangkai yang membuat aku bergidik sembari menahan guncangan dalam perut."Yeni kamu kenapa?" tanya ibu was-was. "Ibu kentut ya?" cetusku to the point. Tak lupa, kujepit ujung hidungku dengan kedua jari. "Ih iya, bau banget lagi." Mbak Mira yang duduk di sana pun turut mencium aroma khas gas oksigen yang baru keluar dari sarangnya tersebut. Ibu meringis. "duh, maaf ya, Ibu kelepasan," ujarnya tanpa sungkan. Padahal, aku sama mbak Mira tuh menantu ibu. Tapi, dia biasa begini. Suka buang angin sembarangan. Ibu sih lega, udah kehilangan kentut itu. Lah kita yang nemu, pasti nggak mungkin menganggap itu rezeki nomplok. Tentu aku hanya membatin. Mana berani aku nyeletuk kayak gitu. Ya, meskipun aku menantu yang kadang suka dibilang kurang waras. Tapi setidaknya aku masih punya etika kesopanan, dan kekurangajaran. Hanya sedikit. "Aku ke kamar

  • Baku Hantam Dengan Mertua   3. Test-pack

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUABab 3"Sama ajalah, Bu!" cebikku kesal. "Emangnya kamu tahu sego itu apa?" Ibu menggelontor pertanyaan yang bagiku mudah dijawab. "Tahulah, aku kan sering beli sego gudeg punyanya Haji Taslim, yang itu tempatnya di deket alun-alun," jelasku lantas berbalik hendak kembali duduk bersama mas Irfan. Kami makan seperi biasa, sambil mengobrol hangat. Meski entah bagaimana kondisi perasaan masing-masing. *"Dek, kenapa belum tidur?" tanya mas Irfan yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya. "Nggak pa-pa, Mas. Mas lanjut tidur aja. Aku belum ngantuk." tukasku sibuk dengan gawai yang kupegang dengan kedua tangan."Kamu nggak capek ya?" tanyanya lagi. Kini posisi lelaki itu menatap wajahku lama. Meski ia tengah berbaring dan aku terduduk, posisi yang berbeda ini tak menghalangi tatap netra kami yang semakin mendalam. Segera kutepis pikiran menyebalkan dalam otakku. Biasanya kalau mas Irfan ada manis-manisnya gini, bau-baunya dia mau minta ronde ke dua. "Ngapain Mas

  • Baku Hantam Dengan Mertua   2. Beda Hurufnya

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUABab 2Aku tersenyum membayangkan. Pasti nanti mas Irfan bakalan seneng banget kalau aku ngomong itu ke dia. *Selepas mandi sore. Aku berdandan cantik dan bersiap untuk menunggu kepulangan belahan jiwa di seberang sana. Meskipun dia orang kampung, tapi ketampanannya mengalahkan oppa-oppa Korea. Mirip sekali dengan Kim Soo Hyun. Ah, lagi-lagi hatiku bermekaran kalau membayangkan betapa tampannya mas Irfan. "Assalamualaikum." Lamunanku terbuyar saat terdengar ucapan salam dan terbukanya pintu kamar. Rupanya itu mas Irfan. Tumben sekali dia pulangnya cepat. Ah iya, aku lupa, mas Irfan kan bos di kantornya sendiri. Aku menyebutnya kantor, kandang kotor. Karena memang suamiku kerjanya di peternakan sapi. "Waalaikumsalam. Tumben pulang cepet?" tanyaku, tak lupa mencium takzim tangannya yang beraroma khas sapi. "Tangan Mas bau kan? Karena Mas belum mandi. Kamu tumben dandan cantik begini, mau ke mana?" Mas Irfan melepas jaketnya dan duduk di tepi ranjang. "Em

  • Baku Hantam Dengan Mertua   1. Pekara Nasi Goreng

    BAKU HANTAM DENGAN MERTUABab 1"Nih makan!""Kenapa gosong lagi sih nasi gorengnya?" desisku seusai membolak-balik gumpalan nasi goreng berwarna hitam kecokelatan yang barusan disodorkan ibu mertuaku. "Makan aja apa yang ada! Nggak usah ngomel. Kamu aja bangunnya selalu siang, masih bersyukur Ibu masih sisihin nasi goreng buat kamu!" gertak ibu melemparkan tatapan mencemooh. "Lah ... itu, nasi goreng Mbak Mira kenapa nggak gosong kayak punyaku?!" Kutatap lekat makanan yang tengah ditata ibu itu dalam wadah bekal. "Punya Mira beda sama kamu. Mira kerja, sedangkan kamu cuma enak-enakan di rumah. Tiap hari kamu selalu ngurung diri di kamar, kadang Ibu panggil juga nggak nyahut," kata Ibu sibuk dengan benda-benda di depannya. Aku mendengus pelan. Dasar, mertua tak berperikemanusiaan. Masa sesama menantu harus dibedakan. Padahal, selama ini yang selalu mengurus pekerjaan rumah 'kan aku bukan dia. Siapa suruh dia masak nasi goreng ambaradul begini. "Cepetan makan! Anggap aja nasi gore

DMCA.com Protection Status