Malam itu sambil mengobati luka bekas gigitan litah di betis adiknya, Felix mencoba secara pelan-pelan menggali apa yang adiknya ketahui dari kejadian tadi. Meskipun tentu saja Felix sangat percaya bahwa Vinson tidak mungkin melakukannya.Namun sebelum melakukannya, Elson keburu datang ke kediaman mereka. Bocah itu bahkan terlihat sangat arogan saat dia berdiri di dekat pintu.“Aku tidak pernah menyukaimu sejak kau cari muka pada paman, Felix. Setiap kami makan malam bersama, yang dibicarakan oleh Paman Zeref selalu saja soal Felix yang melakukan ini, Felix yang melakukan itu. Aku muak mendengar namamu diagungkan dan dipuji-puji oleh Paman, padahal kau sendiri bahkan bukan bagian dari keluarga Rodrigo. Namamu tidak pantas disebut di meja makan kami. Kau itu harusnya sadar posisimu sejak datang, kalau kau hanya orang asing yang meminta belas kasihan Paman untuk menjadi buruh kasar. Tempatmu selamanya akan ada di situ. Tempat yang rendah dan jangan bermimpi untuk bisa setara dengan kami
Vinson akhirnya terbangun ketika mereka sudah berada di dalam bus, dan sudah meninggalkan peternakan keluarga Rodrigo sejak lima belas menit yang lalu. Bocah kecil itu celingukan dan tampak kebigungan atas kondisi baru yang dia alami.“Kita ada dimana, Kak Felix?”“Kita sedang dalam perjalanan menuju ke rumah baru kita.”Diluar dugaan Vinson sama sekali tidak menentang atau menangis. Sebaliknya bocah itu malah terdiam menatap pemandangan yang tersaji dari kaca mobil bus yang didominasi dengan pepohonan. Setelah keheningan yang begitu panjang, bocah itu akhirnya kembali buka suara. “Kak, kenapa kita harus pindah? Apa karena aku nakal? Atau karena kecelakaan yang terjadi kepada Esther?”Felix tampak menimbang-nimbang untuk membuka cerita itu atau tidak kepada adiknya. Tetapi dia berpikir bahwa akan jauh lebih bijaksana bila anak itu tidak tahu apa-apa. “Memang sudah waktunya bagi kita untuk pindah saja, Vinson,” jawab Felix sambil mengelus puncak kepala adiknya.“Kak, boleh aku bertanya
“Tuan Felix… Tuan Felix….” Esther pelan-pelan menusuk lengan si pria dengan jari telunjuknya. “… anda baik-baik saja?”Felix tersadar dari lamunannya dan kemudian berbalik untuk memandangi Esther yang sudah berada dalam versi lebih dewasa. Ingatannya tidak banyak menyimpan memori apapun soal gadis disebelahnya, kecuali bayangan Esther yang masih mungil dengan rambut pendek dan jepitan rambutnya. Bertemu gadis sudah beranjak menjadi dewasa rasanya sudah seperti mimpi saja.“Ya, saya baik-baik saja, Nona,” sahut Felix sambil memberikan senyum hangat kepada Esther, membuat kerutan yang ada disekitar matanya jadi sedikit tertarik. “Bagaimana denganmu?”“Ah, saya baik-baik saja. Justru saya jadi khawatir karena Anda tiba-tiba diam saja cukup lama. Apa ada sesuatu yang anda pikirkan?” tanya gadis itu dengan ekspresi cemas.“Tidak ada,” katanya yang kemudian terdiam lagi setelah beberapa saat sebelum akhirnya kembali buka suara lagi, “Tapi kalau tidak keberatan boleh saya bertanya sesuatu ya
“Tiga puluh koin.”Sebatang rokok terselip di bibir Vinson ketika dia merogoh dompetnya untuk mengeluarkan beberapa lembar uang tunai dari sana. Perempuan di meja kasir langsung meletakan tiga puluh koin yang diminta oleh pemuda itu. Mulut si kasir mengunyah permen karet sementara matanya tertuju kepada permainan yang sedang berlangsung di depan matanya.“Shit.” Vinson mengumpat ketika tidak menemukan selembar uang pun dari dompetnya. Dia belum mengisi ulang dompetnya dengan uang tunai dan tempat ini juga belum bisa menggunakan kartu. Namun untungnya mesin penarik uang tidak begitu jauh dari sana. “Hei, aku kehabisan uang tunai. Aku tetap akan beli koin.”Perempuan tersebut hanya angkat bahu, “Tentu saja kawan.”Vinson memutar bola matanya, dia kemudian berbalik dan hendak meninggalkan tempat itu sebelum langkah kakinya terhenti lantaran melihat tidak sengaja menubruk orang yang mengantri di belakangnya.“Hai,” sapa Grace mengangkat tangan kanannya sambil menepuk bahu pemuda yang menu
“Sebelum aku bercerita aku ingin memberikan peringatan padamu bahwa ini terjadi di masa lalu. Segala hal yang terjadi sudah terjadi, dan itu tidak akan mempengaruhi masa sekarang atau pun masa sekarang. Apa kau bisa menjaminnya?”Vinson mengangguk. Saat itu mereka sudah pindah tempat ke sebuah kafe yang tidak jauh dari arcade. Karena tempat itu bisa membayar menggunakan kartu maka Vinson mentraktir Grace minuman. Vinson memesan coklat panas, sementara Sakura memesan Strawberry milkshake. Posisi yang dipilih adalah di pojok ruangan yang diapit oleh dua sofa empuk berwarna merah.Kalau ditanya apakah Vinson ingin tahu masalah diantara mereka. Ya, tentu saja.Karena Vinson mengenal Grace sama lamanya dengan Vinson mengenal Nelsy. Kedua gadis itu sepanjang ingatan masa kecilnya adalah sahabatnya. Mereka bertiga menghabiskan waktu bersama. Terlebih karena dua gadis itu kerap datang ke peternakan Mr. Yamazaki untuk mengajak bermain. Sampai SMP pun segalanya tidak berubah, Grace dan Nelsy ad
Vinson membeku.“Aku mulai sadar bahwa saat aku mengencani Gaara paling tidak kau akan mulai melihatku. Aku pikir jika aku mulai berkencan dengan temanmu kau akan mulai bertanya-tanya apa alasanku mau mengencani dia, dan kau akan tertarik kepadaku.” Sebutir air mata bergulir dipipinya.“Aku sangat bodoh karena sampai akhir pun harapanku untuk membuatmu melihatku tidak pernah menjadi kenyataan. Sebaliknya aku malah membuat perasaan orang yang tidak berdosa ikut merasakan akibatnya. Meski Gaara tidak orang yang tidak pernah menganggap serius hubungan kami, tetapi dia tidak pernah meninggalkanku. Dia selalu ada disana saat aku mencurahkan seluruh isi hatiku bahkan saat aku menceritakan soal dirimu padanya. Dia memang bukan tipe orang yang perhatian, tetapi saat aku kesulitan dia selalu membantuku. Apa yang terjadi diantara kami hanya seperti itu, bagiku itu jauh dari kata romantis. Tetapi Gaara ternyata menganggapku lebih dari itu. Tidak sepertiku yang justru memanfaatkan dia.”Saat mem
Makan malamnya berlangsung sempurna. Maxwell bersaudara tidak henti memuji masakan Esther dan mengatakan betapa beruntungnya siapapun yang akan menjadi suami dari si sulung Rodrigo. Amber dan Jack mengaku bahwa mereka tidak bisa memasak, dan dengan alasan itu Amber malah minta Esther sering berkunjung untuk mengajarinya memasak. Topik pembicaraan mereka juga beragam, mulai dari kesibukan Elson, pekerjaan Amber, sampai rencana pertunangan Jack yang katanya akan dilakukan di Swiss pada musim panas mendatang. Makan malam itu juga membuat Esther masuk ke dalam salah satu daftar tamu undangan.Nama Gaara juga sesekali disebutkan dalam pembicaraan, tetapi selebihnya Esther merasa bersyukur bahwa kedua bersaudara itu cukup peka untuk tidak mengatakan apa pun yang dia ketahui soal adik mereka dengan Esther. Tetapi sampai acara makan malam itu berakhir, si bungsu tidak muncul juga. Bahkan sampai titik dimana Elson dan si dua bersaudara pamit pulang.“Esther, aku mau minta nomor ponselmu ya. Un
Dan tiba-tiba saja Esther sudah berada dalam taksi bersama Felix. Seperti kejadian kemarin dimana taksi pula lah yang menjadi situasi yang membuat mereka bersama.“Kamu pasti bertanya-tanya mengapa saya lebih memilih naik taksi daripada menaiki mobil pribadi?” ujar lelaki itu memecah kesunyian di dalam taksi. Memang benar sih, agak mengherankan melihat pria ini keluar tanpa mengemudi sendiri dan memilih taksi padahal dia adalah seorang multijutawan yang membeli mobil betulan sama dengan membeli mainan.“Ya, sejujurnya itu memang ada dipikiran saya.”“Saya hanya punya dua mobil saja. Satunya saya gunakan untuk kepentingan di peternakan dan satunya lagi adalah Lamborghini milik Vinson.”Tidak diduga Felix rupanya tipe-tipe orang kaya yang rendah hati dan Esther diam-diam mengagumi sikap itu. “Saya tidak suka pandangan orang lain pada saya. Pandangan yang dipenuhi kekaguman, iri, dan ada juga yang tertarik. Saya benci bila harus tanpa sadar mengartikan semua pandangan orang-orang kea rah