"Mas, ini tadi Mbak Nur ada kirim pesan buat, Mas," kabar ku memberi tahu pada suami akan kiriman pesan yang sudah dikirim oleh kakak perempuannya.Aku sengaja memberi tahu seusai kami makan malam. "Memangnya Mbak Nur kirim pesan apa. Kok tumben-tumbenan kirim pesan. Biasanya ada maunya kalau Mbak Nur itu tiba-tiba kirim pesan ke kita." Tebakan suamiku sama sekali tidak meleset. kelakukan kakaknya itu memang bisa terbaca oleh siapa saja yang sudah tahu bagaimana wataknya."Mbak Nur itu minta kiriman uang lagi. Alasannya katanya untuk biaya masuk kuliah di Kiran. Mas kan tahu sendiri bagaimana dengan anak-anak Mbak Nur. Mereka semua itu gak ada yang minat untuk belajar ke jenjang yang lebih tinggi. Kakak mu itu saja yang terlalu gengsi dan memaksakan kehendaknya pada anaknya. Ujung-ujungnya kita ini yang rugi karena yang keluar biaya juga bukan dia tetapi kita. Aku mau Mas itu harus tegas sama mereka. Pokoknya kalau Mbak Nur itu masih maksa buat kuliahkan anaknya silahkan tetapi janga
"Kiran, pokoknya kamu itu harus ikutin omongan, Mama. Mama ingin terbaik buat kamu. Jadi Mama harap kamu itu mau nurut sama kemauan orang tua.""Mama kepingin kamu bisa bikin bangga keluarga. Lihat kakak kamu itu. Mama itu tidak mau kamu bernasib seperti mereka. Mama mau kamu bisa buat bangga keluarga kita karena Mama kepingin membuktikan sama keluarga Om kamu itu kalau keluarga kita bisa jauh lebih baik dari mereka.""Kamu harus bisa lebih baik dari si Alina, makanya kamu harus bisa kuliah sama seperti dia kalau bisa satu kampus juga sama dia, jadi kalau ada apa-apa biar Om kamu yang turun tangan. Kalau kamu bisa satu kampus sama Alina. Mama dan Papa kamu gak perlu capek-capek mikir biaya kuliah kamu. Pokoknya Mama mau apa yang Alina bisa dan punya kamu juga harus bisa."Nurmala berusaha membujuk putri bungsunya itu untuk melakukan dan mengikuti keinginannya itu. Mengikuti obsesi yang sudah melekat sedari dulu dalam dirinya. Nurmala masih belum bisa terima bahwa ada saudaranya yang j
Di tempat lain, Alina baru saja menyelesaikan perkuliahannya hari itu. Siang itu juga gadis berusia 18 tahun itu sengaja berjalan kaki menyusuri trotoar jalan menuju tempat tinggal sementaranya. Iya, Alina lebih memilih untuk berjalan kaki dari tempat kosnya menuju kampus. Bukan tanpa alasan karena ia lebih membaur dengan temannya yang lain dan hitung-hitung untuk olahraga. Siang itu tidak hanya Alina tetapi beberapa teman satu kampus yang juga berjalan menuju arah yang sama berjalan bersama-sama dengan dirinya. Hanya dia orang yang satu tempat kos dengan Alina selebihnya mereka tinggal di tempat kos yang berbeda namun masih dalam satu kompleks karena tempat yang ditinggali oleh Alina merupakan kawasan tempat kos untuk para pelajar atau mahasiswa."Sampai jumpa lagi.""Kami duluan, ya," sapa Alina dan dua penghuni kos yang sama dengan dirinya pada teman yang lain yang tadi berjalan bersama-sama dengan mereka.Meski tidak satu jurusan, beberapa mahasiswi itu rupanya merupakan mahasisw
Tok! Tok!Tok!Alina mendengar jika pintu kamarnya ada yang mengetuk dari luar sementara dirinya baru saja menyelesaikan salat magrib. Usai ia berdzikir dan berdoa, baru lah Alina beranjak dari atas sajadah guna mencari tahu siapa gerangan yang ada di luar kamarnya itu.Dengan masih mengenakan mukenah berwarna putih dengan motif bordir di sekeliling tepiannya. Alina berjalan sedikit tergesa menuju pintu kamar yang ia tempati.Setelah Alina memutar anak kuncinya barulah pintu tersebut terbuka."Lama sekali sih, Lin buka pintunya." Kiran muncul dengan raut kesalnya. Dengan pakaian setelan hot pant dan atasan singlet yang begitu pas di badannya. Kiran sedikit melakukan k gaduhan yang menimbulkan tetangga mereka terganggu karena ulahnya itu. "Eh, kak Kiran, maaf Alina baru saja selesai salat. Ngomong-ngomong ada apa ya, kak ... " Belum juga Alina menyelesaikan kata-katanya Kiran dengan tidak tahu malunya menggeser pundak Alina sedikit kasar dan masuk ke dalam kamar adik sepupunya itu t
Di atas kursi yang berada di teras samping rumah miliknya, Marwah duduk termenung. Perempuan tersebut seperti sedang memikirkan sesuatu. Lebih tepatnya setelah mendapatkan cerita yang keluar dari mulut putri semata wayangnya. Entah kenapa perasaannya menjadi tidak tenang dan dipenuhi rasa was-was."Dek, kamu kenapa? Apa ada yang sedang menunggu pikiran kamu?" Apa yang Marwah lakukan itu tidak luput dari perhatian suaminya."Gak ada, Mas," ucap Marwah mencoba menutupi dari suaminya. Bukan tidak ingin terbuka melainkan dirinya tidak ingin menyinggung perasaan dari sang suami karena masih ada hubungannya dengan keluarga suaminya."Apa kamu yakin gak ada apa-apa? Atau memang ada yang sengaja kamu sembunyikan dari, Mas? Yang mas lihat itu kamu sedang memikirkan sesuatu. Kenapa tidak mau berbagi sama mas kalau ada yang menganggu pikiran kamu, Dek?" Farhan tahu bagaimana istrinya itu jadi meskipun Marwah mencoba untuk menyembunyikan perasaannya, nyatanya Farhan tidak bisa ia kelabui begitu
"Ayah, bunda," teriak girang Alina melihat kedatangan kedua orang tuanya. Baru saja ia membuka pintu kamar yang baru saya ia dengar bunyi ketukan dari luar yang ternyata itu adalah tamu spesial untuknya.Alina memeluk perempuan yang telah melahirkannya itu dengan dekapan yang erat untuk melepaskan rasa rindunya."Ayo, kita masuk dulu," ajak Farhan pada kedua wanita spesial dalam hidupnya."Kok tumben ayah sama bunda datang tidak kasih kabar dulu sama Alina?"Gadis itu mempersilahkan kedua orang tuanya untuk duduk di atas karpet yang tergelar di dekat kasur tempat tidurnya. Karpet berwarna coklat motif panda yang sekarang menjadi tempat mereka duduk dan bercengkrama untuk melepas rindu."Bunda sengaja ingin kasih kejutan sama anak bunda yang cantik ini." Marwah menggenggam tangan putrinya dan satunya mengelus wajah polos putrinya itu. Namun mata perempuan ibu dari dua anak itu tiba-tiba saja tertuju pada bagian lemari putrinya yang mana beberapa baju dan juga buku-buku yang tentu saja
Suasana pagi di suatu desa di mana keluarga Nurmala dan suami serta anak-anaknya tinggal. Karena musim hujan baru saja menghampiri beberapa wilayah di pulau Jawa. Udara yang berhembus terasa sedikit menusuk tulang terlebih tempat tinggal yang tidak jauh dari persawahan di mana ketika angin berhembus tidak ada penghalang yang menghalangi arah hembusan anginnya."Ma, Papa kepingin kita ganti mobil yang lebih bagusan." Arif menghampiri sang istri yang ketika itu sedang sibuk menyiapkan menu sarapan untuk keluarga mereka sementara toko mereka percayakan pada Karin sambil momong anak pertamanya yang tidak lain adalah cucu mereka sendiri. Karin yang ketika itu putus sekolah karena kedapatan hamil oleh teman laki-lakinya mau tidak mau harus rela mengubur cita-citanya. Bukan biaya yang murah yang telah dikeluarkan oleh Farhan dah juga Marwah atas biaya pendidikan dari keponakannya itu yang ditanggung oleh mereka atas permintaan dari Nurmala terlebih Nurmala yang juga menyebutkan nama mendiang
"Wah, Kakak iparmu punya mobil baru." Sebuah pesan masuk yang tidak lain pengirimnya adalah Rina tetangga sekaligus saudaranya dari keluarga ibu mertuanya.Marwah yang kebetulan itu sedang tidak melakukan pekerjaan apapun karena sedari ia pulang dari tempat kos putrinya lebih memilih untuk berdiam diri dan menyerahkan seluruh urusan pekerjaannya itu pada kakak perempuannya yang sudah ia percayai.Selain rumah makan ada juga tempat kos di kota suaminya dulu pernah bekerja bahkan sudah kembali Berhasil menambah beberapa unit kamar serta membangun di tempat yang baru yang juga tidak begitu jauh dari tempat yang sudah ia bangun kamar kos. Dan masing-masing dari usaha tempat kosnya itu, Marwah juga berinisiatif membangun tempat makan dan juga jasa laundry.Total bangunan yang dimiliki oleh Marwah saat ini adalah berjumlah dua bangunan dengan lima belas pintu kamar dengan bangunan penunjang berupa warung makan dan juga bangunan untuk tempat laundry.Mendengar dering ponsel miliknya, tangan
Atas saran dari ibunya, akhirnya Johan membawa keluar Kiran istri sirinya itu dari rumah keluarganya. Johan sengaja membawa Kiran pergi jauh dari tempat tinggal mereka dengan tujuan agar tidak ada orang yang mengenalinya.Johan membawa pergi Kiran dengan alasan untuk mengobati sakitnya. Johan sengaja membawa istri sirinya itu ke pelosok dan mengobatkannya di sana.Usai membawa istrinya itu ke rumah sakit. Johan buru-buru pergi meninggalkan Kiran di rumah sakit dan tidak ada keinginan untuk menjenguk bahkan untuk kembali membawa perempuan itu masuk lagi ke dalam rumahnya.."Ka, ada kabar baik buat kamu." Ibra bersama dengan pengacaranya menemui Azka yang berada di balik jeruji."Kabar baik apa, Mas?" tanya Azka antusias."Bukti rekaman CCTV dari rumah tetangga kamu itu mulai menemukan titik terang. Pihak polisi juga masih melakukan pendalaman tentang kasus mu ini. Semoga setelah ini titik terang itu segera terungkap dan kamu bisa segera bebas dari tempat ini.""Aamiin, semoga saja,
"Dari mana kamu, Mas?" Johan terlonjak karena istrinya yang tiba-tiba saja mengagetkannya."Kamu ngagetin suami saja. Aku habis dari rumah sakit ngantar Kiran." Johan melepas baju yang baru ia kenakan dan kemudian menggantinya baju bersih yang sudah di siapkan oleh Sintia.Tidak banyak bertanya. Sembari menunggu suaminya membersihkan diri, Sintia segera turun kelantai bawa untuk membantu menyiapkan makan malam untuk keluarganya."Sudah pulang Jo?" sapa Bu Sukma ketika melihat putranya yang berjalan ke arah meja makan."Iya, Ma.""Sudah beres?""Sudah," jawab singkat Johan atas pertanyaan dari ibunya itu.Sementara Sintia mengerutkan keningnya. Perempuan itu tidak mengerti apa yang tengah dibicarakan oleh suami dan ibu mertuanya.Sintia memilih diam tidak turut serta dalam perbincangan kedua orang yang ada di hadapannya itu.."Mas kamu kelihatan senang sekali seperti habis menang undian," celetuk Lita yang keheranan karena melihat suaminya tersebut tersenyum sendiri."Ini lebih dari m
Terdengar deru mesin mobil di depan rumahnya. Lita segera keluar. Setelah pintu rumah ia buka, nampak suaminya itu baru saja turun dari motor miliknya."Mas, itu ada mobil dealer kenapa berhenti di depan rumah kita?" tanya Lita yang masih penasaran. "Itu motor kamu, Vin?" sela Nurmala yang baru saja muncul dari balik pintu."Iya, Ma, ini motor baru Kevin."Lita berjalan mendekat ke arah motor yang baru saja di turunkan dari atas mobil dealer. "Mas, beneran ini mobil kamu?""Iya lah, masa iya cuma bohongan. Kamu juga lihat sendiri pegawai dealernya saja masih belum pulang," sewot Kevin pada istrinya karena sang istri yang tidak percaya dengan pencapaiannya itu."Aku seneng banget kalau ini beneran motor kamu, Mas.""Makanya jangan curigaan Mulu sama suami kamu."Usai serah terima telah selesai. Dua orang pria yang bertugas untuk mengantar motor baru milik Kevin, segera undur diri."Motor baru mbak Lita?" sapa salah satu tetangga yang baru saja lewat di depan rumah mereka."Iya, Bu. Su
"Yang, kamu lagi ngapain?" Azka baru saja masuk ke dalam kamarnya. Pria tersebut mendapati sang istri seperti orang yang sedang kebingungan. Sedang mencari sesuatu sepertinya."Mas, Mas lihat cincin aku, gak? Cincin kado dari Mas pas ulang tahunku yang kemarin."Azka berjalan semakin mendekat. "Memang kamu terakhir taruh di mana?""Terakhir aku taruh di laci meja rias, Mas." Marta masih berusaha mengingatnya lagi.Azka membantu istrinya untuk mencari cincin yang dimaksud.."Mas, kamu habis dapat rezeki nomplok?" Mata Lita nampak berbinar ketika Kevin menunjukkan apa yang ia bawa sepulang dari mengantarkan ibunya itu berobat."Mobil siapa itu, Mas?" tanya Lita melihat di depan rumah kontrakan mereka yang sempit bahkan teras pun lebarnya tidak lebih dari satu meter itu."Mobil punya, Mama. Aku kan pernah cerita kalau Mama dulu pernah punya harta yang dibawa kabur sama mantan suaminya. Tadi di jalan Mama ketemu sama dia setelah sekian lama. Aku beri pelajaran saja sama dia biar tahu ras
"Vin, tunggu, Vin. Lihat! Itu Papa kamu, Vin. Cepat kejar dia!" seru Nurmala yang yang tanpa terduga disengaja ia dipertemukan kembali pada mantan suaminya setelah bertahun-tahun. Arif---mantan suami Nurmala sengaja meninggalkannya gara-gara tergoda seorang janda yang merupakan tetangga mereka di rumah yang baru mereka beli dulu.Pagi setengah siang itu Nurmala meminta tolong pada putranya agar mengantarkannya untuk berobat ke puskesmas yang terdekat dengan tempat mereka.Mereka baru saja selesai dan berniat akan segera pulang ke rumah setelah terlebih dahulu membeli makan siang untuk mereka bawa pulang. Kebetulan warung makan yang mereka singgahi berada di depan pasar. Ketika itu juga mata Nurmala melihat suami dan istri barunya itu baru saja keluar dari toko perhiasan yang berseberangan dengan tempat mereka membeli makanan.Melihat mantan suaminya yang ternyata masih bisa hidup tenang bahkan kehidupan suaminya itu nampak jauh lebih baik dari pada kehidupannya, membuat Nurmala merada
"Ka, coba kamu periksa dulu kamar mereka," titah Marwah pada keponakannya.Marwah memiliki pikiran negatif terhadap keluarga dari suaminya itu. Ia memiliki pengalaman buruk sebelumnya atas ulah dari kakak iparnya itu."Jangan lancang kamu, Wah. Siapa kamu mau main bongkar-bongkar barang milik orang!" sungut Nurmala karena tidak terima Marwah memprovokasi keponakannya sendiri."Tapi Bude Marwah ada benarnya. Yang, kita cek dulu kamar mereka!" Azka kemudian mengajak sang istri serta istri dari pak RT untuk membantu mereka membereskan barang-barang milik keluarga Nurmala."Apa Mbak Nur lupa atau perlu aku ingatkan lagi? Mbak lupa dulu pernah bawa kabur uang orang yang harusnya menjadi haknya Reihan? Mbak diam-diam menjual rumah ibu yang sudah diberikan sama Reihan dan Mbak kabur begitu saja. Kalau keadaan Mbak menyedihkan seperti ini, bukan salah orang lain. Tapi iku karena balasan atas perbuatan Mbak di waktu lampau." Marwah mengungkit akan perbuatan kakak iparnya itu di depan umum.."
Usai percekcokan antara Azka dan keluarga dari Budenya itu. Akhirnya RT setempat dan dibantu beberapa warga yang lainnya memisahkan Azka dari amukan Kevin. Kevin tidak terima jika keluarganya dipaksa keluar dari rumah tersebut."Mas ada apa di rumah Azka kok sampai ada banyak orang?" Marwah datang beserta suami dan juga anak bungsunya.""Mas juga gak tahu.""Kita lihat saja ke dalam." Usai Zafran memarkirkan mobil miliknya. Anak bungsu dari pasangan Marwah dan juga Farhan itu segera keluar terlebih dahulu. Ia kemudian membukakan pintu untuk ayah dan juga bundanya."Bunda hati-hati." Zafran memegangi tangan ibunya."Ayo!" Farhan mensejajarkan diri dengan istrinya dan mereka pun bersama-sama mendekat ke arah pintu rumah Azka yang tidak lain adalah putra dari Reihan yang pernah dititipkan kepada mereka."Ada apa ini?" Setelah mengucap permisi pada beberapa orang yang bergerombol di rumah Azka. Farhan langsung saja berjalan mendahului Marwah dan juga putranya.Semua orang yang ada di tem
"Mas, kamu lagi cari-cari apa?" Marta yang baru saja masuk ke ruang kerja suaminya dan tiba-tiba melihat suaminya yang baru saja berangkat kerja tapi masih berada di rumah. Marta langsung menangkap raut gelisah suaminya langsung saja menghampiri dan menanyakan perihal yang membuat suaminya itu gelisah."Yang, kamu lihat amplop coklat yang ada di laci, Mas?" Marta mengerutkan dahinya."Amplop coklat?" Marta mengulang pertanyaannya dari suaminya. "Amplop coklat yang mana, Mas. Aku dari tadi pagi sibuk di belakang dan belum sempat masuk ke ruangan ini, Mas. Memang kapan Mas taruh uang itu di laci? Kalau boleh tahu memang apa isi amplop yang Mas cari itu?" Marta mendekat ke arah Azka dan berniat untuk membantu suaminya mencari barang yang dimaksud oleh suaminya itu."Itu uang untuk gaji karyawan, Yang. Uang itu Mas taruh di laci kemarin sepulang kerja.""Kok bisa sampai hilang sih, Mas? Apa Mas lupa menyimpannya? Selama ini kita gak pernah loh mengalami kejadian seperti ini di rumah kita
"Kiran ...! Cepat bersihkan rumput di belakang sana!" Wati asisten rumah tangga di rumah tersebut. Perempuan empat puluh tahun yang sudah bekerja dengan keluarga Johan selama kurang lebih lima belas tahun itu memerintahkan pada istri muda tuannya. Bukan tanpa alasan melainkan karena kesengajaan. Wati merasa sakit hati karena perlakuan Kiran yang sebelumnya. Sebelum ia jatuh sakit dan kondisinya sangat memperihatinkan seperti saat ini."Eh, ba_bu. Makanan apa yang kamu masak ini? Kamu sengaja mau mera_cuni aku?" Kiran yang masih baru di rumah tersebut masih belajar untuk beradaptasi namun ia juga seolah menjadi orang baru yang semena-mena terhadap orang yang lebih lama."Maaf nyonya kenapa dengan makanannya?" Wati lari tergopoh menghampiri Kiran yang sedang bersantai di tepi kolam dan menikmati makan siangnya sendiri karena ibu mertua dan juga suaminya kebetulan sedang ada acara bersama. Sebagai istri kedua dsn istri siri kedudukan Kiran belum bisa dibuplikasi dan oleh karena itu untuk