Share

Kecelakaan

Author: Ummu Amay
last update Last Updated: 2024-10-13 11:36:43

Ruangan agak sempit yang tertutup rapat, menjadi pemandangan Mita pertama kali ketika membuka mata. Sebuah bilik berukuran satu setengah kali dua setengah meter dengan gorden berwarna biru muda tampak menutupi bilik. Bau karbol bercampur aroma desinfektan, mendominasi penciumannya saat ini. Ketika ia mencoba untuk bergerak mengangkat kepala, rasa sakit mendera dan menimbulkan efek sengatan listrik di keningnya.

"Aw!" pekik Mita, yang urung bergerak bangun.

Sedetik kemudian sosok laki-laki tampan dengan pakaian jas melekat di badannya yang sempurna, muncul dari balik bilik ruangan.

"Anda sudah siuman?" tanya lelaki itu dengan wajah nyata khawatir.

"Anda siapa? Dan kenapa saya ada di sini?" tanya Mita sembari menatap wajah tampan itu sedikit canggung.

Berada di dalam sebuah bilik kecil —yang Mita yakini adalah sebuah rumah sakit, bersama seorang lelaki yang tidak ia kenal, pastinya membuat wanita itu bersikap serbasalah.

Laki-laki itu pun melangkah maju dan mendekati Mita. Ekspresi khawatir masih tampak di wajahnya, seolah ada beban yang menghinggapi raga dan pikirannya.

"Perkenalkan, saya Amar. Dan saya adalah orang yang membawa Anda kemari ketika kecelakaan menimpa Anda."

"Kecelakaan?"

"Iya." Pria itu mengangguk lemah. "Anda pingsan sesaat menabrak pembatas jalan, lalu segera saya bawa kemari."

Mita berusaha mengingat atas apa yang terjadi dengannya beberapa waktu ke belakang.

Berawal dari mobil yang ia kendarai keluar rumah, yang akan membawanya ke butik untuk bertemu Ranti —sahabat sekaligus manajer butik. Ia yang akan pergi jalan-jalan bersama sahabatnya itu, tiba-tiba harus mengalami kecelakaan ketika bayangan sosok anak kecil berlari menyeberangi jalan di depannya.

"Ah! Saya ingat. Ada anak kecil hendak menyeberang jalan tadi," sahut Mita sembari memegang dahinya.

Namun, belum sepenuhnya mengetahui perihal kondisi di jalan paska kecelakaan terjadi, Mita dibuat terkejut ketika laki-laki di depannya itu melakukan sesuatu.

"Sebelumnya maafkan saya karena Anda harus mengalami kecelakaan tersebut." Laki-laki tampan itu sedikit membungkukkan tubuhnya meminta maaf kepada Mita.

Mita terhenyak. Mengapa laki-laki itu harus meminta maaf kepadanya? Memang dia salah apa?

"Maaf untuk apa, Tuan?"

"Panggil saya Amar saja, Bu Mita."

"Kalau begitu panggil juga saya Mita saja!" potong Mita cepat.

Laki-laki itu pun tersenyum. Mita melihat itu, sebuah senyum yang sangat manis dan begitu hangat.

"Mbak Mita, anak kecil yang tadi membuat konsentrasi Anda terganggu dan mengakibatkan kecelakaan, adalah putri saya. Maaf karena saya yang tidak bisa mengawasi anak saya dengan benar sehingga Anda harus terbaring di bilik rumah sakit ini. Sekali lagi, maafkan saya!" Kembali lelaki bernama Amar itu menunduk.

Rupanya beban yang menghinggapi pikiran Amar adalah karena putrinya? Begitu pikiran Mita pada akhirnya.

"Di mana putri Anda sekarang? Apakah ia baik-baik saja?" tanya Mita yang malah menanyakan keberadaan sosok anak kecil yang mengakibatkan dirinya terbaring lemah.

"Eh, putri saya ada di kantin rumah sakit bersama dengan adik saya. Dia baik-baik saja." Amar menjawab bingung.

"Maaf, kalau boleh tahu apakah ada luka atau rasa sakit yang Anda rasakan sekarang, maksudnya apakah ada efek dari kecelakaan yang menimpa Anda tadi?"

Mita berpikir sejenak. Lalu berusaha merasakan apakah tubuhnya bereaksi atas kecelakaan tadi.

Di depannya, Amar terus mengamati dalam diam. Bisa dipastikan lelaki itu pasti tengah menunggu jawaban atas kondisi yang saat ini ia alami.

Belum sempat menjawab pertanyaan yang Amar ajukan, seorang dokter wanita bersama perawat muncul ke bilik ruangan.

"Selamat siang, Ibu Mita. Anda sudah siuman rupanya?" sapa sang dokter ramah, yang kemudian memasang stetoskop ke telinganya.

"Iya, Dok."

Dokter wanita itu pun berjalan ke sisi yang berbeda di mana Amar berdiri. Lalu, mencoba memeriksa kondisi Mita yang masih dalam keadaan terbaring.

"Apa yang Anda rasakan saat ini, Bu Mita? Apa ada keluhan mengenai kondisi anggota tubuh Anda yang mungkin saja terkena benturan akibat kecelakaan?"

Mita menggeleng, "Tidak ada, Dok. Saya rasa saya baik-baik saja. Hanya rasa pusing di kepala saya yang masih saya rasakan ketika bangun dari pingsan tadi," jawab Mita sembari memegang kepalanya.

"Begitu. Apakah ada yang lain?"

Mita menggeleng, "Enggak ada, Dok!"

"Baiklah, kalau begitu kita lebih baik melakukan rontgen di kepala Anda. Jika ada hal yang sekiranya tidak baik, sepertinya Anda harus dirawat untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Tapi, seandainya rasa pusing yang Anda alami bukan karena sesuatu di kepala, maka Anda sudah diperbolehkan untuk pulang dan istirahat di rumah.

"Baik, Dok. Terima kasih!"

"Sama-sama," jawab sang dokter, kemudian memandang perawat di sebelahnya.

"Suster bisa tolong siapkan semuanya, agar Bu Mita bisa melakukan tindakan rontgen secepatnya!"

"Baik, Dok."

Suster itu pun mengangguk, mengerti. Kemudian ikut pergi ketika dokter hendak meninggalkan bilik.

"Anda keluarganya?" tanya sang dokter pada Amar sebelum melangkah keluar.

"Bukan, Dokter. Saya yang membawa Bu Mita dari tempat kejadian tadi."

"Oh begitu."

"Suster, apakah keluarga Bu Mita sudah ada yang datang atau ada yang bisa dihubungi?" tanya dokter lagi menatap suster.

Mita yang dari tadi hanya mendengar dan mengamati, langsung menginterupsi drama di depannya saat ini.

"Maaf, Dok. Saya rasa enggak ada yang harus dihubungi."

"Kenapa?" tanya dokter heran.

"I-itu karena ... karena keluarga saya semua ada di luar kota. Saya hanya sendirian di sini."

Tak ingin ada yang tahu mengenai kondisi dirinya saat ini yang terbaring lemah di rumah sakit, Mita berusaha agar pihak rumah sakit tidak menghubungi siapa pun, termasuk kedua orang tuanya apalagi Danu —suaminya.

"Begitu? Tapi bagaimana dengan pihak penanggung jawab? Maksud saya, kami membutuhkan tanda tangan untuk melakukan tindakan medis apapun."

"Saya yang —!" Jawaban Mita menggantung.

"Biar saya yang bertanggung jawab, Dok!" seru Amar menjawab cepat.

Mita sontak menengok laki-laki yang bertindak gentle dengan sikap dan perkataanya.

"Saya yang akan mengurus semuanya," lanjut Amar menambahkan.

Dokter melirik ke arah Mita, kemudian balik menatap Amar dan mengangguk.

"Baik. Kalau begitu Anda bisa ikut bersama kami untuk melakukan pendaftaran dan segala macamnya," ujar dokter wanita itu tersenyum.

"Baik, Dok!" jawab Amar.

Kali ini dokter dan perawat benar-benar pergi meninggalkan bilik. Amar yang juga akan menyusul dua perempuan itu, menatap sejenak ke arah Mita.

"Anda tidak perlu melakukan itu. Saya bisa bertanggung jawab untuk diri saya sendiri." Mita berkata canggung. Meski Amar bertanggung jawab atas perbuatan putrinya, tetap saja Mita merasa tak enak hati.

"Ini sudah menjadi tanggung jawab saya." Tak peduli dengan kalimat penolakan yang Mita katakan, Amar bicara penuh yakin terhadap wanita itu.

"T-tapi —?"

"Saya tinggal sebentar, Mbak Mita. Nanti saya akan kembali kalau pendaftarannya sudah selesai." Amar pun pamit dan meninggalkan Mita.

Ketika gorden akan lelaki itu buka, sosok Ranti muncul dari luar dengan wajah cemas dan panik.

"Mit! Mita!" seru wanita itu, tetapi segera terdiam ketika bersitatap dengan Amar yang hendak keluar dari bilik.

"Eh, Anda siapa, yah?"

Amar pun mengulurkan tangan dan tersenyum. "Saya Amar. Seseorang yang bertanggung jawab atas kecelakaan yang menimpa Mbak Mita. Anda pasti Mbak Ranti bukan, yang tadi saya hubungi?"

"E-eh, iya. Oh, jadi yang tadi menghubungi saya itu, Anda?"

"Iya, benar."

"Oh!" Ranti diam sejenak seolah terkejut akan pesona yang Amar miliki.

"Maaf, saya harus pergi ke bagian pendaftaran. Saya akan kembali dan berbincang dengan Anda kalau sudah selesai nanti." Amar pamit undur diri. Lelaki itu melangkah cepat meninggalkan dua wanita yang masih saling terdiam.

***

Related chapters

  • Bahagia Setelah Dimadu   Namanya Nina

    "Terima kasih!" Amar baru selesai mendaftarkan nama Mita ke bagian informasi dan pendaftaran untuk selanjutnya mengikuti pemeriksaan yang dokter sudah sarankan. Lelaki itu, sebelum kembali menuju bilik ruangan Mita, menyempatkan diri untuk menemui putrinya yang tengah bersama sang adik di kantin rumah sakit. Gadis kecil berusia lima tahun yang beberapa waktu lalu telah membuatnya panik dan khawatir, tampak duduk terdiam sembari menikmati makanan di depannya yang sepertinya tidak membuatnya tertarik. "Kenapa tidak dihabiskan?"Amar sudah berdiri di belakang sang putri ketika kemudian sikap terkejut bocah itu perlihatkan. "Ayah!" Bocah dengan rambut dikuncir kuda itu seketika beranjak, lalu memeluk Amar. "Ayah udah selesai? Apa Nina sudah boleh ketemu sama tante tadi?"Di tengah nada suara bocah perempuan itu yang terdengar sedikit bergetar, Amar sigap berjongkok demi menyejajarkan tinggi badannya dengan sang putri. "Nina sudah siap ketemu tante tadi? Enggak takut?"Bocah bernama

    Last Updated : 2024-11-15
  • Bahagia Setelah Dimadu   Kontrol Emosi

    Tidak sampai berjam-jam, Nina harus pamit dan pergi dari rumah sakit. Tempat yang memang tidak diperuntukan bagi anak kecil seusianya untuk berada di tempat tersebut, membuat bocah tersebut terpaksa menuruti perintah sang ayah. "Nina pamit dulu, Tante."Mita menatap tersenyum bocah perempuan itu. Keinginannya yang sudah lama ingin memiliki buah hati dengan pernikahannya bersama Danu, membuatnya secara cepat langsung jatuh hati pada sosok Nina. Baik dari sikap dan sifatnya yang menurut wanita itu baik dan menyenangkan. "Terima kasih, Nina, karena sudah menjenguk Tante. Pesan Tante, selalu ingat apa kata ayah, yah. Jangan marah-marah lagi supaya enggak bikin orang lain celaka."Mita bisa melihat Nina mengangguk di sisi ayahnya berdiri. Tampak ceria, lain dari sikap bocah itu datang pertama kali ke biliknya. "Iya, Tante. Nina akan denger apa kata ayah. Tapi Tante, boleh enggak kalau Nina jenguk Tante lagi nanti?" Bocah itu menatap Mita penuh harap, membuat Amar sedikit canggung mendap

    Last Updated : 2024-11-15
  • Bahagia Setelah Dimadu   Bentuk Tanggung Jawab

    Ranti memang sangat menyayangi Mita, terlebih saat ini sahabatnya itu sedang bersedih sebab rencana pernikahan yang akan suaminya langsungkan. Tapi, memarahi laki-laki lain sebab pelampiasan kekesalannya, bukanlah sebuah ide yang baik dan dibenarkan. "Iya, sorry, Ran."Berkali-kali Mita meminta maaf pada Ranti. "Bukan ke aku, yah, Mit, tapi ke Mas Amar.""Iya, iya. Nanti aku minta maaf sama dia kalau datang."Mita sungguh merasa bodoh sekarang. Bisa-bisanya ia marah pada laki-laki yang tulus dan ikhlas ingin membantu dan bertanggung jawab atas kecelakaan yang menimpanya. "Maaf sudah membuat kalian menunggu. Puji syukur, dokter tidak memaksa Mbak Mita untuk dirawat di sini. Tapi, dokter meminta Anda untuk rutin kontrol walau tidak ada keluhan apapun."Amar tiba-tiba muncul di saat Mita dan Ranti saling terdiam sebab suasana yang tidak mengenakan setelah protes yang Mita lakukan sebelumnya. "Eh, Mas Amar," ucap Mita ragu. Tapi, di sebelahnya Ranti kembali mencoleknya supaya bicara.

    Last Updated : 2024-11-16
  • Bahagia Setelah Dimadu   Sekelebat Hadir

    Amar Hadinata, ia adalah seorang pengusaha yang memiliki warisan perusahaan dari keluarganya. Lelaki berusia tiga puluh tahun itu, sebenarnya tidak memiliki keinginan untuk menjadi seorang eksekutif muda seperti yang sekarang ia jalani. Cita-citanya dahulu menjadi seorang Chef internasional. Meski keinginan orang tuanya menginginkan salah satu anak mereka meneruskan perusahaan, tetap membuat Amar tenang sebab ada sang kakak yang bisa diandalkan sehingga ia bisa menggapai cita-citanya tersebut.Namun, takdir Tuhan tidak selamanya sejalan dengan rencana manusia. Sang kakak yang waktu itu ikut mengantar kedua orang tua mereka menghadiri salah satu jamuan pesta salah seorang kolega, turut menjadi korban meninggal menyusul kedua orang tuanya yang dinyatakan pergi lebih dulu. Amar kehilangan tiga anggota keluarganya sekaligus. Membuat lelaki itu sempat limbung juga depresi, sehingga mau tak mau ia mengambil alih perusahaan yang waktu itu sama sekali belum menguasai ilmunya. Beruntungnya a

    Last Updated : 2024-11-16
  • Bahagia Setelah Dimadu   Munculnya Pengantin Baru

    Burung yang bebas terbang di alam sudah sibuk mencari makanan di waktu yang masih sangat pagi. Membangunkan seseorang di salah satu rumah yang pagi itu bangun sedikit kesiangan sebab tidur yang terlampau malam. Mita, semalam ia sibuk mengerjakan beberapa laporan akhir bulan usaha butiknya. Sempat dibantu oleh Ranti sampai jam sembilan malam, tetapi sahabatnya itu harus segera pulang karena urusan mendadak dengan calon suaminya. "Seharusnya kamu enggak harus ngerjain ini sampai malam, Mit."Ranti sempat protes karena kesibukan Mita paska kecelakaan yang sesungguhnya belum membuat tubuhnya pulih sempurna. Tapi, alasan ingin melupakan kesedihannya membuat Ranti tak lagi bisa berkata-kata. "Mungkin dengan begini aku bisa melupakan pernikahan yang Mas Danu jalani sama mantannya."Ah, andai saja Mita mau mendengarkan saran dari Ranti untuk menyudahi pernikahannya dengan Danu, mungkin sahabatnya itu tak akan merasa sedih. Tapi, seperti yang Mita katakan, biar semua keputusan ia yang mena

    Last Updated : 2024-11-17
  • Bahagia Setelah Dimadu   Ini Baru Awal

    Mita terpaksa kembali ke rumah setelah Danu memaksanya datang. Ia terpaksa meminta Ranti untuk meng-handle urusan butik setelah sebelumnya ia harus menerima kekesalan sahabatnya itu karena mau-maunya menuruti permintaan Danu. "Mau bagaimana pun juga dia masih suamiku, Ran. Setiap perintahnya adalah kewajiban yang harus aku tunaikan."'Iya, tapi kewajiban yang seperti apa dulu, Mit. Masalah pindah kamar, apa itu bukan hal gila namanya? Perempuan itu bisa pakai kamar tamu, kenapa jadi kamu yang harus pindah. Lagian, kalau mau istirahat mereka 'kan bisa pakai kamar lain untuk sementara waktu sampai kamu kembali nanti. Ini kok malah maksa. Enggak masuk akal tahu enggak!'"Iya, iya, aku tahu. Aku minta tolong banget, yah, Ran. Tapi, kalau kamu ada keperluan juga enggak apa-apa kok. Untuk meeting dan laporan bulanan, bisa ditunda dulu sampai besok."'Bukan gitu, Mita. Ah, sudahlah. Kamu tenang aja, aku bisa handle urusan butik. Kamu urus aja suami kamu sama istri barunya itu. Tapi ingat, y

    Last Updated : 2024-11-17
  • Bahagia Setelah Dimadu   Pindah Kamar

    Air mata sudah sejak tadi ingin tumpah keluar dari dua bola matanya yang bening. Tapi, sebisa mungkin Mita tahan sebab keberadaan Danu —suaminya dengan Selena yang terlihat kesal sebab pergerakan Mita yang dinilainya lamban. Tak tahu saja mereka jika Mita masih dalam masa pemulihan setelah insiden kecelakaan lusa kemarin. Siapa yang bisa tahan melihat suami sendiri berinteraksi mesra dengan perempuan lain di depan matanya tanpa sungkan. Begitu juga Mita yang meskipun keberadaannya sudah tak lagi dianggap oleh sang suami, tetap merasakan nyeri di hatinya sebab kebersamaan Danu dengan mantan kekasih yang kini sudah resmi menjadi istri keduanya tersebut. "Apakah tidak ada pembantu di rumah ini, Mas? Bukankah pekerjaan wanita itu bisa cepat selesai kalau dibantu? Aku udah lelah, pingin buru-buru istirahat." Tiba-tiba Selena nyeletuk. Selena mulai ngomel. Sengaja bicara di depan Mita yang saat itu tengah membawa koper berisi seluruh pakaiannya ke dalam kamar tamu. "Aku 'kan udah cerita

    Last Updated : 2024-11-18
  • Bahagia Setelah Dimadu   Mencoba Tak Peduli

    Mencoba tak peduli dengan keberadaan Selena yang sekarang tengah bersama Danu, Mita memilih untuk pergi dari rumah menuju butik. Sengaja tidak pamit pada laki-laki yang saat ini tengah berbahagia dengan istri keduanya, Mita buru-buru ke butik sebab ada pekerjaan penting yang harus ia kerjakan. Jam sudah menunjuk ke angka sebelas. Lebih dari dua jam Mita memindahkan barang pribadi dari kamar yang hampir tiga tahun ia tempati ke kamar tamu sebab seorang perempuan yang kini mengambil posisinya. Berusaha menahan tangis sejak melihat aksi gila yang Danu lakukan bersama Selena di ruang TV tadi, akhirnya pertahanan Mita jebol juga. Air mata mengalir deras tanpa ia minta demi mengingat kesakralan rumah tangganya yang kini telah sah dikhianati. Masuknya perempuan masa lalu sang suami di dalam kehidupannya menjadi awal penderitaan yang harus siap ia tanggung. 'Aku percaya Tuhan tidak pernah tidur. Kali ini mungkin Tuhan memang sedang memberiku penderitaan, tetapi siapa yang bisa meneb

    Last Updated : 2024-11-18

Latest chapter

  • Bahagia Setelah Dimadu   Setuju

    "Aku tidak peduli kamu mau percaya aku atau tidak. Tapi yang pasti, kamu itu bukan seleraku.""Ap-apa?" Nisa menatap Danu emosi. "Kamu bilang aku bukan seleramu? Lantas, perempuan seperti apa yang jadi seleramu? Apakah lebih cantik, lebih kaya, atau lebih pintar dari aku?"Danu tertawa mendengar pertanyaan Nisa. "Kenapa kamu marah? Selera seseorang enggak melulu tentang cantik, kaya, atau pintar bukan?""Y-Ya. Tapi, apa yang para lelaki lihat kalau bukan tiga poin yang aku sebutkan tadi?"Sekali lagi Danu tertawa sembari meminum kopinya yang tinggal setengah. "Aku sudah pernah mendapatkan perempuan dengan tiga poin yang kamu sebutkan tadi. Jadi, bukan itu yang membuatku berselera ketika ingin kembali menikahi seorang perempuan untuk aku jadikan istri."Nisa menaikkan sebelah alisnya tak mengerti. Bagaimana mungkin ada perempuan yang memiliki poin istimewa seperti yang ia sebutkan tadi selain dirinya. "Apa ayahmu sudah memberitahu padamu tentang kehidupanku sebelumnya?""Tentang kamu

  • Bahagia Setelah Dimadu   Mengajak Kerja Sama

    Sepekan yang lalu saat Danu baru pulang dari kantor, ia sudah dibuat kesal oleh ayahnya. Hal itu karena ucapan lelaki yang ia sayangi itu mengenai perjodohan yang tetap harus dilaksanakan. "Ibumu sakit. Dokter bilang waktunya tidak lama lagi.""Jangan bercanda, Yah. Ini bukan waktunya main-main." Danu mulai emosi ketika sang ayah membawa-bawa penyakit ibunya. "Bu, apa betul dokter bilang begitu? Memang Ibu itu sakit apa, kok tiba-tiba jadi parah? Kalian ke luar negeri 'kan cuma cek rutin, bukan mau konsultasi penyakit serius." Danu menatap ibunya bertanya. Perasaannya mendadak tak enak. "Enggak, dokter enggak bilang gitu.""Nah, terus? Barusan ayah ngomong gitu!" seru Danu kesal menatap ayahnya. Namun, lelaki di depannya itu terlihat cuek dan santai. Membuat Danu kembali menatap ibunya. "Kenapa Ibu mau aja diajak kongkalikong sama ayah meminta aku buat nikah sama perempuan itu? Sampai bawa-bawa penyakit segala.""Enggak ada yang salah kok, Nu. Apa yang ayahmu katakan itu ada bena

  • Bahagia Setelah Dimadu   Ajakan Danu

    Terdengar suara gedebuk orang jatuh dari ketinggian. Danu yang masih kebingungan menjawab pertanyaannya sang ayah, seketika membuka mata dan menyadari jika ia baru saja bermimpi. "Ah, sial! Ternyata cuma mimpi," gerutunya kesal. Danu kemudian kembali ke atas ranjang. Membaringkan tubuhnya kembali yang terasa sakit sebab terjatuh tadi. "Kenapa aku jadi bermimpi seperti itu? Jelas-jelas aku ingin melupakannya. Tapi, kenapa sosoknya malah muncul. Lalu, kenapa juga ayah enggan membatalkan perjodohan ini?" ucapnya semakin kesal. Danu melihat jam di atas nakas. Jam digital di sana menunjukkan angka dua dini hari. "Aku baru tidur satu jam dan sudah bermimpi? Ini benar-benar gila!" gerutu Danu lagi. Ia mencoba untuk kembali tertidur, tapi mengalami kesulitan. Kantuknya seketika hilang setelah insiden terjatuh tadi. Ia pun kemudian memutuskan untuk ke toilet untuk membuang hajat. Setelahnya ia mencuci muka, menatap wajahnya di depan cermin wastafel. 'Hei! Apa kamu masih belum puas membu

  • Bahagia Setelah Dimadu   Nisa Naura Setiawan

    "Nisa Naura Setiawan. Dia adalah putri tinggal alias putri semata wayang dari Rendy Setiawan, seorang pengusaha, pebisnis yang lumayan disegani." Danu mendengarkan cerita Amar tentang sosok Nisa, gadis yang dijodohkan dengannya. "Nisa adalah gadis baik-baik. Aku kenal dengannya sejak kami kuliah di fakultas yang sama.""Mas Amar satu angkatan sama Nisa? Kok bisa?" Mita bertanya bingung. Ia berpikir jika usia keduanya jauh berbeda. "Oh, enggak. Nisa di bawahku. Aku kenal dia karena orang tua kami yang adalah rekan bisnis," jelas Amar. Baik Mita atau pun Danu sama-sama menyimak dengan serius. Entah apa yang terjadi, keduanya seperti menemukan sebuah kisah seru yang ingin mereka dengarkan sampai tuntas. "Kalian enggak dijodohkan?" tanya Mita iseng. "Enggak. Aku sudah punya pacar waktu Nisa masuk kuliah. Selain itu usia kami juga lumayan jauh." Amar mencoba membayangkan hal yang membuat kedua orang tua mereka tidak menjodohkannya dengan Nisa. "Lagian, orang tua kamu cuma rekan bisni

  • Bahagia Setelah Dimadu   Curhat

    "Apa? Jadi, ibu sama ayah mau jodohin Mas Danu lagi?" Mita tampak terkejut saat mendengar cerita Danu mengenai perjodohannya dengan Nisa. "Ehm, menurut sahabat ayah begitu." Danu menjawab sambil mengangguk. "Tapi, sebelumnya ayah dan ibu enggak bilang. Aku baru tahu pas hubungi mereka tadi."Mita melempar pandangannya pada Amar. Amar hanya diam dengan senyum tipis. Ekspresinya menunjukkan rasa ingin tahu. Pertemuan malam itu antara Danu, Mita, dan Amar, membuat Danu bercerita tentang rencana perjodohan yang kedua orang tuanya lakukan. Ia yang saat ini sedang menenangkan hati, hanya bisa bercerita pada sosok yang sekiranya bisa dipercaya. "Eh, maafkan aku. Aku enggak bermaksud mengganggu kehidupan baru kalian dengan menceritakan kisahku. Aku cuma butuh tempat bercerita," ucap Danu sembari menyesap kopi panas yang ia pesan. "Setidaknya hal tersebut membuatku lega. Tak perlu ada saran atau pendapat." Danu menatap Mita, terlebih Amar dengan raut muka tak enak hati. "Enggak apa-apa kok

  • Bahagia Setelah Dimadu   Makan Malam

    Danu berjalan pelan menuju meja, tempat di mana keluarga Setiawan alias Nisa berada. Makanan sudah terhidang, dan mau tak mau Danu harus melanjutkan makan malamnya dengan keluarga Setiawan. Ia tak mau membuat dua orang tua di depannya kecewa atau pun tak nyaman. "Maafkan saya, Pak Rendy. Maaf karena sudah membuat Anda dan keluarga menunggu," ucap Danu sembari duduk. Di dekatnya Nisa seolah enggan menatapnya. Ekspresinya masih sama, jutek dan kesal. "Tidak apa-apa, Nak Danu. Kami maklum. Kami juga minta maaf karena kecerobohan Nisa membuat kamu terkejut.""Kok aku, Yah?" Nisa menyela, tapi cubitan sang ibu seketika membuatnya bungkam. "Kalau saja Nisa tidak bicara tadi, mungkin suasananya tidak akan se-canggung ini. Kita masih bisa makan dengan santai dan akrab.""Oh, tidak, Pak Rendy. Dengan Nisa bicara tadi, bukankah saya jadi tahu mengenai rencana perjodohan kalian terhadap kami berdua. Saya jadi bisa bertanya pada ayah dan ibu mengenai kebenaran berita tersebut.""Ya, tapi mung

  • Bahagia Setelah Dimadu   Menolak

    "Mau ngapain kamu di sini?" Nisa bertanya kaget saat melihat Danu berdiri di depannya. "Nisa! Tolong yang sopan sama tamu Ayah."Nisa menengok kepada ayahnya. "Ja-jadi, ini tamu ... eh, maksudnya anak sahabat Ayah yang mau dijodohin sama aku?"Ayah Nisa mengangguk yakin. Tapi, di depannya Danu tercengang. "Maaf, Pak Rendy. Ini maksudnya apa, ya? Siapa yang dijodohkan dan dengan siapa?" Danu merasakan kengerian sebab perkataan Nisa tadi. "Kamu dan Nisa, anak saya.""Kok bisa? Ma-maksud saya, siapa yang bilang begitu?""Loh, apakah orang tua kamu enggak bilang apa-apa tentang perjodohan ini?" Rendy menatap Danu bingung. Danu menggeleng. Ia terlihat lemas dan tak bertenaga. 'Jadi, apakah ini yang ayah dan ibu sembunyikan sejak kemarin?' batin Danu mengingat ucapan-ucapan kedua orang tuanya di telepon beberapa hari belakangan. "Danu, apa udah ada kabar dari Pak Rendy?""Danu, kamu jadi 'kan datang ke undangannya teman Ayah?""Danu! Awas loh kalau kamu sampai enggak datang. Jangan bik

  • Bahagia Setelah Dimadu   Undangan Makan Malam

    Danu baru akan pulang dari kantor ketika ibunya menelepon. "Iya, Bu?" tanya Danu setelah menerima panggilan dari ibunya tersebut. "Sudah pulang, Nu?""Baru aja mau pulang. Kenapa?""Enggak kenapa-kenapa. Ibu cuma mau tanya, tadi siang apa Pak Rendy jadi datang?""Jadi, Bu. Kenapa memang?""Enggak, Ibu cuma mau mastiin aja.""Mastiin? Emang beliau siapa sih, Bu?""Loh, memangnya Pak Rendy enggak ngenalin dirinya ke kamu?"Danu sudah sampai parkiran. Ia masuk ke mobil, lalu menyalakan mesin mobil. "Ngenalin namanya sama hubungan beliau sama kalian. Itu aja.""Oh, gitu.""Memang kenapa sih, Bu?" tanya Danu penasaran. "Tapi, ngomong-ngomong kok tumben banget, ya, Ibu sama ayah bisa ketemuan sama teman lama. Di sana kalian enggak jadi pulang besok karena mau reunian sama teman juga. Sekarang, tiba-tiba aja muncul Pak Rendy yang katanya teman ayah.""Eh, memangnya enggak boleh?""Siapa yang bilang enggak boleh? Tapi, kok tumben-tumbenan banget. Bisa dua orang begini.""Enggak kenapa-kena

  • Bahagia Setelah Dimadu   Kecewa dan Marah

    Nisa berjalan gontai menuju parkiran. Ia yang memarkir mobilnya di basement terlihat kesal sekaligus malu. Beberapa saat lalu, Danu menjawab semua kekhawatirannya. Bahkan, lelaki itu mampu membuatnya diam membisu setelah semua pertanyaan dijawab dengan keseriusan yang tampak nyata. Nisa mungkin malu sebab tuduhannya tidak terbukti. Tapi, demi mendengar alasan dirinya tidak diterima bekerja, membuatnya kesal bukan main. "Apakah kamu pikir saya akan menerima seorang perempuan pemabuk untuk jadi sekretaris saya?""Saya bukan seorang pemabuk. Ada masalah yang sedang saya hadapi, yang membuat saya melakukan itu." Nisa mencoba memberikan pembelaan. Tapi, melawan Danu adalah hal yang sia-sia. Lelaki itu mempunyai sejuta alasan untuk menolaknya. "Saya tidak mau mempunyai sekretaris kekanak-kanakan. Seseorang yang rapuh hanya karena satu masalah. Bagaimana ia akan bekerja nanti di tengah masalah pribadi yang sedang dihadapi? Bisa-bisa semua pekerjaan yang sudah dirancang malah hancur beran

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status