"Tumben kelihatannya kamu senang sekali hari ini sayang." Pria paruh baya yang baru saja ditemui Kiran melihat ada yang berbeda dasi biasanya."Iya, Om aku senang sekali.""Senang kenapa memangnya?" tanya pria yang baru saja melakukan perjalanan jauh itu justru mencari daun muda dari pada pulang langsung ke rumah di mana istri dan anaknya berada.Leo pria yang kerap disapa itu terus mengendus tengkuk Kiran yang sudah terpampang di depannya."Aku senang akhirnya Om balik juga dan ingat aku. Aku kangen banget tahu sama Om." Mulut manis yang penuh dusta. Kiran tentu saja sengaja menutupi kejahatan yang dilakukannya."Beneran?""Iya bener lah, Om masa iya aku bohong. Aku nanti kalau punya duit banyak kepingin jalan-jalan ke luar negeri juga kaya Om Leo. Pasti enak.""Memangnya kamu kepingin banget jajan-jalan?" tanya pria tua itu dengan mengerlingkan matanya.Leo adalah salah satu pria yang paling mendapatkan nilai 9 dari 10 nilai yang diberikan. Selebihnya adalah laki-laki hidung belang
Kabar keberadaan dari putri semata wayangnya belum juga mendapatkan titik terang. Kini justru muncul lagi kabar yang sungguh tidak pernah mereka duga bahkan dalam tidur pun tidak pernah masuk dalam mimpi keluarga Alina.Kabar yang tersebar perihal foto yang menampakkan wajah lugu putrinya itu. Sontak menjadi buah bibir dan juga gunjingan yang tentu saja membuat posisi putri mereka semakin tersudut. Tanpa bukti yang nyata karena memang belum tentu perempuan dalam foto yang mirip dengan Alina itu adalah Alina yang asli. Bisa saja memang ada wajah yang benar-benar mirip dengan Alina atau bisa juga itu hanyalah sebuah rekayasa yang sengaja diperuntukkan pada Alina dengan perantara kecanggihan teknologi."Bunda, Zafran ada kabar baik untuk kita." Sepulang dari sekolah Zafran yang biasanya pulang langsung ke rumah itu justru berbelok ke arah lain. Anak bungsu dari Marwah dan Farhan justru pergi ke tempat guru kursusnya. Iya Zafran ingat jika sang guru pernah bercerita jika suaminya merupak
"Lihat ini anak kesayangan kalian! Bikin malu nama keluarga saja. Kalian ngajarin aku cara mendidik anak. Tapi malah anak kalian sendiri yang kelakuan seperti wanita mu_rahan." Nurmala mengirim pesan pada adik iparnya. Marwah. Nurmala sangat puas dengan musibah yang menimpa keponakannya sendiri dan mengunakan kesempatan untuk mengolok keluarga adiknya."Mas, ponselku bunyi. Ada pesan masuk. Mungkin ada yang penting." Marwah yagg memang kondisinya belum pulih benar meminta pada suaminya--- Farhan yang menemaninya itu untuk mengambilkan ponselnya yang ada di atas meja rias.Farhan duduk di atas kursi yang berada di sebelah ranjang tempat tidur Marwah, segera beranjak untuk mengambil benda yang dimaksud oleh istrinya."Mas baca saja siapa tahu ada kabar penting." Marwah meminta Farhan untuk membuka pesan yang baru saja masuk."Pesan dari siapa, Mas?" tanya Marwah penasaran karena melihat ekspresi suaminya yang tiba-tiba berubah."Pesan tidak penting.""Coba aku lihat sendiri." Marwah yan
"Ma, itu seperti Papa!"tunjuk anak perempuan pada Ibunya. Kedua perempuan tadi tanpa sengaja melihat sosok seperti yang mereka kenal."Mana? Kamu salah lihat kali. Papamu tadi pamit Mama mau keluar kota ada proyek baru di sana." Perempuan dengan hijab modern dan tampilan khas anak muda celana Jean yang dipadukan dengan kaus berbahan rajut lengan panjang dengan pasmina yang menutupi rambutnya."Itu loh, Ma yang mau masuk ke toko perhiasan." Anak perempuan itu berusaha untuk meyakinkan ibunya. Posisi mereka memang di lantai yang sama namun letaknya berseberangan.Perempuan paruh baya itu semakin menajamkan pengelihatannya mengikuti arah tangan anak perempuannya itu menunjuk."Iya, itu benar Papa kamu. Mama masih ingat dengan atasan yang kemarin sore Mama siapkan untuk dibawa Papamu keluar kota.Tapi siapa yang pegang-pegang tangan Papamu itu? Itu juga kenapa Papamu pakai acara peluk-pelukan segala. Ini gak bisa dibiarin. Pasti perempuan itu simpanan Papamu. Sengaja mau porotin uang Papa
"Ya ampun, Ran ... kok bisa sampai gini sih?" Clara sengaja menjenguk Kiran di tempat kosnya. Kiran telah menceritakan kepada sahabatnya tersebut tentang apa yang baru saja menimpa dirinya."Ini terlalu tiba-tiba, Ra. Niatku cuma mau jalan cuci mata sambil cuci dompetnya di botak. Eh, malah ketemu nenek reyot sama anaknya. Dan kamu tahu? Anaknya si botak itu ternyata teman sekampus sama aku. Teman satu angkatan lagi.""Terus mereka ngapain kamu saja pas ketemu di mall itu?""Yang jelas aku dikeroyok sama ibu dan anak itu. Rambutku yang hanya dari salon ditarik-tarik sampai mau lepas dari kulitnya. Untung saja muka aku ini gak diapa-apain sama mereka. Kalau tidak mana ada yang masih mau sama aku.""Makanya kamu lain kali harus hati-hati. Kalau mau jalan-jalan sekalian cari tempat yang jauh biar aman. Kalau masih satu kota atau sekitaran bisa ada kemungkinan dong ketemu sama orang-orang yang ngenalin kita.""Iya, Ra. Ini bisa jadi pelajaran buat aku. Oh iya, untuk sementara aku mau lib
"Waalaikumsalam ..." Marwah yang ketika itu baru saja selesai menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim, diperdengarkan sebuah salam dari suara yang tidak asing di telinganya.Setelah merapikan alat salat yang baru saja ia pakai. Marwah segera keluar dari kamarnya menuju ruang depan untuk melihat siapa tamu yang berkunjung ke rumahnya pada malam hari. Sementara putra bungsu dan suaminya masih belum pulang dari masjid."Bunda ...." Alina segera berlari ke arah ibunya sesaat pintu rumahnya tersebut terbuka. Sementara Marwah masih terdiam. Ia masih belum percaya.Diamatinya sosok yang sedang memeluk erat tubuhnya itu."Alina?""Bunda ini Alina.""Ya Allah, Nak. Kemana saja kamu selama ini. Ayah sama bunda sudah cari-cari kamu. Lala juga terus nanyain kamu."Marwah segera membalas pelukan sang putri dan berkali-kali pula ia ciumi wajah dari putrinya tersebut."Panjang ceritanya bunda. Oh iya bunda kenalin ini teman Alina. Ibra. Dia juga yang sudah membantu Alina bisa kabur dan melar
Hati Marwah mulai tidak terkendali ketika mobil yang mereka kendarai susah hampir dekat dengan tempat tujuan mereka.Farhan dan Marwah sengaja berangkat lebih awal. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu setengah jam lamanya. Akhirnya tersebut sudah terlihat di pelupuk mata mereka."Tega gak tega kita harus tegas sama mereka, Mas. Meskipun Kiran itu keponakanmu sendiri. Tapi dia sudah berusaha menghancurkan hidup dan juga masa depan anak kita. Terkecuali kamu mau berada di pihaknya mereka." Marwah kembali mengingatkan suaminya. Perempuan tersebut menangkap air muka suaminya yang sulit untuk digambarkan."Ayo, kita turun!" ajak Farhan pada Marwah ketika mobil mereka sudah sampai di pelataran rumah yang dulu pernah ditempati oleh orang tua Farhan. Nampak dari arah berseberangan Reihan dan juga Siti istri Reihan setelah berpisah dengan Riana berjalan menyusul ke arah mereka.Farhan telah menghubungi saudara bungsunya itu agar keputusan yang sudah ia ambil dengan pertimbangan sebe
"Karin, tolong panggilkan adik kamu!" titah Farhan pada keponakannya.Karin ragu mengiyakan permintah dari Om nya itu."Kalian gak usah macam-macam sama Kiran. Kamu, Karin lebih baik kamu bawa masuk anakmu itu ke dalam kamar," tegas Nurmala pada putri pertamanya.Arif memilih diam karena untuk berdebat dengan saudara dari istrinya itu pasti dia yang akhirnya akan kalah.Karin akhirnya memilih masuk ke dalam rumahnya dan membawa serta putrinya.Sampai di depan kamar adiknya. Entah kenapa perasaan Karin tiba-tiba berubah tidak enak. Ia masih belum percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari mulut Om---nya."Apa iya Kiran berani nekat seperti itu?" cicit Karin mempertanyakan kebenaran ucapan dari adik ibunya tersebut."Apa aku tanya langsung saja sama dia?" Karin ragu antara ingin masuk ke kamar adiknya ataukah masuk ke dalam kamarnya sendiri.Karin yang memang memiliki sifat masa bodoh. Ia tidak memiliki pikiran buruk tentang suaminya yang tiba-tiba saja menghilang dari kamar tanpa