Beranda / Rumah Tangga / Bahagia Tanpamu, Mas! / Kedatangan Ibu Mertua 2

Share

Kedatangan Ibu Mertua 2

last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-09 16:11:09

"Itu bukan kapasitas Wulan, Bu. Mas Wahyu yang lebih berhak menjelaskan pada kalian."

"Wahyu tak pernah sekali pun membahas masalah perceraian, Lan. Apa kamu tidak memikirkan bagaimana perasaan Diana jika tahu kedua orang tuanya berpisah? Dia pasti terguncang. Dan ibu takut akan mempengaruhi perkembangan psikisnya. Harusnya kamu berpikir apa akibatnya sebelum memutuskan berpisah.

Dalam rumah tangga perdebatan dan pertengkaran adalah hal biasa. Ibarat sayur, ini adalah bumbunya. Setelah perdebatan pasti hubungan keluarga akan semakin hangat."

Kuhirup udara dalam lalu mengeluarkannya perlahan. Aku harus waras agar bisa menjawab pertanyaan ibu dengan bijak. Lebih tepatnya agar setiap ucapan yang keluar tak menyakitinya.

Sebagai orang tua, kabar perceraian adalah mimpi buruk dalam hidupnya. Aku tak menyalahkan jika ibu menginginkan kami tetap bersama. Karena ketidaktahuan beliau membuatnya seperti menyalahkan atas keputusan yang ku ambil.

Mungkin setelah tahu alasanku, beliau akan meny
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Salah Paham

    "Apa yang aku bilang, Mas Bagus itu sukanya sama Mbak Wulan. Bukan kamu!""Siapa yang suka Wulan?" tanya ibu yang tiba-tiba berdiri di belakangku. Ami dan Mbak Ina yang tadi berdebat kini diam seketika. Raut tegang tergambar jelas di wajah keduanya. Begitu pula diriku. Bukan, bukan karena aku memiliki perasaan atau hubungan istimewa pada pemilik toko peralatan jahit itu. Namun lebih tak ingin ibu salah paham. Dan mengira Mas Baguslah alasanku menggugat cerai Mas Wahyu. "Ibu salah dengar, Ami memang suka bercanda masalah lelaki. Maklum jomblo." Ami bermuka masam saat kata jomblo keluar dari mulutku. "O, ibu kira kamu memiliki lelaki lain hingga akhirnya meminta cerai"Nah kan apa yang aku pikirkan menjadi kenyataan. Untung saja ibu tak curiga. Bisa gawat jika beliau berpikir yang tidak-tidak. "Apa itu,Lan?" tanya ibu saat memihat kantung plastik berisi makanan. "Ini pesanannya Mbak Ina, iya kan Mbak?" Kukedipkan mata pada wanita berhijab kuning itu. "I-iya Bu, teman saja baru bu

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-10
  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Salah Paham 2

    Sorot mentari menghangatkan kulit. Cuaca hari ini terlihat cerah. Secerah senyum Ami dan Mbak Ina yang baru saja datang. Maklum ini sabtu, waktu mereka menerima gaji. Aku memang mengaji mereka tiap hari sabtu dan pada hari minggu biasanya mereka libur. Namun berhubung kerjaan banyak,hari minggu besok mereka akan tetap bekerja seperti biasanya. "Yang hari ini gajian seneng bener!" ledekku. "Iya dong Mbak, gajian buat beli skincare. Siapa tahu Mas Bagus kecantol. Biar duda tapi tajir melintir."Aku tertawa dengan tingkah Ami. Sebegitu suka kah dia dengan Mas Bagus. Apa efek jomblo terlalu lama membuatnya ngawur ketika berbicara. Ya, bisa jadi seperti itu. Kami mulai melakukan rutinitas, bermain dengan kain, benang dan mesin jahit. "Mbak Wulan sudah mulai menjahit? Sepagi ini?" tanya Mbak Ina seperti keheranan melihat satu gamis telah selesai ku jahit tinggal memeberi kancing fantasi di bagian perut ke bawah.. Tak ada kerjaan rumah membuatku menjahit lebih pagi. Semua pekerjaan ruma

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-11
  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Pov Wulan

    Pov WulanSuara motor milikku semakin terdengar jelas. Dan benar saja, ibu dan Mas Rudi sudah pulang dari pasar. Wajah ibu terlihat masam saat melihatku dan Mas Bagus duduk bersebelahan. "Ini alasan kamu menolak permintaan ibu untuk rujuk dengan Wahyu?"Aku melongo mendengar ucapan mantan ibu mertua. Alasan menolak Mas Wahyu? Apa aku tak salah dengar? Jelas-jelas semua karena tingkah putranya. "Maaf, maksud ibu apa ya? Saya dan Mas Bagus tidak ada hubungan apa-apa. Dia memesak gamis untuk putrinya,Naura.""Tapi kenapa duduknya bersebelahan dengan kamu?" "Sudah, bu, jangan memperkeruh suasana. Tidak enak jika tetangga tahu. Lagi pula Wulan bebas bersama siapa saja. Dia sudah bukan istri Wahyu lagi. Harusnya itu tidak boleh berkata seperti itu." Mas Rudi mengelus pelan pundak ibu. Meredamkan emosinya. "Kamu diam, Rut!" Ibu kembali menatap ke arahku. Tatapan bagai serigala yang hendak mengoyak rusa dengan gigi taringnya. Mengerikan. "Kamu ada hubungan apa dengan Wulan?" Mas Bagus me

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-12
  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Pov Wahyu

    Pov WahyuBeberapa hari hanya bisa berbaring di atas ranjang. Entah sakit apa aku ini? Sudah dua dokter ku datangi tapi masih tak ada perubahan. Bukannya sembuh tapi rasanya semakin parah. Ku pejamkan mata berharap bisa terlelap ke alam mimpi. Namun pusing membuatku tak bisa terlelap. BrakkSuara pintu di buka dengan kencang. Jantungku sampai ngin terlepas dari sarangnya. Ku elus dada yang bergemuruh. "Tidur terus, tidur terus! Memang kamu tak punya kerjaan selain tidur? Sepet aku melihat kamu. Kerja tidak, memenuhi kebutuhan batinku juga tidak. Yang ada hanya menghabiskan uangku saja. Nyesel aku nikah sama kamu!" omel Tante Mona yang baru datang. Sesak saat mendengar hinaan dari wanita bergelar istri. Biar bagaimana pun dia seorang istri, harus menghormati suami. Bukan menghina seperti ini. "Keluar kamu dari sini! Tidur di kamar lagi! Aku tidak mau ketularan penyakit kamu itu!" Tante Mona melempar pakaianku yang ada di lemari. Beberapa pakaian berhamburan tak berbentuk. Apa sep

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-13
  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Pov Wahyu 2

    . Aku masih berjalan hingga berada di depan jalan raya. Berharap segera mendapatkan ojek karena tubuhku sudah tak kuat jika harus berjalan lebih jauh lagi. Ponsel tak sempat ku bawa. Masih tertinggal di atas nakas. Keringat dingin sudah membasahi sekujur tubuh. Kaki semakin gemetaran karena dari tadi belum terisi makanan, belum lagi diare yang tak kunjung berhenti. Ku putuskan untuk duduk di bawah pohon, mengistirahatkan tubuh sejenak. Rasa lelah membuatku terlelap. Samar- samar terdengar adzan dhuhur berkumandang. Membuka mata perlahan. Namun belum terbuka lebar sudah ku tutup kembali. Sinar matahari membuat mataku terasa sakit. Mungkin terkejut. Mengerjapkan mata, beradaptasi dengan sinar mentari. Aku terkejut melihat di bawah kaki ada uang receh. Apa aku seperti pengemis hingga layak dikasihani? Sungguh memalukan. Kemana Wahyu yang dihormati dan disegani? Aku bahkan sudah dianggap orang tak mampu. Ku ambil uang recehan itu,ada dua belas ribu dalam bentuk koin. Berdiri sambil

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-14
  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Kedatangan Polisi

    Matahari sudah tenggelam dan terlelap dalam peraduan. Ami dan Mbak Ina juga sudah pulang ke rumah masing-masing. Kini hanya tinggal aku seorang diri. Terasa sepi jika sendiri. Kutatap halaman yang sudah mulai di pondasi. Tempat itu yang nantinya akan ku gunakan untuk menjahit. Tentu ada pintu yang menyambungkan tempat menjahit dan rumah. Bila malam ingin menjahit pun aku tak perlu keluar rumah. Cukup membuka pintu di antara ruangan saja. Kriiingg.... Suara panggilan video masuk terdengar sampai ke teras. Aku segera melangkah mendekati benda pipih yang berbunyi nyaring itu. Senyum merekah saat melihat siapa yang menelepon. "Assalamu'alaikum," salam seseorang yang sangat ku rindu. "Wa'alaikumsalam sayang. Diana sedang apa?" Mataku mulai berambun saat melihat pipi putriku yang mulai tembem, sangat jauh berbeda saat tinggal bersama Mas Wahyu. Boro-boro temem, Diana justru kurus kering saat bersama ayahnya. "Ibu kapan jemput aku, aku kangen." Matanya berkaca-kaca hingga akhirnya ai

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-15
  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Lumpuh

    "Aku tidak boleh ikut dengan mereka. Ayo Wulan cari alasan yang tepat!" batinku. "Bisa ikut sekarang Mbak?" tanya lelaki itu lagi. "Saya masih ada keperluan, Pak. Saya minta alamat rumah sakitnya saja. Setelah urusan saya selesai, saya pasti akan segera ke sana." Dua lelaki itu saling pandang dan akhirnya menganggukan kepala. Dua polisi itu segera meninggalkan rumah setelah menyampaikan maksud tujuannya datang kemari. Masuk ke kamar melipat mukena dan mengganti pakaian. Memesan taksi online menuju rumah sakit Husada. Tempat Mas Wahyu di rawat. Entah benar atau tidak, tak ada salahnya memastikan. Taksi online berhenti tepat di depan rumah. Ku kunci pintu lalu segera masuk ke mobil. Kasihan driver jika menunggu terlalu lama. "Apa ada pasien kecelakaan yang bernama Wahyu, Mbak?" tanyaku pada seorang perempuan perawat yang lewat di lobi rumah sakit. "Saya kurang tahu, Mbak. Mari saya antar ke bagian resepsionis." Aku mengekor perawat itu. Wanita berhijab putih itu berbicara dengan

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-16
  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Pov Wulan

    Sudah tiga hari Mas Wahyu dirawat di rumah sakit. Dan akulah yang mengurus lelaki yang sebenarnya bukan tanggung jawabku. Tapi mau bagaimana lagi. Keluarga Mas Wahyu baru bisa datang hari ini. Sementara di sini Mas Wahyu sudah tak memiliki sanak saudara. Mau tak mau akulah yang harus merawatnya. "Terima kasih ya, Lan. Maaf aku sudah merepotkanmu." Ku anggukan kepala. "Mas menyesal telah menelantarkanmu dan Diana. Seandainya sejak dulu Mas bisa menyadari kesalahan Mas, mungkin semua tidak akan seperti ini. Kita akan merawat Diana bersama dengan penuh kasih sayang. Sungguh, Mas minta maaf," ucapnya mengiba dengan bulir bening membasahi pipi. Apa aku percaya dengan ucapannya? Ah, tentu tidak! Bertahun-tahun di tipu dengan pura-pura insyaf dan bertobat. Namun hanya tobat sambal saja. Mas Wahyu selalu mengulangi kesalahan yang sama. Hari ini tobat besok mengulang lagi. Aku sampai hafal dan bosan dengan kebiasaan buruknya. "Kenapa baru sekarang kamu bilang maaf dan menyesal, Mas? Keman

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-17

Bab terbaru

  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Ekstra Part 6

    Wulan membuka koper untuk mengambil pakaian ganti. Rasa lengket di tubuh membuatnya ingin segera mandi. Namun langkahnya terhenti saat Bagus masuk ke dalam kamar. Lelaki itu berjalan mendekat sambil menatap Wulan tak berkedip. Tatapan itu yang membuat jantung Wulan seketika berdetak dengan kencang. Tubuhnya terasa panas bagai tersengat aliran listrik. "Mas mau aku siapin pakaian ganti?" tanya Wulan sambil mengatur detak jantung yang kian kencang. Rasanya hampir terlepas dari singgasananya. Bagus hanya tersenyum lalu mengambil pakaian yang sudah berada di tangan Wulan. Baju itu diletakkan kembali di atas koper yang sudah dibuka. Mendadak rasa gugup singgah di hati Wulan. Ia tahu betul apa yang diinginkan suaminya. Bagus menuntut Wulan hingga berada di atas ranjang. Pandangan mereka mulai mengunci. Debaran hangat terasa di antara mereka berdua. Hingga akhirnya mereka menikmati indahnya surga dunia. ***Wulan, Bagus dan Diana sudah berdiri di lobi rumah sakit. Sengaja mereka hanya da

  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Ekstra Part 5

    "Kita mau ke mana, bu?" tanya Diana. "Kita ke rumah ayah. Ayah kangen sama kamu, sayang." "Gak mau! Aku gak mau ketemu ayah!" Diana berlari masuk ke dalam rumah. Wulan dan Bagus saling pandang. Lalu Wulan meletakkan tas di kursi depan. Mengatur nafas yang terasa sesak. Bayangan Diana dipukul kembali menari-nari dalam angan. Dia sadar betul rasa trauma masih bersarang di hati putrinya, meski perlahan terkikis oleh kasih sayang Bagus. "Buar aku saja. Kamu di sini!" Langkah kaki Wulan terhenti mendengar perkataan sang suami. Walau sedikit ragu tapi ia menurut saja. Bagus berjalan cepat menuju kamar Diana yang ada di lantai atas. Perlahan membuka pintu yang tertutup rapat. Gadis kecil Wulan sedang menangis sesegukan di atas ranjang. Kejadian bersama Wahyu kembali berkeliaran di benaknya. Memori kelam yang berusaha ia lupakan. Meski tak bisa sama sekali untuk dihilangkan. Bagus segera duduk tepat di samping anak tirinya. Mengangkat kepala Diana lalu menghapus jejak air mata mengguna

  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Ekstra Part 4

    Roda kehidupan memang tidak bisa diprediksi. Kemarin sedih sekarang bahagia atau justru sebaliknya. Seperti yang di rasakan Wulan. Penderitaan saat bersama Wahyu kini terganti dengan senyum bahagia. Bagus mampu menjadi suami serta ayah yang baik untuk Wulan dan anak-anaknya. Kini mereka hidup bahagia. Tak pernah ada pertengkaran di rumah tangga mereka. Sedikit cekcok karena perbedaan prinsip adalah hal biasa. "Mau ke mana, sayang?" tanya Bagus saat melihat Wulan sudah duduk di depan meja rias. Gamis soft pink dengan hijab berwarna senada kian menambah aura kecantikannya. Ya, walau tanpa riasan tebal di wajahnya. Wulan menghentikan gerakan tangan lalu menatap Bagus dari pantulan cermin di hadapannya. "Mau ke rumah Mas, pengen lihat laporan minggu ini. Mas mau ikut?""Boleh, tapi jangan ajak anak-anak ya! Sekali-kali jalan berdua," ucap Bagus seraya mengedipkan matanya. Wulan dan Bagus memang tak memiliki waktu banyak untuk berdua. Memiliki tiga anak membuat pasangan suami istri i

  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Ekstra Part 3

    "Apa ada yang bernama Wulan dan Diana?" Langkah Rudi terhenti mendengar pertanyaan sang dokter.Sri dan Rika pun saling pandang. Mereka sangat terkejut dengan perkataan dokter itu.Dari mana dokter tahu Wulan dan Diana?Pertanyaan yang sama muncul di pikiran keluarga Wahyu. Dari awal mereka menginjakkan kaki di rumah sakit, tak sekalipun menyebut nama mantan istri dan anak Wahyu."Pasien mengigau dan memanggil nama Wulan dan Diana. Apa mereka keluarga pasien?" jawab dokter seperti dapat membaca pikiran mereka.Semua terdiam, bingung harus menjawab apa? Ingin mengatakan iya tapi takut sang dokter bertanya lebih jauh lagi. Di mana istrinya mungkin? Dan itu akan membuka aib Wahyu."Mereka anak dan mantan istrinya, dok," jawab Sri pelan."Kalau bisa mereka diminta ke mari. Siapa tahu pasien akan cepat sembuh saat mereka datang."Sri hanya mengangguk hingga dokter itu kembali masuk ke ruang IGD.Semua terdiam, Rudi yang hendak mengurus administrasi justru diam di tempat. Seakan ada magne

  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Ekstra Part 2

    Pov Author"Rika!Rika!" Teriak Sri mengejutkan sangat putri. Dengan berlari Rika menuju sumber suara.Rika kebingungan melihat Sri menangis tersedu di samping Wahyu. Apa Wahyu telah meninggal? Pertanyaan itu yang sempat hadir di benar gadis berambut sepunggung itu."Mas Wahyu kenapa, Bu?" tanya Wulan seraya menyentuh pergelangan tangan sang kakak. Dia memastikan apakah Wahyu masih hidup atau sudah meninggal. Masih terasa denyut nadi. Itu tandanya Wahyu belum dipanggil sang Maha Kuasa."Wahyu tidak bangun-bangun Rik. Ibu takut terjadi apa-apa dengannya. Tolong kamu panggilkan Masmu. Minta dia antarkan Wahyu ke rumah sakit." Rika mengangguk lalu segera menuju kamar untuk menelepon Rudi.Sri menangis melihat tubuh Wahyu yang kian kurus. Setelah menelepon Wulan beberapa minggu yang lalu, Wahyu semakin terpuruk. Rasa menyesal tertancap dalam di sanubari lelaki itu. Tak ada lagi semangat untuk sembuh. Dia terpukul mengetahui wanita yang ia cintai sudah memiliki tambatan hati lain."Semanga

  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Ekstra Part 1

    Pov Wahyu"Ibu! Ibu!" Suara Mbak Yuli terdengar nyaring hingga menghancurkan gendang telinga. "Ibu!" Teriaknya lagi saat ibu tak kunjung menyahut. Kakak iparku itu memang tak memiliki sopan santun. Berteriak di rumah orang pagi-pagi begini. Kalau aku bisa jalan sudah ku tampar dia. Sayang, aku masih mengandalkan uang Mas Rudy untuk biaya berobat. Kalau aku sudah sembuh dia pasti tidak semena-mena kepada kami. Aku memilih diam dan pura-pura tidur saat mendengar teriakan Mbak Yuli. Melawan Mbak Yuli tak akan pernah ada habisnya. Dia selalu bersikap seolah-olah dia paling benar. Sungguh menyebalkan! BRAAKPintu kamar dibuka kasar dari luar. Mbak Yuli menatap nyalang seraya berkacak pinggang di depan pintu. Niat hati pura-pura tidur gagal karena Mbak Yuli lebih dahulu masuk ke kamar. "Ibu tidak ada, mbak. Mungkin sedang ke warung," jawabku asal karena aku tidak tahu ibu ke mana. Dari bangun tidur aku belum keluar kamar. Jangankan untuk keluar, tubuhku saja sudah tak ada tenaganya, l

  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Ending

    Aku dan Mas Bagus diam, bingung harus menjawab apa. Kami hanya melihat Bu Handayani tadi setelah memberikan gaji pada karyawan Mas Rohmad. Setelah itu kami berada di rumah. Kami juga tidak mendengar jeritan orang minta tolong. "Saya sudah mencari ke sekitar rumah. Tapi tetap tidak ada." Pak Abdul menjatuhkan bobot di sofa ruang keluarga. Aku dan Mas Bagus berdiri, ingin duduk tapi tidak ada tempat. "Kita lapor polisi saja, Pak. Jangan pegang apa pun. Siapa tahu ini tindakan kriminal." Pak Abdul mengangguk lalu beranjak berdiri. Kami berjalan meninggalkan rumah Pak Abdul menuju mobil Mas Bagus yang masih terparkir di halaman rumah. Mas Bagus segera berlari ke dalam rumah untuk mengambil kunci mobil dan menitipkan anak-anak kepada Bik Lastri. "Sabar, Pak." Pak Abdul mengangguk dengan pandangan lurus ke depan. "Ayo masuk!" ucap Mas Bagus seraya berlari menuju mobil. Aku dan Pak Abdul segera mengekor. Suara mobil berhenti di jalan depan rumah terdengar saat aku hendak membuka pint

  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Menjelang Ending

    "Wulan! Akbar!" Sama-sama terdengar suara orang memanggil namaku dan Akbar bergantian. "Mas dengar orang panggil namaku gak?" Mas Bagus diam seraya mempertajam pendengarannya. Tak berapa lama lelaki itu justru tersenyum ke arahku. "Mas juga dengar," ucapnya seraya mencondongkan tubuhnya ke arahku. Aku hanya memperhatikan sikapnya. "Berarti aku gak salah dengar kan, aku keluar dulu, Mas." Aku beranjak berdiri, sambil membungkukkan badan saat melewati Mas Bagus. "Mau ke mana?" Mas Bagus mencekal tangan kananku. Ku hentikan langkah seraya menatap bingung ke arahnya. "Mau ke depan, tadi ada yang manggil, Mas. Katanya Mas Bagus denger!""Mendekat!" Aku mengernyitkan dahi mendengar perintahnya. Ini aku mau melihat tamu tapi justru diminta mendekat. Namun aku tetap saja melakukannya. Entahlah, ucapan Mas Bagus seakan memiliki magnet hingga aku menurut saja. "Yang manggil itu di sini!" Mas Bagus menyentuh dadanya. Seketika wajahku menjadi merah merona. "Ya jadi merah pipinya, sudah s

  • Bahagia Tanpamu, Mas!    Menuai Apa Yang Ditanam

    "Aw ... Sakit!" teriak Handayani saat kakinya menginjak pecahan vas yang berserakan di atas lantai. Kaki tanpa alas mempermudah kaca itu masuk ke dalam kulitnya. Handayani meringis kesakitan. Darah segar keluar dari kaki kanannya. Seketika lantai keramik berwana putih itu berubah warna menjadi merah merona. Handayani berusaha mencabut pecahan kaca yang masuk ke dalam kulitnya. Satu cabutan membuat darah semakin mengalir banyak. Namun rasa sakit itu belum juga reda. Rupanya tidak hanya satu kaca yang masuk. Ada beberapa kaca kecil yang masuk lebih dalam. Mata tua Handayani tak bisa melihat lebih jelas di mana luka itu berada. "Abdul! Abdul!" Teriak Handayani. Handayani lupa jika suaminya sedang pergi. Dia terus saja berteriak. Namun sampai pita suaranya rusak pun Abdul tidak akan mendengar. Lelaki bertubuh tambun itu sedang menjemput tukang urut yang ada di kampung sebelah. Nahas, motor yang dikendarai Abdul mogok di jalan. Lelaki itu harus mencari bengkel yang letaknya lumayan ja

DMCA.com Protection Status