Share

Menuju Pernikahan

Penulis: Ummu Amay
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-13 11:36:15

Pagi-pagi sekali Danu sudah bangun. Tumben sekali biasanya Mita selesai dengan aktifitas-nya menyiapkan sarapan pagi, baru lelaki itu bangun. Itu pun setelah istrinya membangunkannya berkali-kali.

"Apa sudah selesai?" tanya Danu sembari membawa koper plus penampilannya yang sudah sangat rapi.

Kemeja koko berwarna putih yang dipadukan dengan celana coklat tua berbahan kain. Tampan seperti biasanya. Namun sayang, ketampanan lelaki itu kini hanya bisa Mita nikmati dengan cukup melihatnya saja, tanpa bisa ia sentuh apalagi memiliki hatinya.

Pertanyaan 'sudah' yang Danu maksud, tentu saja mengenai sarapan pagi yang istrinya buat. Sebab yang Danu sadari, biasanya ia baru turun begitu Mita selesai. Tapi kali ini, ia sudah turun lebih awal, pastinya ia mesti bertanya apakah sudah bisa ia sarapan.

"Sudah, Mas!" Mita menjawab cuek. Wanita itu seolah tak peduli dengan suasana hati suaminya yang terlihat sekali sumringah dan bahagia.

Danu berjalan menuju kursi makan. Sebuah piring kosong sudah istrinya siapkan. Semangkuk besar nasi goreng beserta kawan-kawannya, juga tersedia di atas meja. Bahkan secangkir kopi hitam —seperti biasa tersedia lebih dulu, sehingga ketika ia meminumnya sudah tidak lagi hawa panas menyerang lidah.

Lelaki itu pun segera mengambil nasi goreng ke dalam piring kosong di depannya. Ia ambil juga ayam goreng beserta telor mata sapi sebagai pelengkap sarapan pagi kali itu.

Beruntungnya Danu sebab memiliki istri yang pandai memasak dan melayaninya dengan baik selama ini, meskipun Mita sendiri memiliki kegiatan yang cukup melelahkan sebagai seorang pengusaha butik. Namun sayang, lelaki itu tidak pandai bersyukur dengan semua yang sudah dimiliki, hanya karena sebuah ego akan keinginannya memiliki keturunan, ditambah hadirnya sosok mantan kekasih yang nyatanya belum hilang sempurna dari ingatannya.

Seperti yang sudah terjadi sejak setahun terakhir, di mana Danu akan menikmati santapan yang istrinya hidangkan tanpa ada obrolan di antara keduanya. Begitu juga yang terjadi di pagi hari itu. Masakan lezat yang Danu makan, tak membuatnya menjadi sosok suami tahu diri dengan memberikan sebuah penghormatan seperti ucapan terima kasih atau pujian atas makanan enak yang terhidang, yang sudah istrinya siapkan.

"Aku berangkat jam sembilan, Mas." Mita memecah keheningan di antara mereka.

Danu hanya menengok sebentar, lalu kembali dengan nasi gorengnya.

"Apakah kamu tidak bertanya padaku, ke mana aku akan pergi?" Mita seperti sengaja mengetes Danu dengan mengajukan pertanyaan yang sebetulnya tidak penting.

Lelaki di depannya itu terlihat menyelesaikan sarapannya dan meminum kopi yang sudah agak mendingin. Lepas itu, ia pun memandang sang istri yang masih menunggunya bicara.

"Sudah sejak setahun lalu aku memberikan pilihan padamu mengenai kelangsungan rumah tangga kita. Namun, kamu tetap bertahan di pernikahan kita yang ketiga. Pada akhirnya, aku memberikan kebebasan padamu dalam melakukan kegiatan apapun di luar sana, termasuk dengan siapa saja kamu berhubungan, baik dengan lelaki ataupun perempuan. Aku tidak pernah melarang atau ikut campur. Jadi, sekali lagi aku tekankan untuk terkahir kali —sebelum nanti Selena tinggal bersama kita di rumah ini dan kita masih membicarakan hal enggak penting kaya gini, kamu mau ke mana dan pergi dengan siapa, sejauh kamu masih bisa menjaga nama baik dua keluarga besar kita, aku tidak peduli lagi. Aku menyerahkan semuanya kepadamu. Jalani hidupmu sesuai apa yang kamu mau, aku enggak akan ikut campur. Tapi, tentu saja aku juga mau kamu tidak mencampuri segala urusanku, termasuk urusan rumah tanggaku nanti dengan Selena."

Rasa sakit yang masih belum hilang di hati Mita, Danu tambahkan dengan kalimat menyakitkan yang sebenarnya sudah beberapa kali suaminya katakan.

Usai bicara panjang, Danu kemudian menenggak sisa kopi di cangkirnya dan memilih beranjak, bersiap untuk pergi.

Koper sudah ia gapai, lalu menarik pegangan besinya dan memanjangkan. Tak peduli dengan sikap sang istri yang kini menunduk pilu menahan rasa sakit yang sepertinya tak akan pernah berkesudahan.

"Enggak usah bersikap berlebihan. Kita ini sudah sama-sama dewasa, bisa berpikir mana yang baik dan buruk. Jika selepas aku bulan madu, lalu pikiran kamu berubah untuk berpisah, aku enggak akan pikir panjang lagi pasti langsung menyetujui."

Tidak menunggu respon yang Mita berikan, Danu segera pergi meninggalkan sang istri yang tertunduk dalam diam. Tak peduli meski air mata akan menetes membanjiri wajahnya.

Mita masih diam tidak meneruskan sarapannya. Meski suara mesin mobil Danu sudah tidak lagi terdengar, wanita itu masih bergeming di posisinya.

'Tak kusangka kamu sejahat ini, Mas!' serunya dengan suara tertahan sebab tangisan yang mulai menyertai.

***

Mita sudah bersiap dengan penampilannya. Hari itu ia memang berencana pergi dengan Ranti —sahabat sekaligus orang kepercayaan di butik miliknya, menikmati pemandangan laut di pesisir utara pulau. Sengaja menginap selama satu malam demi melupakan perasaan sakit hati ditinggal suami yang akan melakukan ijab kabul hari ini.

Selepas Danu pergi selesai sarapan tadi, Mita pun menyusul untuk segera meninggalkan rumah. Barang pribadi sudah ia siapkan setelah suaminya meninggalkan rumah.

Ia memang sengaja melakukannya agar lelaki itu tidak mengetahui rencananya untuk pergi berlibur. Toh, semalam dan tadi pagi pun suaminya itu sudah kembali menegaskan jika dirinya bebas untuk melakukan apapun sesuai keinginannya. Jadi, untuk apa Danu tahu mengenai rencananya untuk melupakan penat akibat kabar menyesakkan hati.

Mita sudah masuk ke dalam mobilnya ketika suara dering ponsel mengagetkannya. Nama Ranti terpampang di layar saat Mita hendak menerima panggilan tersebut.

"Hallo! Iya, Ran?"

[Kamu di mana?]

"Aku baru mau jalan nih! Kenapa?"

[Enggak, aku udah ada di butik, yah!]

"Cepet amat!"

[Kamu lupa, hari ini ada koleksi pakaian baru yang datang. Sebelum kita pergi, laporannya udah harus aku selesaikan dulu 'kan?]

"Oh iya! Sorry, sorry. Aku lupa. Ok deh, kamu lanjut dulu aja. Aku segera sampai!"

[Sip. Hati-hati, yah!]

"Ok. Bye!"

Mita meletakkan kembali ponsel ke dalam tas tangannya. Ia kemudian mulai melajukan kendaraannya keluar gerbang. Pamit pada seorang petugas penjaga rumah, lalu meluncur dengan kecepatan sedang, mengaspal di jalan raya.

Di rumah Danu memang hanya mempekerjakan seorang petugas keamanan untuk menjaga rumahnya. Tak ada pembantu lain yang tinggal di kediamannya. Hanya ada seorang wanita paruh baya yang akan datang di setiap pagi hari setelah Mita pergi ke butik, untuk membersihkan rumah serta melakukan pekerjaan lain. Siangnya perempuan itu akan pulang kalau pekerjaannya sudah selesai.

Sedangkan tugas memasak diserahkan kepada Mita, istrinya. Masakan lezat yang mampu wanita itu hidangkan, membuat Danu memutuskan untuk tidak mengizinkan orang lain untuk memasak.

Mita menyadari jika rumah tangga mereka hampir saja berjalan lancar dan mulus seandainya Selena tidak kembali hadir. Sebab alasan anak sempat Danu bahas bukanlah satu masalah yang harus diperdebatkan dalam kehidupan rumah tangga mereka. Namun, semuanya kini hanyalah omong kosong belaka. Perasaan cinta yang ternyata belum hilang sepenuhnya dari hati Danu terhadap wanita itu, kembali terisi ketika tanpa sengaja keduanya bertemu dan akhirnya memutuskan untuk kembali menjalin cinta di belakang keluarga, tetapi tidak di depan Mita.

Mita yang syok ketika mendapat kabar Danu kembali merajut cinta, semakin sakit hati ketika alasan anak dijadikan masalah. Bahkan lelaki itu sampai menuduhnya mandul karena pernikahan mereka yang tak kunjung diberi keturunan.

Satu tahun mengetahui hubungan gelap suaminya dengan sang mantan kekasih, harus berakhir menyakitkan di mana keduanya memutuskan untuk menikah. Kini Mita tengah berusaha untuk melupakan itu semua. Mita bertekad untuk bertahan semampunya. Itulah mengapa ia mencoba untuk mencari ketenangan dengan pergi bersama Ranti sebelum masa-masa yang lebih sulit akan ia hadapi dan pastinya akan penuh drama dan air mata.

Di tengah pikiran Mita yang masih melanglang buana memikirkan nasib pernikahannya, tanpa sadar fokus menyetirnya terganggu. Pandangan matanya terlihat kacau ketika ia tidak mengetahui ada sosok anak kecil yang tiba-tiba menyebrang jalan di saat lampu hijau bagi pengendara masih menyala.

Mita pun segera menginjak rem kuat. Sedikit membanting setir ke kiri jalan justru membuat mobilnya malah menubruk pembatas jalan. Dahi Mita pun sontak membentur setir, menimbulkan suara klakson yang cukup panjang, dan mengakibatkan keriuhan lalu lintas di sekitarnya.

Seketika banyak orang yang mengerubungi mobilnya. Wanita itu pun masih sadar ketika ada sosok lelaki yang menghampiri dan mencoba membuka pintu mobil. Namun, beberapa detik kemudian semuanya menjadi gelap.

Mita pingsan.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
lqgian bodoh jg nama orang lain dirinya ancur direndahin di injak injak harga dirinya masiu bertahan bulshit,cinta kho bodoh ,oergi cerai diluar di hargai jodoh yg baik menunggu,laki brengsek buang
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bahagia Setelah Dimadu   Kecelakaan

    Ruangan agak sempit yang tertutup rapat, menjadi pemandangan Mita pertama kali ketika membuka mata. Sebuah bilik berukuran satu setengah kali dua setengah meter dengan gorden berwarna biru muda tampak menutupi bilik. Bau karbol bercampur aroma desinfektan, mendominasi penciumannya saat ini. Ketika ia mencoba untuk bergerak mengangkat kepala, rasa sakit mendera dan menimbulkan efek sengatan listrik di keningnya. "Aw!" pekik Mita, yang urung bergerak bangun. Sedetik kemudian sosok laki-laki tampan dengan pakaian jas melekat di badannya yang sempurna, muncul dari balik bilik ruangan. "Anda sudah siuman?" tanya lelaki itu dengan wajah nyata khawatir. "Anda siapa? Dan kenapa saya ada di sini?" tanya Mita sembari menatap wajah tampan itu sedikit canggung. Berada di dalam sebuah bilik kecil —yang Mita yakini adalah sebuah rumah sakit, bersama seorang lelaki yang tidak ia kenal, pastinya membuat wanita itu bersikap serbasalah. Laki-laki itu pun melangkah maju dan mendekati Mita. Ekspres

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-13
  • Bahagia Setelah Dimadu   Namanya Nina

    "Terima kasih!" Amar baru selesai mendaftarkan nama Mita ke bagian informasi dan pendaftaran untuk selanjutnya mengikuti pemeriksaan yang dokter sudah sarankan. Lelaki itu, sebelum kembali menuju bilik ruangan Mita, menyempatkan diri untuk menemui putrinya yang tengah bersama sang adik di kantin rumah sakit. Gadis kecil berusia lima tahun yang beberapa waktu lalu telah membuatnya panik dan khawatir, tampak duduk terdiam sembari menikmati makanan di depannya yang sepertinya tidak membuatnya tertarik. "Kenapa tidak dihabiskan?"Amar sudah berdiri di belakang sang putri ketika kemudian sikap terkejut bocah itu perlihatkan. "Ayah!" Bocah dengan rambut dikuncir kuda itu seketika beranjak, lalu memeluk Amar. "Ayah udah selesai? Apa Nina sudah boleh ketemu sama tante tadi?"Di tengah nada suara bocah perempuan itu yang terdengar sedikit bergetar, Amar sigap berjongkok demi menyejajarkan tinggi badannya dengan sang putri. "Nina sudah siap ketemu tante tadi? Enggak takut?"Bocah bernama

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • Bahagia Setelah Dimadu   Kontrol Emosi

    Tidak sampai berjam-jam, Nina harus pamit dan pergi dari rumah sakit. Tempat yang memang tidak diperuntukan bagi anak kecil seusianya untuk berada di tempat tersebut, membuat bocah tersebut terpaksa menuruti perintah sang ayah. "Nina pamit dulu, Tante."Mita menatap tersenyum bocah perempuan itu. Keinginannya yang sudah lama ingin memiliki buah hati dengan pernikahannya bersama Danu, membuatnya secara cepat langsung jatuh hati pada sosok Nina. Baik dari sikap dan sifatnya yang menurut wanita itu baik dan menyenangkan. "Terima kasih, Nina, karena sudah menjenguk Tante. Pesan Tante, selalu ingat apa kata ayah, yah. Jangan marah-marah lagi supaya enggak bikin orang lain celaka."Mita bisa melihat Nina mengangguk di sisi ayahnya berdiri. Tampak ceria, lain dari sikap bocah itu datang pertama kali ke biliknya. "Iya, Tante. Nina akan denger apa kata ayah. Tapi Tante, boleh enggak kalau Nina jenguk Tante lagi nanti?" Bocah itu menatap Mita penuh harap, membuat Amar sedikit canggung mendap

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • Bahagia Setelah Dimadu   Bentuk Tanggung Jawab

    Ranti memang sangat menyayangi Mita, terlebih saat ini sahabatnya itu sedang bersedih sebab rencana pernikahan yang akan suaminya langsungkan. Tapi, memarahi laki-laki lain sebab pelampiasan kekesalannya, bukanlah sebuah ide yang baik dan dibenarkan. "Iya, sorry, Ran."Berkali-kali Mita meminta maaf pada Ranti. "Bukan ke aku, yah, Mit, tapi ke Mas Amar.""Iya, iya. Nanti aku minta maaf sama dia kalau datang."Mita sungguh merasa bodoh sekarang. Bisa-bisanya ia marah pada laki-laki yang tulus dan ikhlas ingin membantu dan bertanggung jawab atas kecelakaan yang menimpanya. "Maaf sudah membuat kalian menunggu. Puji syukur, dokter tidak memaksa Mbak Mita untuk dirawat di sini. Tapi, dokter meminta Anda untuk rutin kontrol walau tidak ada keluhan apapun."Amar tiba-tiba muncul di saat Mita dan Ranti saling terdiam sebab suasana yang tidak mengenakan setelah protes yang Mita lakukan sebelumnya. "Eh, Mas Amar," ucap Mita ragu. Tapi, di sebelahnya Ranti kembali mencoleknya supaya bicara.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Bahagia Setelah Dimadu   Sekelebat Hadir

    Amar Hadinata, ia adalah seorang pengusaha yang memiliki warisan perusahaan dari keluarganya. Lelaki berusia tiga puluh tahun itu, sebenarnya tidak memiliki keinginan untuk menjadi seorang eksekutif muda seperti yang sekarang ia jalani. Cita-citanya dahulu menjadi seorang Chef internasional. Meski keinginan orang tuanya menginginkan salah satu anak mereka meneruskan perusahaan, tetap membuat Amar tenang sebab ada sang kakak yang bisa diandalkan sehingga ia bisa menggapai cita-citanya tersebut.Namun, takdir Tuhan tidak selamanya sejalan dengan rencana manusia. Sang kakak yang waktu itu ikut mengantar kedua orang tua mereka menghadiri salah satu jamuan pesta salah seorang kolega, turut menjadi korban meninggal menyusul kedua orang tuanya yang dinyatakan pergi lebih dulu. Amar kehilangan tiga anggota keluarganya sekaligus. Membuat lelaki itu sempat limbung juga depresi, sehingga mau tak mau ia mengambil alih perusahaan yang waktu itu sama sekali belum menguasai ilmunya. Beruntungnya a

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Bahagia Setelah Dimadu   Munculnya Pengantin Baru

    Burung yang bebas terbang di alam sudah sibuk mencari makanan di waktu yang masih sangat pagi. Membangunkan seseorang di salah satu rumah yang pagi itu bangun sedikit kesiangan sebab tidur yang terlampau malam. Mita, semalam ia sibuk mengerjakan beberapa laporan akhir bulan usaha butiknya. Sempat dibantu oleh Ranti sampai jam sembilan malam, tetapi sahabatnya itu harus segera pulang karena urusan mendadak dengan calon suaminya. "Seharusnya kamu enggak harus ngerjain ini sampai malam, Mit."Ranti sempat protes karena kesibukan Mita paska kecelakaan yang sesungguhnya belum membuat tubuhnya pulih sempurna. Tapi, alasan ingin melupakan kesedihannya membuat Ranti tak lagi bisa berkata-kata. "Mungkin dengan begini aku bisa melupakan pernikahan yang Mas Danu jalani sama mantannya."Ah, andai saja Mita mau mendengarkan saran dari Ranti untuk menyudahi pernikahannya dengan Danu, mungkin sahabatnya itu tak akan merasa sedih. Tapi, seperti yang Mita katakan, biar semua keputusan ia yang mena

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • Bahagia Setelah Dimadu   Ini Baru Awal

    Mita terpaksa kembali ke rumah setelah Danu memaksanya datang. Ia terpaksa meminta Ranti untuk meng-handle urusan butik setelah sebelumnya ia harus menerima kekesalan sahabatnya itu karena mau-maunya menuruti permintaan Danu. "Mau bagaimana pun juga dia masih suamiku, Ran. Setiap perintahnya adalah kewajiban yang harus aku tunaikan."'Iya, tapi kewajiban yang seperti apa dulu, Mit. Masalah pindah kamar, apa itu bukan hal gila namanya? Perempuan itu bisa pakai kamar tamu, kenapa jadi kamu yang harus pindah. Lagian, kalau mau istirahat mereka 'kan bisa pakai kamar lain untuk sementara waktu sampai kamu kembali nanti. Ini kok malah maksa. Enggak masuk akal tahu enggak!'"Iya, iya, aku tahu. Aku minta tolong banget, yah, Ran. Tapi, kalau kamu ada keperluan juga enggak apa-apa kok. Untuk meeting dan laporan bulanan, bisa ditunda dulu sampai besok."'Bukan gitu, Mita. Ah, sudahlah. Kamu tenang aja, aku bisa handle urusan butik. Kamu urus aja suami kamu sama istri barunya itu. Tapi ingat, y

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • Bahagia Setelah Dimadu   Pindah Kamar

    Air mata sudah sejak tadi ingin tumpah keluar dari dua bola matanya yang bening. Tapi, sebisa mungkin Mita tahan sebab keberadaan Danu —suaminya dengan Selena yang terlihat kesal sebab pergerakan Mita yang dinilainya lamban. Tak tahu saja mereka jika Mita masih dalam masa pemulihan setelah insiden kecelakaan lusa kemarin. Siapa yang bisa tahan melihat suami sendiri berinteraksi mesra dengan perempuan lain di depan matanya tanpa sungkan. Begitu juga Mita yang meskipun keberadaannya sudah tak lagi dianggap oleh sang suami, tetap merasakan nyeri di hatinya sebab kebersamaan Danu dengan mantan kekasih yang kini sudah resmi menjadi istri keduanya tersebut. "Apakah tidak ada pembantu di rumah ini, Mas? Bukankah pekerjaan wanita itu bisa cepat selesai kalau dibantu? Aku udah lelah, pingin buru-buru istirahat." Tiba-tiba Selena nyeletuk. Selena mulai ngomel. Sengaja bicara di depan Mita yang saat itu tengah membawa koper berisi seluruh pakaiannya ke dalam kamar tamu. "Aku 'kan udah cerita

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18

Bab terbaru

  • Bahagia Setelah Dimadu   Setuju

    "Aku tidak peduli kamu mau percaya aku atau tidak. Tapi yang pasti, kamu itu bukan seleraku.""Ap-apa?" Nisa menatap Danu emosi. "Kamu bilang aku bukan seleramu? Lantas, perempuan seperti apa yang jadi seleramu? Apakah lebih cantik, lebih kaya, atau lebih pintar dari aku?"Danu tertawa mendengar pertanyaan Nisa. "Kenapa kamu marah? Selera seseorang enggak melulu tentang cantik, kaya, atau pintar bukan?""Y-Ya. Tapi, apa yang para lelaki lihat kalau bukan tiga poin yang aku sebutkan tadi?"Sekali lagi Danu tertawa sembari meminum kopinya yang tinggal setengah. "Aku sudah pernah mendapatkan perempuan dengan tiga poin yang kamu sebutkan tadi. Jadi, bukan itu yang membuatku berselera ketika ingin kembali menikahi seorang perempuan untuk aku jadikan istri."Nisa menaikkan sebelah alisnya tak mengerti. Bagaimana mungkin ada perempuan yang memiliki poin istimewa seperti yang ia sebutkan tadi selain dirinya. "Apa ayahmu sudah memberitahu padamu tentang kehidupanku sebelumnya?""Tentang kamu

  • Bahagia Setelah Dimadu   Mengajak Kerja Sama

    Sepekan yang lalu saat Danu baru pulang dari kantor, ia sudah dibuat kesal oleh ayahnya. Hal itu karena ucapan lelaki yang ia sayangi itu mengenai perjodohan yang tetap harus dilaksanakan. "Ibumu sakit. Dokter bilang waktunya tidak lama lagi.""Jangan bercanda, Yah. Ini bukan waktunya main-main." Danu mulai emosi ketika sang ayah membawa-bawa penyakit ibunya. "Bu, apa betul dokter bilang begitu? Memang Ibu itu sakit apa, kok tiba-tiba jadi parah? Kalian ke luar negeri 'kan cuma cek rutin, bukan mau konsultasi penyakit serius." Danu menatap ibunya bertanya. Perasaannya mendadak tak enak. "Enggak, dokter enggak bilang gitu.""Nah, terus? Barusan ayah ngomong gitu!" seru Danu kesal menatap ayahnya. Namun, lelaki di depannya itu terlihat cuek dan santai. Membuat Danu kembali menatap ibunya. "Kenapa Ibu mau aja diajak kongkalikong sama ayah meminta aku buat nikah sama perempuan itu? Sampai bawa-bawa penyakit segala.""Enggak ada yang salah kok, Nu. Apa yang ayahmu katakan itu ada bena

  • Bahagia Setelah Dimadu   Ajakan Danu

    Terdengar suara gedebuk orang jatuh dari ketinggian. Danu yang masih kebingungan menjawab pertanyaannya sang ayah, seketika membuka mata dan menyadari jika ia baru saja bermimpi. "Ah, sial! Ternyata cuma mimpi," gerutunya kesal. Danu kemudian kembali ke atas ranjang. Membaringkan tubuhnya kembali yang terasa sakit sebab terjatuh tadi. "Kenapa aku jadi bermimpi seperti itu? Jelas-jelas aku ingin melupakannya. Tapi, kenapa sosoknya malah muncul. Lalu, kenapa juga ayah enggan membatalkan perjodohan ini?" ucapnya semakin kesal. Danu melihat jam di atas nakas. Jam digital di sana menunjukkan angka dua dini hari. "Aku baru tidur satu jam dan sudah bermimpi? Ini benar-benar gila!" gerutu Danu lagi. Ia mencoba untuk kembali tertidur, tapi mengalami kesulitan. Kantuknya seketika hilang setelah insiden terjatuh tadi. Ia pun kemudian memutuskan untuk ke toilet untuk membuang hajat. Setelahnya ia mencuci muka, menatap wajahnya di depan cermin wastafel. 'Hei! Apa kamu masih belum puas membu

  • Bahagia Setelah Dimadu   Nisa Naura Setiawan

    "Nisa Naura Setiawan. Dia adalah putri tinggal alias putri semata wayang dari Rendy Setiawan, seorang pengusaha, pebisnis yang lumayan disegani." Danu mendengarkan cerita Amar tentang sosok Nisa, gadis yang dijodohkan dengannya. "Nisa adalah gadis baik-baik. Aku kenal dengannya sejak kami kuliah di fakultas yang sama.""Mas Amar satu angkatan sama Nisa? Kok bisa?" Mita bertanya bingung. Ia berpikir jika usia keduanya jauh berbeda. "Oh, enggak. Nisa di bawahku. Aku kenal dia karena orang tua kami yang adalah rekan bisnis," jelas Amar. Baik Mita atau pun Danu sama-sama menyimak dengan serius. Entah apa yang terjadi, keduanya seperti menemukan sebuah kisah seru yang ingin mereka dengarkan sampai tuntas. "Kalian enggak dijodohkan?" tanya Mita iseng. "Enggak. Aku sudah punya pacar waktu Nisa masuk kuliah. Selain itu usia kami juga lumayan jauh." Amar mencoba membayangkan hal yang membuat kedua orang tua mereka tidak menjodohkannya dengan Nisa. "Lagian, orang tua kamu cuma rekan bisni

  • Bahagia Setelah Dimadu   Curhat

    "Apa? Jadi, ibu sama ayah mau jodohin Mas Danu lagi?" Mita tampak terkejut saat mendengar cerita Danu mengenai perjodohannya dengan Nisa. "Ehm, menurut sahabat ayah begitu." Danu menjawab sambil mengangguk. "Tapi, sebelumnya ayah dan ibu enggak bilang. Aku baru tahu pas hubungi mereka tadi."Mita melempar pandangannya pada Amar. Amar hanya diam dengan senyum tipis. Ekspresinya menunjukkan rasa ingin tahu. Pertemuan malam itu antara Danu, Mita, dan Amar, membuat Danu bercerita tentang rencana perjodohan yang kedua orang tuanya lakukan. Ia yang saat ini sedang menenangkan hati, hanya bisa bercerita pada sosok yang sekiranya bisa dipercaya. "Eh, maafkan aku. Aku enggak bermaksud mengganggu kehidupan baru kalian dengan menceritakan kisahku. Aku cuma butuh tempat bercerita," ucap Danu sembari menyesap kopi panas yang ia pesan. "Setidaknya hal tersebut membuatku lega. Tak perlu ada saran atau pendapat." Danu menatap Mita, terlebih Amar dengan raut muka tak enak hati. "Enggak apa-apa kok

  • Bahagia Setelah Dimadu   Makan Malam

    Danu berjalan pelan menuju meja, tempat di mana keluarga Setiawan alias Nisa berada. Makanan sudah terhidang, dan mau tak mau Danu harus melanjutkan makan malamnya dengan keluarga Setiawan. Ia tak mau membuat dua orang tua di depannya kecewa atau pun tak nyaman. "Maafkan saya, Pak Rendy. Maaf karena sudah membuat Anda dan keluarga menunggu," ucap Danu sembari duduk. Di dekatnya Nisa seolah enggan menatapnya. Ekspresinya masih sama, jutek dan kesal. "Tidak apa-apa, Nak Danu. Kami maklum. Kami juga minta maaf karena kecerobohan Nisa membuat kamu terkejut.""Kok aku, Yah?" Nisa menyela, tapi cubitan sang ibu seketika membuatnya bungkam. "Kalau saja Nisa tidak bicara tadi, mungkin suasananya tidak akan se-canggung ini. Kita masih bisa makan dengan santai dan akrab.""Oh, tidak, Pak Rendy. Dengan Nisa bicara tadi, bukankah saya jadi tahu mengenai rencana perjodohan kalian terhadap kami berdua. Saya jadi bisa bertanya pada ayah dan ibu mengenai kebenaran berita tersebut.""Ya, tapi mung

  • Bahagia Setelah Dimadu   Menolak

    "Mau ngapain kamu di sini?" Nisa bertanya kaget saat melihat Danu berdiri di depannya. "Nisa! Tolong yang sopan sama tamu Ayah."Nisa menengok kepada ayahnya. "Ja-jadi, ini tamu ... eh, maksudnya anak sahabat Ayah yang mau dijodohin sama aku?"Ayah Nisa mengangguk yakin. Tapi, di depannya Danu tercengang. "Maaf, Pak Rendy. Ini maksudnya apa, ya? Siapa yang dijodohkan dan dengan siapa?" Danu merasakan kengerian sebab perkataan Nisa tadi. "Kamu dan Nisa, anak saya.""Kok bisa? Ma-maksud saya, siapa yang bilang begitu?""Loh, apakah orang tua kamu enggak bilang apa-apa tentang perjodohan ini?" Rendy menatap Danu bingung. Danu menggeleng. Ia terlihat lemas dan tak bertenaga. 'Jadi, apakah ini yang ayah dan ibu sembunyikan sejak kemarin?' batin Danu mengingat ucapan-ucapan kedua orang tuanya di telepon beberapa hari belakangan. "Danu, apa udah ada kabar dari Pak Rendy?""Danu, kamu jadi 'kan datang ke undangannya teman Ayah?""Danu! Awas loh kalau kamu sampai enggak datang. Jangan bik

  • Bahagia Setelah Dimadu   Undangan Makan Malam

    Danu baru akan pulang dari kantor ketika ibunya menelepon. "Iya, Bu?" tanya Danu setelah menerima panggilan dari ibunya tersebut. "Sudah pulang, Nu?""Baru aja mau pulang. Kenapa?""Enggak kenapa-kenapa. Ibu cuma mau tanya, tadi siang apa Pak Rendy jadi datang?""Jadi, Bu. Kenapa memang?""Enggak, Ibu cuma mau mastiin aja.""Mastiin? Emang beliau siapa sih, Bu?""Loh, memangnya Pak Rendy enggak ngenalin dirinya ke kamu?"Danu sudah sampai parkiran. Ia masuk ke mobil, lalu menyalakan mesin mobil. "Ngenalin namanya sama hubungan beliau sama kalian. Itu aja.""Oh, gitu.""Memang kenapa sih, Bu?" tanya Danu penasaran. "Tapi, ngomong-ngomong kok tumben banget, ya, Ibu sama ayah bisa ketemuan sama teman lama. Di sana kalian enggak jadi pulang besok karena mau reunian sama teman juga. Sekarang, tiba-tiba aja muncul Pak Rendy yang katanya teman ayah.""Eh, memangnya enggak boleh?""Siapa yang bilang enggak boleh? Tapi, kok tumben-tumbenan banget. Bisa dua orang begini.""Enggak kenapa-kena

  • Bahagia Setelah Dimadu   Kecewa dan Marah

    Nisa berjalan gontai menuju parkiran. Ia yang memarkir mobilnya di basement terlihat kesal sekaligus malu. Beberapa saat lalu, Danu menjawab semua kekhawatirannya. Bahkan, lelaki itu mampu membuatnya diam membisu setelah semua pertanyaan dijawab dengan keseriusan yang tampak nyata. Nisa mungkin malu sebab tuduhannya tidak terbukti. Tapi, demi mendengar alasan dirinya tidak diterima bekerja, membuatnya kesal bukan main. "Apakah kamu pikir saya akan menerima seorang perempuan pemabuk untuk jadi sekretaris saya?""Saya bukan seorang pemabuk. Ada masalah yang sedang saya hadapi, yang membuat saya melakukan itu." Nisa mencoba memberikan pembelaan. Tapi, melawan Danu adalah hal yang sia-sia. Lelaki itu mempunyai sejuta alasan untuk menolaknya. "Saya tidak mau mempunyai sekretaris kekanak-kanakan. Seseorang yang rapuh hanya karena satu masalah. Bagaimana ia akan bekerja nanti di tengah masalah pribadi yang sedang dihadapi? Bisa-bisa semua pekerjaan yang sudah dirancang malah hancur beran

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status