Rumah keluarga Nelsy.Ritual Nelsy sebelum tidur selalu dimulai dengan berendam air hangat dengan aroma bunga. Alasannya karena berendam di air hangat membantunya merasa jauh lebih rileks setelah beraktivitas di siang harinya. Setelah itu dia akan mengaplikasikan lotion harum andalannya ke seluruh tubuh. Lalu terakhir dia akan menyisir rambut panjangnya. Pada dasarnya rambut Nelsy sendiri mudah kusut, jadinya Nelsy memastikan rambutnya lurus sempurna sebelum tidur. Dan ya, kombinasi otot rileks, penampilan rapi dan juga keharuman yang menguar dari tubuhnya adalah hal sempurna yang membuat dirinya nyaman dan bisa langsung terlelap dalam waktu singkat.Ayah ibunya baru saja pulang dari kencan mereka sekitar satu jam lalu, dan Nelsy menghabiskan waktunya sendirian sebagai anak tunggal dengan membersihkan dan merapikan seisi rumah. Kalau dulu Nelsy selalu ingin ikut, tetapi setelah dewasa dia menyadari bahwa kedua orangtuanya pun membutuhkan waktu berdua saja tanpa kehadirannya dan meraju
Nelsy memandangi Vinson.Saat ini lelaki itu terlihat seperti seorang anak kecil yang tersesat dan butuh perlindungan. Hati Nelsy yang akhir-akhir ini sudah mengeras terhadap Vinson mendadak agak melunak. Dia melingkarkan lengannya di sekeliling si pemuda sambil membelai punggungnya. Nelsy memang membenci Vinson atas apa yang sudah dia perbuat, terutama karena dia berselingkuh dan berhubungan badan dengan Elise. Tetapi Vinson yang saat ini sedang rapuh disini, mana tega Nelsy mengusirnya?“Aku disini, Vinson.” Ya, Nelsy mungkin akan menyesali tindakannya kali ini. Hati nuraninya tidak cukup kejam untuk mengusir Vinson lalu membanting pintu di depan mukanya.“Nelsy, semua orang membenciku. Aku terlalu banyak membuat kesalahan. Kakakku, Gaara, bahkan Esther … aku tidak tahu lagi apa yang harus aku perbuat sekarang. Hanya kau satu-satunya yang aku punya untuk mendengarku.”Dari suaranya Nelsy tahu bahwa Vinson memang berada dalam satu titik emosi paling rendah, dan bila Nelsy betulan men
Gaara mendesah lega begitu air panas mengguyur permukaan kulitnya. Dulu sekali ibunya pernah bilang bahwa mandi di tengah malam hanya membawa penyakit. Ya, terkadang beberapa memori yang tersisa tentang mendiang sang ibu kerap datang tanpa diminta. Maka seharusnya sebagai anak yang berbakti kepada ibundanya, Gaara mestinya mendengarkan setiap perkataan wanita itu. Tetapi akhir-akhir ini Gaara bahkan jarang pulang pada jam normal. Dia selalu saja pulang tengah malam atau dini hari. Jika tidak sedang teler, memang Gaara akan memastikan tubuhnya segar sebelum tidur.Pemuda itu tersenyum saat mengingat apa yang sudah dia lalui hari ini sampai pada akhirnya dia pulang pada dini hari.Untuk pertama kalinya dia pulang ke rumah dalam kondisi bersih. Tanpa bau rokok, tanpa bau alkohol sama sekali. Untuk pertama kalinya pula dia pulang ke rumah dalam kondisi sadar dan lebih banyak tersenyum, hanya karena menghabiskan malamnya bersama dengan seorang perempuan.Bukan perempuan sembarangan, melain
Selama dia hidup, sejujurnya ini kali pertama Esther tiba di kediamannya pada dini hari diluar keluarganya. Karena kalau sendirian tentu saja hal ini mustahil untuk dia lakukan. Tetapi setengah jam yang lalu Esther telah memecahkan rekor pertamanya dalam segala hal bersama seorang pria.Suasana yang sudah sepi karena sebagian orang telah tertidur lelap karena kelelahan. Esther bersenandung sepanjang jalan hingga tiba di depan pintu kamar apartment-nya. Saat itu pula sesuatu yang sebenarnya ada di dalam dugaannya terjadi. Elson telah berada di dalam apartment-nya dengan sebuah buku ditangan dan wajah yang memberenggut.“Kau darimana?” tanya lelaki itu dengan suara yang dingin.“Aku dari pesta pernikahan guru SMA kita. Sebaliknya kenapa kau ada disini?” tanya Esther heran, dia bahkan melupakan fakta bahwa ini bukan kali pertama Elson ada di apartment-nya tiba-tiba. Saat dia baru pulang dari Amerika pun dia sudah ada di apartment-nya begitu saja. Memang pertanyaan bodoh sih.“Apakah pest
“Ayah memanggilku?” Esther mengintip dari balik pintu yang setengah tertutup. Di dalamnya pria tersebut tampak sedang bicara dengan Elson. Menyadari putrinya telah tiba Zeref segera menghentikan diskusi antara dia dan keponakannya.“Ya, masuklah.” Lelaki itu lantas berjalan menuju ke arah sofa berlengan yang berada di sisi ruangan. Selanjutnya dia segera memberi isyarat kepada Elson untuk meninggalkan ruangan.Esther sendiri memasuki ruang kerja sang ayah dengan suasana hati yang campur aduk. Namun meski begitu Esther menyempatkan untuk menyunggingkan senyum ketika berpapasan dengan Elson.Karena semalam Elson menginap di apartment-nya, niatan Esther untuk mengurung diri harus rela dia batalkan lantaran Elson menerima telepon dari ayahnya untuk membawa Esther ikut serta ke kediaman utama. Dengan perintah mutlak itulah Esther mau tidak mau harus menyanggupi, dan dia membiarkan Elson memasakan sarapan untuk dia konsumsi sebelum dia pergi ke menghadap sang ayah.Pria itu menepuk satu sis
Esther mulai dihampiri oleh beragam spekulasi. Terlebih ketika melihat sikap ayahnya yang terbilang sangat aneh. Pria itu setahu Esther adalah tipe orang yang tidak pernah bersikap sewaspada ini, kecuali kepada saingan bisnisnya atau orang-orang yang berpotensi mengancam kehidupan pribadi keluarganya. Melihat hal tersebut, Esther berusaha untuk memilih kata yang tepat supaya sang ayah tidak terlalu tegang seperti saat ini.“Aku sedang terganggu dengan sesuatu, kebetulan sekali ada yang mengajakku keluar. Jadi kupikir kenapa aku tidak pergi saja saat kesempatan itu datang untuk menjernihkan pikiran.”Ayahnya menganggukan kepala. “Lalu bagaimana setelah itu?”“Kami naik taksi ke tempat berlangsungnya acara. Sampai disana, aku mengucapkan selamat pada pengantinnya, dan Felix kemudian kerubungi orang-orang, karena aku berada disana sebagai patnernya Felix kemudian mengenalkan aku kepada mereka. Tetapi orang-orang itu ternyata sudah tahu soal aku.” Sekali lagi ayahnya menganggukan kepala.
“Apa?!”Esther bukan tipe orang yang bisa berteriak seperti itu. Ya, setidaknya tidak bila di depan ayahnya. Namun berkat cerita dari sang ayah Esther tidak bisa menahan dirinya untuk berseru dengan cara seperti itu karena tidak percaya dengan penuturan ayahnya.Zeref bersender pada lengan sofa, matanya tertutup dan tangannya tampak memijit pelipisnya. “Esther, perhatikan nada suaramu.”Kalimat tersebut seketika menyadarkan Esther dengan siapa dia berbicara sekarang. Gadis itu mengepalkan kedua tangan di atas pahanya. “Kenapa bisa begitu, Ayah? Kenapa Ayah langsung mengambil keputusan untuk mengusir Felix begitu saja? Maksudku, tidak ada yang bisa membuktikan perkataan Elson saat itu. Tidak ada bukti pasti.” Esther sedikit frustasi, menyadari bahwa keputusan ayahnya dimasa lalu merupakan titik awal dimana kebencian Vinson kepadanya dimulai. Semua kejadian buruk yang menimpanya, sudah jelas merupakan bagian dari pada balas dendam orang itu terhadap keluarganya. Semua itu sangatlah tida
7 tahun yang lalu…Esther Rodrigo turun dari sebuah mobil sambil melihat ke sekeliling. Dia merapikan seragam sekolahnya yang baru. Hari itu adalah hari pertamanya sebagai murid SMA. Sekaligus hari pertama tanpa Elma dan Elson. Setelah melewati proses perceraian di pengadilan yang berlarut-larut, Ibunya berhasil mempertahankan Elma untuk ikut dengannya. Sementara Esther selaku putri sulung, harus tetap berada di bawah asuhan sang ayah.Sebetulnya Esther sempat memohon kepada Ibunya untuk tidak pergi ke luar negeri. Tetapi sang Ibu yang sudah bertekad tidak bisa lagi ditahan olehnya. Namun wanita itu selalu berjanji akan menghubungi Esther, atau berkunjung bersama sang adik setiap liburan.Sialnya lagi kepergian adik dan Ibunya juga merupakan perpisahan Esther dengan Elson saat itu. Elson yang memang adalah anak jenius langsung bisa masuk ke universitas mana pun yang dia inginkan, oleh karena itu dia mendapatkan undangan langsung ke universitas terbaik di Inggris. Tanpa perlu berpikir
Baiklah ini mungkin sedikit tentang keluarga pasutri muda. sebenarnya tidak ada yang terlihat wah atau bagaimana kecuali fakta bahwa mereka mulanya adalah pasangan yang terlihat abnormal tetapi nyatanya bisa membuat sebuah keluarga yang terlampau manis bak gulali, apple candy, dan kue lapis legit. Namun terkadang juga bisa sepahit kopi, se asam lemon, se asin garam. Ya, barangkali inilah alasan mengapa hidup itu tidak selalu tentang satu rasa, sebab manis itu sendiri tidak akan pernah berarti bila tidak ada rasa yang lain. Hidup tidak melulu soal bahagia.Matahari sudah meninggi, teriknya telah menghidupkan semesta mencoba mengintip dari celah tirai jendela yang sengaja belum dibuka. Seiring dengan langkah Gaara yang sampai di ujung tengah dan lekas membuka pelan pintu kamarnya.Lelaki itu berjalan tanpa suara, seraya mengukir senyum yang paling sempurna. Kedua matanya memancarkan cahaya yang lembut, tampak sekali bahwa pria tersebut menyukai sosok wanita yang masih meringkuk nyaman d
Tidak disangka hari yang ditunggu akan tiba. Dia juga tidak habis pikir bahwa akan tiba masanya dia akan mengenakan pakaian serba putih dan didandani dengan cantik, terlebih nantinya dia akan bersanding dengan pria yang dia cintai. Senyuman manis terpatri di wajah Esther yang sudah dipoles dengan make up sedemikian rupa. Gadis itu sama sekali tidak bisa berhenti tersenyum untuk moment ini. Hari ini dia akan menikah, dengan seseorang yang dulunya adalah bad boy di kampus, lelaki yang mulanya hanya dijadikan sebagai objek taruhan antara dia dengan Vinson. Ceritanya memang selucu itu, tetapi tidak memudarkan bahwa cinta yang dia miliki kepada sang pria adalah cinta yang tulus.Setelah lulus dan berpacaran selama kurang lebih tiga tahun, Gaara datang ke kediamannya dan dengan gentle meminang Esther di depan ayahnya. Lamaran itu datang tanpa diduga sama sekali oleh Esther, dan dia teramat bahagia mendengar kesungguhan Gaara terhadapnya. Selang beberapa waktu, pria itu langsung sibuk memper
Esther terbangun karena rasa lapar di perut. Dia berbalik dan menemukan sepasang mata Gaara yang menatapnya dengan intens.Dia tertidur saat ditengah permainan, dan ranjang Gaara sekarang sudah menjadi favorit Esther. Dia tidak mau meninggalkannya.“Hei,” sapa gadis itu pada sang pemuda, dia tersenyum malu-malu.“Hei,” balas Gaara membalas senyumannya. “Kau lapar ya?”Esther mengangguk.“Aku sudah memanaskan sup dan ada sedikit roti juga. Mungkin rasanya tidak akan terlalu cocok, tapi aku pribadi memang jarang makan dirumah.”Esther terkekeh. “Kau seperti cenayang, bagaimana kau bisa tahu aku lapar?”“Aku mendengar suara perutmu.”Wajah Esther memerah, sementara Gaara malah tertawa. Mereka kemudian makan bersama di tempat tidur. Makan terakhir yang Esther makan memang hanya sarapan di pesawat. Rasa lelah membuat Esther melupakan banyak hal termasuk urusan mengisi perut. Dan meski Gaara bilang rasanya mungkin tidak sesuai, tetapi bagi Esther makanan itu adalah yang paling nikmat yang p
“Menurutmu apa aku punya pilihan Gaara?” Dia merasakan air mata membasahi pelupuk mata. “Aku sendirian. Jika ada satu kesempatan bagiku untuk bisa menyelamatkan diri, tentu aku akan melakukannya.”“Bagaimana bisa kau melakukan itu sementara—”“Siapa yang kau pikir akan menolongku saat itu? Apakah kau Gaara? Kau? Tentu saja aku tidak pernah berpikir kesana karena aku orang asing bagimu sementara Vinson adalah teman baikmu. Dan apa yang kau lakukan saat kau tahu aku kesulitan di kampus ketika Vinson membully-ku? Kau tidak melakukan apapun.” Gaara hendak memotongnya, tetapi Esther segera mengangkat tangan mencoba untuk menghentikan apapun yang akan lelaki katakan sebagai bentuk dari pada pembelaan. “Kita pernah membicarakan ini dulu sekali. Aku tidak berusaha sedang menyalahkan keadaan ini kepadamu. Faktanya, memang pada saat itu aku tidak punya seorangpun yang bisa menolongku. Pada akhirnya aku hanya harus melakukan sesuatu agar aku bisa menyelamatkan diriku sendiri. Terus terang taruha
Gaara yakin dia berhalusinasi ketika melihat sosok perempuan berambut keperakan yang berdiri di muka rumahnya.Tidak. Tidak mungkin itu Esther.Selain Gaara hanya ada dua orang yang tahu soal keberadaan rumah ini. Paman Yoshi dan ayahnya.Bahkan saat Gaara turun dari jeep dan melepas kacamata hitamnya untuk memastikan bahwa terik matahari tidak membuatnya berhalusinasi, sosok tersebut masih berada disana. Semakin mendekat, Gaara semakin yakin bahwa sosok itu memang adalah Esther.Perasaannya kian membuncah dan tidak terkendali. Tetapi diantara itu semua, Gaara tidak bisa berbohong bahwa dia bersyukur melihat Esther ada disini. Apalagi mengingat bahwa beberapa saat yang lalu dia nyaris membuat keputusan yang mungkin akan disesalinya.Ketika dia berhasil memeluk sosok itu, rasa lega segera menyebar dalam hatinya. Dia tidak tahu bagaimana caranya Esther bisa berada disini. Namun dia bersyukur bahwa sekali lagi dia masih bisa menyentuh kehangatan kulit gadis itu. Berada didekat Esther mem
Sejak meninggalkan rumah yang dahulu menjadi tempat dia menghabiskan waktu bersama sang bunda tercinta. Gaara tidak menduga bahwa akan ada saatnya dia kembali ke rumah ini. Tepat seperti dugaannya pula tidak ada satu bagian dari rumah ini yang berubah. Ayahnya pasti melakukan segala cara agar rumah tersebut tetap sama persis seperti saat masih ditinggali oleh ibunya terakhir kali. Gaara bisa melihatnya dari taman bunga dan juga gazebo tempat ibunya dulu selalu menghabiskan waktu bersama Gaara untuk membacakannya sebuah dongeng.Gaara tidak bisa membohongi dirinya. Rumah itu sangat mencerminkan kepribadian ibunya. Setiap sudutnya memaksa Gaara mengingat semua memori tentang wanita itu. Ketika Gaara pertama kali melewati pintu depan rumah tersebut, dia merasa seperti melihat hantu ibunya dari masa lalu.Dalam perjalannnya ke Australia, Gaara sebenarnya telah membayangkan ratusan skenario yang ingin dia lakukan pada rumah tersebut. Hal pertama yang mampir ke otaknya adalah membersihkan s
Sesuai dengan janji, setelah mengunjungi makam ibunya Gaara, Jorge mengantar Esther menuju ke kediaman mendiang istrinya dimana gadis itu bilang bahwa Gaara berpotensi berada disana. Jorge sebenarnya tidak yakin bahwa sang putra akan berada di rumah tua itu. Apalagi karena Gaara punya alasan yang kuat mengapa dia bersedia tinggal bersamanya dari pada tinggal dirumah itu.Namun entah bagaimana, Esther mampu mematahkan semua statement pria itu berdasarkan intuisinya yang liar.Sementara Esther sendiri kini semakin diliputi rasa bersalah yang teramat mendalam kepada Gaara. Setelah mendengar cerita Jorge tentang mendiang istrinya. Esther memahami bahwa Gaara tumbuh dengan pemahaman bahwa sang ibu meninggal karena cinta yang terlalu besar kepada ayahnya. Memang masuk akal bahwa pemuda itu akan bersikap sinis dan membenci ayahnya. Tetapi terlepas dari hal itu, Esther pun tidak bisa menjudge keduanya. Tetapi yang pasti setelah mendengar segalanya dari kedua belah pihak, Esther malah merasa k
Esther benar-benar tidak tahu bahwa dia punya keberuntungan sebesar ini dalam hidupnya.Lima belas menit yang lalu dia benar-benar dibuat kelimpungan dan nyaris menangis gara-gara kehabisan mobil jemputan. Memang benar keputusan yang dia buat kali ini pun terbilang sangat gila seumur hidupnya. Terbang ke Australia tanpa punya kenalan satu pun, bahkan alamat yang hendak dia tuju pun Esther tak tahu. Esther hanya punya modal ingatan foto-foto lama Gaara dengan mendiang ibunya saja. Makanya rencana Esther adalah menyewa mobil dan pergi berkeliling sambil mencari rumah yang mirip dengan gambar yang pernah Esther lihat.Saat itulah mendadak pria baik hati yang Esther temui di pesawat menghampiri. Karena Esther punya pengalaman kurang baik dengan orang asing, maka Esther sempat ragu untuk mengatakan yang sebenarnya kepada orang itu. Tetapi bila mengingat kebaikan yang pria itu lakukan, Esther berasumsi bahwa orang itu bukanlah orang yang punya maksud jahat.“Ah, saya Jorge Maxwell. Orang ya
“Maaf?” balas gadis itu tampak agak kaget dengan pertanyaan yang Jorge berikan terhadapnya.“Mimpimu.”“A—ah… itu … b—bukan apa-apa,” sahutnya agak tergagap sambil menggelengkan kepala. “Maaf saja tapi itu … bukan tipik yang cukup menyenangkan untuk … dibicarakan.”Jorge mengangguk. “Baiklah kalua begitu, tapi saat melihatmu aku jadi teringat putra bungsuku yang kurasa seumuran denganmu.”Sekilas gadis itu jadi tampak sedikit tertarik. “Benarkah? Umur berapa?”“Tahun ini masuk dua puluh dua tahun.”Gadis itu menganggukan kepala. “Ah, benarkah? Saya juga.”“Jadi, kalua boleh tahu apa yang gadis sepertimu lakukan sendirian? Apa kau ingin mengunjungi seseorang?”Selama sesaat gadis itu tampak menimbang-nimbang jawabannya. Ekspresinya juga sedikit berubah. Tetapi kemudian tak selang beberapa lama dia menganggukan kepala. “Ya, begitulah.”“Keluarga?”“Ah, bukan. Hanya seorang teman.”“Kurasa dia adalah teman yang special sampai kau mau terbang sendirian seperti ini.”Jorge jadi terkekeh sa